Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 30 Desember 2020 : KATEKESE TENTANG DOA (BAGIAN 20)


Saudara dan saudari terkasih, selamat pagi!

 

Hari ini, saya ingin berfokus pada doa syukur. Dan saya mengacu pada sebuah kisah yang diceritakan oleh Penginjil Lukas. Saat Yesus dalam perjalanan, sepuluh orang kusta mendekati-Nya dan memohon kepada-Nya : "Yesus, Guru, kasihanilah kami!" (17:13). Kita tahu bahwa orang kusta tidak hanya menderita secara jasmani, tetapi juga peminggiran secara sosial dan agama. Mereka terpinggirkan. Yesus pantang mundur untuk bertemu mereka. Kadang-kadang, Ia melampaui batasan yang diberlakukan oleh hukum serta menjamah, merangkul dan menyembuhkan orang sakit - yang seharusnya tidak diperbolehkan. Dalam kasus ini, tidak ada kontak. Dari kejauhan, Yesus mengajak mereka untuk memperlihatkan diri kepada imam-imam (ayat 14), yang ditunjuk oleh hukum untuk menyatakan kesembuhan telah terjadi. Yesus tidak mengatakan apa-apa lagi. Ia mendengarkan doa mereka, Ia mendengarkan teriakan mereka memohon belas kasihan, dan Ia segera mengutus mereka kepada para imam.

 

Sepuluh orang kusta itu percaya, mereka tidak tinggal diam di sana sampai mereka sembuh, tidak : mereka percaya dan mereka segera pergi, dan sementara mereka dalam perjalanan, mereka sembuh, kesepuluh orang kusta itu sembuh. Oleh karena itu, para imam dapat memastikan kesembuhan mereka dan mengembalikan mereka ke kehidupan normal. Tetapi di sinilah masuknya poin penting : hanya satu orang kusta, sebelum pergi kepada para imam, yang kembali untuk berterima kasih kepada Yesus dan memuji Allah atas rahmat yang diterima. Hanya satu orang kusta, sembilan orang kusta lainnya melanjutkan perjalanan mereka. Dan Yesus menunjukkan bahwa orang itu adalah orang dari kaum Samaria, semacam "bidaah" bagi orang Yahudi pada masa itu. Yesus berujar : "Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?" (17:18). Kisah ini menyentuh.

 

Kisah ini, bisa dikatakan, membagi dunia menjadi dua : orang-orang yang tidak mengucap syukur dan orang-orang yang mengucap syukur; orang-orang yang menerima segalanya seolah-olah itu hak mereka, dan orang-orang yang menyambut segalanya sebagai karunia, sebagai rahmat. Katekismus mengatakan : "tiap kejadian dan kebutuhan dapat menjadi kurban syukur" (no. 2638). Doa syukur selalu dimulai di sini : mengenali bahwa rahmat mendahului kita. Kita dipikirkan sebelum kita belajar bagaimana berpikir; kita dikasihi sebelum kita belajar bagaimana mengasihi; kita diinginkan sebelum hati kita mengandung sebuah keinginan. Jika kita memandang hidup seperti ini, maka “terima kasih” menjadi kekuatan pendorong zaman kita. Dan seberapa sering kita bahkan lupa mengucapkan "terima kasih".

 

Bagi kita umat Kristiani, syukur adalah nama yang diberikan pada sakramen yang paling hakiki dari sakramen-sakramen yang ada : Ekaristi. Sebenarnya, kata Yunani tersebut, tepatnya berarti ini : syukur, ekaristi : syukur. Umat Kristiani, seperti semua orang percaya, bersyukur kepada Allah atas karunia kehidupan. Hidup terutama adalah telah menerima. Hidup terutama adalah telah menerima : telah menerima kehidupan! Kita semua lahir karena seseorang menginginkan kita memiliki kehidupan. Dan ini hanya yang pertama dari rangkaian hutang panjang yang kita tanggung karena hidup. Hutang rasa syukur. Selama hidup kita, lebih dari satu orang telah menatap kita dengan mata murni, tanpa pamrih. Seringkali, orang-orang ini adalah para pendidik, para katekis, orang-orang yang menjalankan peran melebihi apa yang diminta dari mereka. Dan mereka merangsang kita untuk bersyukur. Bahkan persahabatan adalah karunia yang seharusnya selalu kita syukuri.

 

“Terima kasih” yang harus kita ucapkan terus menerus ini, terima kasih yang dibagikan umat Kristiani kepada semua orang ini, bertumbuh dalam pertemuan dengan Yesus. Injil membuktikan bahwa ketika Yesus lewat, Ia sering menimbulkan sukacita dan pujian kepada Allah di dalam diri orang-orang yang Ia temui. Kisah Injil dipenuhi dengan manusia pendoa yang sangat tersentuh oleh kedatangan Sang Juruselamat. Dan kita juga dipanggil untuk ikut serta dalam sorak kegirangan yang luar biasa ini. Kisah sepuluh orang kusta yang disembuhkan juga menunjukkan hal ini. Secara alami, mereka semua senang karena kesehatan mereka telah pulih, diperkenankan untuk mengakhiri karantina paksa tanpa akhir yang mengucilkan mereka dari komunitas. Tetapi di antara mereka, ada yang merasakan sukacita tambahan : selain disembuhkan, ia bersukacita karena bertemu Yesus. Ia tidak hanya dibebaskan dari yang jahat, tetapi ia sekarang memiliki kepastian dikasihi. Inilah intinya : ketika kamu berterima kasih kepada seseorang, mengucapkan terima kasih, kamu mengungkapkan kepastian bahwa kamu dikasihi. Dan ini adalah langkah besar : memiliki kepastian bahwa kamu dikasihi. Langkah tersebut adalah penemuan kasih sebagai kekuatan yang mengatur dunia - seperti yang dikatakan Dante : Kasih yang "menggerakkan matahari dan bintang-bintang lain" (Surga, XXXIII, 145). Kita bukan lagi gelandangan yang berkeliaran tanpa tujuan di sana-sini, tidak : kita memiliki sebuah kediaman, kita tinggal di dalam Kristus, dan dari “kediaman” itu kita merenungkan bagian dunia lainnya yang tampak jauh lebih indah bagi kita. Kita adalah anak-anak kasih, kita adalah saudara dan saudari kasih. Kita adalah manusia yang berterima kasih.

 

Oleh karena itu, saudara-saudari, marilah kita berusaha untuk tetap senantiasa dalam sukacita berjumpa Yesus. Marilah kita memupuk kegembiraan. Sebaliknya, iblis setelah menipu kita - dengan godaan apa pun - selalu membuat kita sedih dan sendirian. Jika kita berada di dalam Kristus, tidak ada dosa dan ancaman yang dapat menghalangi kita untuk terus bersukacita dalam perjalanan kita, bersama dengan banyak rekan seperjalanan lainnya.

 

Terutama, marilah kita tidak lupa untuk berterima kasih : jika kita adalah pembawa rasa syukur, dunia dengan sendirinya akan menjadi lebih baik, meskipun hanya sedikit, tetapi itu sudah cukup untuk menyampaikan sedikit harapan. Dunia membutuhkan harapan. Dan dengan rasa syukur, dengan kebiasaan mengucapkan terima kasih ini, kita menyampaikan sedikit harapan. Semuanya bersatu dan semuanya terhubung, dan setiap orang perlu melakukan bagiannya di mana pun kita berada. Jalan menuju kebahagiaan adalah jalan yang dilukiskan Santo Paulus di akhir salah satu suratnya : “Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu. Janganlah padamkan Roh” (1Tes 5:17-19). Jangan memadamkan Roh, betapa indahnya rancangan kehidupan! Jangan memadamkan Roh yang telah menuntun diri kita kepada rasa syukur. Terima kasih.

 

[Sapaan khusus]

 

Dengan hormat, saya menyapa umat berbahasa Inggris. Semoga kalian masing-masing, dan keluarga-keluarga kalian, menghargai sukacita masa Natal ini dan mendekat dalam doa kepada Sang Juruselamat yang telah tinggal di antara kita. Allah memberkati kalian!

 

[Himbauan]

 

Kemarin, gempa bumi di Kroasia menimbulkan korban jiwa dan menimbulkan kerusakan parah. Saya mengungkapkan kedekatan saya dengan orang-orang yang terluka dan orang-orang yang terkena dampak gempa serta secara khusus saya mendoakan orang-orang yang kehilangan nyawa dan keluarga mereka. Saya berharap para pemimpin negara, dibantu oleh komunitas internasional, dapat segera meringankan penderitaan rakyat Kroasia yang terkasih.

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara dan saudari yang terkasih : Sebagai bagian rangkaian katekese kita tentang doa, sekarang kita beralih ke doa syukur. Santo Lukas memberitahu kita bahwa dari sepuluh orang kusta yang disembuhkan oleh Yesus, hanya satu orang yang kembali untuk berterima kasih kepada Tuhan. Perikop ini mengingatkan kita akan pentingnya bersyukur. Perikop tersebut memperlihatkan perbedaan besar antara hati yang bersyukur dan hati yang tidak bersyukur; antara orang-orang yang melihat segalanya sebagai hak mereka dan orang-orang yang menerima segalanya sebagai rahmat. Sebagai umat Kristiani, doa syukur kita diilhami oleh rasa syukur atas kasih Allah yang diwahyukan dalam kedatangan Yesus, Putra-Nya dan Sang Juruselamat kita. Kisah Injil tentang kelahiran Kristus menunjukkan kepada kita bagaimana kedatangan Mesias disambut oleh hati yang percaya dan mendoakan penggenapan janji Allah. Semoga perayaan masa Natal kita ini ditandai dengan doa syukur yang sungguh-sungguh atas pencurahan rahmat penebusan Allah atas dunia kita. Semoga doa-doa ini membesarkan hati kita serta memampukan kita untuk membawa harapan dan sukacita Injil kepada semua orang di sekitar kita, terutama kepada saudara-saudari kita yang paling membutuhkan.

____


(Peter Suriadi - Bogor, 30 Desember 2020)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 27 Desember 2020 : TENTANG KELUARGA KUDUS NAZARET


Saudara dan saudara terkasih, selamat siang!

 

Beberapa hari setelah Natal, liturgi mengundang kita untuk mengalihkan pandangan kita kepada Keluarga Kudus : Yesus, Maria dan Yusuf. Berkaca pada fakta bahwa Putra Allah berkeinginan membutuhkan kehangatan sebuah keluarga, seperti semua anak, adalah baik. Justru karena alasan ini, karena keluarga Yesus, keluarga Nazaret adalah keluarga teladan, yang di dalamnya seluruh keluarga di dunia dapat menemukan titik acuan dan inspirasi yang pasti. Di Nazaret, musim semi kehidupan manusiawi Sang Putra Allah mulai berbunga pada saat Ia dikandung berkat karya Roh Kudus di dalam rahim Perawan Maria. Di dalam tembok Rumah Nazaret yang menyambut, masa kanak-kanak Yesus terbentang dalam sukacita, dikelilingi oleh perhatian keibuan Maria dan pemeliharaan Yusuf, yang di dalamnya Yesus dapat melihat kelembutan Allah (bdk. Surat Apostolik Patris Corde, 2).

 

Meneladan Keluarga Kudus, kita dipanggil untuk menemukan kembali nilai pendidikan satuan keluarga : keluarga harus berlandaskan kasih yang selalu meregenerasi hubungan, membuka cakrawala harapan. Di dalam keluarga, kita dapat mengalami persekutuan yang tulus ketika keluarga adalah rumah doa, ketika ada kasih sayang yang sungguh mendalam dan tulus, ketika pengampunan mengatasi perselisihan, ketika kekerasan hidup sehari-hari dilunakkan oleh kelembutan timbal balik dan ada ketaatan yang teduh terhadap kehendak Allah. Dengan cara ini, keluarga membuka diri terhadap sukacita yang diberikan Allah kepada semua orang yang paham bagaimana memberi dengan sukacita. Pada saat yang sama, keluarga menemukan energi spiritual untuk terbuka terhadap dunia luar, orang lain, pelayanan saudara dan saudari, kerjasama dalam membangun dunia yang senantiasa baru dan lebih baik; oleh karena itu, mampu menjadi pembawa rangsangan positif; keluarga menginjili dengan teladan hidup. Memang benar, di dalam setiap keluarga senantiasa ada masalah, dan terkadang ada pertengkaran. “Dan, Bapa, saya bertengkar…” tetapi kita manusia, kita lemah, dan kita semua terkadang bertengkar dalam keluarga. Saya ingin mengatakan sesuatu kepadamu : jika kamu bertengkar dalam keluarga, jangan akhiri hari tanpa berdamai. “Ya, saya bertengkar”, tetapi sebelum hari berakhir, berdamailah. Dan tahukah kamu mengapa? Karena perang dingin, hari demi hari, sangatlah berbahaya. Perang dingin tidak membantu. Dan kemudian, dalam keluarga ada tiga kata, tiga kalimat yang harus selalu dijaga dengan baik : “Tolong”, “terima kasih”, dan “saya minta maaf”. "Tolong", agar tidak mengganggu kehidupan orang lain. Tolong : bolehkah saya melakukan sesuatu? Apakah tidak masalah bagimu jika aku melakukan hal ini? Tolong. Senantiasa, agar tidak mengganggu. Tolong, kata pertama. “Terima kasih” : begitu banyak bantuan, begitu banyak layanan yang diberikan kepada kita dalam keluarga : senantiasa mengucapkan terima kasih. Terima kasih adalah sumber kehidupan jiwa yang mulia. "Terima kasih". Dan kemudian, yang paling sulit dikatakan : "Saya minta maaf". Karena kita senantiasa melakukan hal-hal buruk dan sangat sering seseorang tersakiti dengan hal ini : “Saya minta maaf”, “Saya minta maaf”. Jangan lupakan tiga kata tersebut : “tolong”, “terima kasih”, dan “maafkan saya”. Jika dalam sebuah keluarga, dalam lingkungan keluarga ada tiga kata tersebut maka keluarga baik-baik saja.

 

Pesta hari ini mengingatkan kita pada teladan penginjilan bersama keluarga, sekali lagi menawarkan kepada kita cita-cita kasih suami istri dan keluarga, sebagaimana digarisbawahi dalam Seruan Apostolik Amoris laetitia, yang genap lima tahun pengumumannya pada 19 Maret mendatang. Dan tanggal tersebut akan menjadi tahun untuk berkaca pada Amoris laetitia dan akan menjadi kesempatan untuk lebih berfokus pada isi dokumen tersebut. Berkaca pada Amoris laetitia ini akan tersedia bagi komunitas dan keluarga gerejawi, untuk menemani mereka dalam perjalanan. Mulai sekarang, saya mengundang semua orang untuk mengambil bagian dalam prakarsa yang akan digalakkan selama Tahun tersebut dan akan dikoordinir oleh Dikasteri untuk Kaum Awam, Keluarga dan Kehidupan. Marilah kita memercayakan perjalanan ini, bersama keluarga-keluarga di seluruh dunia, kepada Keluarga Kudus Nazaret, terutama kepada Santo Yusuf, bapa dan suami yang setia.

 

Semoga Perawan Maria, yang kepadanya kita sekarang mendaraskan doa Malaikat Tuhan, menganugerahkan keluarga-keluarga di seluruh dunia agar semakin terpesona oleh cita-cita injili Keluarga Kudus, sehingga menjadi ragi kemanusiaan baru serta kesetiakawanan sejati dan universal.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara dan saudari terkasih,

 

Saya menyapa kalian semua, keluarga, kelompok dan umat perorangan yang mengikuti doa Malaikat Tuhan melalui media komunikasi sosial. Pikiran saya terutama tertuju pada keluarga-keluarga yang, selama bulan-bulan ini, telah kehilangan orang-orang yang mereka cintai atau terkena dampak pandemi. Saya juga memikirkan para dokter, para perawat, dan seluruh tenaga ahli perawatan kesehatan yang dengan keteladanan luar biasa berada di garis depan dalam memerangi penyebaran virus telah memberikan dampak sangat penting terhadap kehidupan keluarga.

 

Dan hari ini saya memercayakan seluruh keluarga kepada Allah, terutama keluarga-keluarga yang paling dicobai oleh kesulitan hidup serta momok kesalahpahaman dan perceraian. Semoga Tuhan, yang lahir di Betlehem, memberikan kepada mereka semua ketenangan dan kekuatan untuk berjalan bersama di jalan kebaikan.

 

Dan jangan lupakan tiga kata berikut yang akan sangat membantu untuk mencapai kesatuan keluarga : "Tolong" - jangan mengganggu, hormati orang lain - "Terima kasih" - saling berterima kasih, satu sama lain, dalam kesalahan. Dan permintaan maaf ini - atau ketika kita bertengkar - tolong mengucapkannya sebelum hari berakhir : berdamai sebelum hari berakhir.

 

Kepada kalian semua saya mengucapkan selamat hari Minggu dan tolong jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat makan siang dan sampai jumpa!

______


(Peter Suriadi - Bogor, 27 Desember 2020)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 26 Desember 2020 : TENTANG PESTA SANTO STEFANUS, MARTIR PERTAMA


Saudara dan saudari terkasih, selamat siang!

 

Bacaan Injil kemarin berbicara tentang Yesus, Sang “Terang yang sesungguhnya” yang datang ke dunia, terang yang “bercahaya di dalam kegelapan” dan “kegelapan itu tidak menguasainya” (Yoh 1:9,5). Hari ini kita melihat orang yang bersaksi tentang Yesus, Santo Stefanus, yang bercahaya dalam kegelapan. Orang-orang yang bersaksi tentang Yesus bercahaya dengan terang-Nya, bukan dengan terang mereka masing-masing. Bahkan Gereja tidak memiliki terangnya sendiri. Oleh karena itu, para nenek moyang zaman dulu menyebut Gereja : "misteri bulan". Laksana bulan, yang tidak memiliki terangnya sendiri, para saksi ini tidak memiliki terangnya sendiri, mereka mampu mengambil terang Yesus dan memantulkannya. Stefanus dituduh bersalah dan dilempari dengan tak berperikemanusiaan, tetapi dalam kegelapan kebencian (yang merupakan siksaan rajam atas dirinya), ia membiarkan terang Yesus bercahaya : ia mendoakan para pembunuhnya dan mengampuni mereka, seperti Yesus di kayu salib. Ia adalah martir pertama, yaitu, saksi pertama, orang pertama dari sekumpulan saudara dan saudari yang, bahkan sampai hari ini, terus membawa terang ke dalam kegelapan - orang-orang yang menanggapi kejahatan dengan kebaikan, yang tidak menyerah pada kekerasan dan kebohongan, tetapi menghentikan daur kebencian dengan kelembutan dan kasih. Di malam-malam dunia, para saksi ini membawa fajar Allah.

 

Tetapi bagaimana mereka menjadi saksi? Meneladani Yesus, mengambil terang dari Yesus. Inilah jalan bagi setiap orang Kristiani : meneladani Yesus, mengambil terang dari Yesus. Santo Stefanus memberi kita teladan : Yesus datang untuk melayani, bukan untuk dilayani (lihat Mrk 10:45), dan Ia hidup untuk melayani, bukan untuk dilayani, serta Ia datang untuk melayani : Stefanus dipilih menjadi diakon, ia menjadi diakon, yaitu, seorang hamba, dan melayani meja orang miskin (lihat Kis 6:2). Ia mencoba untuk meneladani Tuhan setiap hari dan ia melakukannya sampai kesudahan : seperti Yesus, ia ditangkap, dihukum dan dibunuh di luar kota, serta seperti Yesus ia berdoa dan mengampuni. Saat dilempari batu, ia berkata : "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" (7:60). Stefanus menjadi saksi karena ia meneladani Yesus.

 

Sebuah pertanyaan dapat muncul: apakah saksi-saksi kebaikan ini benar-benar diperlukan ketika dunia terbenam dalam kejahatan? Apa gunanya berdoa dan mengampuni? Hanya untuk memberikan teladan yang baik? Tetapi, apa gunanya itu? Tidak, masih banyak lagi. Kita menemukan hal ini dari rincian. Teks mengatakan bahwa di antara orang-orang yang didoakan dan diampuni Stefanus ada "seorang muda yang bernama Saulus" (ayat 58), yang "menyetujui kematiannya" (8:1). Beberapa saat kemudian, oleh kasih karunia Tuhan, Saulus bertobat, menerima terang Yesus, menerimanya, bertobat, dan menjadi Paulus, misionaris terbesar dalam sejarah. Paulus dilahirkan oleh kasih karunia Allah, tetapi melalui pengampunan Stefanus, melalui kesaksian Stefanus. Itulah benih pertobatannya. Inilah bukti bahwa tindakan kasih mengubah sejarah : bahkan tindakan yang kecil, tersembunyi, setiap hari. Karena Allah menuntun sejarah melalui keberanian yang rendah hati dari orang-orang yang berdoa, mengasihi dan mengampuni. Ada begitu banyak orang kudus yang tersembunyi, orang kudus yang berada di pintu sebelah, saksai-saksi hidup yang tersembunyi, yang dengan sedikit tindakan kasih mengubah sejarah.

 

Menjadi saksi Yesus - hal ini juga berlaku untuk kita. Allah menginginkan kita hidup luar biasa melalui hal-hal biasa, hal-hal sehari-hari yang kita perbuat. Kita dipanggil untuk memberikan kesaksian tentang Yesus persis di tempat kita tinggal, di dalam keluarga kita, di tempat kerja, di mana pun, bahkan hanya dengan memberikan terang senyuman, terang yang bukan kepunyaan kita - terang berasal dari Yesus - dan bahkan hanya dengan melarikan diri dari bayang-bayang gosip dan pengaduan. Dan kemudian, ketika kita melihat sesuatu yang salah, alih-alih mengritik, menjelek-jelekkan, dan mengeluh, marilah kita mendoakan orang yang berbuat salah dan situasi yang sulit. Dan ketika sebuah percekcokan dimulai dari rumah, daripada mencoba memenangkannya, marilah kita mencoba untuk meredakannya; dan memulai kembali setiap saat, mengampuni orang yang menyinggung perasaan. Hal-hal kecil, tetapi mengubah sejarah, karena membukakan pintu, membukakan jendela untuk terang Yesus. Santo Stefanus, ketika ia menerima batu-batu kebencian, membalas dengan kata-kata pengampunan. Dengan demikian, ia mengubah sejarah. Kita juga bisa mengubah kejahatan menjadi kebaikan setiap saat seperti pepatah indah yang mengatakan : “Jadilah seperti pohon palma : orang-orang melemparinya dengan batu dan pohon itu menjatuhkan kurma”.

 

Hari ini, marilah kita mendoakan orang-orang yang menderita penganiayaan oleh karena nama Yesus. Sayangnya mereka banyak. Ada lebih daripada awal Gereja. Marilah kita memercayakan saudara-saudari ini kepada Bunda Maria, agar dengan lemah lembut mereka dapat menanggapi penindasan dan, sebagai saksi-saksi Yesus yang sesungguhnya Yesus, mereka dapat menaklukkan kejahatan dengan kebaikan.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara dan saudari terkasih,

 

Saya menyapa kalian semua, keluarga, kelompok, dan umat perorangan yang mengikuti saat doa ini melalui sarana komunikasi sosial. Kita harus melakukannya seperti ini untuk menghindari orang datang ke Lapangan. Oleh karena itu, kita sedang bekerjasama dengan peraturan yang telah ditetapkan pihak berwenang, untuk membantu kita semua keluar dari pandemi ini.

 

Semoga suasana Natal yang penuh sukacita yang berlanjut hingga hari ini kembali memenuhi hati kita, membangkitkan keinginan setiap orang untuk merenungkan Yesus di dalam palungan, melayani dan mengasihi-Nya dalam diri orang-orang yang ada di dekat kita.

 

Dalam hari-hari ini, saya telah menerima salam Natal dari Roma dan pelbagai belahan dunia. Tidak mungkin untuk menanggapi semua orang, tetapi sekarang saya menggunakan kesempatan ini untuk mengungkapkan rasa terima kasih, terutama atas karunia doa yang telah kalian persembahkan untuk saya, yang dengan rela saya tanggapi.

 

Selamat Pesta Santo Stefanus. Tolong, teruslah mendoakan saya.

 

Selamat menikmati makanan kalian dan sampai jumpa!

CATATAN KONGREGASI AJARAN IMAN TENTANG MORALITAS PENGGUNAAN VAKSIN COVID-19


Persoalan penggunaan vaksin secara umum kerap menjadi kontroversi di forum opini publik. Dalam beberapa bulan terakhir, Kongregasi Ajaran Iman telah menerima beberapa permintaan bimbingan terkait penggunaan vaksin virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19, yang dalam proses penelitian dan produksi menggunakan garis sel yang diambil dari jaringan yang diperoleh dari dua aborsi yang terjadi pada abad terakhir. Pada saat yang sama, di media massa beraneka ragam pernyataan, yang terkadang bertentangan, dari para uskup, lembaga Katolik, dan para ahli telah menimbulkan pertanyaan tentang moralitas penggunaan vaksin ini.

 

Sudah ada pernyataan penting dari Akademi Kepausan untuk Kehidupan tentang masalah ini, yang berjudul “Cerminan Moral tentang Vaksin yang Dibuat dari Sel yang Berasal dari Janin Manusia yang Diaborsi” (5 Juni 2005). Lebih lanjut, Kongregasi Ajaran Iman memberikan pernyataan tentang masalah tersebut melalui Petunjuk Dignitas Personae (8 September 2008, bdk. No. 34 dan 35). Pada tahun 2017, Akademi Kepausan untuk Kehidupan kembali ke tema tersebut dengan sebuah Catatan. Dokumen-dokumen ini sudah menawarkan beberapa kriteria arahan umum.

 

Sejak vaksin pertama Covid-19 sudah tersedia untuk diedarkan dan disalurkan di berbagai negara, Kongregasi Ajaran Iman berkeinginan untuk memberikan beberapa petunjuk yang menjelaskan hal tersebut. Kami tidak bermaksud untuk menilai keamanan dan keampuhan vaksin ini, meskipun secara etis relevan dan perlu, karena evaluasi ini merupakan tanggung jawab para peneliti biomedis dan jawatan yang menangani obat-obatan. Di sini, tujuan kami hanya mempertimbangkan aspek moral penggunaan vaksin Covid-19 yang telah dikembangkan dari garis sel yang berasal dari jaringan yang diperoleh dari dua janin yang tidak diaborsi dengan sengaja.

 

1.       Seperti telah dinyatakan dalam Petunjuk Dignitas Personae, dalam kasus dipergunakannya sel dari janin yang diaborsi untuk membuat garis sel dalam penelitian ilmiah, “ada tingkat tanggung jawab yang berbeda”,[1] tanggung jawab bekerjasama dalam kejahatan. Misalnya, "dalam organisasi di mana dimanfaatkannya jalur sel yang berasal dari sumber terlarang, tanggung jawab mereka yang membuat keputusan untuk mempergunakannya tidak sama dengan mereka yang tidak memiliki suara dalam keputusan tersebut".[2]

 

2.     Dalam hal tidak tersedianya vaksin Covid-19 yang secara etis tak bercacat (misalnya di negara-negara di mana vaksin tanpa masalah etika tidak tersedia untuk para dokter dan para pasien, atau di mana penyalurannya lebih sulit karena kondisi penyimpanan dan pengangkutan khusus, atau ketika berbagai jenis vaksin disalurkan di negara yang sama tetapi otoritas kesehatan tidak memperkenankan warga untuk memilih vaksin yang akan diinokulasikan), menerima vaksin Covid-19 yang mempergunakan jalur sel dari janin yang diaborsi dalam penelitian dan proses produksinya, dapat diterima secara moral.

 

3.      Alasan dasariah untuk mempertimbangkan penggunaan vaksin yang sah secara moral ini yaitu jauhnya pihak yang mempergunakan vaksin yang dihasilkan dari jenis kerjasama dalam kejahatan (kerjasama material pasif) untuk menghasilkan garis sel yang berasal dari aborsi. Menghindari kerjasama material pasif seperti itu tidak diwajibkan secara moral jika ada bahaya besar, seperti penyebaran agen patologis yang serius[3] - dalam hal ini, pandemi penyebaran virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan Covid-19. Oleh karena itu, harus dipertimbangkan bahwa, dalam kasus seperti itu, semua vaksinasi yang diakui aman dan ampuh secara klinis dapat dipergunakan dalam hati nurani yang baik dengan pengetahuan tertentu bahwa penggunaan vaksin semacam itu bukan merupakan kerjasama formal dengan aborsi yang daripadanya sel-sel untuk memproduksi vaksin berasal. Namun, harus ditekankan bahwa penggunaan yang sah secara moral dari jenis vaksin ini, dalam kondisi tertentu sedemikian rupa, tidak dengan sendirinya merupakan legitimasi, bahkan secara tidak langsung, dari praktik aborsi, dan dengan sendirinya dianggap bertentangan dengan praktik ini mereka yang menggunakan vaksin ini.

 

4.     Pada kenyataannya, penggunaan vaksin tersebut secara sah tidak dan tidak seharusnya menyiratkan adanya dukungan moral dari penggunaan sel yang berasal dari janin yang diaborsi.[4] Oleh karena itu, baik perusahaan farmasi maupun jawatan kesehatan pemerintah didorong untuk memproduksi, mengesahkan, menyalurkan, dan menawarkan vaksin yang dapat diterima secara etis yang tidak menimbulkan masalah hati nurani baik bagi penyedia layanan kesehatan maupun orang yang akan divaksinasi.

 

5.     Pada saat yang sama, alasan praktis menjadi bukti bahwa vaksinasi, pada umumnya, bukanlah kewajiban moral dan, oleh karena itu, harus bersifat sukarela. Bagaimanapun, dari sudut pandang etika, moralitas vaksinasi tidak hanya bergantung pada kewajiban untuk melindungi kesehatan seseorang, tetapi juga pada kewajiban untuk mengusahakan kebaikan bersama. Dengan tidak adanya cara lain untuk menghentikan atau bahkan mencegah pandemi, kepentingan bersama dapat merekomendasikan vaksinasi, terutama untuk melindungi yang paling lemah dan paling terpapar. Namun, mereka yang, karena alasan hati nurani, menolak vaksin yang diproduksi dengan jalur sel dari janin yang diaborsi, harus melakukan yang terbaik untuk menghindari menjadi wahana penerusan agen yang terpapar, dengan cara profilaksis lain dan perilaku yang sesuai. Secara khusus, mereka harus menghindari risiko terhadap kesehatan orang-orang yang tidak dapat divaksinasi karena alasan medis atau alasan lain, dan orang-orang yang paling rentan.

 

6.     Terakhir, ada juga keharusan moral bagi industri farmasi, pemerintah dan organisasi internasional untuk memastikan bahwa vaksin, yang ampuh dan aman dari sudut pandang medis, serta dapat diterima secara etis, juga dapat diakses oleh negara-negara yang paling miskin dan tidak mahal bagi mereka. Kurangnya akses terhadap vaksin, sebaliknya, akan menjadi tanda lain diskriminasi dan ketidakadilan yang mengutuk negara-negara miskin untuk terus hidup dalam kemiskinan kesehatan, ekonomi dan sosial.[5]

 

Paus Fransiskus yang berdaulat, dalam kesempatan Audiensi dengan ketua Kongregasi Ajaran Iman yang bertanda tangan di bawah ini, pada tanggal 17 Desember 2020, memeriksa Catatan ini dan memerintahkan penerbitannya.

 

Roma, 21 Desember 2020, pada Pesta Santo Petrus Kanisius.

 

Luis F. Kardinal Ladaria, S.I.

Ketua

 

+Mgr. Giacomo Morandi

Uskup Agung Tituler Cerveteri

Sekretaris

 

****

 

(dialihbahasakan oleh Peter Suriadi - Bogor, 24 Desember 2020)



[1]Kongregasi Ajaran Iman, Petunjuk Dignitas Personae (8 Desember 2008), no. 35; AAS (100), 884.

[2]Idem, 885.

[3]Bdk. Akademi Kepausan untuk Kehidupan, “Cerminan Moral tentang Vaksin yang Dibuat dari Sel-sel yang Berasal dari Janin Manusia yang Diaborsi”, 5 Juni 2005.

[4]Kongregasi Ajaran Iman, Petunjuk Dignitas Personae, no. 35: “Ketika tindakan terlarang didukung oleh undang-undang yang mengatur perawatan kesehatan dan penelitian ilmiah, tindakan tersebut perlu menjauhkan diri dari aspek-aspek kejahatan dari sistem itu agar tidak memberikan kesan toleransi tertentu atau penerimaan diam-diam dari tindakan yang sangat tidak adil. Kesan penerimaan apapun pada kenyataannya akan berkontribusi pada bertumbuhnya ketidakpedulian terhadap, jika bukan persetujuan, tindakan semacam itu dalam lingkungan medis dan politik tertentu”.

[5]Bdk. Fransiskus, Wejangan kepada anggota Yayasan “Banco Farmaceutico”, 19 September 2020.

PESAN URBI ET ORBI PAUS FRANSISKUS PADA HARI RAYA NATAL 25 Desember 2020


Saudara dan saudari terkasih,

 

Selamat Natal!

 

Saya ingin menyampaikan kepada semua orang pesan yang diwartakan oleh Gereja pada hari raya ini dengan perkataan nabi Yesaya : “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putra telah diberikan untuk kita” (Yes 9:5).

 

Seorang anak telah lahir. Kelahiran selalu menjadi sumber harapan; kelahiran adalah hidup yang berbunga, janji masa depan. Selain itu, Anak ini, Yesus, telah lahir “untuk kita” : “kita” tanpa batasan, pengistimewaan, atau pengecualian apapun. Anak yang lahir dari Perawan Maria di Betlehem lahir untuk semua orang : Ia adalah "putra" yang telah diberikan Allah kepada seluruh keluarga manusia.

 

Berkat Anak ini, kita semua dapat berbicara kepada Allah dan memanggil-Nya “Bapa”. Yesus adalah Putra tunggal; tidak seorang pun mengenal Bapa kecuali Dia. Namun Ia datang ke dunia karena alasan ini : menunjukkan wajah Bapa kepada kita. Berkat Anak ini, kita semua dapat saling memanggil saudara dan saudari, karena memang demikian adanya. Kita datang dari setiap benua, dari setiap bahasa dan budaya, dengan jatidiri dan perbedaan kita masing-masing, namun kita semua adalah saudara dan saudari.

 

Pada momen sejarah ini, yang ditandai dengan krisis ekologi serta kesenjangan ekonomi dan sosial yang parah yang juga diperburuk oleh pandemi virus Corona, saling mengakui sebagai saudara dan saudari semakin penting bagi kita. Allah telah memungkinkan persatuan persaudaraan ini, dengan memberikan Yesus Putra-Nya kepada kita. Persaudaraan yang ditawarkan-Nya kepada kita tidak ada hubungannya dengan kata-kata halus, cita-cita abstrak atau perasaan yang tidak karuan. Persaudaraan yang berlandaskan kasih yang tulus, memungkinkan saya untuk berjumpa dengan orang lain yang berbeda dari diri saya, bersama-sama merasakan kesengsaraan atas penderitaan mereka, mendekat pada mereka dan peduli pada mereka meskipun mereka bukan bagian keluarga saya, kelompok etnis saya, atau agama saya. Meski seluruh perbedaan tersebut, mereka tetap saudara dan saudari saya. Hal yang sama berlaku untuk hubungan antarumat dan bangsa : saudara dan saudari semuanya!

 

Pada hari Natal kita merayakan terang Kristus yang datang ke dunia; Ia datang untuk semua orang, tidak hanya untuk beberapa orang. Saat ini, di masa kegelapan dan ketidakpastian pandemi, berbagai terang harapan muncul, seperti penemuan vaksin. Tetapi agar berbagai terang ini menerangi dan membawa harapan bagi semua orang, terang-terang tersebut harus tersedia untuk semua orang. Kita tidak dapat membiarkan berbagai bentuk nasionalisme menutup diri sehingga menghalangi kita untuk hidup sebagai keluarga manusia yang sesungguhnya. Kita juga tidak bisa membiarkan virus individualisme secara radikal menguasai kita dan membuat kita acuh tak acuh terhadap penderitaan saudara-saudari lainnya. Saya tidak dapat menempatkan diri di atas orang lain, membiarkan hukum pasar dan hak cipta lebih diutamakan daripada hukum kasih dan kesehatan umat manusia. Saya meminta semua orang - para pemimpin pemerintahan, para pelaku usaha, organisasi-organisasi internasional - untuk mengedepankan kerjasama dan bukan persaingan, serta mengusahakan solusi untuk semua orang : vaksin untuk semua orang, terutama untuk orang-orang yang paling rentan dan membutuhkan di seluruh wilayah di planet ini. Yang harus didahulukan : yang paling rentan dan membutuhkan!

 

Kemudian, semoga Sang Anak Betlehem membantu kita untuk menjadi murah hati, mendukung dan menolong, terutama mereka yang rentan, orang-orang sakit, para tunakarya atau orang-orang yang mengalami kesulitan karena dampak ekonomi akibat pandemi, dan para perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga selama bulan-bulan penguncian ini.

 

Dalam menghadapi tantangan yang tidak mengenal batas, kita tidak dapat mendirikan tembok. Kita semua berada di bahtera yang sama. Setiap orang adalah saudara-saudari saya. Dalam diri setiap orang, saya melihat tercermin wajah Allah, dan dalam diri mereka yang menderita, saya melihat Allah memohon pertolongan saya. Saya melihat-Nya dalam diri orang sakit, miskin, tunakarya, terpinggirkan, migran dan pengungsi : saudara dan saudari semuanya!

 

Pada hari ini, ketika Sang Sabda Allah menjadi seorang anak, marilah kita mengalihkan pandangan kita kepada banyak, terlalu banyak, anak-anak di seluruh dunia, terutama di Suriah, Irak dan Yaman, yang masih membayar mahal harga perang. Semoga wajah mereka menyentuh hati nurani semua orang yang berkehendak baik, sehingga penyebab perselisihan dapat diatasi dan berbagai upaya yang berani dapat dilakukan untuk membangun masa depan perdamaian.

 

Semoga hal ini menjadi waktu yang tepat untuk meredakan ketegangan di seluruh Timur Tengah dan Mediterania Timur.

 

Semoga Kanak Yesus menyembuhkan luka rakyat Suriah yang terkasih, yang selama satu dekade telah dihancurkan oleh perang dan dampaknya, sekarang diperburuk oleh pandemi. Semoga Ia menghibur rakyat Irak dan semua orang yang terlibat dalam karya pendamaian, dan khususnya bagi kaum Yazidi, yang sangat dicobai oleh perang tahun-tahun terakhir ini. Semoga Ia membawa perdamaian ke Libya dan memungkinkan tahapan baru negosiasi untuk mengakhiri segala bentuk permusuhan di negara itu.

 

Semoga Sang Bayi Betlehem menganugerahkan karunia persaudaraan ke tanah yang menyaksikan kelahiran-Nya. Semoga bangsa Israel dan Palestina mendapatkan kembali rasa saling percaya serta mengupayakan perdamaian yang adil dan abadi melalui dialog langsung yang mampu mengakhiri kekerasan dan mengatasi keluhan endemik, serta dengan demikian menjadi saksi di hadapan dunia tentang indahnya persaudaraan.

 

Semoga bintang yang bersinar terang di malam Natal ini memberikan arahan dan semangat kepada rakyat Lebanon, sehingga dengan dukungan masyarakat internasional tidak berputus asa di tengah kesulitan yang mereka hadapi saat ini. Semoga Sang Raja Damai membantu para pemimpin negara tersebut untuk menyingkirkan kepentingan yang memihak dan berkomitmen dengan kesungguhan, kejujuran dan keterusterangan untuk memungkinkan Lebanon melakukan proses reformasi serta bertekun dalam panggilannya akan kebebasan dan hidup berdampingan secara damai.

 

Semoga Sang Putra yang Mahatinggi menopang komitmen komunitas internasional dan negara-negara yang terlibat untuk melanjutkan gencatan senjata di Nagorno-Karabakh, dan di wilayah timur Ukraina, serta mendorong dialog sebagai satu-satunya jalan menuju perdamaian dan pendamaian.

 

Semoga Sang Anak Ilahi meringankan penderitaan rakyat Burkina Faso, Mali dan Niger, yang terkena dampak krisis kemanusiaan yang parah yang disebabkan oleh ekstremisme dan pertikaian bersenjata, tetapi juga oleh pandemi dan bencana alam lainnya. Semoga Ia mengakhiri kekerasan di Etiopia, di mana banyak orang terpaksa mengungsi karena pertempuran; menghibur penduduk wilayah Cabo Delgado di Mozambik utara, korban kekerasan terorisme internasional; dan mendorong para pemimpin Sudan Selatan, Nigeria dan Kamerun untuk melanjutkan jalan persaudaraan dan dialog yang telah mereka lakukan.

 

Semoga Sang Sabda Bapa yang kekal menjadi sumber harapan bagi benua Amerika, khususnya yang terkena dampak virus Corona, yang semakin memperparah penderitaannya, yang sering diperburuk oleh dampak korupsi dan perdagangan narkoba. Semoga Ia membantu meredakan ketegangan sosial baru-baru ini di Cili dan mengakhiri penderitaan rakyat Venezuela.

 

Semoga Sang Raja Surga melindungi seluruh korban bencana alam di Asia Tenggara, terutama di Filipina dan Vietnam, di mana sejumlah besar badai telah menyebabkan banjir, dengan dampak yang menghancurkan pada keluarga-keluarga dalam hal kehilangan nyawa, kerusakan lingkungan dan dampak bagi ekonomi setempat.

 

Ketika saya memikirkan Asia, saya tidak bisa melupakan rakyat Rohingya : semoga Yesus, yang terlahir miskin di antara orang miskin, memberi mereka harapan di tengah penderitaan mereka.

 

Saudara dan saudari terkasih,

 

“Seorang anak telah lahir untuk kita” (Yes 9:6). Ia datang untuk menyelamatkan kita! Ia memberitahu kita bahwa kesakitan dan kejahatan bukanlah kata akhir. Menyerah pada kekerasan dan ketidakadilan berarti menolak sukacita dan harapan Natal.

 

Pada hari raya ini, saya memikirkan secara khusus semua orang yang menolak untuk memperkenankan diri mereka dikuasai oleh kesulitan, tetapi sebaliknya bekerja untuk membawa harapan, penghiburan dan pertolongan kepada mereka yang menderita dan mereka yang sendirian.

 

Yesus lahir di sebuah kandang, tetapi dipeluk oleh kasih Perawan Maria dan Santo Yusuf. Melalui kelahiran-Nya dalam rupa daging, Putra Allah menguduskan kasih keluarga. Pikiran saya saat ini tertuju kepada keluarga-keluarga : mereka yang tidak bisa berkumpul hari ini dan mereka yang terpaksa tetap di rumah. Semoga Natal menjadi kesempatan bagi kita semua untuk menemukan kembali keluarga sebagai tempat lahirnya kehidupan dan iman, tempat penerimaan dan kasih, dialog, pengampunan, kesetiakawanan persaudaraan dan sukacita bersama, sumber kedamaian bagi seluruh umat manusia.

 

Selamat Natal untuk semuanya!

______

 

(dialihbahasakan oleh Peter Suriadi - Bogor, 25 Desember 2020)