Pertama-tama saya ingin bersyukur kepada Allah atas hari yang saya
habiskan di Asisi pada hari Jumat (4 Oktober 2013). Memahami bahwa inilah pertama kalinya saya pergi ke Asisi
dan merupakan sebuah karunia besar melakukan ziarah ini pada Pesta Santo Fransiskus. Saya berterima kasih
kepada umat Asisi atas sambutan hangat mereka. Banyak terima kasih!
Hari ini bacaan Injil dimulai dengan cara ini: "Lalu kata rasul-rasul itu kepada Tuhan: ‘Tambahkanlah
iman kami!’” (Luk 17:5). Saya berpikir bahwa kita semua dapat menjadikan permintaan ini milik kita. Kita, seperti para Rasul, juga berkata kepada Yesus: "Tambahkanlah iman
kami!". Ya, Tuhan, iman kami kecil, iman kami lemah, rapuh, tetapi kami mohon kepada-Mu seperti itu, sehingga Engkau akan membuatnya tumbuh. Tampak bagi saya bahwa akan menjadi
baik bagi kita semua untuk mengulang ini bersama-sama: "Tuhan, tambahkan iman kami!". Bisakah kita melakukannya? Setiap orang: Tuhan, tambahkan iman kami! Tuhan, tambahkan iman kami! Tuhan, tambahkan iman kami! Jadikanlah ia tumbuh!
Dan Tuhan, bagaimana Ia menjawab? Ia menjawab: "Kalau sekiranya
kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon
ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat
kepadamu" (Luk 17:6). Biji
sesawi sangat
kecil, tetapi Yesus mengatakan bahwa itu sudah cukup untuk memiliki iman seperti ini, kecil, tetapi sejati, tulus untuk melakukan hal-hal yang secara manusiawi tidak mungkin, tak terpikirkan. Dan itu benar! Kita
semua mengenal orang-orang yang
sederhana, rendah hati, tetapi dengan
iman yang sangat kuat, yang benar-benar memindahkan gunung! Pikirkan, misalnya, para ayah dan ibu tertentu serta para ayah yang menghadapi situasi yang sangat sulit; atau orang-orang sakit tertentu, bahkan
orang-orang yang sakit parah, yang menyampaikan
ketenangan bagi mereka yang mengunjungi mereka. Orang-orang ini, justru oleh karena iman mereka, tidak membual tentang apa yang mereka lakukan, malahan, sebagaimana diminta Yesus dalam Injil, mereka mengatakan: "Kami adalah
hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus
lakukan" (Luk 17:10). Berapa banyak
orang di antara kita memiliki iman yang kuat, rendah hati ini dan melakukan begitu banyak kebaikan!
Dalam bulan Oktober ini, yang
terutama didedikasikan untuk perutusan, kita berpikir tentang banyak misionaris,
pria dan wanita, yang telah mengatasi
segala macam hambatan untuk menyebarkan Injil. Mereka telah benar-benar memberikan hidup mereka, sebagaimana dikatakan Santo Paulus kepada
Timotius: "Janganlah
malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena aku, seorang hukuman
karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi Injil-Nya oleh kekuatan Allah”
(2Tim 1:8). Tetapi ini dimaksudkan bagi semua orang: kita masing-masing,
dalam kehidupan sehari-harinya, dapat
menjadi saksi bagi Kristus, dengan kekuatan Allah, kekuatan iman, iman kecil yang kita
miliki, yang, bagaimanapun, kuat!
Dengan kekuatan ini menjadi saksi bagi Yesus Kristus, menjadi orang-orang Kristiani dengan kehidupan
kalian, dengan kesaksian kita!
Dan darimana kita mendapatkan kekuatan ini? Kita mendapatkannya dari Allah dalam doa. Doa adalah nafas iman : dalam suatu hubungan kepercayaan, dalam suatu hubungan kasih, dialog tidak dapat
kurang, dan doa adalah sebuah
dialog jiwa dengan Allah. Bulan
Oktober juga merupakan bulan Rosario, dan
pada pertama hari
Minggu ini menjadi sebuah tradisi untuk melafalkan Permohonan kepada Bunda Kita dari Pompeii, Santa Perawan Maria Rosario
Suci. Mari kita bergabung secara
rohani dalam tindakan kepercayaan dalam Bunda kita ini, dan kita menerima dari tangannya manik-manik
Rosario : Rosario merupakan sebuah
sekolah doa; Rosario merupakan
sebuah sekolah iman!
[Setelah pendarasan Doa Malaikat Tuhan, Bapa Suci menyambut mereka yang hadir dalam Bahasa Italia]
[Setelah pendarasan Doa Malaikat Tuhan, Bapa Suci menyambut mereka yang hadir dalam Bahasa Italia]
Saudara dan
saudari terkasih,
Kemarin di Modena (Italia)
Rolando Rivi dibeatifikasi.
Dia adalah seorang seminaris di wilayah itu, Emilia, yang terbunuh pada tahun 1945, ketika ia berusia 14 tahun, oleh
karena kebencian terhadap imannya, bersalah hanya karena mengenakan jubah pada waktu berkecamuk kekerasan terhadap klerus, yang berbicara tegas mengutuk dalam nama Allah pembantaian
massal pascaperang. Tetapi iman dalam Yesus mengatasi roh
dunia! Marilah kita bersyukur
kepada Allah bagi martir muda ini, saksi heroik
bagi Injil! Marilah kita bersyukur kepada Allah bagi martir muda ini, saksi heroik bagi Injil. Banyak orang muda saat ini memiliki keteladanan ini di depan mata mereka:
seorang muda yang berani yang paham ke mana ia harus pergi, yang paham kasih Yesus di dalam hatinya dan memberikan
hidupnya bagi Dia. Sebuah teladan yang indah bagi orang-orang muda!
Saya ingin mengenang bersama kalian orang-orang yang kehilangan nyawa mereka di Lampedusa, pada
hari Kamis. Marilah
kita semua berdoa dalam keheningan untuk saudara dan saudari
kita: para wanita, para pria, para anak-anak ... Biarkan hati kita menangis.
Mari kita berdoa dalam
keheningan.
Saya menyambut dengan kasih sayang semua peziarah, terutama keluarga-keluarga dan kelompok-kelompok paroki. Saya menyambut umat Kota Mede, orang-orang dari Paroki
Poggio Rusco, dan orang-orang muda dari Zambana dan Caserta.
Sebuah pemikiran khusus tertuju kepada masyarakat Peru di Roma, yang membawa dalam prosesi gambar kudus "Señor de los Milagros". Saya melihat gambar ini dari sini, di sana, di tengah-tengah Lapangan. Marilah kita semua menyambut "Señor de los Milagros" di sana di Lapangan! Saya menyambut umat beriman dari Chili dan kelompok Bürgerwache Mengen dari Keuskupan Rottenburg-Stuttgart, di Jerman.
Saya menyambut kelompok wanita yang datang dari Gubbio sepanjang "Via Francigena Francescana". Saya menyambut para
pemimpin Komunitas Sant'Egidio dari berbagai negara di Asia - orang-orang
dari Sant'Egidio ini luar biasa! Saya menyambut pendonor darah ASFA dari
Verona dan pendonor darah AVIS dari Carpinone; dewan nasional AGESCI, kelompok pensiunan Rumah Sakit Santa
Anna di Como, Istituto Canossiano dari
Brescia dan Lembaga "Missione Effatà".
Miliki hari
minggu yang baik. Miliki makan siang yang baik dan sampai jumpa!
BEATO ROLANDO MARIA RIVI (7 Januari 1931-13 April 1945).
Rolando Maria Rivi lahir pada tanggal 7 Januari 1931, di San Valentino, dekat Castellarano, Propinsi Reggio Emilia, Italia, dari pasangan Roberto dan Albertina Canovi, yang berasal dari Levizzano, Baiso. Rolando menghabiskan sekolah dasarnya di desa di mana ia menerima Komuni Pertama pada tanggal 16 Juni 1938, pada Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus.
Rolando menjadi putera altar di Paroki San Valentino. Pastor Paroki San Valentino adalah seorang imam muda yang bernama Don Olinto Marzocchini. Ia adalah seorang imam yang kudus, yang melewatkan jam demi jam dalam doa di depan Sakramen Mahakudus, mengajarkan Katekismus bagi anak-anak muda dan selanjutnya bagaimana melayani Altar. Ia tidak meragukan panggilan imamat Rolando. Rolando masuk Seminari Marola pada musim gugur tahun 1942, selama Perang Dunia II. Dalam masa pergolakan perang ini, ia melayani sebagai teladan nyata dari seorang martir muda zaman kita.
Gerakan antiklerus yang dimotori Partai Komunis “Triangolo della Morte" mencapai puncaknya saat itu. Pada tahun 1944, Nazi menduduki Seminari Marola. Para seminaris dikirim ke rumah mereka, dengan membawa buku-buku mereka, dalam rangka melanjutkan studi mereka. Rolando mempertahankan hidup panggilannya : dia sering mengikuti Misa dan menerima Komuni, mendaraskan doa Rosario dan berdoa di hadapan Sakramen Mahakudus, selagi mengenakan jubah seminarisnya.
Paroki San Valentino menderita akibat gerakan antiklerus tersebut. Pastor Paroki, Don Marzocchini, dipermalukan oleh para pengikut gerakan itu. Pastor Luigi Donadelli, Luigi Ilariucci, Aldemiro Corsi dan Luigi Manfre disiksa sampai mati oleh Partai Komunis “Triangolo della morte" itu dan Don Marzocchini dikirim ke tempat yang lebih aman, ke paroki yang dikepalai seorang imam muda, Don Alberto Camellini.
Pada hari Selasa, 10 April 1945, Rolando menghadiri Misa seperti biasanya, untuk menghormati seorang Dominikan Santo Vinsensius Ferreri. Setelah Misa, ia mengambil salah satu bukunya dan pergi untuk belajar di bawah sebuah belukar, dekat kediaman orang tuanya, kebiasaannya sehari-hari. Namun, ia tidak kembali ke rumah. Orang tua dan teman-temannya mencari berjam-jam, hingga menemukan sebuah karcis yang ditandatangani oleh Partai, yang menyatakan bahwa mereka telah mengambil Rolando dan karena itu mereka tidak perlu meneruskan pencarian mereka. Selama tiga hari , calon imam muda itu disiksa dan harus mendengarkan hujatan luar biasa melawan Kristus, Gereja dan Imamat. Salah seorang penculik meminta pembebasannya, tetapi permohonan itu ditolak. Bahkan selama penderitaan yang luar biasa tersebut, Rolando tidak ingin melepas jubah seminarisnya. Oleh karena itu para anggota Partai memutuskan untuk menyingkirkan dia, supaya jumlah imam berkurang. Ia dibawa ke dalam Boscho di Piane di Monchio, Provinsi Modena, di mana sebuah kuburan telah digali. Rolando menangis dan memohon rahmat. Ia dicampakkan ke dalam lubang dan ditembak dua kali, tatkala sedang berdoa. Jubah seminarisnya diubah menjadi sebuah bola oleh anggota Partai. Tanggal 13 April 1945, saat usianya baru 14 tahun ia menemui ajal.
Don Camellini berhasil menemui kepala Partai Komunis dan meminta kabar tentang Rolando. Kepala Partai membawanya ke kubur Rolando, menyatakan dengan tenang bahwa ia sendiri telah membunuhnya. Don Camellini menggali kuburan dan menemukan tubuh Rolando, hanya mengenakan kemeja dan sepasang kaus kaki. Peluru-peluru itu langsung menghujam di kepala dan jantungnya. Ayah Rolando membawa anaknya dengan tangannya dan menangis. Don Camellini mencuci wajah Rolando dan menempatkannya di dalam peti mati sederhana. Keesokan paginya ia mempersembahkan Misa untuk ketenangan jiwanya dan menyertai jenazahnya untuk dimakamkan secara layak di dalam sebuah pekuburan paroki. Setelah akhir Perang Dunia II, umat Paroki San Valentino, membantu secara diam-diam pemakaman kembali jenazah Rolando di dalam Gereja Paroki mereka.
Alasan beatifikasinya dibuka enam puluh tahun kemudian pada tanggal 7 Januari 2006. Pada tanggal 5 Oktober 2013 di Modena, anak muda ini dibeatifikasi oleh Angelo Kardinal Amato SDB, Prefek Kongregasi untuk Proses Pengukuhan Orang Kudus. Paus Fransiskus, sebelum Doa Malaikat Tuhan 6 Oktober 2013, mengumumkan beatifikasi Rolando Maria Rivi. Beliau berbicara tentang bagaimana anak muda ini memberikan suatu keteladanan yang bagus bagi kaum muda saat ini. "Dia paham ke mana ia harus pergi ... memahami kasih Yesus dalam hatinya, dan memberikan hidupnya bagi-Nya".
Beato Rolando Maria Rivi, doakanlah kami!
Rolando Maria Rivi lahir pada tanggal 7 Januari 1931, di San Valentino, dekat Castellarano, Propinsi Reggio Emilia, Italia, dari pasangan Roberto dan Albertina Canovi, yang berasal dari Levizzano, Baiso. Rolando menghabiskan sekolah dasarnya di desa di mana ia menerima Komuni Pertama pada tanggal 16 Juni 1938, pada Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus.
Rolando menjadi putera altar di Paroki San Valentino. Pastor Paroki San Valentino adalah seorang imam muda yang bernama Don Olinto Marzocchini. Ia adalah seorang imam yang kudus, yang melewatkan jam demi jam dalam doa di depan Sakramen Mahakudus, mengajarkan Katekismus bagi anak-anak muda dan selanjutnya bagaimana melayani Altar. Ia tidak meragukan panggilan imamat Rolando. Rolando masuk Seminari Marola pada musim gugur tahun 1942, selama Perang Dunia II. Dalam masa pergolakan perang ini, ia melayani sebagai teladan nyata dari seorang martir muda zaman kita.
Gerakan antiklerus yang dimotori Partai Komunis “Triangolo della Morte" mencapai puncaknya saat itu. Pada tahun 1944, Nazi menduduki Seminari Marola. Para seminaris dikirim ke rumah mereka, dengan membawa buku-buku mereka, dalam rangka melanjutkan studi mereka. Rolando mempertahankan hidup panggilannya : dia sering mengikuti Misa dan menerima Komuni, mendaraskan doa Rosario dan berdoa di hadapan Sakramen Mahakudus, selagi mengenakan jubah seminarisnya.
Paroki San Valentino menderita akibat gerakan antiklerus tersebut. Pastor Paroki, Don Marzocchini, dipermalukan oleh para pengikut gerakan itu. Pastor Luigi Donadelli, Luigi Ilariucci, Aldemiro Corsi dan Luigi Manfre disiksa sampai mati oleh Partai Komunis “Triangolo della morte" itu dan Don Marzocchini dikirim ke tempat yang lebih aman, ke paroki yang dikepalai seorang imam muda, Don Alberto Camellini.
Pada hari Selasa, 10 April 1945, Rolando menghadiri Misa seperti biasanya, untuk menghormati seorang Dominikan Santo Vinsensius Ferreri. Setelah Misa, ia mengambil salah satu bukunya dan pergi untuk belajar di bawah sebuah belukar, dekat kediaman orang tuanya, kebiasaannya sehari-hari. Namun, ia tidak kembali ke rumah. Orang tua dan teman-temannya mencari berjam-jam, hingga menemukan sebuah karcis yang ditandatangani oleh Partai, yang menyatakan bahwa mereka telah mengambil Rolando dan karena itu mereka tidak perlu meneruskan pencarian mereka. Selama tiga hari , calon imam muda itu disiksa dan harus mendengarkan hujatan luar biasa melawan Kristus, Gereja dan Imamat. Salah seorang penculik meminta pembebasannya, tetapi permohonan itu ditolak. Bahkan selama penderitaan yang luar biasa tersebut, Rolando tidak ingin melepas jubah seminarisnya. Oleh karena itu para anggota Partai memutuskan untuk menyingkirkan dia, supaya jumlah imam berkurang. Ia dibawa ke dalam Boscho di Piane di Monchio, Provinsi Modena, di mana sebuah kuburan telah digali. Rolando menangis dan memohon rahmat. Ia dicampakkan ke dalam lubang dan ditembak dua kali, tatkala sedang berdoa. Jubah seminarisnya diubah menjadi sebuah bola oleh anggota Partai. Tanggal 13 April 1945, saat usianya baru 14 tahun ia menemui ajal.
Don Camellini berhasil menemui kepala Partai Komunis dan meminta kabar tentang Rolando. Kepala Partai membawanya ke kubur Rolando, menyatakan dengan tenang bahwa ia sendiri telah membunuhnya. Don Camellini menggali kuburan dan menemukan tubuh Rolando, hanya mengenakan kemeja dan sepasang kaus kaki. Peluru-peluru itu langsung menghujam di kepala dan jantungnya. Ayah Rolando membawa anaknya dengan tangannya dan menangis. Don Camellini mencuci wajah Rolando dan menempatkannya di dalam peti mati sederhana. Keesokan paginya ia mempersembahkan Misa untuk ketenangan jiwanya dan menyertai jenazahnya untuk dimakamkan secara layak di dalam sebuah pekuburan paroki. Setelah akhir Perang Dunia II, umat Paroki San Valentino, membantu secara diam-diam pemakaman kembali jenazah Rolando di dalam Gereja Paroki mereka.
Alasan beatifikasinya dibuka enam puluh tahun kemudian pada tanggal 7 Januari 2006. Pada tanggal 5 Oktober 2013 di Modena, anak muda ini dibeatifikasi oleh Angelo Kardinal Amato SDB, Prefek Kongregasi untuk Proses Pengukuhan Orang Kudus. Paus Fransiskus, sebelum Doa Malaikat Tuhan 6 Oktober 2013, mengumumkan beatifikasi Rolando Maria Rivi. Beliau berbicara tentang bagaimana anak muda ini memberikan suatu keteladanan yang bagus bagi kaum muda saat ini. "Dia paham ke mana ia harus pergi ... memahami kasih Yesus dalam hatinya, dan memberikan hidupnya bagi-Nya".
Beato Rolando Maria Rivi, doakanlah kami!