Liturgical Calendar

Featured Posts

WEJANGAN PAUS LEO XIV DALAM AUDIENSI UMUM 15 Oktober 2025 : YESUS KRISTUS PENGHARAPAN KITA. 4. KEBANGKITAN KRISTUS DAN TANTANGAN DUNIA MASA KINI 1. YESUS YANG BANGKIT, SUMBER HARAPAN MANUSIA YANG HIDUP

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Dalam katekese Tahun Yubileum, hingga kini, kita telah menelusuri kembali kehidupan Yesus, mengikuti keempat Injil, dari kelahiran-Nya hingga wafat dan kebangkitan-Nya. Dengan demikian, ziarah pengharapan kita telah menemukan landasan yang kokoh, jalannya yang pasti. Kini, di bagian akhir perjalanan ini, kita akan membiarkan misteri Kristus, yang berpuncak pada kebangkitan, memancarkan cahaya keselamatannya dalam kontak dengan kenyataan manusiawi dan sejarah terkini, dengan segala pertanyaan dan tantangannya.

 

Kehidupan kita diwarnai oleh peristiwa yang tak terhitung jumlahnya, penuh dengan nuansa dan pengalaman yang beraneka ragam. Terkadang kita merasa gembira, terkadang sedih, terkadang merasa terpenuhi atau tertekan, merasa puas atau kehilangan motivasi. Kita menjalani kehidupan yang sibuk, kita berkonsentrasi untuk mencapai hasil, dan bahkan mencapai tujuan yang mulia dan bergengsi. Sebaliknya, kita tetap terombang-ambing, bimbang, menunggu kesuksesan dan pengakuan yang tertunda atau bahkan tak kunjung tiba. Singkatnya, kita mendapati diri kita mengalami situasi paradoks: kita ingin bahagia, namun sangat sulit untuk bahagia secara terus-menerus, tanpa bayang-bayang. Kita berdamai dengan keterbatasan kita dan, di saat yang sama, dengan dorongan yang tak tertahankan untuk mencoba mengatasinya. Jauh di lubuk hati, kita merasa selalu ada yang kurang.

 

Sesungguhnya, kita diciptakan bukan untuk kekurangan, melainkan untuk kepenuhan, untuk bersukacita dalam kehidupan, dan hidup berkelimpahan, sesuai ungkapan Yesus dalam Injil Yohanes (bdk. 10:10).

 

Kerinduan terdalam dalam hati kita ini dapat menemukan jawaban akhirnya bukan dalam peran, bukan dalam kuasa, bukan dalam kepemilikan, melainkan dalam keyakinan bahwa ada seseorang yang menjamin dorongan yang membangun kemanusiaan kita ini; dalam kesadaran bahwa pengharapan ini tidak akan dikecewakan atau digagalkan. Kepastian ini sejalan dengan harapan. Ini bukan berarti berpikir optimis: seringkali optimisme mengecewakan kita, menyebabkan pengharapan kita runtuh, sementara harapan menjanjikan dan menggenapi.

 

Saudara-saudari, Yesus yang bangkit adalah jaminan pembebasan ini! Dialah sumber air yang memuaskan dahaga kita, dahaga tak terbatas akan kepenuhan yang dicurahkan Roh Kudus ke dalam hati kita. Sungguh, kebangkitan Kristus bukan sekadar peristiwa sejarah manusia, melainkan peristiwa yang mengubah rupanya dari dalam.

 

Marilah kita renungkan sebuah sumber air. Apa saja karakteristiknya? Air memuaskan dahaga dan menyegarkan makhluk hidup, mengairi lahan, menyuburkan dan menghidupkan apa yang tadinya tandus. Air menyegarkan pengembara yang lelah, memberinya sukacita dari sebuah oasis kesegaran. Sebuah sumber air tampak sebagai anugerah yang diberikan secara cuma-cuma bagi alam, makhluk hidup, manusia. Tanpa air, mustahil untuk hidup.

 

Yesus yang bangkit adalah sumber kehidupan yang tak pernah kering dan tak pernah berubah. Ia selalu murni dan tersedia bagi siapa pun yang haus. Dan semakin kita mengecap misteri Allah, semakin kita tertarik padanya, tanpa pernah merasa sepenuhnya puas. Santo Agustinus, dalam Buku Pengakuan-pengakuan bab kesepuluh, menangkap dengan tepat kerinduan hati kita yang tak habis-habisnya ini dan mengungkapkannya dalam Madah untuk Keindahan-nya yang terkenal: “Engkau mengembuskan wangi-wangian, dan aku menarik napas dan megap-megap mengejar-Mu. Aku mengecap, serta lapar dan haus. Engkau menjamahku, dan aku terbakar oleh damai-Mu” (X, 27, 38).

 

Yesus, dengan kebangkitan-Nya, telah menjamin bagi kita sumber kehidupan yang kekal: Dialah yang hidup (bdk. Why 1:18), pencinta kehidupan, pemenang atas segenap maut. Karena itu, Ia mampu menawarkan kepada kita penyegaran dalam perjalanan hidup kita di dunia dan menjamin kita akan kedamaian sempurna dalam kekekalan. Hanya Yesus, yang wafat dan bangkit kembali, yang menjawab pertanyaan terdalam hati kita: adakah tujuan akhir bagi kita? Apakah keberadaan kita memiliki makna? Dan bagaimana penderitaan begitu banyak orang tak berdosa dapat ditebus?

 

Yesus yang bangkit tidak memberikan kita jawaban "dari atas", melainkan menjadi pendamping kita dalam perjalanan yang seringkali sulit, menyakitkan, dan penuh misteri ini. Hanya Dia yang dapat mengisi bejana kita yang kosong ketika dahaga kita tak tertahankan.

 

Dan Dia juga tujuan perjalanan kita. Tanpa kasih-Nya, perjalanan hidup akan menjadi pengembaraan tanpa tujuan, sebuah kesalahan tragis dengan tujuan yang terlewat. Kita adalah makhluk yang rapuh. Kesalahan adalah bagian dari kemanusiaan kita; luka dosalah yang membuat kita jatuh, menyerah, dan putus asa. Sebaliknya, bangkit kembali berarti bangkit dan berdiri tegak. Yesus yang bangkit menjamin kedatangan kita, menuntun kita pulang, tempat kita dinantikan, dikasihi, dan diselamatkan. Berjalan bersama-Nya berarti mengalami ditopang di tengah segala hal, dahaga kita terpuaskan, dan disegarkan dalam kesulitan dan pergumulan yang, bagaikan batu-batu berat, mengancam menghalangi atau mengalihkan sejarah kita.

 

Sahabat-sahabat terkasih, dari kebangkitan Kristus muncul harapan yang memberi kita sedikit rasa, kendati hidup ini melelahkan, akan ketenangan yang mendalam dan penuh sukacita: kedamaian yang hanya dapat Ia berikan kepada kita pada akhirnya, tanpa akhir.

 

[Sapaan Khusus]

 

Dengan senang hati saya menyapa para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris pagi ini, terutama dari Inggris, Wales, Irlandia, Malta, Norwegia, Uganda, Australia, Selandia Baru, Cina, Indonesia, Malaysia, Filipina, Taiwan, Kanada, dan Amerika Serikat. Dengan doa dan harapan yang baik, semoga Yubileum Pengharapan ini menjadi masa rahmat dan pembaruan rohani bagimu dan keluargamu. Saya memohonkan sukacita dan damai sejahtera Tuhan kita Yesus Kristus bagi kamu semua.

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris]

 

Saudara-saudari terkasih, dalam katekese lanjutan kita tentang tema Yubileum "Yesus Kristus Pengharapan Kita", hari ini kita merenungkan bagaimana kebangkitan Yesus memenuhi kerinduan setiap hati manusia. Hidup kita ditandai oleh situasi-situasi yang saling bertentangan yang menyingkapkan keterbatasan dan dorongan kita untuk mengatasinya. Kita mencari pengakuan duniawi, dan entah kita menerimanya atau tidak, kita tetap merasa hampa. Hal ini menunjukkan bahwa kita tidak benar-benar puas dengan pencapaian dan kepastian dunia yang fana ini. Hal ini karena kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, dan melalui kuasa Roh Kudus, kita menyadari kerinduan yang tak habis-habisnya akan sesuatu yang lebih dalam hati kita. Hanya Yesus yang telah bangkit yang dapat memberikan kedamaian sejati dan abadi yang menopang dan memenuhi diri kita. Di tengah dunia yang bergumul dengan kelelahan dan keputusasaan, marilah kita menjadi tanda-tanda pengharapan, kedamaian, dan sukacita dalam Tuhan yang bangkit.

______

(Peter Suriadi - Bogor, 15 Oktober 2025)

WEJANGAN PAUS LEO XIV DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 12 Oktober 2025

Saudara-saudari terkasih, sebelum mengakhiri perayaan ini, saya ingin menyampaikan salam hangat kepada kamu semua yang telah berkumpul di sini untuk berdoa dalam "senakel" agung ini bersama Maria, Bunda Yesus. Kamu semua mewakili beraneka ragam perkumpulan, gerakan, dan komunitas yang diilhami oleh devosi kepada Maria, yang merupakan ciri khas setiap umat kristiani. Saya berterima kasih dan mendorongmu untuk senantiasa mendasarkan spiritualitasmu pada Kitab Suci dan Tradisi Gereja.

 

Saya menyapa semua kelompok peziarah, khususnya kaum awam Agustinian Italia dan Ordo Sekular Karmelit Tak Berkasut.

 

Dalam beberapa hari terakhir, kesepakatan untuk memulai proses perdamaian telah memberikan secercah harapan di Tanah Suci. Saya mendorong pihak-pihak yang terlibat untuk berani terus berada di jalan yang telah mereka pilih, menuju perdamaian yang adil dan abadi yang menghormati aspirasi sah rakyat Israel dan Palestina. Dua tahun konflik telah menyebabkan kematian dan kehancuran di seluruh negeri, terutama di hati mereka yang telah kehilangan anak, orang tua, teman, dan harta benda mereka secara brutal. Bersama seluruh Gereja, saya merasakan kepedihanmu yang mendalam. Sentuhan lembut Tuhan ditujukan terutama kepadamu hari ini, dalam keyakinan bahwa bahkan di tengah kegelapan terdalam, Ia selalu bersama kita: "Dilexi te, Aku mengasihi engkau." Kita memohon kepada Allah, sang Damai Sejahtera sejati umat manusia, untuk menyembuhkan semua luka dan membantu kita dengan rahmat-Nya mencapai apa yang sekarang tampaknya mustahil secara manusiawi: mengingat bahwa orang lain bukanlah musuh, melainkan saudara atau saudari yang harus dipandang, diampuni, dan ditawarkan pengharapan akan rekonsiliasi.

 

Dengan penuh duka, saya mengikuti berita tentang serangan kekerasan baru-baru ini yang melanda beberapa kota dan infrastruktur sipil di Ukraina, yang mengakibatkan tewasnya orang-orang tak berdosa, termasuk anak-anak, dan menyebabkan banyak keluarga kehilangan akses listrik dan pemanas. Hati saya turut berduka atas mereka yang menderita, yang telah hidup dalam penderitaan dan kekurangan selama bertahun-tahun. Saya kembali menyerukan untuk mengakhiri kekerasan, menghentikan kehancuran, dan membuka diri terhadap dialog dan perdamaian!

 

Saya dekat dengan rakyat Peru yang terkasih di masa transisi politik ini. Saya berdoa agar Peru dapat terus berada di jalur rekonsiliasi, dialog, dan persatuan nasional.

 

Hari ini di Italia, kita mengenang para korban kecelakaan kerja: marilah kita mendoakan mereka dan keselamatan seluruh pekerja.

 

Dan sekarang marilah kita berpaling kepada Maria dengan penuh kepercayaan.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 12 Oktober 2025)

PESAN PAUS LEO XIV UNTUK HARI ORANG MUDA SEDUNIA KE-40 23 November 2025

Kamu juga harus bersaksi, karena kamu sejak semula bersama-sama dengan Aku” (Yoh. 15:27).

 

Orang muda terkasih,

 

Saat saya memulai pesan pertama saya kepadamu, saya ingin mengucapkan terima kasih! Terima kasih atas sukacita yang kamu bawa ketika kamu datang ke Roma untuk Yubileummu, dan terima kasih kepada semua orang muda yang bersatu dengan kita melalui doa mereka dari seluruh penjuru dunia. Sebuah momen yang berharga untuk memperbarui semangat iman kita dan membagikan pengharapan yang berkobar-kobar di hati kita! Alih-alih menjadi peristiwa yang terasing, saya berharap perjumpaan Yubileum ini menandai bagi kamu masing-masing sebuah langkah maju dalam kehidupan kristiani dan dorongan yang kuat untuk bertekun memberi kesaksian tentang imanmu.

 

Dinamika yang sama menjadi inti Hari Orang Muda Sedunia berikutnya, yang akan kita rayakan pada 23 November, Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam, dengan tema: "Kamu juga harus bersaksi, karena kamu sejak semula bersama-sama dengan Aku" (Yoh. 15:27). Sebagai peziarah pengharapan, dengan kuasa Roh Kudus, kita mempersiapkan diri untuk menjadi saksi-saksi Kristus yang berani. Marilah kita memulai perjalanan yang akan membawa kita menuju Hari Orang Muda Sedunia internasional di Seoul pada tahun 2027. Dengan mengingat hal ini, saya ingin berfokus pada dua aspek kesaksian: persahabatan kita dengan Yesus, yang kita terima dari Allah sebagai anugerah, dan komitmen kita untuk menjadi pembangun perdamaian dalam masyarakat.

 

Sahabat, Jadilah Saksi

 

Kesaksian kristiani muncul dari persahabatan dengan Tuhan, yang disalibkan dan bangkit demi keselamatan semua orang. Kesaksian ini jangan disamakan dengan propaganda ideologis, karena merupakan prinsip autentik transformasi batin dan kesadaran sosial. Yesus memilih untuk menyebut murid-murid-Nya "sahabat." Ia memperkenalkan Kerajaan Allah kepada mereka, meminta mereka untuk tinggal bersama-Nya, menjadi komunitas-Nya, dan mengutus mereka untuk mewartakan Injil (bdk. Yoh 15:15, 27). Jadi, ketika Yesus berkata kepada kita, "Jadilah saksi," Ia meyakinkan kita bahwa Ia menganggap kita sebagai sahabat-Nya. Hanya Dia yang sepenuhnya mengenal siapa kita dan mengapa kita ada di sini; orang muda, Ia mengenal hatimu, kemarahanmu dalam menghadapi diskriminasi dan ketidakadilan, kerinduanmu akan kebenaran dan keindahan, akan sukacita dan damai sejahtera. Melalui persahabatan-Nya, Ia mendengarkan, memberi motivasi, dan menuntunmu, memanggil kamu masing-masing kepada hidup yang baru.

 

Tatapan Yesus, yang selalu menginginkan kebaikan kita, mendahului kita (bdk. Mrk. 10:21). Ia tidak ingin kita menjadi hamba, atau "aktivis" partai politik; Ia memanggil kita untuk bersama-Nya sebagai sahabat, agar hidup kita diperbarui. Dan kesaksian muncul secara spontan dari kebaruan penuh sukacita dari persahabatan ini. Persahabatan yang unik inilah yang menganugerahkan kita persekutuan dengan Allah, persahabatan setia yang membantu kita menemukan martabat kita dan martabat sesama kita, persahabatan abadi yang bahkan tak dapat dihancurkan maut sekalipun, karena Tuhan yang bangkit dan disalibkan adalah sumbernya.

 

Marilah kita renungkan pesan yang disampaikan Rasul Yohanes di akhir Injil keempat: "Dialah murid yang bersaksi tentang semuanya ini dan yang telah menuliskannya dan kita tahu bahwa kesaksiannya itu benar" (Yoh. 21:24). Seluruh kisah sebelumnya dirangkum sebagai sebuah "kesaksian", yang penuh rasa syukur dan takjub, dari seorang murid yang tidak pernah mengungkapkan namanya, tetapi menyebut dirinya "murid yang dikasihi Yesus." Gelar ini mencerminkan sebuah hubungan: bukan nama seseorang, melainkan kesaksian ikatan pribadi dengan Kristus. Itulah yang sungguh berarti bagi Yohanes: menjadi murid Tuhan dan merasa dikasihi oleh-Nya. Maka, kita memahami bahwa kesaksian kristiani adalah buah dari hubungan iman dan kasih dengan Yesus, yang di dalam-Nya kita menemukan keselamatan hidup kita. Apa yang ditulis Rasul Yohanes juga merujuk kepadamu, orang muda terkasih. Kamu diundang oleh Kristus untuk mengikuti-Nya dan duduk di samping-Nya, mendengarkan hati-Nya dan ambil bagian dengan erat dalam hidup-Nya! Kamu masing-masing adalah "murid terkasih" bagi-Nya, dan dari kasih inilah muncul sukacita kesaksian.

 

Saksi Injil yang berani lainnya adalah sang pendahulu Yesus, Yohanes Pembaptis, yang datang "untuk bersaksi tentang terang itu, supaya melalui dia semua orang menjadi percaya" (Yoh. 1:7). Meskipun ia sangat terkenal di antara orang banyak, ia tahu betul bahwa ia hanyalah "suara" yang menunjuk kepada Sang Juruselamat ketika ia berkata, "Lihat, inilah Anak Domba Allah" (Yoh. 1:36). Teladannya mengingatkan kita bahwa saksi sejati tidak berusaha menduduki panggung utama, atau mengikat pengikut mereka pada diri mereka sendiri. Saksi sejati rendah hati dan bebas secara batin, terutama dari diri mereka sendiri, yaitu, dari kepura-puraan menjadi pusat perhatian. Oleh karena itu, mereka bebas untuk mendengarkan, memahami, dan juga mengatakan kebenaran kepada semua orang, bahkan di hadapan orang-orang yang berkuasa. Dari Yohanes Pembaptis, kita belajar bahwa kesaksian kristiani bukan pewartaan tentang diri kita atau perayaan atas kemampuan rohani, intelektual, atau moral kita. Saksi sejati mengenali dan menunjuk kepada Yesus ketika Ia menampakkan diri, karena Dialah satu-satunya yang menyelamatkan kita. Yohanes mengenalinya di antara para pendosa, yang tenggelam dalam kemanusiaan yang sama. Untuk itu, Paus Fransiskus begitu sering menegaskan bahwa jika kita tidak melampaui diri kita sendiri dan zona nyaman kita, jika kita tidak pergi kepada orang miskin dan mereka yang merasa terkucil dari Kerajaan Allah, kita tidak dapat berjumpa dengan Kristus dan menjadi saksi-Nya. Kita kehilangan manisnya sukacita karena diinjili dan menginjili.

 

Sahabat terkasih, saya mengajak kamu masing-masing untuk terus merenungkan secara pribadi sahabat dan saksi Yesus di dalam Kitab Suci. Saat kamu membaca Injil, kamu akan menemukan bahwa mereka semua menemukan makna hidup yang sejati melalui hubungan mereka yang nyata dengan Kristus. Memang, pertanyaan-pertanyaan terdalam kita tidak didengar atau dijawab hanya dengan terus-menerus menggulir layar ponsel, yang memang menarik perhatian kita tetapi meninggalkan pikiran yang lelah dan hati yang hampa. Pencarian ini tidak akan membawa kita jauh jika kita menutup diri atau membatasi diri. Pemenuhan hasrat sejati kita selalu datang melalui upaya melampaui diri kita sendiri.

 

Saksi, Oleh Karena Itu Misionaris

 

Dengan cara ini, orang muda terkasih, dengan pertolongan Roh Kudus, kamu dapat menjadi misionaris Kristus di dunia. Banyak teman sebayamu terpapar kekerasan, dipaksa menggunakan senjata, terpisah dari orang-orang terkasih, dan terpaksa bermigrasi atau melarikan diri. Banyak yang kekurangan pendidikan dan kebutuhan pokok lainnya. Kamu pun ambil bagian dalam pencarian makna dan rasa tidak aman yang menyertainya, ketidaknyamanan akibat tekanan sosial dan pekerjaan yang semakin meningkat, kesulitan menghadapi krisis keluarga, perasaan pedih karena kurangnya kesempatan, serta penyesalan atas kesalahan yang telah mereka buat. Kamu dapat berdiri di samping orang muda lainnya, berjalan bersama mereka dan menunjukkan bahwa Allah, dalam Yesus, telah dekat dengan setiap orang. Sebagaimana sering dikatakan Paus Fransiskus, “Kristus menunjukkan bahwa Allah adalah kedekatan, bela rasa, dan kasih yang lembut” (Ensiklik Dilexit nos, 35).

 

Memang, tidak selalu mudah untuk bersaksi. Dalam keempat Injil, kita sering menemukan ketegangan antara penerimaan dan penolakan terhadap Yesus: "Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya" (Yoh. 1:5). Demikian pula, murid yang menjadi saksi mengalami penolakan secara langsung dan terkadang bahkan perlawanan yang keras. Tuhan tidak menyembunyikan kenyataan pahit ini: "Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu" (Yoh. 15:20). Namun, hal itu menjadi kesempatan untuk mengamalkan perintah terbesar: "Kasihilah musuh-musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu" (Mat. 5:44). Itulah yang telah dilakukan para martir sejak awal Gereja.

 

Orang muda terkasih, ini bukan kisah yang hanya terjadi di masa lalu. Hingga hari ini, di banyak tempat di seluruh dunia, umat kristiani dan orang-orang yang berkehendak baik menderita penganiayaan, penipuan, dan kekerasan. Mungkin pengalaman menyakitkan ini juga telah membekas di hatimu, dan kamu mungkin tergoda untuk bereaksi secara naluriah dengan menempatkan dirimu pada tingkatan yang sama dengan mereka yang telah menolakmu, dengan bersikap agresif. Namun, marilah kita mengingat nasihat bijak Santo Paulus: "Janganlah dikalahkan oleh kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan" (Rm. 12:21).

 

Maka janganlah berkecil hati: seperti para kudus, kamu juga dipanggil untuk bertekun dengan pengharapan, terutama dalam menghadapi kesulitan dan rintangan.

 

Persaudaraan Sebagai Ikatan Perdamaian

 

Dari persahabatan dengan Kristus, yang merupakan anugerah Roh Kudus di dalam diri kita, muncullah cara hidup yang bercirikan persaudaraan. Orang muda yang telah berjumpa Kristus membawa "kehangatan" dan "cita rasa" persaudaraan ke mana pun mereka pergi, dan siapa pun yang berjumpa dengan mereka ditarik ke dalam dimensi baru yang mendalam, yang terbentuk dari kedekatan tanpa pamrih, bela rasa yang tulus, dan kelembutan yang murni. Roh Kudus memampukan kita untuk melihat sesama dengan mata baru: dalam diri orang lain ada seorang saudara, seorang saudari!

 

Kesaksian persaudaraan dan perdamaian yang dibangkitkan oleh persahabatan dengan Kristus dalam diri kita mengusir ketidakpedulian dan kemalasan rohani, membantu kita mengatasi ketertutupan pikiran dan kecurigaan. Kesaksian ini juga membangun ikatan di antara kita, mendorong kita untuk bekerja sama, dari kesukarelaan hingga "amal politik", untuk membangun kondisi kehidupan baru bagi semua orang. Janganlah mengikuti mereka yang menggunakan sabda iman untuk memecah belah; sebaliknya, buatlah rencana untuk menyingkirkan kesenjangan dan mendamaikan komunitas yang terpecah belah dan tertindas. Untuk itu, sahabat terkasih, marilah kita mendengarkan suara Allah di dalam diri kita dan mengatasi keegoisan kita, menjadi para perajin perdamaian yang aktif. Perdamaian itu, yang merupakan karunia dari Tuhan yang bangkit (bdk. Yoh. 20:19), akan menjadi nyata di dunia melalui kesaksian bersama mereka yang membawa Roh-Nya di dalam hati mereka.

 

Orang muda terkasih, dalam menghadapi penderitaan dan pengharapan dunia, marilah kita mengarahkan pandangan kita kepada Yesus. Saat Ia wafat di kayu salib, Ia memercayakan Perawan Maria kepada Yohanes sebagai ibu-Nya, dan Yohanes kepada Maria sebagai anaknya. Karunia kasih yang tak terhingga itu adalah untuk setiap murid, untuk kita masing-masing. Saya mengundangmu untuk menyambut ikatan suci dengan Maria, seorang ibu yang penuh kasih sayang dan pengertian ini, dan terutama membinanya dengan berdoa Rosario. Dengan demikian, dalam setiap situasi kehidupan kita, kita akan mengalami bahwa kita tidak pernah sendirian, karena sebagai anak-anak kita selalu dikasihi, diampuni, dan dikuatkan oleh Allah. Jadilah saksi akan hal ini dengan penuh sukacita!

 

Vatikan, 7 Oktober 2025, Peringatan Wajib Santa Perawan Maria, Ratu Rosario

 

PAUS LEO XIV

_____

 

(dialihbahasakan oleh Peter Suriadi)

WEJANGAN PAUS LEO XIV DALAM AUDIENSI UMUM 8 Oktober 2025 : YESUS KRISTUS PENGHARAPAN KITA. 3. PASKAH YESUS. 10. MENYALAKAN KEMBALI. “BUKANKAH HATI KITA BERKOBAR-KOBAR?” (LUK 24:32)

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Hari ini saya ingin mengajakmu untuk merenungkan aspek yang mengejutkan dari kebangkitan Kristus: kerendahan hati-Nya. Jika kita merenungkan kembali kisah-kisah Injil, kita menyadari bahwa Tuhan yang bangkit tidak melakukan sesuatu yang spektakuler untuk memaksakan para murid beriman kepada-Nya. Ia tidak muncul dikelilingi oleh bala tentara malaikat, Ia tidak melakukan perbuatan-perbuatan spektakuler, Ia tidak menyampaikan pidato resmi untuk mengungkapkan rahasia alam semesta. Sebaliknya, Ia datang dengan hati-hati, seperti seorang musafir lainnya, seperti orang lapar yang meminta roti (bdk. Luk 24:15, 41).

 

Maria Magdalena salah mengira Dia sebagai penjaga taman (bdk. Yoh 20:15). Murid-murid Emaus mengira Dia orang asing (bdk. Luk 24:18). Petrus dan para nelayan lainnya mengira Dia hanya orang yang lewat (bdk. Yoh 21:4). Kita tentu mengharapkan efek khusus, tanda-tanda kuasa, bukti yang luar biasa. Namun Tuhan tidak menginginkan hal ini: Ia lebih menyukai bahasa kedekatan, bahasa kenormalan, dan bahasa berbagi makanan.

 

Saudara-saudari, ada pesan berharga dalam hal ini: kebangkitan bukan sebuah mahakarya; melainkan sebuah perubahan rupa yang hening yang memenuhi setiap gestur manusiawi dengan makna. Yesus yang bangkit memakan sepotong ikan di hadapan murid-murid-Nya: ini bukan rincian yang sepele, melainkan penegasan bahwa tubuh kita, sejarah kita, hubungan kita bukan cangkang yang bisa dibuang begitu saja. Semuanya ditakdirkan untuk kepenuhan hidup. Kebangkitan tidak berarti menjadi roh yang fana, tetapi memasuki persekutuan yang semakin dalam dengan Allah dan saudara-saudari kita, dalam kemanusiaan yang diubah rupa oleh kasih.

 

Dalam Paskah Kristus, segala sesuatu dapat menjadi rahmat. Bahkan hal-hal yang paling biasa sekalipun: makan, bekerja, menunggu, mengurus rumah, mendukung seorang sahabat. Kebangkitan tidak menghilangkan kehidupan dari waktu dan usaha, tetapi mengubah makna dan "rasanya". Setiap tindakan yang dilakukan dalam rasa syukur dan persekutuan mengantisipasi Kerajaan Allah.

 

Namun, ada hambatan yang seringkali menghalangi kita untuk mengenali kehadiran Kristus dalam kehidupan kita sehari-hari: anggapan bahwa sukacita harus bebas dari penderitaan. Murid-murid Emaus berjalan dengan sedih karena mereka mengharapkan akhir yang berbeda, akan seorang Mesias yang tidak mengenal salib. Meskipun mereka telah mendengar bahwa kubur itu kosong, mereka tidak dapat tersenyum. Namun Yesus berjalan di samping mereka dan dengan sabar membantu mereka memahami bahwa penderitaan bukan penolakan terhadap janji, melainkan cara Allah menyatakan takaran kasih-Nya (bdk. Luk 24:13-27).

 

Ketika mereka akhirnya duduk bersama-Nya di meja dan Ia memecah-mecah roti, mata mereka terbuka. Mereka menyadari bahwa hati mereka sudah berkobar-kobar, meskipun mereka tidak menyadarinya (bdk. Luk. 24:28-32). Inilah kejutan terbesar: menemukan bahwa di balik abu kekecewaan dan keletihan selalu ada bara api yang menyala, yang hanya menunggu untuk dinyalakan kembali.

 

Saudara-saudari, kebangkitan Kristus mengajarkan kita bahwa tidak ada sejarah yang sangat diwarnai oleh kekecewaan atau dosa sehingga tidak dapat dikunjungi oleh pengharapan. Tidak ada kejatuhan yang definitif, tidak ada malam yang abadi, tidak ada luka yang ditakdirkan untuk tetap terbuka selamanya. Betapapun jauh, tersesat, atau tidak layaknya kita, tidak ada jarak yang dapat memadamkan kuasa kasih Allah yang tak pernah padam.

 

Terkadang kita berpikir bahwa Tuhan hanya datang mengunjungi kita di saat-saat permenungan atau semangat rohani, ketika kita merasa berharga, ketika hidup kita tampak teratur dan cerah. Sebaliknya, Yesus yang bangkit dekat dengan kita justru di tempat-tempat tergelap: dalam kegagalan kita, dalam hubungan kita yang renggang, dalam pergumulan sehari-hari yang membebani kita, dalam keraguan yang mengecilkan hati kita. Tak satu pun diri kita, tak satu pun bagian dari keberadaan kita, yang asing bagi-Nya.

 

Hari ini, Tuhan yang bangkit berjalan bersama kita masing-masing, saat kita menjalani jalan kita – jalan kerja dan komitmen, tetapi juga jalan penderitaan dan kesepian – dan dengan kelembutan tak terhingga meminta kita untuk membiarkan-Nya menghangatkan hati kita. Ia tidak bersikeras memaksakan diri; Ia tidak menuntut untuk segera dikenali. Ia menunggu dengan sabar saat mata kita akan terbuka untuk melihat wajah-Nya yang ramah, yang mampu mengubah kekecewaan menjadi penantian penuh harapan, kesedihan menjadi rasa syukur, kepasrahan menjadi pengharapan.

 

Yesus yang bangkit hanya ingin menyatakan kehadiran-Nya, menjadi sahabat perjalanan kita, dan menyalakan dalam diri kita keyakinan bahwa hidup-Nya lebih kuat daripada kematian. Maka marilah kita memohon rahmat untuk mengenali kehadiran-Nya yang rendah hati dan bijaksana, bukan mengharapkan hidup tanpa pencobaan, menemukan bahwa setiap penderitaan, jika dijiwai oleh kasih, dapat menjadi tempat persekutuan.

 

Maka, seperti murid-murid Emaus, kita pun pulang ke rumah dengan hati yang berkobar-kobar penuh sukacita. Sukacita sederhana yang tidak menghapus luka, melainkan meneranginya. Sukacita yang datang dari keyakinan bahwa Tuhan hidup, berjalan bersama kita, dan memberi kita kesempatan untuk memulai kembali setiap saat.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa dengan hangat para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang berpartisipasi dalam Audiensi hari ini, terutama mereka yang datang dari Australia, Denmark, Inggris, India, Indonesia, Irlandia, Jepang, Malaysia, Nigeria, Irlandia Utara, Norwegia, Filipina, Arab Saudi, Skotlandia, Afrika Selatan, Korea Selatan, Swedia, Vietnam, Wales, dan Amerika Serikat. Dalam menyapa dengan penuh kasih sayang kaum religius dan pelaku hidup bakti yang berpartisipasi dalam Yubileum Hidup Bakti, saya mengajakmu untuk meneladani Santa Perawan Maria yang merupakan "teladan luhur bakti kepada Bapa, persatuan dengan Putra, dan keterbukaan kepada Roh" (Vita consecrata, 28). Allah memberkati kamu semua.

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris]

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Dalam katekese kita tentang tema Yubileum "Yesus Kristus Pengharapan Kita", hari ini kita melanjutkan refleksi kita tentang kebangkitan. Sebagaimana kita dengar dalam bacaan Injil, kekecewaan para murid setelah sengsara Tuhan telah membutakan mereka terhadap sukacita kebangkitan. Yesus, alih-alih memukau mereka dengan kemegahan-Nya yang mulia, memilih untuk menampakkan diri kepada mereka dengan penuh kerendahan hati, dengan sabar mengajarkan mereka bahwa kematian-Nya adalah jalan misterius yang melaluinya Ia menebus kita dan menyatakan kasih-Nya kepada kita. Betapa pun kecewa, tidak layak, atau tersesatnya kita, betapa pun dalamnya penderitaan kita, Tuhan ingin mendampingi kita di jalan kita dan mengajar kita untuk menemukan makna keselamatan penderitaan kita. Marilah kita memohonkan kepada Tuhan rahmat untuk mengenali kehadiran-Nya yang sederhana dan menerima pencobaan hidup dengan sukacita seraya kita menantikan kedatangan-Nya dalam kemuliaan.

____

(Peter Suriadi - Bogor, 8 Oktober 2025)