Saudara-saudari
yang terkasih, selamat pagi!
Kita
telah melakukan perjalanan dalam Sabda Bahagia dan hari ini kita berhenti
sejenak pada Sabda Bahagia yang kedua : "Berbahagialah orang yang
berdukacita, karena mereka akan dihibur" (Mat 5:4).
Dalam
bahasa Yunani, bahasa asli Injil, Sabda Bahagia ini diungkapkan dengan sebuah
kata kerja yang bukan berbentuk pasif - sesungguhnya, orang-orang yang
berbahagia tidak dirundung dukacita ini - tetapi dalam bentuk aktif : mereka
menderita. ”Mereka berdukacita tetapi dari dalam diri. Sikap yang menjadi pusat
dalam spiritualitas kristiani dan yang oleh para Bapa Padang Gurun, para rahib
perdana dalam sejarah, disebut “penthos”, suatu kesedihan batin yang
membuka suatu hubungan dengan Tuhan dan dengan sesama kita - menuju suatu
hubungan yang diperbarui dengan Tuhan dan dengan sesama kita.
Dalam
Kitab Suci, dukacita ini dapat memiliki dua segi : segi yang pertama adalah
karena kematian atau penderitaan seseorang. Segi lainnya adalah air mata karena
dosa - karena dosa kita, ketika hati berdarah karena telah menyinggung perasaan
Allah dan sesama. Oleh sebab itu, perihal mengasihi sesama sedemikian rupa
dengan maksud mengikatkan diri kita kepadanya untuk ambil bagian dalam rasa
sakitnya. Ada orang-orang yang tetap nun jauh, mundur selangkah.
Sebaliknya,orang lain menerobos hati kita adalah penting.
Saya
sering berbicara tentang karunia air mata, dan betapa berharganya karunia
tersebut.[1]
Bisakah kita mengasihi tanpa kehangatan? Bisakah kita mengasihi karena jabatan,
karena tugas? Tentu tidak; ada orang yang menderita untuk menghibur, tetapi
kadang-kadang ada juga orang yang terhibur yang akan menderita, untuk
membangunkan orang-orang yang tidak dapat digerakkan oleh rasa sakit orang
lain.
Misalnya,
dukacita adalah suatu jalan yang pahit, tetapi dapat bermanfaat untuk membuka
mata tentang kehidupan serta tentang nilai sakral dan tak tergantikan dari
setiap orang, dan pada saat itu kita menyadari betapa singkatnya waktu.
Ada
makna kedua dari Sabda Bahagia yang berlawanan asas ini : menangisi dosa.
Pentingnya untuk membuat perbedaan di sini : ada orang-orang yang marah karena
mereka bersalah, tetapi ini adalah kesombongan. Sebaliknya, ada orang-orang
yang menangisi kejahatan yang mereka perbuat, karena terenyahkannya kebaikan,
karena terkhianatinya hubungan dengan Tuhan. Inilah orang-orang yang
berdukacita karena tidak memiliki kasih, yang mengalir dari memiliki kehidupan sesama
di dalam hatinya. Di sini kita menangis karena kita tidak bersesuaian dengan
Tuhan, yang sangat mengasihi kita, dan pikiran tersebut menyedihkan kita karena
kita tidak berbuat baik. Inilah perasaan dosa. Mereka berkata : "Aku telah
melukai orang yang kukasihi", dan hal ini menyakitkan sampai-sampai kita
menangis. Allah berbahagia jika air mata ini tiba!
Inilah
pokok kesalahan yang harus kita hadapi - sulit tetapi vital. Kita memikirkan
air mata Santo Petrus, yang menuntunnya menuju suatu kasih yang baru dan lebih
sungguh : suatu tangisan yang memurnikan, yang memperbarui. Petrus memandang
Yesus dan menangis : hatinya diperbarui. Berbeda dengan Yudas, yang tidak terima
akan kesalahan yang telah ia perbuat dan, hal yang buruk, bunuh diri. Memahami
dosa adalah karunia Allah; memahami dosa adalah karya Roh Kudus. Kita sendiri
tidak bisa memahami dosa. Memahami dosa adalah rahmat yang harus kita panjatkan.
Tuhan, agar aku dapat memahami kejahatan yang telah kuperbuat atau yang dapat
kuperbuat. Inilah karunia yang sangat luar biasa dan, setelah memahami hal ini,
tibalah tangisan pertobatan.
Salah
satu rahib perdana, Santo Efrem dari Siria, mengatakan bahwa suatu wajah yang
bermandikan air mata sangatlah indah (bdk. Wejangan Pertapaan). Keindahan
pertobatan, keindahan tangisan, keindahan penyesalan! Sebagaimana biasanya,
kehidupan kristiani memiliki ungkapan yang terbaik dalam belas kasihan. Orang
yang bijaksana dan berbahagia adalah orang yang menerima rasa sakit yang
terkait dengan kasih, karena ia akan menerima penghiburan Roh Kudus yang
merupakan kelembutan Allah, yang mengampuni dan membetulkan. Allah senantiasa
mengampuni : jangan lupakan hal ini. Allah senantiasa mengampuni, bahkan dosa
yang paling mengerikan sekalipun, senantiasa. Masalahnya ada pada kita, yang
bosan untuk memohonkan pengampunan. Kita menutup diri dan tidak memohonkan
pengampunan. Ini masalahnya, tetapi Ia ada di sana untuk mengampuni. Jika kita
senantiasa tetap hadir agar Allah ”tidak melakukan kepada kita setimpal dengan
dosa kita, dan tidak membalas kepada kita setimpal dengan kesalahan kita” (Mzm
103:10), kita hidup dalam belas kasihan dan kasih sayang, serta kasih muncul di
dalam diri kita. Semoga Tuhan menganugerahkan kita untuk mengasihi dalam
kelimpahan, mengasihi dengan senyuman, kedekatan, dengan pelayanan dan juga
dengan air mata.
[Sambutan
dalam bahasa Italia]
Sambutan
hangat tertuju kepada umat berbahasa Italia. Secara khusus, saya menyambut para
peserta dalam peziarahan para devosan Bait Kudus Gua Maria Loreto, bersama Sang
Uskup Agung, Monsinyur Fabio Dal Cin; dan umat Keuskupan Agung
Trani-Barletta-Bisceglie - ini hingar bingar! Mereka antusias! - dan umat
Coldiretti San Ferdinando dari Puglia, didampingi oleh sang Uskup Agung,
Monsinyur Leonardo D'Ascenzo. Selain itu, saya menyambut kelompok-kelompok
paroki dan lembaga-lembaga pendidikan. Akhirnya, saya menyambut kaum muda, kaum
lajut usia, orang-orang sakit dan para pengantin baru. Semoga Tuhan senantiasa
mendukung kalian dengan rahmat-Nya, sehingga kalian dapat terus-menerus dalam
pengharapan, setiap hari mempercayakan kepada Penyelenggaraan Ilahi.
[Seruan
Bapa Suci]
Saya
ingin kita semua pada saat ini mendoakan Suriah yang tercinta dan bermartir.
Begitu banyak keluarga, begitu banyak kaum lanjut usia, anak-anak harus
melarikan diri dari perang. Suriah telah berdarah selama bertahun-tahun.
Marilah kita mendoakan Suriah.
Marilah
kita juga mendoakan saudara-saudara kita rakyat Tiongkok yang menderita
penyakit yang sangat kejam ini. Semoga cara penyembuhan ditemukan sesegera
mungkin.
[Ringkasan
dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]
Saudara
dan saudari yang terkasih : Dalam katekese lanjutan kita tentang Sabda Bahagia,
kita sekarang beralih ke pemberitaan yang kedua : "Berbahagialah orang
yang berdukacita, karena mereka akan dihibur" (Mat 5:4). kesedihan semacam
itu - digambarkan oleh para bapa padang gurun dengan kata Yunani “penthos”
- lebih dari sekadar kesedihan : sebuah kesedihan batin yang dapat membuka diri
kita menuju hubungan yang otentik dengan Tuhan dan dengan sesama. Kitab Suci
berbicara tentang dua kesedihan semacam itu. Kesedihan yang pertama adalah rasa
sakit yang kita rasakan ketika berhadapan dengan penderitaan atau kematian
saudara-saudari kita. Kesedihan yang kedua melibatkan dukacita karena dosa.
Keduanya berlandaskan kepedulian yang penuh kasih sayang terhadap sesama,
tetapi yang terpenting adalah mengasihi Tuhan. Kesedihan karena dosa - seperti
yang terlihat dalam air mata Santo Petrus setelah ia mengkhianati Yesus -
muncul sebagai karunia Roh Kudus Sang Penghibur. Marilah kita senantiasa
memohon rahmat untuk berdukacita atas dosa-dosa kita dan terbuka terhadap
rahmat penyembuhan Roh Kudus, sehingga kita dapat menghibur sesama dengan
penghiburan yang serupa dengan yang telah kita terima.
Saya
menyambut para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang ambil bagian
dalam Audiensi hari ini, terutama kelompok-kelompok dari Inggris, Irlandia,
Jepang, dan Amerika Serikat. Atas kalian semua dan keluarga-keluarga kalian,
saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus. Semoga Tuhan
memberkati kalian!
[1]Bdk.
Seruan Apostolik Pasca-Sinode Christus Vivit, 76; Wejangan kepada Kaum
Muda Universitas Santo Thomas, Manila, 18 Januari 2015; Homili Misa Rabu Abu,
18 Februari 2015.