Kita
melanjutkan katekese kita yang bertema pembedaan roh — karena tema pembedaan
roh sangat penting untuk memahami apa yang sedang terjadi di dalam diri kita,
memahami perasaan dan gagasan kita, kita harus membedakan dari mana asalnya, ke
mana semua itu membawaku, untuk keputusan apa — dan hari ini kita berfokus pada
unsur penyusunnya yang pertama, yaitu doa. Untuk membedakan roh kita perlu
berada dalam suatu lingkungan, dalam keadaan berdoa.
Doa
adalah bantuan yang sangat diperlukan untuk pembedaan rohani, terutama ketika
doa itu melibatkan dimensi afektif, memungkinkan kita untuk berbicara kepada
Allah dengan kesederhanaan dan keakraban, seperti kita berbicara kepada seorang
teman. Doa adalah memahami bagaimana melampaui pikiran, memasuki keintiman
dengan Tuhan, dengan spontanitas penuh kasih sayang. Rahasia kehidupan para
kudus adalah keakraban dan keyakinan dengan Allah, yang tumbuh di dalam diri
mereka dan membuatnya semakin mudah untuk mengenali apa yang berkenan
kepada-Nya. Doa yang benar adalah pengenalan dan keyakinan kepada Allah. Doa
bukan pendarasan seperti burung beo, bla, bla, bla, bukan. Doa yang benar
adalah spontanitas dan kasih sayang kepada Tuhan. Keakraban ini mengatasi rasa
takut atau ragu bahwa kehendak-Nya bukan untuk kebaikan kita, godaan yang
terkadang melintas di pikiran kita dan membuat hati kita gelisah dan tidak
menentu, atau bahkan getir.
Pembedaan
roh tidak menuntut kepastian mutlak, bukan metode yang semata kimiawi, tidak
menuntut kepastian mutlak, karena pembedaan roh berkenaan kehidupan, dan
kehidupan tidak selalu masuk akal, pembedaan roh memiliki banyak aspek yang
tidak dapat dicakup dalam satu kategori pemikiran. Kita ingin tahu persis apa
yang seharusnya dilakukan, namun bahkan ketika itu terjadi, kita tidak selalu
bertindak sesuai dengannya. Berapa kali kita juga mengalami pengalaman yang
digambarkan oleh rasul Paulus, yang mengatakan : "Sebab bukan apa yang aku
kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku
kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat" (Rm. 7:19). Kita bukan
hanya lantaran, kita bukan mesin, tidak cukup diberi instruksi untuk
melaksanakannya: hambatan, seperti dukungan, untuk memutuskan untuk Tuhan
terutama bersifat afektif, dari hati.
Mukjizat
pertama yang dilakukan oleh Yesus dalam Injil Markus, pengusiran roh jahat,
penting (bdk. 1:21-28). Di rumah ibadat di Kapernaum Ia membebaskan seseorang
dari iblis, membebaskannya dari gambaran palsu tentang Allah yang telah
disarankan roh jahat sejak awal : gambaran Allah yang tidak menginginkan
kebahagiaan kita. Orang yang kerasukan roh jahat dalam perikop Injil itu tahu
bahwa Yesus adalah Allah, tetapi ini tidak membuatnya percaya kepada-Nya.
Bahkan, ia berkata, "Engkau datang hendak membinasakan kami?" (ayat
24).
Banyak
orang, bahkan umat kristiani, memikirkan hal yang sama : yaitu, memikirkan
bahwa Yesus mungkin adalah Anak Allah, tetapi mereka ragu bahwa Ia menginginkan
kebahagiaan kita; memang, beberapa orang takut bahwa menganggap serius
tawaran-Nya, apa yang ditawarkan Yesus kepada kita, berarti menghancurkan hidup
kita, mempermalukan keinginan kita, aspirasi kita yang paling kuat.
Pikiran-pikiran ini terkadang merayap di dalam diri kita: bahwa Allah meminta
terlalu banyak dari kita, kita takut Allah meminta terlalu banyak dari kita, Ia
tidak benar-benar mengasihi kita. Sebaliknya, dalam perjumpaan pertama, kita
melihat bahwa tanda pertemuan dengan Allah adalah sukacita. Ketika saya bertemu
Allah dalam doa, saya menjadi bersukacita. Kita masing-masing menjadi
bersukacita, hal yang indah. Kesedihan, atau ketakutan, di sisi lain, adalah tanda-tanda
berjarak dari Allah : “Jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah
segala perintah Allah”, kata Yesus kepada seorang muda kaya (Mat 19:17).
Sayangnya bagi orang muda itu, beberapa kendala tidak memungkinkannya untuk
mewujudkan keinginan dalam hatinya untuk mengikuti "guru yang baik"
secara lebih dekat. Ia adalah seorang muda yang tertarik dan bersemangat, ia
telah mengambil prakarsa untuk bertemu Yesus, tetapi kasih sayangnya juga
sangat terbagi-bagi, baginya kekayaan sangat penting. Yesus tidak memaksanya
untuk mengambil keputusan, tetapi teks mencatat bahwa orang muda itu pergi dari
Yesus "dengan sedih" (ayat 22). Mereka yang berpaling dari Tuhan
tidak pernah bahagia, meskipun mereka memiliki banyak harta dan keleluasaan.
Yesus tidak pernah memaksamu untuk mengikuti Dia, tidak pernah. Yesus
memberitahu kehendak-Nya kepadamu, dengan segenap hati-Nya Ia memberitahu
banyak hal kepadamu, tetapi Ia membiarkanmu bebas. Dan inilah hal terindah
berkenaan dengan doa bersama Yesus : kebebasan yang Ia perkenankan kepadamu. Di
sisi lain, ketika kita menjauhkan diri dari Allah, kita ditinggalkan dengan
sesuatu yang menyedihkan, sesuatu yang buruk dalam hati kita.
Pembedaan
roh apa yang sedang terjadi dalam diri kita tidak mudah, karena penampilan
menipu, tetapi keakraban dengan Allah dapat mencairkan keraguan dan ketakutan
secara lembut, membuat hidup kita semakin menerima “terang”-Nya yang lembut,
sebagaimana diungkapkan dengan indah oleh Santo John Henry Newman. Para kudus
bersinar dengan terang yang dipantulkan dan menunjukkan dalam tingkah laku
sederhana pada zaman mereka kehadiran Allah yang penuh kasih, yang membuat hal
yang tidak mungkin menjadi mungkin. Dapat dikatakan seperti sepasang pasutri
yang telah begitu lama hidup bersama saling mencintai akhirnya mirip satu sama
lain. Hal serupa dapat dikatakan tentang doa yang afektif : secara bertahap
tetapi efektif, doa membuat kita semakin mampu mengenali apa yang
diperhitungkan melalui sifat alami, sebagai sesuatu yang muncul dari kedalaman
keberadaan kita. Berdoa bukan berarti mengucapkan kata-kata, kata-kata, bukan :
berdoa berarti membuka hati saya kepada Yesus, mendekat kepada Yesus,
memperkenankan Yesus masuk ke dalam hati saya dan membuat kita merasakan
kehadiran-Nya. Dan di sana kita dapat melakukan pembedaan roh ketika Yesus
serta diri kita berada bersama dengan pikiran kita, sehingga sangat jauh dari
apa yang diinginkan Yesus.
Marilah
kita memohon rahmat ini: menghayati hubungan persahabatan dengan Tuhan, seperti
seorang sahabat berbicara kepada seorang sahabat (bdk. Santo Ignatius dari
Loyola, Latihan Rohani, 53). Saya mengenal seorang bruder tua yang menjadi
penjaga pintu sebuah sekolah asrama, dan setiap kali ia ada waktu, ia akan
mendekati kapel, melihat ke altar, dan berkata, “Halo”, karena ia dekat dengan
Yesus. Ia tidak perlu mengatakan bla bla bla, tidak : "Halo, aku dekat
dengan Engkau dan Engkau dekat denganku". Inilah hubungan yang harus kita
miliki dalam doa : kedekatan, kedekatan afektif, sebagai saudara-saudari,
kedekatan dengan Yesus. Senyuman, sikap sederhana, dan tidak mengucapkan
kata-kata yang tidak menyentuh hati. Seperti yang saya katakan, berbicaralah
dengan Yesus seperti seorang sahabat berbicara dengan sahabat yang lain. Rahmat
yang harus saling kita mohonkan : memandang Yesus sebagai sahabat kita, sebagai
sahabat terbaik kita, sahabat setia kita, yang
tidak memeras, yang terutama tidak pernah meninggalkan kita, bahkan ketika kita
berpaling daripada-Nya. Ia tetap di pintu hati kita. “Tidak, bersama Engkau aku
tidak ingin mengetahui apapun”, kita mengatakan. Dan Ia tetap diam, Ia tetap
dekat, dalam jangkauan hati karena Ia selalu setia. Marilah kita berkembang
dengan doa ini, kita bisa mengucapkan doa “Sampai Berjumpa Lagi”, doa menyapa
Tuhan dengan hati kita, doa kasih sayang, doa kedekatan, dengan sedikit kata
tetapi dengan tindakan dan perbuatan baik. Terima kasih.
[Sapaan Khusus]
Saya
menyapa para peziarah berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari
ini, terutama mereka yang berasal dari Denmark, Ghana, Filipina, Kanada, dan
Amerika Serikat. Saya mengucapkan salam hangat kepada banyak kelompok mahasiswa
yang hadir, dan khususnya kelas diakonat Universitas Kepausan Amerika Utara dan
keluarga mereka. Atas kalian semua saya memohonkan sukacita dan damai sejahtera
Kristus, Tuhan kita. Allah memberkatimu!
Saya
menyampaikan salam ramah kepada para peziarah berbahasa Italia. Secara khusus,
saya menyapa umat Parete dan Battipaglia, mengharapkan, dengan segenap
komitmen, semangat keagamaan komunitas paroki mereka masing-masing dapat
bertumbuh.
Dan
kemudian sebuah pemikiran untuk Ukraina yang tersiksa, yang sangat menderita,
sehingga orang-orang miskin diadili dengan kejam. Pagi ini saya dapat berbicara
dengan Kardinal Krajewski, yang sedang dalam perjalanan kembali dari Ukraina
dan ia memberitahu saya tentang hal-hal yang mengerikan. Marilah kita
memikirkan Ukraina dan mendoakan rakyat yang tersiksa ini.
Akhirnya,
pikiran saya tertuju, seperti biasa, kepada orang muda, orang sakit, orang tua,
dan para pengantin baru. Semoga Pesta Santo Mikael, Gabriel, dan Rafael, para
malaikat agung, yang akan kita rayakan besok, mengilhami setiap orang kepatuhan
yang tulus terhadap rencana ilahi. Semoga kamu mengenali dan mengikuti suara
Sang Guru batinmu, yang berbicara dalam rahasia hati nuranimu. Kita juga
mendoakan Korps Gendarmerie Vatikan, yang memiliki pelindung Santo Mikael
malaikat agung dan merayakannya lusa. Semoga mereka selalu mengikuti teladan
para malaikat agung yang kudus dan semoga Tuhan memberkati mereka atas seluruh
kebaikan yang mereka lakukan.
Berkat
saya untuk semuanya.
[Ringkasan dalam
bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]
Saudara-saudari
yang terkasih : Dalam katekese lanjutan kita tentang pembedaan roh, proses
pengambilan keputusan yang tepat tentang makna dan arah hidup kita yang
diberikan Allah, sekarang kita menelaah pentingnya doa. Doa tidak pernah
merupakan latihan intelektual semata; doa juga melibatkan hati dan perasaan.
Melalui doa, kita memperdalam persahabatan kita dengan Tuhan; kita bertumbuh
dalam iman saat kita menyadari bahwa, dengan memahami dan menerima kehendak-Nya
yang kudus, kita menemukan kebahagiaan sejati kita. Salah satu godaan besar
dalam kehidupan rohani adalah ketakutan bahwa kesetiaan pada kehendak Allah
dapat membuat kita sedih atau tak terpenuhi. Doa membantu kita mengatasi
ketakutan kosong seperti itu, dan sebaliknya membawa sukacita rohani yang
dalam, bahkan di tengah-tengah pencobaan dan kesengsaraan. Sebagai buah doa,
pembedaan roh membuat kita peka terhadap “terang" Allah yan teduh,
menerangi pikiran kita dan menghangatkan hati kita. Semakin dekat setiap hari
dengan Tuhan, kita tiba, dengan "kewajaran" tertentu, untuk semakin
sepenuhnya mengenali kehendak-Nya bagi hidup kita, serta dalam kehendak
tersebut menemukan damai dan pemenuhan sejati kita.
______
(Peter Suriadi - Bogor, 28 September
2022)