Liturgical Calendar

Featured Posts

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 17 November 2024 : MENCERMATI APA YANG AKAN BERLALU DAN APA YANG AKAN TETAP ADA

Saudara-saudari terkasih, selamat hari Minggu!

 

Dalam Bacaan Injil liturgi hari ini, Yesus menggambarkan suatu kesengsaraan besar: "matahari akan menjadi gelap dan bulan tidak tidak akan memancarkan sinarnya" (Mrk 13:24). Menghadapi penderitaan ini, banyak orang mungkin berpikir tentang akhir dunia, tetapi Tuhan menggunakan kesempatan itu untuk memberikan penafsiran yang berbeda, dengan mengatakan: "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu" (Mrk 13:31).

 

Kita dapat mencermati ungkapan ini: apa yang akan berlalu dan apa yang akan tetap ada.

 

Pertama-tama, apa yang akan berlalu. Dalam beberapa situasi dalam hidup kita, ketika kita mengalami krisis atau mengalami kegagalan, serta ketika kita melihat sekeliling kita penderitaan yang disebabkan oleh perang, kekerasan, bencana alam, kita merasa bahwa semuanya akan berakhir, dan kita merasa bahwa bahkan hal-hal yang paling indah pun akan berlalu. Akan tetapi, krisis dan kegagalan, meskipun menyakitkan, penting, karena keduanya mengajarkan kita untuk memberikan bobot yang sepantasnya kepada segala sesuatu, bukan untuk melekatkan hati kita pada kenyataan dunia ini, karena semuanya akan berlalu: semuanya ditakdirkan untuk memudar.

 

Pada saat yang sama, Yesus berbicara tentang apa yang akan tetap ada. Segala sesuatu akan berlalu, tetapi perkataan-Nya tidak akan berlalu: perkataan Yesus akan tetap ada untuk selamanya. Karena itu, Ia mengundang kita untuk percaya kepada Injil, yang berisi janji keselamatan dan kekekalan, serta tidak hidup dalam derita kematian. Sebab sementara segala sesuatu berlalu, Kristus tetap ada. Di dalam Dia, di dalam Kristus, suatu hari nanti kita akan menemukan kembali hal-hal dan orang-orang yang telah meninggal dan yang telah menyertai kita dalam keberadaan kita di bumi. Dalam terang janji kebangkitan ini, setiap kenyataan memiliki makna baru: segala sesuatu akan mati dan kita juga suatu hari nanti akan mati, tetapi kita tidak akan kehilangan apa pun dari apa yang telah kita bangun dan cintai, karena kematian akan menjadi awal dari kehidupan baru.



Saudara-saudari, bahkan dalam kesengsaraan, dalam krisis, dalam kegagalan, Injil mengundang kita untuk melihat kehidupan dan sejarah tanpa takut kehilangan apa yang akan berakhir, tetapi dengan bersukacita untuk apa yang akan tetap ada. Janganlah kita lupa bahwa Allah sedang mempersiapkan bagi kita masa depan kehidupan dan sukacita.


Maka, marilah kita bertanya kepada diri kita: apakah kita terikat pada hal-hal duniawi, yang cepat berlalu, atau pada sabda Tuhan, yang tetap ada dan menuntun kita menuju kekekalan? Marilah kita mengajukan pertanyaan ini kepada diri kita. Pertanyaan tersebut akan membantu kita.

 

Dan marilah kita berdoa kepada Santa Perawan Maria, yang mempercayakan diri sepenuhnya kepada sabda Allah, agar Ia dapat menjadi perantara kita.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Kemarin di Shkodra, dua martir dibeatifikasi: Luigi Palić, imam Ordo Saudara Dina, dan Gjon Gazulli, imam diosesan, korban penganiayaan agama pada abad kedua puluh. Dan hari ini, di Freiburg im Breisgau, seorang martir lainnya dibeatifikasi, imam Max Josef Metzger, pendiri Institut Sekuler Kristus Raja, yang ditentang oleh Nazi karena komitmen keagamaannya yang mendukung perdamaian. Semoga teladan para martir ini menghibur begitu banyak umat kristiani yang mengalami diskriminasi karena iman mereka di zaman kita. Marilah kita bertepuk tangan untuk para beato baru!

 

Hari ini kita merayakan Hari Orang Miskin Sedunia, yang bertema: “Doa dari mulut orang miskin sampai ke telinga Tuhan” (Sir 21:5). Saya berterima kasih kepada mereka yang, di keuskupan dan paroki, telah mengorganisir prakarsa solidaritas dengan orang-orang yang paling tidak beruntung. Dan pada hari ini, marilah kita juga mengingat semua korban kecelakaan lalu lintas: marilah kita mendoakan mereka, keluarga mereka, dan berupaya mencegah kecelakaan.

 

Saya akan mengajukan sebuah pertanyaan; setiap orang dapat mengajukan pertanyaan ini kepada diri mereka sendiri: apakah aku tidak punya sesuatu untuk diberikan kepada orang miskin? Ketika aku memberi sedekah, apakah aku menyentuh tangan orang miskin dan menatap matanya? Saudara-saudari, janganlah kita lupa bahwa orang miskin tidak bisa menunggu!

 

Saya bergabung dengan Gereja di Italia, yang besok kembali akan mengadakan Hari Doa untuk para korban dan penyintas pelecehan. Setiap pelecehan adalah pengkhianatan kepercayaan, pengkhianatan kehidupan! Doa sangat diperlukan untuk "membangun kembali kepercayaan".

 

Saya juga ingin mengingat semua nelayan, pada kesempatan Hari Perikanan Sedunia, yang akan berlangsung Kamis depan: Maria, Bintang Laut, lindungilah para nelayan dan keluarga mereka.

 

Dan dengan kasih sayang saya menyapa kamu semua, umat Roma dan para peziarah. Secara khusus, umat dari Ponta Delgada dan Zagabria; Escolanía del Monasterio de San Lorenzo de El Escorial dan komunitas Ekuador di Roma, yang merayakan Virgen del Quinche. Saya menyapa kelompok dari Chioggia dan Caorle; pemadam kebakaran dari Romeno, Trento, dan paduan suara Paroki Nesso, Como.

 

Saudara-saudari, marilah kita berdoa untuk perdamaian; di Ukraina yang tersiksa, di Palestina, Israel, Lebanon, Myanmar, dan Sudan. Perang merendahkan martabat kita, mendorong kita untuk menoleransi kejahatan yang tidak dapat diterima. Semoga para pemimpin mendengarkan seruan orang-orang yang sedang memohonkan perdamaian.

 

Sapaan untuk kaum muda Immacolata. Saya mengucapkan selamat hari Minggu kepada kamu semua. Dan jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siangmu, dan sampai jumpa!

______

(Peter Suriadi - Bogor, 17 November 2024)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 13 November 2024 : RANGKAIAN KATEKESE TENTANG ROH KUDUS DAN SANG MEMPELAI PEREMPUAN. ROH KUDUS MENUNTUN UMAT ALLAH MENUJU YESUS, SANG PENGHARAPAN. 13 : SURAT YANG DITULIS DENGAN ROH DARI ALLAH YANG HIDUP: MARIA DAN ROH KUDUS

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Di antara berbagai sarana yang digunakan Roh Kudus untuk melaksanakan karya pengudusan-Nya di dalam Gereja – Sabda Allah, sakramen-sakramen, doa – ada satu yang sangat khusus, yaitu kesalehan Maria. Dalam tradisi Katolik ada semboyan ini, perkataan ini: “Ad Iesum per Mariam”, yaitu, “kepada Yesus melalui Maria”. Bunda Maria memperkenankan kita untuk melihat Yesus. Ia selalu membuka pintu bagi kita! Bunda Maria adalah ibu yang menuntun kita dengan tangannya menuju Yesus. Bunda Maria tidak pernah tertuju pada dirinya sendiri, Bunda Maria tertuju pada Yesus. Dan inilah kesalehan Maria: tertuju pada Yesus melalui tangan Bunda Maria. Pengantara sejati dan satu-satunya antara kita dan Kristus, sebagaimana ditunjukkan oleh Yesus sendiri, adalah Roh Kudus. Maria adalah salah satu sarana yang digunakan Roh Kudus untuk membawa kita kepada Yesus.[1]

 

Santo Paulus mendefinisikan jemaat Kristiani sebagai “surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging” (2 Kor 3:3). Maria, sebagai murid pertama dan figur Gereja, juga merupakan surat yang ditulis dengan Roh dari Allah yang hidup. Justru karena alasan ini, ia dapat “dikenal dan dibaca oleh semua orang” (2 Kor 3:2), bahkan oleh mereka yang tidak tahu bagaimana membaca buku-buku teologi, yaitu “orang kecil” yang kepadanya Yesus berkata bahwa rahasia Kerajaan Allah, yang tersembunyi bagi orang bijak, telah dinyatakan (lih. Mat 11:25).

 

Dengan mengatakan “Ya” – ketika Maria menerima dan berkata kepada Malaikat, “Ya, biarlah kehendak Tuhan yang terjadi” dan menerima untuk menjadi ibu Yesus – seolah-olah Maria berkata kepada Allah: “Ini aku, aku adalah loh batu yang akan ditulisi: biarlah Sang Penulis menulis apa yang dikehendaki-Nya, buatlah dariku segala apa yang dikehendaki Tuhan”[2]. Pada waktu itu, orang-orang menulis pada loh-loh batu berlapis lilin; sekarang kita akan mengatakan bahwa Maria mempersembahkan dirinya seperti selembar kertas kosong yang di atasnya Tuhan dapat menulis apa pun yang Ia inginkan. Jawaban “Ya” Maria kepada Malaikat – sebagaimana ditulis oleh seorang penafsir terkenal – melambangkan “puncak dari semua perilaku keagamaan di hadapan Allah, karena Maria mengungkapkan, dengan cara yang paling tinggi, ketersediaan pasif yang dipadukan dengan kesiapan aktif, kekosongan terdalam yang menyertai kepenuhan terbesar”[3].

 

Demikianlah Bunda Allah menjadi alat Roh Kudus dalam karya pengudusan-Nya. Di tengah limpahan kata-kata yang diucapkan dan ditulis tentang Allah, Gereja, dan kekudusan (yang hanya mampu dibaca dan dipahami sepenuhnya hanya sedikit orang, atau bahkan tidak seorang pun), Maria mengusulkan beberapa kata yang dapat diucapkan oleh setiap orang, bahkan yang paling sederhana, pada setiap kesempatan: “lihatlah” dan “jadilah”. Maria adalah orang yang berkata “Ya” kepada Tuhan, dan dengan teladannya dan dengan perantaraannya mendesak kita untuk mengatakan “Ya” kepada-Nya juga, setiap kali kita dihadapkan pada tindakan ketaatan yang harus dilakukan atau cobaan yang harus diatasi.

 

Dalam setiap masa sejarah kita, tetapi khususnya pada saat ini, Gereja menemukan dirinya dalam situasi yang sama dengan komunitas kristiani setelah kenaikan Yesus ke surga. Gereja harus mewartakan Injil kepada semua bangsa, tetapi sedang menunggu “kuasa dari atas” agar dapat melakukannya. Dan janganlah kita lupa bahwa pada waktu itu, sebagaimana kita baca dalam Kisah Para Rasul, para pengikut Yesus berkumpul di sekitar “Maria, ibu Yesus” (Kis 1:14).

 

Memang benar bahwa ada juga perempuan lain yang bersamanya di Ruang Atas, tetapi kehadirannya berbeda dan unik. Antara dia dan Roh Kudus ada ikatan yang unik dan tidak dapat dihancurkan secara kekal, yaitu pribadi Kristus sendiri, “yang dikandung dari Roh Kudus dan lahir dari Perawan Maria”, sebagaimana kita daraskan dalam Syahadat. Penginjil Lukas dengan sengaja menyoroti keterkaitan antara kedatangan Roh Kudus atas Maria dalam Kabar Sukacita dan kedatangan-Nya kepada para murid pada hari Pentakosta, dengan menggunakan beberapa ungkapan yang identik dalam kedua peristiwa tersebut.

 

Santo Fransiskus dari Asisi, dalam salah satu doanya, menyapa Bunda Maria sebagai “putri dan hamba Bapa surgawi, Raja yang Mahakuasa, Bunda Tuhan kita Yesus Kristus yang Mahatinggi, dan Mempelai Roh Kudus”[4]. Putri Bapa, Mempelai Roh Kudus! Hubungan unik antara Maria dan Tritunggal Mahakudus tidak dapat digambarkan dengan kata-kata yang lebih sederhana.

 

Sebagaimana semua gambaran, gambaran tentang “Mempelai Roh Kudus” ini tidak boleh dianggap mutlak, tetapi harus dipahami karena mengandung banyak kebenaran, dan ini adalah kebenaran yang sangat indah. Ia adalah mempelai wanita, tetapi sebelum itu, ia adalah murid Roh Kudus. Mempelai wanita dan murid. Marilah kita belajar darinya untuk taat kepada inspirasi Roh, terutama ketika Ia menyarankan kita untuk “segera bangkit” dan pergi untuk menolong seseorang yang membutuhkan kita, seperti yang dilakukannya tepat setelah malaikat meninggalkannya (lih. Luk 1:39). Terima kasih!

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa seluruh peziarah dan pengunjung berbahasa Inggris yang ikut serta dalam Audiensi hari ini, khususnya kelompok dari Inggris, Indonesia, Jepang, Korea, Belanda, Filipina, dan Amerika Serikat. Secara khusus, saya menyapa para imam, para pelaku hidup bakti, dan para seminaris dari Tanzania, yang datang ke Roma untuk belajar. Atas kamu semua, dan atas keluargamu, saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus. Allah memberkatimu!

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih:

Dalam katekese lanjutan kita tentang Roh Kudus dalam kehidupan Gereja, kita sekarang membahas hubungan unik Roh Kudus dengan Santa Perawan Maria. Dalam karya Roh Kudus yang menuntun kita kepada Yesus, Bunda Maria memainkan peran istimewa. Santo Fransiskus dari Asisi menggambarkan Maria sebagai Mempelai Roh Kudus, karena berkat "fiat"-nya – “ya” terhadap rencana Bapa – ia menjadi Bunda dari Putra Allah yang menjelma. Dipenuhi dengan Roh Kudus, Bunda Maria menjadi murid Tuhan yang pertama dan model seluruh murid Kristus. Melalui kehadiran dan perantaraannya sebagai ibu, semoga ia mengajar kita untuk menjadi seperti dirinya yang taat terhadap bisikan Roh, mencari kehendak Allah dalam doa dan untuk dalam kasih berangkat untuk memenuhi kebutuhan saudara-saudari kita.

______

(Peter Suriadi - Bogor, 13 November 2024)



[1]Bdk. H. Mühlen, Una mystica persona, Paderborn 1967: terjemahan bahasa Italia Roma 1968, 575+.

[2]Ulasan Injil Lukas, fragmen. 18 (GCS 49, hlm. 227).

[3]H. Schürmann, Das Lukasevangelium, Friburgo in Br. 1968: terjemahan bahasa Italia Brescia 1983, 154.

[4]Fonti Francescane, Assisi 1986, no. 281.

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 10 November 2024 : TAWARKAN KELEMBUTAN, JAUHI KEMUNAFIKAN

Saudara-saudari terkasih, selamat hari Minggu!

 

Bacaan Injil liturgi hari ini (lih. Mrk 12:38-44) menceritakan kepada kita tentang Yesus yang, di Bait Allah di Yerusalem, mengecam sikap munafik beberapa ahli Taurat di hadapan orang banyak (lih. ayat 38-40).

 

Orang-orang ini diberi peran penting dalam komunitas Israel: mereka membaca, menyalin, dan menafsirkan Kitab Suci. Karena itu, mereka sangat dihormati dan orang-orang menghormati mereka.

 

Namun, melampaui penampilan mereka, perilaku mereka sering kali tidak sesuai dengan apa yang mereka ajarkan. Mereka tidak konsisten. Bahkan, beberapa orang, karena hak istimewa dan kekuasaan yang mereka nikmati, memandang rendah orang lain "dari atas" – ini sangat buruk, memandang rendah orang lain dari atas – mereka berpura-pura dan, bersembunyi di balik tampak muka kehormatan dan legalisme yang penuh kepura-puraan, sewenang-wenang dengan mempergunakan hak istimewa mereka dan bahkan terang-terangan melakukan pencurian yang merugikan orang-orang yang paling lemah, seperti para janda (lih. ayat 40). Alih-alih menggunakan peran yang diberikan kepada mereka untuk melayani orang lain, mereka menjadikannya sebagai alat kesombongan dan manipulasi. Dan bahkan terjadi, pada mereka, doa berada dalam bahaya karena tidak lagi menjadi saat perjumpaan dengan Tuhan, tetapi sebuah kesempatan untuk memamerkan kewibawaan dan kesalehan yang mengelabui, yang berguna untuk menarik perhatian orang dan memperoleh persetujuan (lih. ayat 40). Ingatlah apa yang dikatakan Yesus tentang doa orang Farisi dan pemungut cukai (lih. Luk 18:9-14).

 

Mereka – tidak semuanya – berperilaku seperti orang-orang yang korup, memelihara sistem sosial dan keagamaan yang mewajarkan mengambil keuntungan dari orang lain tanpa sepengetahuannya, terutama orang yang paling tidak berdaya, melakukan ketidakadilan dan memastikan mereka kebalan hukum.

 

Yesus memperingatkan untuk menjauhi orang-orang ini, “berhati-hati” terhadap mereka (lih. ayat 38), jangan meniru mereka. Memang, dengan sabda dan teladan-Nya, seperti kita ketahui, Ia mengajarkan hal-hal yang sangat berbeda tentang otoritas. Berkenaan dengan otoritas Ia berbicara mengenai pengurbanan diri dan pelayanan yang rendah hati (lih. Mrk 10:42-45), kelembutan keibuan dan kebapaan terhadap semua orang (lih. Luk 11:11-13), terutama orang-orang yang paling membutuhkan (Luk 10:25-37). Ia mengundang mereka yang terlibat di dalamnya untuk melihat orang lain dari posisi kekuasaan mereka, bukan untuk mempermalukan mereka, tetapi mengangkat mereka, memberi mereka harapan dan pertolongan.

 

Jadi, saudara-saudari, kita dapat bertanya kepada diri kita sendiri: bagaimana aku berperilaku dalam lingkup tanggung jawabku? Apakah aku bertindak dengan rendah hati, atau apakah aku membanggakan posisiku? Apakah aku murah hati dan penuh hormat terhadap orang lain, atau apakah aku memperlakukan mereka secara kasar dan otoriter? Dan dengan saudara-saudariku yang paling rapuh, apakah aku dekat dengan mereka, apakah aku tahu bagaimana menundukkan kepala untuk menolong mengangkat mereka?

 

Semoga Perawan Maria membantu kita melawan godaan kemunafikan dalam diri kita – Yesus mengatakan kepada mereka bahwa mereka adalah orang-orang munafik, kemunafikan adalah godaan besar –, dan membantu kita untuk berbuat baik, dengan sederhana dan tanpa pamer.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Don Giuseppe Torres Padilla, salah seorang pendiri Kongregasi Suster-suster Persekutuan Salib, dinyatakan sebagai Beato di Sevilla kemarin. Ia tinggal di Spanyol pada abad ke-19, dan dikenal sebagai seorang imam pengakuan dosa dan pembimbing rohani, yang memberikan kesaksian tentang amal kasih yang besar kepada mereka yang membutuhkan. Semoga teladannya menguatkan para imam dalam pelayanan mereka. Tepuk tangan meriah untuk beato baru ini!

 

Tiga tahun lalu, Ajang Aksi Laudato Si’ diluncurkan. Saya berterima kasih kepada mereka yang bekerja dalam mendukung prakarsa ini. Dalam hal ini, saya berharap Konferensi Perubahan Iklim COP29, yang akan dimulai besok di Baku, dapat memberikan kontribusi yang efektif untuk melindungi rumah kita bersama.

 

Saya dekat dengan penduduk Pulau Flores di Indonesia, yang dilanda letusan gunung berapi; saya berdoa untuk para korban, kerabat mereka, dan para pengungsi. Dan saya tegaskan kembali ingatan saya untuk penduduk Valencia dan wilayah lain di Spanyol, yang menghadapi dampak banjir. Saya akan mengajukan pertanyaan kepadamu: apakah kamu telah berdoa untuk Valencia? Apakah kamu telah berpikir untuk memberikan kontribusi guna membantu penduduk tersebut? Hanya sebuah pertanyaan.

 

Berita dari Mozambik mengkhawatirkan. Saya mengajak semua orang untuk terlibat dalam dialog, toleransi, dan tanpa henti mengupayakan solusi yang adil. Marilah kita berdoa untuk seluruh penduduk Mozambik, agar situasi saat ini tidak menyebabkan mereka kehilangan kepercayaan pada jalan demokrasi, keadilan, dan perdamaian.

 

Dan marilah kita terus berdoa untuk Ukraina yang tersiksa, di mana bahkan rumah sakit dan bangunan sipil lainnya telah diserang; dan marilah kita berdoa untuk Palestina, Israel, Lebanon, Myanmar, dan Sudan. Marilah kita berdoa untuk perdamaian di seluruh dunia.

 

Hari ini Gereja Italia merayakan Hari Mengucap Syukur. Saya mengucapkan terima kasih kepada sektor pertanian, dan saya mendorong pengolahan tanah dengan cara menjaga kesuburannya juga untuk generasi mendatang.

 

Dengan penuh kasih sayang saya menyapa kamu semua, umat Roma dan para peziarah, serta kaum muda Immacolata. Secara khusus, umat dari Kazakhstan, Moskow, New York, Bastia di Corsica, Beja dan Algarve di Portugal, Warsawa, Lublin dan daerah lain di Polandia. Saya menyapa Komite untuk mempromosikan Global Educational Compact, dengan perwakilan dari berbagai universitas Katolik; saya menyapa para calon penerima Sakramen Krisma dari Empoli; para relawan dari Bank Pangan dan Grup Musik Italia dari Korps Transportasi dan Material. Mari kita berharap grup musik itu akan memainkan sesuatu yang indah untuk kita!

 

Dan kepada kamu semua, saya mengucapkan selamat hari Minggu. Jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siangmu, dan sampai jumpa!

______

(Peter Suriadi - Bogor, 10 November 2024)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 6 November 2024 : RANGKAIAN KATEKESE TENTANG ROH KUDUS DAN SANG MEMPELAI PEREMPUAN. ROH KUDUS MENUNTUN UMAT ALLAH MENUJU YESUS, SANG PENGHARAPAN. 12 : ROH KUDUS MENJADI PENGANTARA KITA. ROH KUDUS DAN DOA KRISTIANI

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Tindakan pengudusan Roh Kudus, selain sabda Allah dan sakramen-sakramen, terungkap dalam doa, dan untuk itulah kita ingin mempersembahkan perrnenungan hari ini: doa. Roh Kudus adalah subjek sekaligus objek doa kristiani. Artinya, Dialah yang memberikan doa dan Dialah yang diberikan melalui doa. Kita berdoa untuk menerima Roh Kudus, dan kita menerima Roh Kudus agar dapat berdoa dengan sungguh-sungguh, yaitu, sebagai anak-anak Allah, bukan sebagai hamba. Marilah kita sedikit memikirkan hal ini: berdoalah sebagai anak-anak Allah, bukan sebagai hamba. Kita harus selalu berdoa dengan kebebasan. “Hari ini saya harus berdoa untuk ini, ini, dan ini, karena saya telah berjanji untuk ini, ini dan ini. Kalau tidak, saya akan masuk neraka”. Tidak, itu bukan doa! Doa itu bebas. Kamu berdoa ketika Roh Kudus membantumu untuk berdoa. Kamu berdoa ketika kamu merasakan kebutuhan untuk berdoa di dalam hatimu, dan ketika kamu tidak merasakan apa pun, kamu berhenti dan bertanya, “Mengapa aku tidak merasakan keinginan untuk berdoa? Apa yang sedang terjadi dalam hidupku?”. Namun, spontanitas dalam doa selalu menjadi hal yang paling membantu kita. Inilah yang dimaksud dengan berdoa sebagai anak-anak, bukan sebagai hamba.


Pertama-tama, kita harus berdoa untuk menerima Roh Kudus. Dalam hal ini, Yesus memiliki perkataan yang sangat tepat dalam Injil: "Jadi, jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di surga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya?" (Luk 11:13). Setiap orang, kita masing-masing, tahu bagaimana memberi hal yang baik kepada anak-anak kecil, entah itu anak-anak kita, kakek-nenek kita, atau teman-teman kita. Anak-anak kecil selalu menerima hal yang baik dari kita. Namun, Bapa tidak akan memberikan Roh Kudus kepada kita? Dan ini seharusnya memberi kita keberanian untuk terus maju dengan hal ini. Dalam Perjanjian Baru, kita melihat Roh Kudus selalu turun selama doa. Ia turun ke atas Yesus dalam pembaptisan di Sungai Yordan, ketika Ia "sedang berdoa" (Luk 3:21), dan Ia turun pada hari Pentakosta ke atas para murid, ketika mereka "bertekun dengan sehati dalam doa" bersama (Kis 1:14).



Itulah satu-satunya "kekuatan" yang kita miliki atas Roh Allah. Kekuatan doa: Ia tidak menentang doa. Kita berdoa, dan Ia datang. Di Gunung Karmel, para nabi palsu Baal – ingat perikop Kitab Suci tersebut – berusaha untuk meminta api dari surga untuk persembahan mereka, tetapi tidak terjadi apa-apa, karena mereka adalah penyembah berhala, mereka menyembah Allah yang tidak ada. Elia mulai berdoa, dan api turun dan membakar persembahan (lih. 1 Raj 18:20-38). Gereja mengikuti contoh ini dengan setia: Gereja selalu memohon “Datanglah! Datanglah!” kepada Roh Kudus, “Datanglah”, setiap kali Gereja menyapa Roh Kudus. Dan Gereja melakukan ini terutama dalam Misa, agar Ia sudi turun seperti embun serta menguduskan roti dan anggur untuk kurban Ekaristi.



Namun ada aspek lain, yang paling penting dan memberi semangat bagi kita: Roh Kudus adalah sosok yang memberi kita doa yang benar. Santo Paulus menegaskan hal ini: “Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita. Sebab, kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri menyampaikan permohonan kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, memohon untuk orang-orang kudus.” (bdk. Rm 8:26-27).


Benar, kita tidak tahu bagaimana berdoa, kita tidak tahu. Kita harus belajar setiap hari. Alasan di balik kelemahan doa kita ini diungkapkan di masa lalu hanya dalam satu kata, yang digunakan dalam tiga cara berbeda: sebagai kata sifat, sebagai kata benda, dan sebagai kata keterangan. Mudah diingat, bahkan bagi mereka yang tidak mengerti bahasa Latin, dan perlu diingat, karena kata itu sendiri mengandung seluruh risalah, ketiga hal ini. Kita manusia, menurut pepatah itu, “mali, mala, male petimus”, yang artinya, karena kita jahat (mali), kita meminta hal-hal yang salah (mala) dan dengan cara yang salah (male). Yesus berkata, “Carilah dahulu Kerajaan Allah … dan semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Mat 6:33); sebaliknya, kita mencari hal-hal yang lebih, yaitu kepentingan kita – berkali-kali – dan kita sama sekali lupa untuk meminta Kerajaan Allah. Marilah kita meminta Kerajaan Allah kepada Tuhan, dan segala sesuatu akan datang bersama-Nya.

 

Ya, Roh Kudus datang untuk menolong kita dalam kelemahan kita, tetapi Ia melakukan sesuatu yang lebih penting lagi: Ia bersaksi kepada kita bahwa kita adalah anak-anak Allah dan menempatkan pada bibir kita: “Ya Abba, ya Bapa!” (Rm 8:15; Gal 4:6). Kita tidak dapat mengatakan “Ya Abba, ya Bapa!”. Kita tidak dapat mengatakan “Bapa” tanpa kekuatan Roh Kudus. Doa kristiani bukan manusia di satu ujung telepon, berbicara kepada Allah di ujung yang lain; tidak, justru Allah yang berdoa di dalam diri kita! Kita berdoa kepada Allah melalui Allah. Berdoa berarti menempatkan diri di dalam Allah, agar Allah masuk ke dalam diri kita.

 

Justru dalam doa, Roh Kudus dinyatakan sebagai “Parakletos”, yaitu pengacara dan pembela. Ia tidak menuduh kita di hadapan Bapa, tetapi membela kita. Ya, Ia membela kita, Ia menginsafkan kita akan kenyataan bahwa kita adalah orang berdosa (lih. Yoh 16:8), tetapi Ia melakukannya untuk membuat kita mampu menikmati sukacita belas kasihan Bapa, bukan untuk menghancurkan kita dengan perasaan bersalah yang sia-sia. Bahkan ketika hati kita mencela kita karena sesuatu, Ia mengingatkan kita bahwa "Allah lebih besar daripada hati kita" (1 Yoh 3:20). Allah lebih besar dari dosa kita. Kita semua adalah orang berdosa, tetapi pikirkan: mungkin beberapa dari kamu - saya tidak tahu - sangat takut karena hal-hal yang telah mereka lakukan, takut dicela oleh Allah, takut akan banyak hal dan tidak dapat menemukan kedamaian. Berdoalah, berserulah kepada Roh Kudus, dan Ia akan mengajarmu bagaimana memohon pengampunan. Dan apakah kamu tahu sesuatu? Allah tidak tahu banyak tata bahasa, dan ketika kita memohon pengampunan, Ia tidak membiarkan kita menyelesaikannya! "Karena..." dan di sana, Ia tidak membiarkan kita menyelesaikan kata pengampunan. Ia mengampuni kita terlebih dahulu, Ia selalu mengampuni, dan Ia selalu berada di samping kita untuk mengampuni kita, sebelum kita melengkapi kata pengampunan. Kita berkata “Karena…” dan Bapa selalu mengampuni kita.

 

Roh Kudus menjadi pengantara dan pada gilirannya Ia juga mengajarkan kita bagaimana menjadi pengantara saudara-saudari kita – Ia menjadi pengantara kita dan mengajarkan kita bagaimana menjadi pengantara sesama kita. Ia mengajarkan kita doa pengantaraan: mendoakan orang ini, mendoakan orang sakit itu, orang yang berada di dalam penjara, berdoa… bahkan mendoakan ibu mertua kita! Dan berdoalah, selalu. Selalu. Doa ini khususnya berkenan kepada Allah, karena doa ini adalah doa yang paling cuma-cuma dan altruistis. Ketika seseorang mendoakan setiap orang, terjadilah – sebagaimana biasa dikatakan Santo Ambrosius – setiap orang mendoakan seseorang; doa berlipat ganda.[1] Begitulah doa. Ini adalah tugas yang sangat berharga dan perlu di dalam Gereja, khususnya selama masa persiapan untuk Yubelium ini: mempersatukan diri kita dengan Sang Penghibur yang “menjadi pengantara kita semua sesuai dengan rencana Allah”. Tetapi janganlah berdoa seperti burung beo, saya mohon! Jangan berkata, “Blah, blah, blah…”. Tidak. Katakanlah “Tuhan”, tetapi katakan dengan hatimu. “Tolonglah aku, Tuhan”, “Tuhan, aku mengasihi-Mu." Dan ketika kamu mendoakan Doa Bapa Kami, ucapkanlah “Bapa, Engkau adalah Bapaku”. Berdoalah dengan hati, bukan dengan bibir; jangan seperti burung beo.

 

Semoga Roh Kudus membantu kita dalam doa, yang sangat kita butuhkan. Terima kasih.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa seluruh peziarah berbahasa Inggris, khususnya kelompok dari Inggris, Ghana, Malaysia, Filipina, dan Amerika Serikat. Saya juga menyapa para imam yang datang dari Inggris dan Wales, yang sedang merayakan ulang tahun penting tahbisan imamat. Atas kamu semua dan keluargamu, saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus. Allah memberkatimu!

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih:

 

Dalam katekese lanjutan kita tentang Roh Kudus dalam kehidupan Gereja, kita sekarang membahas peranan Roh dalam doa. Dalam Injil, Yesus mengajarkan kita untuk berdoa memohon karunia Roh Kudus, yang tinggal di dalam hati kita dan bersaksi bahwa, dalam persatuan dengan Tuhan yang bangkit, kita benar-benar putra dan putri Bapa surgawi kita. Dibimbing oleh Roh Kudus, kita benar-benar berdoa sebagaimana mestinya, baik secara pribadi maupun dalam perayaan Liturgi Gereja. Sebagai "Parakletos", Pembela dan Penghibur kita, Roh Kudus tidak hanya menjadi pengantara kita, tetapi juga memampukan kita, dalam kesatuan tubuh mistik Kristus, untuk melakukan hal yang sama bagi kebutuhan saudara-saudari kita. Saat kita menantikan Tahun Suci yang akan datang, marilah kita memohon kepada Roh Kudus untuk menganugerahkan kepada kita, dan kepada seluruh keluarga manusia, karunia kekudusan, kesatuan, keadilan, dan kedamaian-Nya.

______

(Peter Suriadi - Bogor, 6 November 2024)



[1] De Cain et Abel, I, 39.