Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 25 Juli 2021 : TENTANG MUKJIZAT PENGGANDAAN ROTI DAN IKAN

Saudara-saudari yang terkasih, selamat pagi!

 

Bacaan Injil liturgi hari Minggu ini menceritakan kisah terkenal penggandaan roti dan ikan, yang dengannya Yesus memberi makan sekitar lima ribu orang yang datang untuk mendengarkan-Nya (bdk. Yoh 6:1-15). Melihat bagaimana mukjizat ini terjadi sangat menarik : Yesus tidak menciptakan roti dan ikan dari ketiadaan, tidak, justru Ia bekerja dengan apa yang dibawa oleh para murid-Nya. Salah seorang dari mereka berkata : “Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?" (ayat 9). Sedikit, tidak ada apa-apanya, tetapi sudah memadai bagi Yesus.

 

Sekarang marilah kita mencoba menempatkan diri kita di tempat anak itu. Para murid memintanya untuk membagikan seluruh makanannya. Tampaknya tawaran tersebut tidak masuk akal, atau lebih tepatnya, tidak adil. Mengapa merampas dari seseorang, bahkan seorang anak, apa yang telah ia bawa dari rumah dan berhak menyimpan untuk dirinya sendiri? Mengapa mengambil dari seseorang apa yang tidak mencukupi untuk memberi makan semua orang? Dalam istilah manusiawi, tidak masuk akal. Tetapi masuk akal bagi Allah. Sebaliknya, berkat karunia kecil yang diberikan secara cuma-cuma dan karena itu heroik, Yesus mampu memberi makan semua orang. Ini adalah pelajaran besar bagi kita. Memberitahu kita bahwa Allah dapat melakukan banyak hal dengan sedikit yang kita berikan kepada-Nya. Akan ada baiknya bertanya pada diri kita sendiri setiap hari : “Apa yang kubawa kepada Yesus hari ini?”. Ia bisa melakukan banyak hal dengan salah satu doa kita, dengan perilaku amal untuk sesama, bahkan dengan salah satu penderitaan kita diserahkan kepada belas kasihan-Nya. Hal-hal kecil kita kepada Yesus, dan Ia melakukan berbagai mujizat. Inilah bagaimana Allah suka bertindak : Ia melakukan hal-hal besar, mulai dari hal-hal kecil, yang diberikan secara cuma-cuma.

 

Seluruh tokoh utama Alkitab - dari Abraham, Maria, hingga anak hari ini - menunjukkan nalar kekecilan dan memberi ini. Nalar kekecilan dan memberi. Nalar memberi sangat berbeda dari nalar kita. Kita berusaha mengumpulkan dan meningkatkan apa yang kita miliki, tetapi Yesus meminta kita untuk memberi, mengurangi. Kita suka menambahkan, kita suka penambahan; Yesus menyukai pengurangan, mengambil sesuatu untuk diberikan kepada orang lain. Kita ingin menggandakan untuk diri kita; Yesus menghargainya ketika kita berbagi dengan orang lain, ketika kita berbagi. Sangatlah menarik bahwa dalam kisah penggandaan roti dalam keempat Injil, kata kerja "menggandakan" tidak pernah muncul : tidak pernah. Sebaliknya, kata kerja yang digunakan memiliki arti sebaliknya : "memecah-mecahkan", "memberikan", "membagi-bagikan" (bdk. ayat 11; Mat 14:19; Mrk 6:41; Luk 9:16). Tetapi kata kerja “menggandakan” tidak dipergunakan. Mukjizat sejati, kata Yesus, bukanlah penggandaan yang menghasilkan kesia-siaan dan kekuatan, tetapi berbagi yang meningkatkan kasih dan memungkinkan Allah memperlihatkan berbagai keajaiban. Marilah kita mencoba semakin berbagi : marilah kita mencoba cara yang diajarkan Yesus kepada kita.

 

Bahkan dewasa ini, penggandaan barang tidak dapat menyelesaikan masalah tanpa pembagian yang adil. Tragedi kelaparan menghampiri pikiran, yang mempengaruhi khususnya anak kecil. Telah dihitung secara resmi bahwa setiap hari di dunia sekitar tujuh ribu anak di bawah usia lima tahun meninggal karena kekurangan gizi, karena mereka tidak memiliki apa yang mereka butuhkan untuk hidup. Menghadapi skandal seperti ini, Yesus juga menyampaikan undangan kepada kita, undangan yang serupa dengan yang mungkin diterima oleh anak dalam Bacaan Injil, yang tidak memiliki nama dan di dalamnya kita semua dapat melihat diri kita sendiri : “Teguhkan hati, berikanlah apa yang sedikit kamu miliki, talentamu, harta milikmu, membuatnya tersedia bagi Yesus dan saudara-saudarimu. Jangan takut, tidak ada yang akan hilang, karena jika kamu berbagi, Allah akan menggandakan. Enyahkanlah kesopanan palsu karena merasa tidak mampu, percayalah pada dirimu sendiri. Percayalah pada kasih, percayalah pada kekuatan pelayanan, percayalah pada kekuatan kecuma-cumaan”.

 

Semoga Perawan Maria, yang menjawab “ya” atas tawaran Allah yang belum pernah terjadi sebelumnya, membantu kita membuka hati terhadap undangan Tuhan dan kebutuhan orang lain.

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 18 Juli 2021 : KITA PERLU MENGEMBANGKAN EKOLOGI HATI

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Sikap Yesus yang kita amati dalam Bacaan Injil liturgi hari ini (Mrk 6:30-34) membantu kita memahami dua aspek penting kehidupan. Aspek yang pertama adalah istirahat. Kepada para Rasul yang baru kembali dari karya perutusan yang dengan antusias mulai menceritakan semua yang telah mereka lakukan, dengan lembut Yesus menyampaikan ajakan ini kepada mereka : “Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika!” (ayat 31). Ajakan untuk beristirahat.

 

Dengan melakukan hal itu, Yesus memberi kita pengajaran yang berharga. Meskipun Ia bersukacita melihat kebahagiaan murid-murid-Nya terkait keheranan akan khotbah mereka, Ia tidak meluangkan waktu untuk memberi mereka pujian atau mengajukan pertanyaan. Sebaliknya, Ia prihatin dengan kelelahan fisik dan batin mereka. Dan mengapa Ia melakukan hal ini? Karena Ia ingin menyadarkan mereka akan bahaya yang senantiasa mengintai kita juga : bahaya terjebak dalam hiruk pikuk melakukan sesuatu, terjerumus ke dalam jebakan kegiatan di mana yang terpenting adalah hasil yang kita peroleh dan perasaan mutlak menjadi pelaku utama. Berapa kali ini terjadi dalam Gereja : kita sibuk, kita berlarian, kita berpikir bahwa segala sesuatu tergantung pada kita dan, pada akhirnya, kita beresiko mengabaikan Yesus dan kita senantiasa berpusat pada diri kita. Inilah sebabnya mengapa Ia mengajak murid-murid-Nya untuk beristirahat seketika dengan diri-Nya. Bukan hanya istirahat fisik, tetapi juga istirahat hati. Karena “tidak menyambungkan” diri kita ke sumber energi tidaklah memadai, kita perlu benar-benar beristirahat. Dan bagaimana kita melakukan hal ini? Untuk melakukannya, kita harus kembali ke pokok perkara : berhenti, berdiam diri, berdoa agar tidak beralih dari hiruk pikuk pekerjaan menuju hiruk pikuk waktu relaksasi. Yesus tidak mengabaikan kebutuhan orang banyak, tetapi setiap hari, sebelum perkara lainnya, Ia akan menarik diri dalam doa, dalam keheningan, dalam keintiman dengan Bapa. Ajakan-Nya yang lembut – beristirahat seketika – harus menyertai kita. Marilah kita berhati-hati, saudara dan saudari, terhadap efisiensi, marilah kita hentikan kepanikan berlarian yang didikte oleh agenda kita. Marilah kita belajar bagaimana beristirahat, mematikan gawai, merenungkan alam, membangkitkan diri kita dalam dialog dengan Allah.

 

Meskipun demikian, Injil memberitahu kita bahwa Yesus dan murid-murid-Nya tidak dapat beristirahat seperti yang mereka inginkan. Orang-orang menemukan mereka dan berbondong-bondong datang kepada mereka dari segala penjuru. Pada saat itu, Ia tergerak oleh belas kasihan. Inilah aspek yang kedua : belas kasihan, yang merupakan gaya Allah. Gaya Allah adalah mendekat, berbelas kasihan dan kelembutan. Berapa kali kita menemukan ungkapan ini dalam Injil, dalam Kitab Suci : “Ia berbelas kasihan kepada mereka”. Tersentuh, Yesus mengabdikan diri-Nya kepada orang-orang dan kembali mulai mengajar (bdk. ayat 33-34). Tampaknya hal ini bertentangan, tetapi kenyataannya tidaklah demikian. Faktanya, hanya hati yang tidak membiarkan dirinya diambil alih oleh ketergesa-gesaan yang mampu tergerak; yaitu, tidak membiarkan dirinya terperangkap dalam dirinya sendiri dan oleh hal-hal yang harus dilakukan, dan sadar akan orang lain, luka-luka mereka, kebutuhan mereka. Belas kasihan lahir dari permenungan. Jika kita belajar untuk benar-benar beristirahat, kita menjadi mampu untuk sungguh berbelas kasihan; jika kita mengembangkan pandangan yang kontemplatif, kita akan melakukan kegiatan kita tanpa sikap rakus orang-orang yang ingin memiliki dan menghabiskan segalanya; jika kita tetap berhubungan dengan Allah dan tidak membius bagian terdalam dari diri kita, hal-hal yang harus dilakukan tidak akan memiliki kekuatan untuk membuat kita mabuk atau melahap kita. Kita perlu – dengarkan hal ini – kita membutuhkan “ekologi hati”, yang berupa istirahat, kontemplasi, dan belas kasihan. Marilah kita manfaatkan masa musim panas untuk hal ini! Ini akan sedikit membantu kita.

 

Dan sekarang, marilah kita berdoa kepada Bunda Maria, yang membina keheningan, doa dan kontemplasi serta yang senantiasa tergerak oleh belas kasihan yang lembut kepada kita, anak-anaknya.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara dan saudari terkasih,

 

Saya mengungkapkan kedekatan saya dengan penduduk Jerman, Belgia dan Belanda, yang terkena bencana banjir. Semoga Tuhan menyambut orang-orang yang meninggal dan menghibur orang-orang yang mereka cintai, semoga Ia mendukung upaya semua orang yang membantu mereka yang menderita kerusakan parah.

 

Sayangnya, pekan terakhir ini, telah tiba berita tentang peristiwa kekerasan yang memperburuk situasi banyak saudara kita di Afrika Selatan, yang sudah terkena kesulitan ekonomi dan kesehatan akibat pandemi. Bersatu dengan para uskup negara tersebut, dengan sepenuh hati saya menyampaikan seruan kepada semua pemimpin yang terlibat agar mereka dapat bekerja untuk membangun perdamaian dan bekerjasama dengan pihak berwenang untuk memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan. Semoga keinginan yang telah menuntun rakyat Afrika Selatan, kelahiran kembali kerukunan di antara semua anak-anaknya, tidak terlupakan.

 

Saya juga dekat dengan rakyat Kuba yang terkasih di saat-saat sulit ini, khususnya dengan keluarga-keluarga yang paling menderita. Saya mendoakan agar Tuhan sudi membantu bangsa ini membangun masyarakat yang semakin adil dan bersaudara melalui perdamaian, dialog dan kesetiakawanan. Saya mendesak seluruh rakyat Kuba untuk mempercayakan diri mereka kepada perlindungan keibuan Perawan Maria Sang Cinta Kasih dari Cobre. Ia akan menyertai mereka dalam perjalanan ini.

 

Saya menyapa banyak kaum muda yang hadir, khususnya kelompok-kelompok ini : Oratorium Santo Antonius Nova Siri, Oratorium Paroki Maria Ratu Para Kudus, Parma, Oratorium Paroki Hati Kudus, Brescia dan Oratorium Don Bosco dari San Severe. Kaum muda yang terkasih, miliki perjalanan yang diberkati di jalan Injil!

 

Saya menyambut para novis Puteri Maria Pertolongan Orang Kristen, umat pelayanan pastoral bersama Camisano dan Campodoro di Keuskupan Vicenza.

 

Dengan ramah saya ingin menyapa anak laki-laki dan perempuan [nama kelompok tidak diketahui] di Puglia yang terhubung dengan kita melalui televisi.

 

Saya harap kalian semua menikmati hari Minggu kalian. Tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya! Selamat menikmati makan siang dan sampai jumpa!

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN DI RUMAH SAKIT GEMELLI, ROMA, 11 Juli 2021 : PELAYANAN KESEHATAN UNTUK SEMUA ORANG ADALAH PELAYANAN YANG SANGAT PENTING

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Saya senang bisa menepati janji untuk berdoa Malaikat Tuhan hari Minggu, bahkan di sini dari Poliklinik "Gemelli". Saya berterima kasih kepada kamu semua : Saya telah merasakan kedekatanmu dan dukungan doamu. Terima kasih dari lubuk hati saya!

 

Perikop Injil yang kita baca hari ini dalam Liturgi menceritakan bahwa murid-murid Yesus, yang diutus oleh-Nya, “mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka” (Mrk 6:13). “Minyak” ini juga membuat kita berpikir tentang Sakramen Pengurapan Orang Sakit, yang memberikan penghiburan bagi jiwa dan tubuh. Tetapi "minyak" ini juga merupakan pendengaran, kedekatan, perhatian, kelembutan orang-orang yang merawat orang sakit : minyak ini seperti belaian yang membuat kamu merasa lebih baik, menenangkan rasa sakit dan menghiburmu. Kita semua, setiap orang, cepat atau lambat, kita semua membutuhkan “urapan” kedekatan dan kelembutan ini, serta kita semua dapat memberikannya kepada orang lain, dengan kunjungan, panggilan telepon, uluran tangan kepada seseorang yang membutuhkan bantuan.

 

Marilah kita ingat bahwa, dalam protokol penghakiman terakhir – Matius 25 – salah satu hal yang akan ditanyakan kepada kita adalah tentang kedekatan dengan orang sakit.

 

Dalam hari-hari dirawat di rumah sakit ini, saya telah mengalami sekali lagi betapa pentingnya perawatan kesehatan yang baik, yang dapat diakses oleh semua orang, seperti di Italia dan di negara-negara lain. Perawatan kesehatan gratis, yang menjamin pelayanan yang baik, dapat diakses oleh semua orang. Manfaat berharga ini tidak boleh lenyap. Manfaat tersebut perlu dijaga! Dan untuk ini setiap orang perlu berkomitmen, karena membantu semua orang dan membutuhkan kontribusi semua orang. Di dalam Gereja juga kadang-kadang terjadi bahwa beberapa lembaga kesehatan, karena manajemen yang buruk, tidak berjalan dengan baik secara ekonomi, dan pikiran pertama yang muncul dalam benak adalah menjualnya. Tetapi panggilan, di dalam Gereja, bukanlah untuk memiliki uang; panggilan adalah untuk menawarkan pelayanan, dan pelayanan selalu diberikan secara cuma-cuma. Jangan melupakan hal ini : menyelamatkan lembaga-lembaga cuma-cuma.

 

Saya ingin menyampaikan penghargaan dan dorongan kepada para dokter serta seluruh petugas kesehatan dan staf rumah sakit ini dan rumah sakit lainnya. Mereka bekerja sangat keras! Dan marilah kita mendoakan semua orang sakit. Di sini ada beberapa sahabat, anak-anak yang sakit…. Mengapa anak-anak menderita? Mengapa anak-anak menderita adalah pertanyaan yang menyentuh hati. Mendampingi mereka dengan doa dan mendoakan semua orang sakit, terutama orang-orang yang berada dalam kondisi yang paling sulit : semoga tidak ada seorangpun yang ditinggalkan sendirian, semoga setiap orang menerima urapan pendengaran, kedekatan, kelembutan dan perhatian. Marilah kita memohonkan hal ini melalui pengantaraan Maria, Bunda kita, Kesehatan Orang Sakit.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari yang terkasih,

 

Dalam beberapa hari terakhir, doa saya sering ditujukan ke Haiti, menyusul pembunuhan Presidennya dan melukai istrinya. Saya bergabung dengan para uskup negara itu yang dengan tulus menyerukan agar “meletakkan senjata, memilih kehidupan, memilih untuk hidup bersama dengan persaudaraan demi kepentingan seluruh rakyat dan demi kepentingan Haiti”. Saya dekat dengan rakyat Haiti yang tercinta; saya berharap pilinan kekerasan akan berhenti dan bangsa Haiti dapat melanjutkan perjalanan menuju masa depan yang rukun dan damai.

 

Hari ini adalah “Hari Minggu Laut”, didedikasikan secara khusus untuk para pelaut dan orang-orang yang sumber pekerjaan dan makanannya adalah laut. Saya mendoakan mereka dan mendesak semua orang untuk menjaga laut dan samudera. Jagalah kesehatan laut : jangan ada plastik di laut!

 

Saya mengingat dan memberkati orang-orang yang hari ini di Polandia sedang ikut serta dalam peziarahan Keluarga Radio Maria menuju Gua Maria Czestochowa.

 

Hari ini kita merayakan Pesta Santo Benediktus, Abas dan Pelindung Eropa. Pelukan untuk Santo pelindung kita! Marilah kita menyampaikan harapan baik yang penuh doa kepada pria dan wanita Benediktin di seluruh dunia. Dan harapan terbaik untuk Eropa, agar bersatu dalam nilai-nilai pendiriannya.

 

Dan selamat hari Minggu untuk semuanya! Jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siang! Sampai jumpa!

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 4 Juli 2021 : MENGENAL YESUS TETAPI TIDAK MENGENALI-NYA

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Bacaan Injil hari Minggu ini (Mrk 6:1-6) menceritakan ketidakpercayaan penduduk kampung asal Yesus. Setelah berkhotbah di kampung-kampung lain di Galilea, Yesus kembali ke Nazaret tempat Ia dibesarkan bersama Maria dan Yusuf; dan, pada suatu hari Sabat, Ia mulai mengajar di rumah ibadat. Banyak orang yang mendengarkan bertanya pada diri mereka sendiri : “Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Bukankah Ia ini tukang kayu dan anak Maria, yaitu tetangga yang sangat kita kenal?” (bdk. ayat 1-3). Dihadapkan dengan reaksi ini, Yesus menegaskan kebenaran yang bahkan telah menjadi bagian dari hikmat yang dikenal luas : “Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya" (ayat 4). Berkali-kali kita mengatakan hal ini …

 

Marilah kita berkaca pada sikap penduduk kampung asal Yesus. Kita dapat mengatakan bahwa mereka mengenal Yesus, tetapi mereka tidak mengenali-Nya. Ada perbedaan antara mengenal dan mengenali. Intinya, perbedaan ini membuat kita memahami bahwa kita bisa mengenal berbagai hal tentang seseorang, membentuk sebuah gagasan, bergantung pada apa yang dikatakan orang lain tentang orang itu, mungkin kita bisa bertemu orang itu sesekali di lingkungan sekitar; tetapi semua itu tidak memadai. Ini adalah pengetahuan, dapat saya katakan biasa, dangkal, yang tidak mengenali keunikan orang tersebut. Kita semua menghadapi resiko ini : kita berpikir kita tahu banyak tentang seseorang, bahkan lebih buruk lagi, kita menggunakan label dan menutup orang itu dalam prasangka kita sendiri. Penduduk kampung asal Yesus mengenal-Nya selama tiga puluh tahun dengan cara yang sama dan mereka berpikir mereka tahu segalanya! “Bukankah Ia ini anak laki-laki yang kita lihat tumbuh dewasa, tukang kayu dan anak Maria? Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?”. Ketidakpercayaan… pada kenyataannya, mereka tidak pernah menyadari siapa Yesus sesungguhnya. Mereka berkutat pada tingkatan lahiriah dan menolak apa yang baru berkenaan dengan Yesus.

 

Dan di sini, kita masuk ke pokok masalah yang sebenarnya : ketika kita membiarkan kenyamanan kebiasaan dan kediktatoran prasangka berada di atas angin, kita sulit untuk membuka diri terhadap apa yang baru dan membiarkan diri takjub. Kita mengendalikan : melalui sikap, melalui prasangka… Sering terjadi dalam kehidupan kita mencari dari pengalaman kita dan bahkan dari orang-orang hanya apa yang sesuai dengan gagasan dan cara berpikir kita sehingga tidak pernah harus berusaha untuk berubah. Dan hal ini bahkan dapat terjadi terhadap Allah, dan bahkan terhadap kita orang-orang percaya, terhadap kita yang berpikir kita mengenal Yesus, kita telah mengenal begitu banyak tentang Dia dan cukup mengulangi hal yang sama seperti biasanya. Dan terhadap Allah, hal ini tidak memadai. Tetapi tanpa keterbukaan terhadap apa yang baru dan, terutama – dengarkan baik-baik – keterbukaan terhadap kejutan-kejutan Allah, tanpa ketakjuban, iman menjadi sebuah litani yang melelahkan yang perlahan-lahan mati dan menjadi sebuah kebiasaan, sebuah kebiasaan sosial.

 

Saya mengucapkan sepatah kata : ketakjuban. Apa itu ketakjuban? Ketakjuban terjadi ketika kita bertemu Allah : “Aku bertemu Tuhan”. Tetapi kita membaca dalam Injil : berkali-kali orang-orang yang berjumpa Yesus dan mengenali-Nya merasa takjub. Dan kita, berkat berjumpa Allah, harus mengikuti jalan ini : merasa takjub. Laksana sertifikat garansi, perjumpaan itu sungguh dan bukan kebiasaan.

 

Pada akhirnya, mengapa penduduk kampung asal Yesus tidak mengenali dan percaya kepada-Nya? Tetapi mengapa? Apa alasannya? Singkatnya, kita dapat mengatakan bahwa mereka tidak menerima skandal Penjelmaan. Mereka tidak mengenal misteri Penjelmaan ini, bahkan mereka tidak menerima misteri itu : mereka tidak mengenalnya. Mereka tidak tahu alasannya dan mereka pikir kebesaran Allah harus dinyatakan dalam kecilnya daging kita, Putra Allah harus menjadi anak seorang tukang kayu, yang ilahi harus tersembunyi di dalam diri manusia, Allah harus menghuni wajah, kata-kata, gerak tubuh seorang manusia sederhana merupakan sebuah skandal. Inilah skandalnya : penjelmaan Allah, keberwujudan-Nya, 'kehidupan sehari-hari'-Nya. Dan Allah menjadi nyata dalam diri seorang manusia, Yesus dari Nazaret, Ia menjadi rekan seperjalanan, Ia menjadikan diri-Nya salah seorang dari kita. “Engkau salah seorang dari kami”, kita dapat berkata kepada Yesus. Sungguh doa yang indah! Karena salah seorang dari kita, Ia memahami kita, menyertai kita, mengampuni kita, sangat mengasihi kita. Pada kenyataannya, menerima allah yang abstrak dan jauh, allah yang tidak melibatkan dirinya dalam situasi serta keyakinan yang jauh dari kehidupan, dari masalah, dari masyarakat membuat kita lebih nyaman. Atau kita bahkan ingin percaya pada allah 'efek khusus' yang hanya melakukan hal-hal luar biasa dan selalu memancing emosi yang kuat. Sebaliknya, saudara dan saudari, Allah menjelmakan diri-Nya : Allah rendah hati, Allah lemah lembut, Allah tersembunyi, Ia mendekati kita, menjalani kehidupan normal kita sehari-hari.

 

Dan kemudian, hal yang sama terjadi pada kita seperti penduduk kampung asal Yesus, kita mengambil resiko bahwa ketika Ia lewat, kita tidak akan mengenali-Nya. Saya mengulangi ungkapan indah dari Santo Agustinus : "Aku takut akan Allah, akan Tuhan, ketika Ia lewat". Tetapi, Agustinus, mengapa kamu takut? “Aku takut tidak mengenali-Nya. Aku takut ketika Tuhan lewat tersebut : Timeo Dominum transeuntem. Kita tidak mengenali-Nya, kita terskandal oleh-Nya, kita berpikir dengan hati kita tentang kenyataan ini.

 

Sekarang, dalam doa, marilah kita memohonkan kepada Bunda Maria, yang menyambut misteri Allah dalam kehidupan sehari-harinya di Nazaret, mata dan hati yang bebas dari prasangka dan membuka mata untuk takjub : “Tuhan, semoga kami bertemu dengan-Mu!”, dan ketika kita berjumpa Tuhan ada ketakjuban ini. Kita bertemu dengan-Nya secara normal : mata terbuka terhadap kejutan Allah, pada kehadiran-Nya yang rendah hati dan tersembunyi dalam kehidupan sehari-hari.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara dan saudari yang terkasih,

 

Berita datang dari negara tercinta Eswatini, di selatan Afrika, berita ketegangan dan kekerasan. Saya mengundang orang-orang yang memegang tanggung jawab, dan orang-orang yang sedang mewujudkan aspirasi mereka untuk masa depan negara tersebut, untuk mengupayakan bersama dialog, rekonsiliasi dan penyelesaian secara damai dari berbagai pihak.

 

Dengan senang hati saya mengumumkan dari 12 hingga 15 September mendatang, semoga Allah berkenan, saya akan melakukan perjalanan ke Slovakia untuk melakukan kunjungan pastoral, pada sore hari [tanggal 12]. Orang-orang Slovakia yang berada di sana senang… [Banyak peziarah dari Slovakia hadir] Pertama, [hari Minggu pagi, 12 September] saya akan merayakan Misa penutupan Kongres Ekaristi Internasional di Budapest. Dengan tulus saya berterima kasih kepada orang-orang yang mempersiapkan perjalanan ini dan saya mendoakan mereka. Marilah kita semua mendoakan perjalanan ini dan orang-orang yang bekerja untuk mengelolanya.

 

Saya menyapa kalian semua dengan kasih sayang, para peziarah dari Italia dan berbagai negara, terutama yang berasal dari Slovakia! Secara khusus, saya menyapa kelompok umat dari Cosenza, Crotone, Morano Calabro dan Ostuni.

 

Kepada kalian semua saya mengucapkan selamat hari Minggu. Dan jangan lupa untuk mendoakan saya.

 

Terima kasih! Ciao! Ciao, ragazzi!

_____


(Peter Suriadi - Bogor, 4 Juli 2021)