Liturgical Calendar

Featured Posts

WEJANGAN PAUS LEO XIV DALAM AUDIENSI UMUM 19 November 2025 : YESUS KRISTUS PENGHARAPAN KITA. 4. KEBANGKITAN KRISTUS DAN TANTANGAN DUNIA MASA KINI 5. SPIRITUALITAS PASKAH DAN EKOLOGI TERPADU

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi dan selamat datang!

 

Dalam Tahun Yubileum yang didedikasikan untuk pengharapan ini, kita sedang melakukan refleksi tentang hubungan antara kebangkitan Kristus dan tantangan dunia masa kini, yaitu tantangan kita. Terkadang, Yesus, yang hidup, ingin bertanya kepada kita juga: "Mengapa engkau menangis? Siapa yang engkau cari?". Sungguh, tantangan tidak dapat dihadapi sendirian dan air mata adalah karunia kehidupan ketika air mata memurnikan mata kita dan membebaskan pandangan kita.

 

Penginjil Yohanes menarik perhatian kita berkenaan dengan rincian yang tidak kita temukan dalam Injil lainnya: menangis di dekat kubur kosong, Maria Magdalena tidak langsung mengenali Yesus yang telah bangkit, tetapi menyangka Yesus penjaga taman. Bahkan, ketika menceritakan penguburan Yesus, saat matahari terbenam pada Jumat Agung, teksnya sudah sangat tepat: "Dekat tempat Yesus disalibkan ada taman dan dalam taman itu ada kubur baru yang di dalamnya belum pernah dimakamkan seseorang. Karena hari itu Hari Persiapan orang Yahudi, sedangkan kubur itu tidak jauh letaknya, maka mereka meletakkan Yesus di situ" (Yoh. 19:41-42).

 

Dengan demikian, dalam kedamaian hari Sabat dan keindahan sebuah taman, pergulatan dramatis antara kegelapan dan terang yang dimulai dengan pengkhianatan, penangkapan, pengabaian, penghukuman, penghinaan, dan pembunuhan Sang Putra, yang "mengasihi orang-orang milik-Nya yang di dunia ini … mengasihi mereka sampai pada kesudahannya" (Yoh. 13:1), berakhir. Mengerjakan dan memelihara taman adalah tugas awal (bdk. Kej. 2:15) yang digenapi Yesus. Kata-kata terakhir-Nya di kayu salib – “Sudah selesai” (Yoh. 19:30) – mengundang kita masing-masing untuk menemukan kembali tugas yang sama, tugas kita. Karena alasan ini, “Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya” (ayat 30).

 

Saudara-saudari terkasih, Maria Magdalena tidak sepenuhnya keliru saat itu, ia percaya telah berjumpa penjaga taman! Sungguh, ia harus mendengar kembali namanya sendiri dan memahami tugasnya dari Manusia baru, sosok yang dalam teks lain Yohanes berkata, "Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru" (Why 21:5). Paus Fransiskus, dengan Ensiklik Laudato Si’, menunjukkan kepada kita betapa pentingnya sebuah tatapan kontemplatif: jika bukan penjaga taman, manusia menjadi perusaknya. Oleh karena itu, pengharapan kristiani menjawab tantangan yang dihadapi seluruh umat manusia dewasa ini dengan berdiam di taman tempat Yesus yang disalib dibaringkan sebagai benih, untuk bangkit kembali dan menghasilkan banyak buah.

 

Firdaus tidak hilang, tetapi ditemukan kembali. Dengan demikian, wafat dan kebangkitan Yesus merupakan landasan spiritualitas ekologiterpadu, yang di luarnya kata-kata iman tidak memiliki dasar bagi kenyataan dan kata-kata sains tetap berada di luar hati. "Budaya ekologis tidak dapat direduksi menjadi serangkaian jawaban mendesak dan parsial atas masalah-masalah yang sedang muncul dalam kaitan dengan kerusakan lingkungan, menipisnya cadangan sumber daya alam, dan polusi. Budaya itu membutuhkan suatu cara memandang yang berbeda, pikiran, kebijakan, program pendidikan, gaya hidup dan spiritualitas yang membangun ketahanan" (Laudato Si’, 111).

 

Karena alasan inilah, kita berbicara tentang pertobatan ekologis, yang tak terpisahkan dari pembalikan haluan yang diminta Yesus dari mereka. Salah satu tandanya adalah pertobatan Maria pada pagi Paskah itu: hanya melalui pertobatan demi pertobatan kita dapat melewati lembah air mata menuju Yerusalem baru. Perjalanan ini, yang dimulai dari hati dan bersifat rohani, mengubah sejarah, melibatkan kita secara publik, dan membangkitkan kesetiakawanan yang kini melindungi orang-orang dan ciptaan dari kerinduan serigala, atas nama dan kuasa Sang Gembala Anak Domba.

 

Dengan cara ini, putra-putri Gereja kini dapat bertemu jutaan orang muda dan orang-orang yang berkehendak baik lainnya yang telah mendengar jeritan orang miskin dan bumi, membiarkannya menyentuh hati mereka. Ada juga banyak orang yang merindukan, melalui hubungan yang lebih langsung dengan ciptaan, sebuah keselarasan baru yang akan menuntun mereka melampaui begitu banyak perpecahan. Di sisi lain, "langit menceritakan kemuliaan Allah dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi pesan mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi" (Mzm. 19:2-5).

 

Semoga Roh Kudus memberi kita kemampuan untuk mendengarkan suara mereka yang tak bersuara. Maka, kita akan melihat apa yang belum terlihat oleh mata: taman itu, atau Firdaus, yang hanya akan kita capai dengan menyambut dan memenuhi tugas kita sendiri.

[Sapaan Khusus]

 

Pagi ini dengan senang hati saya menyapa para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris, terutama dari Inggris, Irlandia, Senegal, Uganda, Cina, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Korea Selatan, Vietnam, dan Amerika Serikat. Secara khusus saya menyapa mahasiswa dan dosen Universitas Xavier Louisiana dan Universitas Dallas, Texas. Dengan doa dan harapan yang baik, semoga Yubileum Pengharapan ini menjadi masa rahmat dan pembaruan rohani bagimu dan keluargamu. Saya memohonkan sukacita dan damai sejahtera Tuhan kita Yesus Kristus bagi kamu semua.

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris]

 

Saudara-saudari terkasih, dalam katekese lanjutan kita tentang tema Yubileum "Yesus Kristus Pengharapan Kita", hari ini kita membahas kebangkitan Kristus dan dampaknya terhadap tantangan dunia dewasa ini, khususnya dalam menghidupi ekologi terpadu. Jika kita memperkenankannya, tindakan penyelamatan Kristus dapat mengubah rupa semua hubungan kita: dengan Allah, sesama, dan ciptaan. Seperti Maria Magdalena pada pagi Paskah, yang berbalik memandang Yesus, kita juga harus memperkenankan benih pengharapan kristiani berbuah, mengubah hati kita, dan memengaruhi cara kita menanggapi masalah yang kita hadapi. Sebagai pengikut Yesus, kita dipanggil untuk mempromosikan gaya hidup dan kebijakan yang berfokus pada perlindungan martabat manusia dan seluruh ciptaan. Marilah kita memohon rahmat untuk memandang perjuangan kita melalui tatapan kebangkitan dan semoga kita memengaruhi dunia dengan pengharapan dan sukacita Paskah.

______

(Peter Suriadi - Bogor, 19 November 2025)

WEJANGAN PAUS LEO XIV DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 16 November 2025

Saudara-saudari terkasih, selamat hari Minggu!

 

Menjelang akhir tahun liturgi, Bacaan Injil hari ini (Luk 21:5-19) mengajak kita merefleksikan kesukaran sejarah dan akhir zaman. Melihat peristiwa-peristiwa ini dan memahami hati kita, Yesus mengajak kita untuk tidak dikuasai rasa takut: "Apabila kamu mendengar tentang peperangan dan pemberontakan," kata-Nya, "janganlah terkejut" (ayat 9).

 

Seruan-Nya sangat tepat waktu karena sayangnya kita menerima berita setiap hari tentang pertikaian, bencana, dan penganiayaan yang menyiksa jutaan orang. Namun, dalam menghadapi kesusahan ini, dan dalam menghadapi ketidakpedulian yang berusaha mengabaikannya, sabda Yesus menyatakan bahwa serangan si jahat tidak dapat menghancurkan pengharapan orang-orang yang percaya kepada-Nya. Semakin gelap zaman, semakin bersinar iman seperti matahari.

 

Bahkan, dua kali Kristus menegaskan bahwa "oleh karena nama-Ku" banyak orang akan menderita kekerasan dan pengkhianatan (Luk. 21:12, 17), tetapi justru pada saat itulah mereka akan memiliki kesempatan untuk bersaksi (bdk. ayat 13). Kita dipanggil untuk mengikuti teladan Sang Guru, yang menyatakan keagungan kasih-Nya di kayu salib. Dorongan ini menjadi perhatian kita semua. Sungguh, penganiayaan terhadap orang kristiani tidak hanya terjadi melalui penganiayaan dan senjata, tetapi juga dengan kata-kata, yaitu melalui kebohongan dan manipulasi ideologis. Terutama ketika kita ditindas oleh kejahatan-kejahatan ini, baik secara fisik maupun moral, kita dipanggil untuk menjadi saksi kebenaran yang menyelamatkan dunia; saksi keadilan yang menebus manusia dari penindasan; saksi pengharapan yang menunjukkan kepada setiap orang jalan menuju perdamaian.

 

Sabda Yesus, secara kenabian, membuktikan fakta bahwa bencana dan dukacita sejarah akan berakhir. Pada saat yang sama, sukacita mereka yang mengakui Dia sebagai Juruselamat, ditakdirkan untuk kekal selamanya. "Dalam ketabahanmu, kamu akan memperoleh hidupmu" (Luk. 21:19): janji Tuhan ini memberi kita kekuatan untuk melawan peristiwa-peristiwa sejarah yang mengancam dan setiap pelanggaran. Kita tidak tetap tak berdaya dalam menghadapi penderitaan, karena Dia sendiri memberi kita "kata-kata hikmat" (ayat 15) untuk selalu berbuat baik dengan hati yang berkobar-kobar.

 

Sahabat-sahabat yang terkasih, sepanjang sejarah Gereja, terutama para martirlah yang mengingatkan kita bahwa rahmat Allah mampu mengubah bahkan kekerasan menjadi tanda penebusan. Karena itu, bersama saudara-saudari kita yang menderita atas nama Yesus, marilah kita dengan yakin memohon perantaraan Maria, Penolong umat kristiani. Dalam setiap pencobaan dan kesulitan, semoga Santa Perawan Maria menghibur dan menguatkan kita.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Sebagaimana baru saja saya sebutkan dalam refleksi Injil, umat kristiani dewasa ini masih mengalami diskriminasi dan penganiayaan di berbagai belahan dunia. Khususnya, saya memikirkan Bangladesh, Nigeria, Mozambik, Sudan, dan negara-negara lain yang komunitas dan tempat ibadahnya sering kita dengar dalam berita mendapat serangan. Allah adalah Bapa yang penuh belas kasihan, dan Ia menghendaki perdamaian di antara semua anak-Nya! Doa saya menyertai keluarga-keluarga di Kivu, Republik Demokratik Kongo, di mana dalam beberapa hari terakhir telah terjadi pembantaian warga sipil, dengan sedikitnya dua puluh korban serangan teroris. Marilah kita berdoa agar semua kekerasan terhenti, dan umat beriman dapat bekerja sama demi kebaikan bersama.

 

Dengan berduka saya mengikuti berita serangan yang terus melanda berbagai kota di Ukraina, termasuk Kyiv. Serangan tersebut mengakibatkan korban jiwa dan luka-luka — termasuk anak-anak — serta kerusakan parah pada infrastruktur sipil, membuat banyak keluarga kehilangan tempat tinggal seiring datangnya cuaca dingin. Saya memastikan dekat dengan mereka yang terdampak parah. Kita tidak boleh terbiasa dengan peperangan dan kehancuran! Marilah kita berdoa bersama untuk perdamaian yang adil dan abadi di Ukraina yang dilanda perang.

 

Saya juga ingin memanjatkan doa bagi para korban kecelakaan lalu lintas serius yang terjadi Rabu lalu di Peru selatan. Semoga Tuhan menyambut mereka yang telah tiada, menguatkan mereka yang terluka, dan menghibur keluarga yang ditinggalkan.

 

Kemarin, di Bari, Carmelo De Palma dibeatifikasi. Ia adalah seorang imam diosesan yang wafat pada tahun 1961 setelah menjalani hidup yang penuh kemurahan hati dalam pelayanan pengakuan dosa dan pendampingan rohani. Semoga kesaksiannya menginspirasi para imam untuk mengabdikan diri tanpa syarat bagi umat Allah yang kudus.

 

Hari ini kita merayakan Hari Orang Miskin Sedunia. Saya berterima kasih kepada seluruh keuskupan dan paroki yang telah mengorganisir prakarsa solidaritas dengan mereka yang paling kurang beruntung. Hari ini adalah hari yang tepat untuk kembali menyoroti Seruan Apostolik Dilexi Te, "Aku mengasihi engkau", tentang kasih kepada orang miskin, sebuah dokumen yang dipersiapkan Paus Fransiskus di bulan-bulan terakhir hidupnya dan yang saya selesaikan dengan penuh sukacita.

 

Pada hari ini, kita juga mengenang semua orang yang meninggal dalam kecelakaan lalu lintas, yang seringkali disebabkan oleh perilaku yang tidak bertanggung jawab. Marilah kita masing-masing memeriksa hati nurani kita dalam hal ini.

 

Saya juga bergabung dengan Gereja di Italia, yang hari ini menggalakkan "Hari Doa bagi Para Korban dan Penyintas Kekerasan", agar budaya saling menghormati dapat tumbuh dan menjamin perlindungan martabat setiap orang, terutama anak-anak di bawah umur dan orang-orang yang paling rentan.

 

Kini dengan hangat saya menyapa kamu semua, umat Roma dan para peziarah dari Italia, serta dari berbagai belahan dunia, terutama mereka yang berasal dari Bar (Montenegro), Valencia (Spanyol), Syros (Yunani), Puerto Riko, Sofia (Bulgaria), Bismarck (Amerika Serikat), mahasiswa Persatuan Teologi Katolik Chicago, dan Paduan Suara Eintracht Nentershausen (Jerman).

 

Saya menyapa para peziarah Polandia, mengenang peringatan Pesan Rekonsiliasi yang disampaikan oleh para uskup Polandia kepada para uskup Jerman setelah Perang Dunia II. Terakhir, saya menyapa Keluarga Vincentian dan rombongan dari Lurago d’Erba, Coiano, Cusago, Paderno Dugnano, dan Borno.

 

Saya mengucapkan terima kasih kepada kamu semua dan mengucapkan selamat hari Minggu!

_____

 

(Peter Suriadi - Bogor, 16 November 2025)

WEJANGAN PAUS LEO XIV DALAM AUDIENSI UMUM 12 November 2025 : YESUS KRISTUS PENGHARAPAN KITA. 4. KEBANGKITAN KRISTUS DAN TANTANGAN DUNIA MASA KINI 4. SPIRITUALITAS PASKAH MENJIWAI PERSAUDARAAN. "SUPAYA KAMU SALING MENGASIHI, SEPERTI AKU TELAH MENGASIHI KAMU" (BDK. YOH 15:12)

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Mempercayai wafat dan kebangkitan Kristus serta menghayati spiritualitas Paskah mengilhami hidup dengan pengharapan dan mendorong kita untuk berinvestasi dalam kebaikan. Spiritualitas ini terutama membantu kita untuk mengasihi dan memelihara persaudaraan, yang tak diragukan lagi merupakan salah satu tantangan besar bagi umat manusia masa kini, sebagaimana disaksikan dengan jelas oleh Paus Fransiskus.

 

Persaudaraan bermula dari sesuatu yang sangat manusiawi. Kita mampu menjalin hubungan dan, jika kita mau, kita mampu membangun ikatan sejati di antara kita. Tanpa hubungan, yang mendukung dan memperkaya kita sejak awal kehidupan, kita tak akan mampu bertahan, tumbuh, atau belajar. Hubungan tersebut beraneka ragam, beragam bentuk dan kedalamannya. Namun, yang pasti, kemanusiaan kita paling terpenuhi ketika kita hidup bersama, ketika kita berhasil merasakan ikatan sejati, bukan formalitas, dengan orang-orang di sekitar kita. Jika kita berfokus pada diri sendiri, kita berisiko terjerumus dalam kesepian, bahkan narsisme yang hanya mementingkan orang lain demi kepentingan pribadi. Selebihnya kemudian tereduksi menjadi seseorang yang darinya kita dapat mengambil, tanpa pernah benar-benar bersedia memberi, untuk menawarkan diri kita sendiri.

 

Kita menyadari betul bahwa bahkan hingga saat ini, persaudaraan tidak dapat dianggap remeh, tidak instan. Banyak konflik, banyak perang di seluruh dunia, ketegangan sosial, dan rasa benci seolah membuktikan sebaliknya. Namun, persaudaraan bukanlah mimpi yang indah namun mustahil; persaudaraan bukanlah keinginan segelintir orang yang tertipu. Namun, untuk mengatasi bayang-bayang yang mengancamnya, kita perlu pergi ke sumbernya, dan terutama memperoleh terang dan kekuatan dari Dia yang satu-satunya membebaskan kita dari racun permusuhan.

 

Kata "persaudaraan" berasal dari akar kata yang sangat kuno, yang berarti peduli, menaruh perhatian, mendukung, dan menopang. Jika diterapkan pada setiap pribadi manusia, kata ini menjadi sebuah seruan, sebuah undangan. Seringkali, kita berpikir bahwa peran seorang saudara, seorang saudari, mengacu pada pertalian keluarga, pada kekerabatan, pada menjadi bagian dari keluarga yang sama. Padahal, kita tahu betul bagaimana perselisihan, perpecahan, dan terkadang kebencian dapat menghancurkan bahkan hubungan antarkerabat, bukan hanya antarorang asing.

 

Hal ini menunjukkan kebutuhan, yang semakin mendesak dewasa ini daripada sebelumnya, untuk merenungkan salam yang disampaikan Santo Fransiskus dari Asisi kepada semua orang, terlepas dari asal-usul geografis, budaya, agama, dan ajaran mereka: omnes fratres adalah cara inklusif yang digunakan Santo Fransiskus untuk menempatkan semua manusia pada tingkat yang sama, justru karena ia mengakui mereka dalam takdir bersama mereka, yaitu martabat, dialog, sambutan, dan keselamatan. Paus Fransiskus mengusulkan kembali pendekatan sang Poverello dari Asisi ini, dengan menekankan keterkaitannya setelah delapan ratus tahun, dalam Ensiklik Fratelli Tutti.

 

"Tutti", "semua" itu, yang bagi Santo Fransiskus merupakan tanda penyambutan persaudaraan universal, mengungkapkan ciri hakiki kekristenan, yang sejak awal telah menjadi pewartaan Kabar Baik yang ditakdirkan untuk keselamatan semua orang, tidak pernah dalam bentuk eksklusif atau pribadi. Persaudaraan ini berlandaskan perintah Yesus, yang baru sejauh Ia menggenapinya sendiri, pemenuhan kehendak Bapa yang berlimpah: syukur kepada-Nya, yang telah mengasihi kita dan menyerahkan diri-Nya bagi kita, kita pada gilirannya dapat saling mengasihi dan menyerahkan hidup kita bagi sesama, sebagai anak-anak dari satu Bapa dan saudara-saudari sejati dalam Yesus Kristus.

 

Yesus mengasihi kita sampai pada kesudahannya, kata Injil Yohanes (bdk. 13:1). Menjelang sengsara-Nya, Sang Guru tahu betul bahwa masa historis-Nya akan segera berakhir. Ia takut akan apa yang akan terjadi; Ia mengalami siksaan dan pengabaian yang paling mengerikan. Kebangkitan-Nya, pada hari ketiga, adalah awal dari sebuah sejarah baru. Dan para murid menjadi sepenuhnya saudara dan saudari, setelah sekian banyak waktu hidup yang dihabiskan bersama, tidak hanya ketika mereka mengalami penderitaan karena kematian Yesus, tetapi terutama, ketika mereka mengenali Dia sebagai Yang Bangkit, menerima karunia Roh dan menjadi saksi-Nya.

 

Saudara-saudari saling mendukung dalam kesulitan, mereka tidak mengabaikan orang-orang yang membutuhkan, dan mereka menangis serta bersukacita bersama dalam upaya aktif untuk mencapai persatuan, kepercayaan, dan saling mengandalkan. Dinamika inilah yang diberikan Yesus sendiri kepada kita: "Supaya kamu saling mengasihi, sama seperti Aku telah mengasihi kamu" (bdk. Yoh. 15:12). Persaudaraan yang diberikan oleh Kristus, yang wafat dan bangkit kembali, membebaskan kita dari nalar negatif keegoisan, perpecahan, dan kesombongan, serta memulihkan panggilan asli kita, atas nama kasih dan pengharapan yang diperbarui setiap hari. Yesus yang bangkit telah menunjukkan kepada kita jalan untuk berjalan bersama-Nya, merasakan dan menjadi "saudara dan saudari semua orang".

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang berpartisipasi dalam audiensi hari ini, khususnya rombongan dari Inggris, Irlandia, Finlandia, Malta, Belanda, Norwegia, Australia, Selandia Baru, Tiongkok, Hong Kong, Indonesia, Jepang, Malaysia, Filipina, Korea Selatan, Vietnam, Kanada, dan Amerika Serikat.

 

Di bulan yang didedikasikan untuk jiwa-jiwa suci ini, saudara-saudari kita yang telah mendahului kita dalam iman, harapan, dan kasih, marilah kita berdoa memohon rahmat agar tekad kita untuk hidup sesuai dengan perintah kasih Yesus semakin kuat, sehingga kita dapat menikmati hidup kekal bersama Tuhan kita dan dengan semua orang kudus. Semoga damai dan sukacita Kristus menyertai kamu semua! Allah memberkatimu.

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris]

 

Saudara-saudari terkasih, dalam katekese lanjutan kita tentang Yesus, pengharapan kita, hari ini kita membahas persaudaraan manusia dan perintah Yesus untuk saling mengasihi. Hidup kita dibangun di atas banyak hubungan, yang kita butuhkan agar dapat berkembang. Ketika interaksi kita sehari-hari dengan orang lain tulus, alih-alih sekadar formalitas sopan, kita bertumbuh dalam sukacita dan kasih. Dalam hal ini, Santo Fransiskus dari Asisi adalah teladan yang sangat baik, karena ia menyapa semua orang yang ia temui sebagai saudara atau saudari. Santo Fransiskus tahu bahwa setiap orang memiliki kebutuhan yang sama: dihormati, disambut, didengarkan, dan diselamatkan. Sungguh, inilah Kabar Baik dan prinsip pokok iman kristiani kita. Kasih Allah yang menyelamatkan adalah untuk semua orang, tanpa terkecuali. Karena itu, Yesus memerintahkan kita untuk meneladani kasih-Nya (bdk. Yoh. 15:12), agar kita dapat menjadi putra dan putri dari satu Bapa kita. Sebagai saudara dan saudari di dalam Kristus, kita membangun ikatan persatuan dan kepercayaan ketika kita saling mendukung dan tidak mengabaikan mereka yang membutuhkan. Semoga Tuhan membebaskan kita dari segala keegoisan dan perpecahan dan memperbarui kita dengan pengharapan agar kita dapat dengan setia meneladan kemurahan kasih-Nya bagi semua orang.
_______

(Peter Suriadi - Bogor, 12 November 2025)

WEJANGAN PAUS LEO XIV DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 9 November 2025

Saudara-saudari, selamat hari Minggu!

 

Pada Pesta Pemberkatan Basilika Lateran, kita merenungkan misteri persatuan dan persekutuan dengan Gereja Roma, yang dipanggil untuk menjadi ibu yang merawat perjalanan iman umat kristiani di seluruh dunia.

 

Katedral Keuskupan Roma dan tempat kedudukan penerus Petrus, sebagaimana kita ketahui, bukan hanya sebuah karya yang luar biasa bernilai sejarah, seni, dan religius, tetapi juga merupakan kekuatan pendorong iman yang dipercayakan dan dilestarikan oleh para Rasul, serta penerusannya sepanjang sejarah. Keagungan misteri ini juga terpancar dalam kemegahan artistik bangunannya, yang di bagian tengahnya terdapat dua belas patung besar para rasul, para pengikut Kristus pertama dan saksi Injil.

 

Hal ini mengarah pada sudut pandang rohani, yang membantu kita melampaui penampilan lahiriah, untuk memahami bahwa misteri Gereja jauh lebih dari sekadar tempat, ruang fisik, bangunan batu. Kenyataannya, sebagaimana diingatkan Bacaan Injil dalam kisah penyucian Bait Allah di Yerusalem oleh Yesus (bdk. Yoh 2:13-22), tempat kudus Allah yang sejati adalah Kristus yang wafat dan bangkit kembali. Dialah satu-satunya perantara keselamatan, satu-satunya Penebus, Dia yang, dengan menyatukan diri-Nya dengan kemanusiaan kita dan mengubah kita dengan kasih-Nya, mewakili pintu (bdk. Yoh 10:9) yang terbuka lebar bagi kita dan menuntun kita kepada Bapa.

 

Bersatu dengan Dia, kita juga adalah batu-batu hidup dari bangunan rohani ini (bdk. 1 Ptr. 2:4-5). Kita adalah Gereja Kristus, tubuh-Nya, para anggota-Nya yang dipanggil untuk menyebarkan Injil belas kasih, penghiburan, dan kedamaian-Nya ke seluruh dunia, melalui ibadat rohani yang harus bersinar di atas segalanya dalam kesaksian hidup kita.

 

Saudara-saudari, kita harus melatih hati kita untuk memiliki pandangan rohani ini. Seringkali, kelemahan dan kesalahan umat kristiani, beserta banyak klise dan prasangka, menghalangi kita untuk memahami kekayaan misteri Gereja. Kekudusannya, sesungguhnya, tidak bergantung pada jasa-jasa kita, melainkan pada "karunia Tuhan yang tak pernah ditarik kembali," yang terus memilih "tangan-tangan kotor manusia, dengan kasih yang paradoks, sebagai wadah kehadirannya" (J. Ratzinger, IPengantar Kekristenan, Brescia (2005), 331).

 

Marilah kita berjalan dalam sukacita menjadi umat kudus yang telah dipilih Allah, dan marilah kita memohon kepada Maria, Bunda Gereja, untuk membantu kita menyambut Kristus dan menyertai kita dengan perantaraannya.

 

[Setelah doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Saya menyampaikan rasa kedekatan saya kepada rakyat Filipina yang terdampak topan dahsyat: Saya berdoa bagi mereka yang meninggal dunia dan keluarga mereka, serta bagi mereka yang terluka dan terlantar.

 

Hari ini, Gereja di Italia merayakan Hari Thanksgiving. Saya bergabung dengan para uskup dalam mendorong pengelolaan lahan yang bertanggung jawab, memerangi pemborosan pangan, dan menerapkan praktik pertanian berkelanjutan. Marilah kita bersyukur kepada Tuhan atas "Ibu Pertiwi kita" (Santo Fransiskus, Madah Ciptaan) dan bagi mereka yang mengolah dan melindunginya!

 

Dengan hangat saya menyapa kamu semua, umat Roma dan para peziarah dari Italia dan berbagai belahan dunia, terutama para Yesuit muda asal Polandia, umat Warsawa dan Gdansk di Polandia, Newark dan Kearny di Amerika Serikat, Toledo dan Galapagar di Spanyol, dan London, serta paduan suara Regensburger Domspatzen.

 

Saya menyapa anggota Aksi Katolik Keuskupan Agung Genoa dan kelompok paroki Cava Manara, Mede, Vibo Marina, Sant’Arcangelo di Potenza, Noto, Pozzallo dan Avola, Cesenatico, Mercato San Severino, Crespano del Grappa, dan Noventa Padovana. Saya menyapa kelompok Manfestazioni Storiche dari Lazio dan para relawan Bank Makanan, yang akan mengumpulkan makanan Sabtu depan, menjelang Hari Orang Miskin Sedunia.

 

Saya menyampaikan apresiasi yang tulus kepada semua pihak yang, di setiap tingkatan, berkomitmen untuk membangun perdamaian di berbagai wilayah yang terdampak perang. Dalam beberapa hari terakhir ini, kita telah berdoa bagi mereka yang gugur, dan di antara mereka, sayangnya, banyak yang gugur dalam pertempuran dan pemboman, meskipun mereka adalah warga sipil, anak-anak, lansia, atau orang sakit. Jika kita sungguh-sungguh ingin mengenang mereka, kita harus menghentikan perang dan mengerahkan seluruh upaya kita untuk bernegosiasi.

 

Saya mengucapkan selamat hari Minggu kepada kamu semua.

_____

 

(Peter Suriadi - Bogor, 9 November 2025)