Liturgical Calendar

Featured Posts

WEJANGAN PAUS LEO XIV DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 28 Desember 2025

Saudara-saudari terkasih, selamat hari Minggu!

 

Hari ini kita merayakan Pesta Keluarga Kudus, dan Liturgi menawarkan kepada kita kisah pengungsian mereka ke Mesir (bdk. Mat 2:13-15, 19-23).

 

Pengungsian tersebut adalah saat yang pencobaan bagi Yesus, Maria, dan Yusuf. Sesungguhnya, gambaran Natal yang cerah tiba-tiba hampir tertutupi oleh bayangan ancaman maut yang mengerikan, yang berakar pada kehidupan Herodes yang bermasalah. Seorang yang kejam dan haus darah, yang ditakuti karena kebrutalannya, tetapi justru karena alasan inilah ia sangat kesepian dan diliputi rasa takut akan digulingkan. Ketika mengetahui dari orang-orang Majus bahwa "raja orang Yahudi" baru dilahirkan (Mat 2:2), ia merasakannya sebagai ancaman bagi kekuasaannya, ia memerintahkan agar semua anak yang seusia dengan Yesus dibunuh. Dalam kerajaan-Nya, Allah sedang melakukan mukjizat terbesar dalam sejarah, di mana semua janji keselamatan sejak dahulu kala digenapi, tetapi Ia tidak dapat melihat hal ini karena dibutakan oleh rasa takut kehilangan takhta, harta, dan keistimewaan. Di Betlehem ada terang dan sukacita karena beberapa gembala telah menerima maklumat surgawi dan telah memuliakan Allah di depan palungan (bdk. Luk 2:8-20). Tetapi semua ini tidak dapat menembus pertahanan lapis baja istana kerajaan, kecuali sebagai gema yang terdistorsi dari sebuah ancaman yang harus diredam dengan kekerasan buta.

 

Namun, justru kekerasan hati inilah yang semakin menyoroti nilai kehadiran dan perutusan Keluarga Kudus. Di dunia yang sewenang-wenang dan serakah yang diwakili oleh penguasa yang lalim, Keluarga Kudus adalah tempat kelahiran dan buaian satu-satunya jawaban keselamatan yang mungkin, yaitu Allah yang, dengan cuma-cuma, memberikan diri-Nya kepada manusia tanpa syarat dan tuntutan. Tindakan Yusuf yang taat kepada suara Tuhan dengan membawa istri dan anaknya ke tempat yang aman mengungkapkan seluruh makna penebusan. Di Mesir, nyala api kasih keluarga, yang kepadanya Tuhan telah mempercayakan kehadiran-Nya di dunia, tumbuh dan semakin kuat untuk membawa terang kepada seluruh dunia.

 

Saat kita merenungkan misteri ini dengan keheranan dan rasa syukur, kita memikirkan keluarga-keluarga kita dan terang yang dapat mereka bawa ke dalam masyarakat tempat kita tinggal. Sayangnya, dunia selalu memiliki "Herodes-herodes", mitos tentang kesuksesan dengan segala cara, kekuasaan yang tidak bermoral, dan kesejahteraan yang kosong dan dangkal, serta seringkali dunia membayar harganya dalam bentuk kesepian, keputusasaan, perpecahan, dan konflik. Jangan biarkan fatamorgana ini memadamkan nyala api kasih dalam keluarga kristiani. Sebaliknya, dalam keluarga, kita harus menghargai nilai-nilai injili: doa, seringnya menerimaan sakramen – terutama Sakramen Tobat dan Komuni – kasih sayang yang sehat, dialog yang tulus, kesetiaan, dan pengejawantahan yang sederhana dan indah dari perkataan dan tindakan sehari-hari. Hal ini akan menjadikan mereka terang pengharapan bagi tempat di mana kita tinggal; sekolah kasih dan sarana keselamatan Allah (bdk. Paus Fransiskus, Homili dalam Misa Pertemuan Keluarga Sedunia ke-10, 25 Juni 2022).

 

Oleh karena itu, marilah kita memohon kepada Bapa kita yang ada di surga, melalui perantaraan Maria dan Santo Yusuf, untuk memberkati keluarga-keluarga kita dan semua keluarga di seluruh dunia, sehingga dengan mengikuti teladan Putra-Nya yang menjadi manusia, mereka dapat menjadi tanda kehadiran dan kasih-Nya yang tak berkesudahan bagi semua orang.

 

[Setelah pendarasan Doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Saya menyapa dengan hangat kamu semua, umat Roma dan para peziarah dari berbagai negara.

 

Secara khusus, saya menyapa kaum muda dari Clusone, Gerenzano, dan San Bartolomeo in Bosco, para penerima Sakramen Krisma dari Adrara San Martino, kaum muda dan pelayan altar dari Brescia, para peserta ziarah Unit Pastoral Sarezzo, dan para Pramuka dari Treviso.

 

Saya juga menyapa para pendidik Aksi Katolik Limena dan Morciano (Romagna), para pemimpin Oratorium Santo Pius X Portogruaro, kelompok sukarelawan dari Borgomanero, umat San Cataldo dan Serradifalco, dan anggota Pro Loco Sant’Egidio del Monte Albino.

 

Dalam terang kelahiran Tuhan, marilah kita terus berdoa untuk perdamaian. Hari ini, khususnya, marilah kita mendoakan keluarga-keluarga yang sedang menderita karena perang, terutama anak-anak, lansia, dan mereka yang paling rentan. Marilah kita bersama-sama mempercayakan diri kita kepada perantaraan Keluarga Kudus Nazaret.

 

Saya mengucapkan selamat hari Minggu kepada semuanya!

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 28 Desember 2025)

WEJANGAN PAUS LEO XIV DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 26 Desember 2025

Saudara-saudari terkasih, selamat siang!

 

Hari ini adalah "hari ulang tahun" Santo Stefanus, sebagaimana biasa dikatakan oleh generasi pertama umat Kristiani dengan keyakinan bahwa kita tidak hanya dilahirkan sekali. Lebih jauh lagi, melihat dengan mata iman berarti tidak lagi melihat kegelapan semata, bahkan dalam kematian, karena kemartiran adalah kelahiran ke dalam surga. Kita tidak memilih untuk datang ke dunia, tetapi kemudian kita melewati banyak pengalaman di mana kita diminta untuk memilih dengan semakin bermaksud untuk "datang kepada terang," untuk memilih terang. Kisah Para Rasul memberi kesaksian dengan menceritakan bahwa orang-orang yang melihat Stefanus menuju kemartirannya terpukau oleh cahaya wajah dan kata-katanya. Tertulis: "Semua orang yang duduk dalam sidang Mahkamah Agama itu menatap Stefanus, lalu mereka melihat muka Stefanus sama seperti muka malaikat" (Kis 6:15). Inilah wajah seseorang yang tidak meninggalkan sejarah dengan acuh tak acuh, tetapi menanggapinya dengan kasih. Segala sesuatu yang dilakukan dan dikatakan Stefanus mewakili kasih ilahi yang tampak dalam diri Yesus, Terang yang bersinar dalam kegelapan kita.

 

Saudara-saudari terkasih, kelahiran Putra Allah di antara kita memanggil kita untuk hidup sebagai anak-anak Allah. Ia memungkinkan hal ini dengan menarik kita melalui kerendahan hati orang-orang seperti Maria, Yusuf, dan para gembala, yang kita jumpai sejak malam itu di Betlehem. Namun keindahan Yesus, dan mereka yang meneladan hidup-Nya, juga ditolak, karena sejak awal, daya tarik-Nya telah menghasut reaksi dari orang-orang yang berjuang untuk kekuasaan, orang-orang yang terungkap oleh tindakan ketidakadilan mereka oleh karena kebaikan yang mengungkapkan niat hati mereka (bdk. Luk 2:35). Namun hingga hari ini, tidak ada kekuatan yang dapat mengalahkan karya Allah. Di mana pun di dunia, ada orang-orang yang memilih keadilan bahkan dengan pengorbanan besar, mereka yang mengutamakan kedamaian daripada ketakutan mereka, dan mereka yang melayani kaum miskin daripada diri mereka sendiri. Maka pengharapan pun tumbuh, dan masuk akal untuk merayakannya terlepas dari segalanya.

 

Dalam kondisi ketidakpastian dan penderitaan dunia saat ini, sukacita mungkin tampak mustahil. Dewasa ini, mereka yang percaya pada perdamaian dan telah memilih jalan tanpa senjata seperti Yesus dan para martir sering kali diejek, dikucilkan dari wacana publik, dan tidak jarang dituduh memihak lawan dan musuh. Namun, umat Kristiani tidak memiliki musuh, melainkan saudara dan saudari, yang tetap demikian bahkan ketika mereka tidak saling memahami. Misteri Natal membawakan kita sukacita yang didorong oleh keteguhan hati mereka yang telah hidup dalam persaudaraan, mereka yang telah mengenali di sekitar mereka, bahkan pada lawan mereka, martabat yang tak terhapuskan dari anak-anak Allah. Seperti Yesus, Stefanus wafat seraya mengampuni orang lain oleh karena kekuatan yang lebih nyata daripada kekuatan senjata. Suatu kekuatan cuma-cuma, yang sudah ada di dalam hati semua orang, dan yang dibangkitkan kembali dan dibagikan dengan cara yang tak tertahankan ketika kita mulai memandang sesama kita secara berbeda, menawarkan perhatian dan pengakuan kepada mereka. Ya, inilah arti dilahirkan kembali, datang sekali lagi ke dalam terang, inilah "Natal" kita!

 

Sekarang marilah kita berdoa kepada Maria dan merenungkan dia, yang terberkati di antara semua wanita yang memberi kehidupan dan melawan kesombongan dengan kepedulian, dan ketidakpercayaan dengan iman. Semoga Maria membawa kita ke dalam sukacitanya, sukacita yang menyingkirkan segala ketakutan dan ancaman, sama seperti salju yang mencair di hadapan matahari.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 26 Desember 2025)

PESAN URBI ET ORBI PAUS LEO XIV PADA HARI RAYA NATAL 25 Desember 2025

Saudara-saudari terkasih,

 

“Marilah kita semua bergembira dalam Tuhan karena Juruselamat telah lahir di dunia. Hari ini, turun dari surga damai sejati bagi kita” (Antifon Pembuka, Misa Malam Natal). Demikianlah nyanyian liturgi pada malam Natal, dan gema maklumat Betlehem dalam Gereja: Anak yang dilahirkan Perawan Maria adalah Kristus Tuhan, yang diutus oleh Bapa untuk menyelamatkan kita dari dosa dan maut. Sesungguhnya, Dialah damai sejahtera kita; Dia telah menaklukkan kebencian dan permusuhan melalui belas kasih Allah. Karena alasan ini, “kelahiran Tuhan adalah kelahiran damai sejahtera” (Santo Leo Agung, Khotbah 26).

 

Yesus lahir di kandang karena tidak ada tempat baginya di penginapan. Segera setelah lahir, ibunya, Maria, “membedungnya lalu membaringkannya di dalam palungan” (bdk. Luk 2:7). Putra Allah, yang melalui-Nya segala sesuatu dijadikan, tidak diterima, dan palungan sederhana untuk binatang adalah tempat tidur-Nya.

 

Sabda Bapa yang kekal yang tak tertampung oleh langit memilih untuk datang ke dunia dengan cara ini. Karena kasih, Ia ingin dilahirkan dari seorang perempuan dan dengan demikian ambil bagian dalam kemanusiaan kita; karena kasih, Ia menerima kemiskinan dan penolakan, mengidentifikasi diri-Nya dengan orang-orang yang dicampakkan dan dikucilkan.

 

Sejak kelahiran Yesus, kita sudah melihat sekilas keputusan dasariah yang akan membimbing seluruh hidup Putra Allah, bahkan sampai kematian-Nya di kayu salib: keputusan untuk tidak meninggalkan kita di bawah beban dosa, tetapi menanggungnya sendiri demi kita, mengambil alih atas diri-Nya. Hanya Dia yang dapat melakukannya. Namun, pada saat yang sama, Dia menunjukkan kepada kita apa yang hanya dapat kita lakukan, yaitu memikul bagian yang menjadi tanggung jawab kita. Sesungguhnya, Allah, yang menciptakan kita tanpa kita, tidak akan menyelamatkan kita tanpa kita (bdk. Santo Agustinus, Khotbah 169, 11, 13), yaitu, tanpa kehendak bebas kita untuk mengasihi. Mereka yang tidak mengasihi tidak diselamatkan; mereka binasa. Dan mereka yang tidak mengasihi saudara atau saudari mereka yang mereka lihat, tidak mungkin mengasihi Allah yang tidak mereka lihat (bdk. 1Yoh 4:20).

 

Saudara-saudari, tanggung jawab adalah jalan pasti menuju perdamaian. Jika kita semua, di setiap tingkatan, berhenti menuduh orang lain dan sebaliknya mengakui kesalahan kita, memohon pengampunan kepada Allah, dan jika kita benar-benar ikut merasakan penderitaan orang lain dan berdiri dalam solidaritas dengan yang lemah dan tertindas, maka dunia akan berubah.

 

Yesus Kristus adalah damai sejahtera kita, pertama-tama karena Ia membebaskan kita dari dosa, dan juga karena Ia menunjukkan kepada kita jalan untuk mengatasi konflik — semua konflik, baik antarpribadi maupun internasional. Tanpa hati yang terbebas dari dosa, hati yang telah diampuni, kita tidak dapat menjadi para pembawa damai atau pembangun perdamaian. Inilah sebabnya Yesus lahir di Betlehem dan mati di kayu salib: untuk membebaskan kita dari dosa. Ia adalah Juruselamat. Dengan rahmat-Nya, kita masing-masing dapat dan harus melakukan bagian kita untuk menolak kebencian, kekerasan, dan penentangan, serta mempraktikkan dialog, perdamaian, dan rekonsiliasi.

 

Pada hari perayaan ini, saya ingin menyampaikan salam hangat dan kebapaan kepada segenap umat Kristiani, terutama mereka yang tinggal di Timur Tengah, yang baru-baru ini saya kunjungi dalam Perjalanan Apostolik pertama saya. Saya mendengarkan mereka ketika mereka mengungkapkan ketakutan mereka dan sangat memahami rasa ketidakberdayaan mereka di hadapan dinamika kekuasaan yang mencekam mereka. Anak yang lahir hari ini di Betlehem adalah Yesus yang juga berkata, “Kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia” (Yoh 16:33).

 

Marilah kita memohon kepada Allah keadilan, perdamaian, dan stabilitas bagi Lebanon, Palestina, Israel, dan Suriah, dengan meyakini sabda ilahi ini: “Di mana kebenaran ditegakkan, di sana ada damai sejahtera, dan buah kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya” (Yes 32:17).

 

Marilah kita mempercayakan seluruh benua Eropa kepada Sang Raja Damai, memohon kepada-Nya agar Ia terus menginspirasi semangat kebersamaan dan kerjasama, dengan setia pada akar dan sejarah kristianinya, dan dalam solidaritas dengan – dan penerimaan terhadap – mereka yang membutuhkan. Marilah kita mendoakan secara khusus rakyat Ukraina yang tersiksa: semoga deru senjata terhenti, dan semoga pihak-pihak yang terlibat, dengan dukungan dan komitmen komunitas internasional, menemukan keberanian untuk terlibat dalam dialog yang tulus, langsung, dan penuh hormat.

 

Dari Kanak Yesus di Betlehem, kita memohonkan perdamaian dan penghiburan bagi para korban semua perang yang terjadi di dunia saat ini, terutama mereka yang terlupakan, dan mereka yang menderita akibat ketidakadilan, ketidakstabilan politik, penganiayaan agama, dan terorisme. Secara khusus saya mengingat saudara-saudari kita di Sudan, Sudan Selatan, Mali, Burkina Faso, dan Republik Demokratik Kongo.

 

Di hari-hari terakhir Yubileum Pengharapan ini, marilah kita mendoakan kepada Allah yang menjelma menjadi manusia rakyat Haiti yang terkasih, agar segala bentuk kekerasan di negara itu terhenti serta dapat tercapai kemajuan di jalan perdamaian dan rekonsiliasi.

 

Semoga Kanak Yesus menginspirasi mereka yang memegang tanggung jawab politik di Amerika Latin, sehingga, dalam menghadapi berbagai tantangan, ruang dialog demi kebaikan bersama dapat diberikan, alih-alih prasangka ideologis dan terhadap pihak tertentu.

 

Marilah kita memohon kepada Sang Raja Damai untuk menerangi Myanmar dengan cahaya masa depan rekonsiliasi, memulihkan pengharapan bagi generasi muda, membimbing seluruh rakyatnya di jalan perdamaian, dan menemani mereka yang hidup tanpa tempat berlindung, keamanan, atau keyakinan akan hari esok.

 

Kita memohon kepada Tuhan agar persahabatan yang telah terjalin lama antara Thailand dan Kamboja dipulihkan, dan agar pihak-pihak yang terlibat terus berupaya menuju rekonsiliasi dan perdamaian.

 

Kita juga mempercayakan kepada Allah rakyat Asia Selatan dan Oseania, yang telah mengalami cobaan berat akibat bencana alam dahsyat baru-baru ini yang telah menimpa seluruh komunitas. Dalam menghadapi coba seperti itu, saya mengajak semua orang untuk memperbarui, dengan keyakinan sepenuh hati, komitmen bersama kita untuk membantu mereka yang menderita.

 

Saudara-saudari terkasih, dalam kegelapan malam, “terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia” (Yoh 1:9), tetapi “orang-orang milik-Nya itu tidak menerima-Nya” (Yoh 1:11). Janganlah kita membiarkan diri kita dikalahkan oleh ketidakpedulian terhadap mereka yang menderita, karena Allah tidak acuh terhadap kesukaran kita.

 

Dengan menjadi manusia, Yesus memikul kerapuhan kita, mengidentifikasi diri-Nya dengan kita masing-masing: dengan mereka yang tidak memiliki apa pun lagi dan telah kehilangan segalanya, seperti penduduk Gaza; dengan mereka yang menjadi mangsa kelaparan dan kemiskinan, seperti rakyat Yaman; dengan mereka yang melarikan diri dari tanah air mereka untuk mencari masa depan di tempat lain, seperti banyak pengungsi dan migran yang menyeberangi Laut Mediterania atau melintasi benua Amerika; dengan mereka yang telah kehilangan pekerjaan dan mereka yang sedang mencari pekerjaan, seperti begitu banyak anak muda yang berjuang untuk mendapatkan pekerjaan; dengan mereka yang dieksploitasi, seperti banyak pekerja yang dibayar rendah; dengan mereka yang berada di penjara, yang sering hidup dalam kondisi yang tidak manusiawi.

 

Seruan perdamaian yang bergema dari setiap negeri mencapai hati Allah, sebagaimana ditulis oleh seorang penyair:

 

Bukan kedamaian gencatan senjata, bahkan bukan visi serigala dan domba, melainkan seperti di dalam hati ketika kegembiraan telah berakhir dan kamu hanya dapat berbicara tentang kelelahan yang hebat… Biarlah itu datang seperti bunga liar, tiba-tiba, karena ladang harus memilikinya: kedamaian liar.[1]

 

Pada hari suci ini, marilah kita membuka hati kita bagi saudara-saudari kita yang membutuhkan atau menderita. Dengan demikian, kita membuka hati kita kepada Kanak Yesus, yang menyambut kita dengan tangan terbuka dan menyatakan keilahian-Nya kepada kita: “Namun, semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya hak supaya menjadi anak-anak Allah” (Yoh 1:12).

 

Dalam beberapa hari lagi, Tahun Yubileum akan berakhir. Pintu-pintu Suci akan ditutup, tetapi Kristus, pengharapan kita, senantiasa tetap bersama kita! Dialah Pintu yang senantiasa terbuka, menuntun kita ke dalam kehidupan ilahi. Inilah maklumat sukacita hari ini: Anak yang lahir adalah Allah yang menjadi manusia; Ia datang bukan untuk menghukum tetapi untuk menyelamatkan; kedatangan-Nya bukanlah tampilan sekilas, karena Ia datang untuk tinggal dan memberikan diri-Nya. Dalam Dia, setiap luka disembuhkan dan setiap hati menemukan kedamaian dan ketenangan. “Kelahiran Tuhan adalah kelahiran damai sejahtera.”

 

Kepada kamu semua, dengan tulus saya mengucapkan selamat Natal yang penuh kedamaian dan kudus!

_______

 

(Peter Suriadi - Bogor, 25 Desember 2025)



[1]Y. Amichai, “Kedamaian Liar”, dalam Puisi Yehuda Amichai, Farrar, Straus dan Giroux, 2015.

WEJANGAN PAUS LEO XIV DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 21 Desember 2025

Saudara-saudari terkasih, selamat siang!

 

Hari ini, pada Minggu Adven IV, liturgi mengajak kita untuk merenungkan sosok Santo Yusuf. Secara khusus, kita melihatnya pada saat Allah mengungkapkan perutusannya dalam sebuah mimpi (bdk. Mat 1:18-24). Dengan demikian, disajikan sebuah kisah sejarah keselamatan yang sangat indah, di mana tokoh utamanya, seperti kita, adalah manusia yang rapuh dan mudah berbuat kesalahan, namun pada saat yang sama berani dan kuat imannya.

 

Penginjil Matius menyebutnya sebagai "seorang yang benar" (bdk. 1:19), yang menggambarkannya sebagai orang Israel yang saleh yang menaati Hukum Taurat dan melayani rumah ibadah. Namun, di samping itu, Yusuf dari Nazaret juga tampak sebagai seorang yang sangat peka dan manusiawi.

 

Kita melihat teladan ini bahkan sebelum malaikat mengungkapkan kepadanya misteri yang terjadi pada Maria. Ketika Yusuf dihadapkan pada situasi yang sulit dipahami dan diterima, sehubungan dengan calon istrinya, ia tidak memilih jalan skandal dan kecaman publik, tetapi jalan yang bijaksana dan penuh kebaikan berupa penolakan secara diam-diam (bdk. Mat 1:19). Dengan cara ini, ia menunjukkan bahwa ia memahami makna terdalam dari ketaatan keagamaannya: makna belas kasihan.

 

Namun, kemurnian dan kemuliaan kepekaan perasaannya menjadi lebih jelas ketika Tuhan, dalam mimpi, mengungkapkan rencana keselamatan-Nya kepadanya, menunjukkan peran tak terduga yang harus ia emban sebagai suami dari Bunda Perawan Mesias. Di sini, sesungguhnya, dengan tindakan iman yang besar, Yusuf bahkan meninggalkan usaha terakhir demi keamanannya dan berlayar menuju masa depan yang kini sepenuhnya berada di tangan Allah. Santo Agustinus menggambarkan persetujuannya dengan cara ini: “Melalui kesalehan dan amal kasih Yusuf, seorang putra lahir dari Perawan Maria, dan dialah Putra Allah” (Khotbah 51: 20, 30).

 

Kesalehan dan amal kasih, belas kasihan dan penyerahan diri: inilah kebajikan-kebajikan dari laki-laki asal Nazaret yang ditunjukkan oleh liturgi hari ini, supaya dapat menyertai kita di hari-hari terakhir Masa Adven, menuju Natal. Ini adalah sikap penting yang mendidik hati untuk berjumpa Kristus dan saudara-saudari kita. Sikap ini juga dapat membantu kita untuk menjadi, bagi satu sama lain, palungan yang menyambut, rumah yang ramah, tanda kehadiran Allah. Di masa rahmat ini, janganlah kita menyia-nyiakan kesempatan untuk mempraktikkannya: mengampuni, memberi semangat, memberi sedikit pengharapan kepada mereka yang hidup bersama kita dan mereka yang kita temui; dan memperbarui dalam doa penyerahan diri kita sebagai anak kepada Tuhan dan pemeliharaan-Nya, mempercayakan segala sesuatu kepada-Nya dengan penuh keyakinan.

 

Semoga kita mendapat pertolongan dari Perawan Maria dan Santo Yusuf, yang dengan iman dan kasih yang besar, adalah orang-orang pertama yang menyambut Yesus, sang Juruselamat dunia.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Saya menyapa kamu semua dengan penuh kasih sayang – umat Roma dan para peziarah dari Italia dan bagian dunia lainnya. Secara khusus, saya menyapa mereka yang telah melakukan perjalanan dari Jumilla, Spanyol, dan kelompok guru dari Our Lady College, Hong Kong. Saya juga menyapa umat dari Chieti Scalo dan Voghera, serta para guru dan siswa dari Sekolah Menengah Banzi Bazoli, Lecce dan anggota “Fondazione Agostiniani nel Mondo” pada kesempatan peringatan hari jadi mereka.

 

Hari ini, saya menyapa secara khusus anak-anak dan kaum muda Roma! Sahabat-sahabat terkasih, kamu datang bersama keluarga dan para katekis untuk pemberkatan patung Kanak Yesus, yang akan kamu tempatkan di palungan rumah, sekolah, dan pusat komunitas parokimu. Saya berterima kasih kepada Pusat Oratorium Roma atas penyelenggaraan acara ini, dan saya dengan tulus memberkati semua “bambinelli.” Anak-anak terkasih, saat kamu berdiri di depan adegan kelahiran Yesus, mohon mendoakan juga ujud Paus kepada Yesus. Secara khusus, marilah kita berdoa bersama agar semua anak di dunia dapat hidup dalam damai. Saya berterima kasih dari lubuk hati saya!

 

Dan bersama dengan “bambinelli” dan semua ungkapan iman kita kepada Kanak Yesus, semoga Bapa, Putra, dan Roh Kudus selalu memberkati kamu semua.

 

Saya mengucapkan selamat hari Minggu dan Natal yang kudus dan penuh kedamaian kepada kamu semua!

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 22 Desember 2025)