Yesus
tiba di rumah sahabat-Nya, Marta dan Maria, empat hari setelah kematian saudara
mereka, Lazarus. Setelah tampaknya kehilangan semua harapan, kata-kata pertama
Marta mengungkapkan kesedihannya dan penyesalannya karena Yesus datang
terlambat: "Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak
mati" (Yoh 11:21). Namun, pada saat yang sama, kehadiran Yesus menyalakan
terang pengharapan dalam hati Marta dan menuntunnya kepada pengakuan iman:
"Namun, sekarang pun aku tahu bahwa Allah akan memberikan kepada-Mu segala
sesuatu yang Engkau minta kepada-Nya" (ayat 22). Sebuah sikap yang selalu
membiarkan pintu terbuka, tidak pernah tertutup! Yesus berbicara kepadanya
tentang kebangkitan orang mati bukan hanya sebagai peristiwa yang akan terjadi
pada akhir zaman, tetapi sebagai sesuatu yang sudah ada, karena Ia sendiri
adalah kebangkitan dan hidup. Dan kemudian Ia mengajukan sebuah pertanyaan
kepadanya, "Percayakah engkau akan hal ini?" (ayat 26). Pertanyaan
itu juga ditujukan kepada kita, kepadamu, kepada saya: "Percayakah engkau
akan hal ini?"
Marilah
kita juga memikirkan pertanyaan yang sama ini: "Percayakah engkau akan hal
ini?" (ayat 26). Sebuah pertanyaan yang singkat namun menantang.
Perjumpaan
mesra antara Yesus dan Marta dalam Injil mengajarkan kita bahwa bahkan di
saat-saat sulit, kita tidak sendirian dan kita dapat terus berharap. Yesus
memberi hidup bahkan ketika tampaknya semua harapan telah sirna. Pengharapan
dapat goyah setelah mengalami pengalaman sulit seperti kehilangan yang
menyakitkan, penyakit, kekecewaan yang pahit, atau pengkhianatan yang
tiba-tiba. Meskipun kita masing-masing mungkin mengalami saat-saat putus asa
atau mengenal orang-orang yang telah kehilangan pengharapan, Injil memberitahu
kita bahwa Yesus selalu memulihkan harapan karena Ia membangkitkan kita dari
abu kematian. Yesus selalu membangkitkan kita dan memberi kita kekuatan untuk
terus maju, memulai yang baru.
Saudara-saudari
terkasih, janganlah kita pernah lupa bahwa pengharapan tidak mengecewakan!
Pengharapan tidak pernah mengecewakan! Pengharapan bagaikan tali yang ditambatkan
di pantai yang kita pegang teguh; tidak pernah mengecewakan. Hal ini juga
penting bagi kehidupan komunitas kristiani, gereja-gereja kita, dan hubungan
ekumenis kita. Kadang-kadang, kita kewalahan oleh kelelahan dan putus asa
dengan hasil kerja keras kita. Bahkan dapat tampak seolah-olah dialog dan upaya
yang dilakukan oleh kedua belah pihak tidak ada pengharapan, hampir pasti
gagal. Semua ini membuat kita mengalami penderitaan yang sama seperti Marta,
tetapi Tuhan datang kepada kita. Apakah kita percaya akan hal ini? Apakah kita
percaya bahwa Dia adalah kebangkitan dan hidup? Bahwa Ia menghargai upaya kita
dan selalu memberi kita rahmat untuk melanjutkan perjalanan kita bersama?
Apakah kita percaya akan hal ini?
Pesan
harapan ini merupakan inti dari Yubileum yang telah kita mulai. Rasul Paulus,
yang pertobatannya kepada Kristus kita peringati hari ini, menyatakan kepada
umat kristiani di Roma, “Pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah
telah dicurahkan ke dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan
kepada kita” (Rm 5:5). Kita semua telah menerima Roh yang sama, kita semua, dan
inilah dasar dari perjalanan ekumenis kita. Roh membimbing kita dalam
perjalanan ini. Tidak ada hal-hal praktis yang membantu kita memahaminya dengan
lebih baik. Tidak, ada Roh Kudus, dan kita harus mengikuti tuntunan Roh Kudus.
Tahun
Yubileum Pengharapan yang dirayakan oleh Gereja Katolik bertepatan dengan
peringatan yang sangat penting bagi segenap umat kristiani: peringatan 1700
tahun konsili ekumenis besar pertama: Konsili Nicea. Konsili ini berusaha untuk
menjaga kesatuan Gereja di saat yang sangat sulit, dan para Bapa Konsili dengan
suara bulat menyetujui Syahadat yang masih didaraskan oleh banyak umat
kristiani setiap hari Minggu pada perayaan Ekaristi. Syahadat ini adalah
pengakuan iman bersama yang melampaui semua perpecahan yang telah memecah-belah
Tubuh Kristus selama berabad-abad. Oleh karena itu, peringatan Konsili Nicea
adalah tahun rahmat, kesempatan bagi semua umat kristiani yang mengucapkan Syahadat
yang sama dan percaya kepada Allah yang sama. Marilah kita temukan kembali
akar-akar iman yang sama; marilah kita jaga persatuan! Marilah kita selalu
bergerak maju! Semoga persatuan yang kita semua cari dapat ditemukan. Yang
terlintas dalam pikiran adalah sesuatu yang biasa dikatakan oleh teolog
Ortodoks yang hebat, Ioannis Zizioulas: “Saya tahu tanggal komuni penuh: hari
setelah penghakiman terakhir! Sementara itu, kita harus berjalan bersama,
bekerja bersama, berdoa bersama, mencintai bersama. Dan ini adalah sesuatu yang
sangat indah!
Saudara-saudari
terkasih, iman yang kita anut bersama ini merupakan karunia yang sangat
berharga, bahkan juga merupakan tugas. Peringatan ini hendaknya dirayakan bukan
hanya sebagai "kenangan bersejarah", tetapi juga sebagai janji untuk
menjadi saksi atas tumbuhnya persekutuan di antara kita. Kita harus
berhati-hati agar tidak membiarkannya berlalu begitu saja, tetapi membangun
ikatan yang kokoh, memupuk persahabatan bersama, serta menjadi sarana
persekutuan dan persaudaraan.
Dalam
Pekan Doa untuk Persatuan Umat Kristiani ini, kita juga dapat mengambil hikmah
dari ulang tahun Konsili Nicea sebagai panggilan untuk bertekun dalam
perjalanan menuju persatuan. Tahun ini, perayaan Paskah kalender Gregorian
bertepatan dengan kalender Julian, suatu keadaan yang terbukti sangat penting
saat kita memperingati ulang tahun Konsili Ekumenis tersebut. Saya kembali
memohon agar kebetulan ini dapat menjadi seruan bagi segenap umat kristiani
untuk mengambil langkah maju menuju persatuan menjelang tanggal Paskah yang
sama (bdk. Bulla Spes Non Confundit, 17). Gereja Katolik terbuka untuk menerima
tanggal yang diinginkan semua orang: tanggal persatuan.
Saya
berterima kasih kepada Metropolitan Polikarpus, yang mewakili Patriarkat
Ekumenis, kepada Uskup Agung Ian Ernest, yang mewakili Persekutuan Anglikan dan
akan mengakhiri pelayanannya yang berharga yang sangat saya hargai – saya
mendoakan yang terbaik baginya saat ia kembali ke negara asalnya – dan kepada
para perwakilan Gereja lain yang berpartisipasi dalam kurban pujian malam ini.
Berdoa bersama penting, dan kehadiranmu di sini malam ini merupakan sumber
sukacita bagi semua orang. Saya juga menyapa para mahasiswa yang didukung oleh
Komite Kerjasama Budaya dengan Gereja Ortodoks dan Gereja Ortodoks Timur di
Dikasteri untuk Mendorong Persatuan Umat Kristiani, para mahasiswa Institut
Ekumenis Dewan Gereja Sedunia di Bossey dan banyak kelompok ekumenis dan para
peziarah lain yang telah datang ke Roma untuk perayaan ini. Saya berterima
kasih kepada paduan suara, yang menyediakan bagi kita suasana yang sangat indah
untuk berdoa. Semoga kita masing-masing, seperti Santo Paulus, menemukan
pengharapan kita dalam Putra Allah yang menjelma dan menawarkannya kepada orang
lain di mana pun pengharapan telah sirna, kehidupan telah hancur, atau hati
telah diliputi oleh kesengsaraan (bdk. Homili Pembukaan Pintu Suci dan Misa
Malam Natal, 24 Desember 2024).
Dalam
Yesus, pengharapan selalu mungkin. Ia juga menopang pengharapan kita saat kita
berjalan menuju Dia dalam persatuan. Maka kita kembali lagi pada pertanyaan
yang diajukan kepada Marta dan diajukan kepada kita malam ini: "Apakah
kamu percaya akan hal ini?" Apakah kita percaya pada persekutuan dengan
satu sama lain? Apakah kita percaya bahwa pengharapan tidak mengecewakan?
Saudari-saudari
terkasih, inilah saatnya untuk meneguhkan pengakuan iman kita kepada satu Allah
dan menemukan dalam Kristus Yesus jalan menuju persatuan. Seraya kita
menantikan Tuhan untuk "datang kembali dalam kemuliaan untuk menghakimi orang
yang hidup dan yang mati" (Pengakuan Iman Nicea), janganlah kita pernah
lelah untuk memberikan kesaksian, di hadapan semua orang, tentang Putra tunggal
Allah, sumber dari semua pengharapan kita.
_____
(Peter Suriadi - Bogor, 26 Januari 2025)