Liturgical Calendar

Featured Posts

WEJANGAN PAUS LEO XIV DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 14 Desember 2025

Saudara-saudari terkasih, selamat hari Minggu!

 

Bacaan Injil hari ini membawa kita ke penjara bersama Yohanes Pembaptis, yang dipenjarakan karena pemberitaannya (bdk. Mat 14:3-5). Meskipun demikian, ia tidak kehilangan pengharapan, sehingga menjadi tanda bagi kita bahwa seorang nabi, bahkan meski terbelenggu, tetap memiliki kemampuan untuk menggunakan suaranya dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan.

 

Dari penjara, Yohanes Pembaptis mendengar “apa yang dikerjakan Kristus” (Mat 11:2), yang berbeda dari yang ia harapkan, sehingga ia menyuruh murid-muridnya untuk bertanya kepada-Nya, “Engkaukah Dia yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?” (ayat 3). Mereka yang mencari kebenaran dan keadilan, mereka yang merindukan kebebasan dan kedamaian, memiliki pertanyaan tentang Yesus: Apakah Dia benar-benar Mesias, Juruselamat yang dijanjikan Allah melalui para nabi?

 

Yesus menjawab dengan mengarahkan pandangan kita kepada mereka yang dikasihi dan dilayani-Nya, yaitu orang-orang yang paling hina, orang miskin, orang sakit yang berbicara atas nama-Nya. Kristus menyatakan siapa Dia melalui perbuatan-Nya. Dan perbuatan-Nya adalah tanda keselamatan bagi kita semua. Bahkan, melalui perjumpaan dengan Yesus – kehidupan yang sebelumnya kehilangan terang, ucapan, dan rasa, memperoleh kembali makna – orang buta melihat, orang bisu berbicara, orang tuli mendengar. Rupa Allah, yang tampaknya cacat karena kusta, memperoleh kembali keutuhan dan vitalitas. Bahkan orang mati, yang sama sekali tidak bernyawa, kembali hidup (bdk. ayat 5). Inilah Injil Yesus, kabar baik yang diberitakan kepada orang miskin. Dengan demikian, ketika Allah datang ke dunia, hal itu terlihat jelas!

 

Sabda Yesus membebaskan kita dari penjara keputusasaan dan penderitaan. Setiap nubuat menemukan penggenapannya di dalam Dia. Kristuslah yang membuka mata manusia kepada kemuliaan Allah. Ia memberikan suara kepada orang-orang yang tertindas dan kepada mereka yang suaranya telah dibungkam oleh kekerasan dan kebencian. Ia mengalahkan ideologi yang membuat kita tuli terhadap kebenaran. Ia menyembuhkan penyakit yang merusak tubuh.

 

Dengan cara ini, sang Sabda kehidupan menebus kita dari kejahatan, yang menyebabkan hati mati. Karena alasan ini, dalam Masa Adven ini, sebagai murid-murid Tuhan, kita dipanggil untuk menggabungkan penantian kita akan Juruselamat dengan perhatian pada apa yang sedang dilakukan Allah di dunia. Kemudian kita akan dapat mengalami sukacita kebebasan dalam perjumpaan dengan sang Juruselamat kita: “Gaudete in Domino semper – Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan” (Flp 4:4). Undangan ini mengawali Misa Kudus hari ini, Hari Minggu Adven III, yang disebut Hari Minggu Gaudete. Marilah kita bersukacita, karena Yesus adalah pengharapan kita, terutama di masa-masa pencobaan, ketika hidup seolah kehilangan maknanya dan segala sesuatu tampak semakin gelap, kata-kata tak mampu mengungkapkan perasaan kita, dan kita kesulitan memahami orang lain.

 

Semoga Bunda Maria, teladan pengharapan yang teguh, penuh perhatian, dan sukacita, membantu kita meneladan karya Putranya dengan membagikan roti dan Injil kepada kaum miskin.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Kemarin di Jaén, Spanyol, Pastor Emanuele Izquierdo dan lima puluh delapan rekannya dikanonisasi, bersama dengan Pastor Antonio Montañés Chiquero dan enam puluh empat rekannya. Mereka semua dibunuh karena kebencian terhadap iman selama penganiayaan agama dari tahun 1936-1938. Juga kemarin Raymond Cayré, seorang imam, Gérard-Martin Cendrier, dari Ordo Saudara Dina, Roger Vallé, seorang seminaris, Jean Mestre, seorang awam, dan empat puluh enam rekannya dikanonisasi di Paris. Mereka dibunuh karena kebencian terhadap iman pada tahun 1944-1945 selama pendudukan Nazi. Marilah kita memuji Tuhan atas para martir ini, saksi-saksi Injil yang berani, yang dianiaya dan dibunuh karena tetap dekat dengan umat mereka dan setia kepada Gereja!

 

Saya sedang mengikuti dengan keprihatinan mendalam dimulainya kembali pertempuran di bagian timur Republik Demokratik Kongo. Sambil menyatakan kedekatan saya dengan rakyat Republik Demokratik Kongo, saya mendesak pihak-pihak yang bertikai untuk menghentikan segala bentuk kekerasan dan mengusahakan dialog yang membangun, dengan menghormati proses perdamaian yang sedang berlangsung.

 

Saya menyapa kamu semua dengan penuh kasih sayang, umat Roma dan para peziarah dari Italia dan bagian lain dunia, terutama umat dari Belo Horizonte, Zagreb, Split, dan Kopenhagen, serta umat dari Korea Selatan, Tanzania, dan Slovakia. Saya menyapa kelompok-kelompok dari Mestre, Biancavilla, dan Bussi sul Tirino; mantan siswa Lembaga Mornese Italia, Orkestra Filharmonik Pugliese, Yayasan Oasi Nazareth Corato, kaum muda Oratorium Salesian Alcamo, dan mereka yang sedang mempersiapkan sakramen krisma dari Paroki San Pio da Pietrelcina Roma.

 

Saya mengucapkan selamat hari Minggu kepada semuanya.

______

 

(Peter Suriadi - Bogor, 14 Desember 2025)

WEJANGAN PAUS LEO XIV DALAM AUDIENSI UMUM 10 Desember 2025 : YESUS KRISTUS PENGHARAPAN KITA. 4. KEBANGKITAN KRISTUS DAN TANTANGAN DUNIA MASA KINI 7. PASKAH YESUS KRISTUS: JAWABAN AKHIR ATAS PERTANYAAN TENTANG KEMATIAN KITA

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi! Selamat datang kepada kamu semua!

 

Misteri kematian selalu menimbulkan pertanyaan mendalam dalam diri manusia. Memang, tampaknya kematian adalah peristiwa yang paling alami dan sekaligus paling tidak alami yang ada. Kematian alami, karena setiap makhluk hidup di bumi akan mati. Kematian tidak alami, karena keinginan akan kehidupan dan keabadian yang kita semua rasakan untuk diri kita sendiri dan untuk orang-orang yang kita cintai membuat kita melihat kematian sebagai hukuman, sebagai sebuah "kontradiksi".

 

Banyak bangsa kuno mengembangkan ritual dan kebiasaan yang terkait dengan pemujaan orang mati, menemani dan mengenang mereka yang melakukan perjalanan menuju misteri tertinggi. Namun, saat ini kita melihat kecenderungan yang berbeda. Kematian tampaknya menjadi semacam tabu, sebuah peristiwa yang harus dihindari; sesuatu yang dibicarakan dengan nada berbisik, menghindari terganggunya kepekaan dan ketenangan kita. Inilah mengapa kita sering menghindari mengunjungi pemakaman, tempat peristirahatan mereka yang telah mendahului kita sambil mereka menunggu kebangkitan.

 

Jadi, apa itu kematian? Apakah kematian benar-benar kata terakhir dalam hidup kita? Hanya manusia yang mengajukan pertanyaan ini kepada diri mereka sendiri, karena hanya mereka yang tahu bahwa mereka harus mati. Tetapi kesadaran akan hal ini tidak menyelamatkan mereka dari kematian; sebaliknya, dalam arti tertentu "membebani" mereka dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Hewan tentu saja menderita, dan mereka menyadari bahwa kematian sudah dekat, tetapi mereka tidak tahu bahwa kematian adalah bagian dari takdir mereka. Mereka tidak mempertanyakan makna, tujuan, dan hasil akhir kehidupan.

 

Mempertimbangkan aspek ini, kita mungkin berpikir bahwa kita adalah makhluk yang paradoks dan tidak bahagia, bukan hanya karena kita mati, tetapi juga karena kita yakin bahwa peristiwa ini akan terjadi, meskipun kita tidak tahu bagaimana atau kapan. Kita mendapati diri kita sadar dan sekaligus tidak berdaya. Di sinilah mungkin asal mula penindasan dan pelarian keberadaan dari pertanyaan tentang kematian.

 

Santo Alfonsus Maria de’ Liguori, dalam karyanya yang terkenal Apparecchio alla morte (Persiapan Menuju Kematian), merenungkan nilai pedagogis kematian, menekankan bahwa kematian dapat menjadi guru kehidupan yang luar biasa. Mengetahui bahwa kematian itu ada, dan terutama merefleksinya, mengajarkan kita untuk memilih apa yang benar-benar ingin kita wujudkan dari keberadaan kita. Berdoa, untuk memahami apa yang bermanfaat dalam pandangan kerajaan surga, dan melepaskan hal-hal yang berlebihan yang justru mengikat kita pada hal-hal yang fana, adalah rahasia untuk hidup secara otentik, dalam kesadaran bahwa perjalanan kita di bumi mempersiapkan kita untuk keabadian.

 

Namun banyak pandangan antropologis saat ini menjanjikan keabadian imanen, meneorikan perpanjangan kehidupan duniawi melalui teknologi. Inilah skenario transhumanisme, yang sedang memasuki cakrawala tantangan zaman kita. Mungkinkah kematian benar-benar dikalahkan oleh sains? Tetapi kemudian, dapatkah sains itu sendiri menjamin kita bahwa kehidupan tanpa kematian juga merupakan kehidupan yang bahagia?

 

Peristiwa kebangkitan Kristus mengungkapkan kepada kita bahwa kematian bukanlah lawan dari kehidupan, melainkan bagian yang membentuknya, sebagai jalan menuju kehidupan abadi. Paskah Yesus memberi kita gambaran awal, di masa yang masih penuh penderitaan dan pencobaan ini, tentang kepenuhan apa yang akan terjadi setelah kematian.

 

Penginjil Lukas tampaknya memahami pertanda terang di tengah kegelapan ini ketika, pada akhir petang itu ketika kegelapan menyelimuti Kalvari, ia menulis: “Hari itu Hari Persiapan dan Sabat hampir mulai” (Luk 23:54). Terang ini, yang mengantisipasi fajar Paskah, sudah bersinar di tengah kegelapan langit, yang masih tampak mendung dan sunyi. Terang Sabat, pertama dan terakhir kalinya, menandai fajar hari setelah Sabat: terang baru kebangkitan. Hanya peristiwa inilah yang mampu menerangi misteri kematian sepenuhnya. Dalam terang inilah, dan hanya dalam terang inilah, apa yang diinginkan dan diharapkan hati kita menjadi kenyataan: bahwa kematian bukanlah akhir, melainkan jalan menuju terang yang sempurna, menuju keabadian yang bahagia.

 

Yesus yang bangkit telah mendahului kita dalam pencobaan besar kematian, muncul sebagai pemenang berkat kuasa kasih ilahi. Dengan demikian, Ia telah mempersiapkan bagi kita tempat peristirahatan abadi, rumah tempat kita dinantikan; Ia telah memberi kita kepenuhan hidup di mana tidak ada lagi bayangan dan pertentangan.

 

Berkat Dia, yang mati dan bangkit kembali karena kasih, bersama Santo Fransiskus kita dapat menyebut kematian sebagai "saudari" kita. Menantikannya dengan pengharapan pasti akan kebangkitan melindungi kita dari rasa takut akan lenyap selamanya dan mempersiapkan kita untuk sukacita hidup tanpa akhir.

 

[Imbauan]

 

Saya sangat sedih mendengar berita tentang konflik yang kembali berkobar di sepanjang perbatasan antara Thailand dan Kamboja, yang telah merenggut nyawa warga sipil dan memaksa ribuan orang mengungsi dari rumah mereka. Saya menyampaikan simpati saya dalam doa untuk rakyat yang terkasih ini, dan saya mengimbau pihak-pihak yang bertikai untuk segera menghentikan tembakan dan melanjutkan dialog.

 

[Sapaan Khusus]

 

Pagi ini saya menyapa dengan hangat semua peziarah dan pengunjung berbahasa Inggris yang mengikuti Audiensi hari ini, terutama mereka yang datang dari Inggris, Wales, Malta, Uganda, Australia, Jepang, Malaysia, Singapura, dan Amerika Serikat. Saya berdoa semoga kamu semua, dan keluargamu, dapat mengalami Adven yang penuh berkat sebagai persiapan untuk kedatangan Yesus yang baru lahir, Putra Allah dan Juruselamat dunia. Allah memberkati kamu semua!

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris]

 

Saudara-saudari terkasih, dalam katekese hari ini, kita melanjutkan refleksi kita tentang tema Yubileum “Yesus Kristus Pengharapan Kita,” dengan mempertimbangkan kematian dalam terang kebangkitan. Sebagai manusia, kita menyadari bahwa hidup kita di bumi ini suatu hari nanti akan berakhir. Budaya kita saat ini cenderung takut akan kematian dan berusaha menghindari memikirkannya, bahkan beralih ke pengobatan dan sains untuk mencari keabadian. Bacaan Injil yang telah kita dengar mengajak kita untuk menantikan fajar kebangkitan. Yesus telah beralih dari kematian menuju kehidupan sebagai buah sulung dari ciptaan baru. Terang kemenangan-Nya menerangi kefanaan kita, mengingatkan kita bahwa kematian bukanlah akhir, tetapi peralihan dari kehidupan ini menuju keabadian. Karena itu, kematian bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, melainkan saat persiapan. Saat persiapan adalah undangan untuk memeriksa hidup kita dan hidup sedemikian rupa sehingga suatu hari nanti kita dapat ambil bagian bukan hanya dalam kematian Kristus, tetapi juga dalam sukacita hidup abadi.

_____

 

(Peter Suriadi – Bogor, 10 Desember 2025)

WEJANGAN PAUS LEO XIV DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 8 Desember 2025

Saudara-saudari terkasih, selamat hari raya!

 

Hari ini kita merayakan Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda. Kita mengungkapkan sukacita kita karena Bapa surgawi menghendaki agar ia "dijaga bebas dari segala noda dosa asal" (Pius IX, Konstitusi Apostolik Ineffabilis Deus, 8 Desember 1854), sepenuhnya tanpa dosa dan kudus agar dapat mempercayakan kepadanya, demi keselamatan kita, "Putra-Nya yang tunggal ... yang ... dikasihi Bapa dari lubuk hati-Nya" (bdk. idem).

 

Tuhan telah menganugerahkan kepada Maria rahmat luar biasa berupa hati yang sepenuhnya murni, mengingat mukjizat yang bahkan lebih besar: kedatangan Kristus Sang Juru Selamat ke dunia sebagai manusia (bdk. Luk 1:31-33). Sang Perawan mengetahui hal ini, dengan kekhasan rasa takjub orang-orang yang rendah hati, dari sapaan Malaikat, "Salam, hai Engkau yang dikaruniai! Tuhan menyertai engkau!" (ayat 28) dan dengan iman ia menjawab "ya": "Aku ini hamba Tuhan. Jadilah padaku menurut perkataanmu itu!" (ayat 38).

 

Mengulas kata-kata ini, Santo Agustinus mengatakan bahwa “Maria percaya, dan apa yang ia percayai itu terpenuhi dalam dirinya” (Khotbah 215, 4). Karunia kepenuhan rahmat, dalam diri perempuan belia dari Nazaret, mampu menghasilkan buah karena dalam kebebasannya ia menyambutnya, merangkul rencana Allah. Tuhan selalu bertindak dengan cara ini: Ia memberi kita karunia-karunia yang besar, tetapi Ia membiarkan kita bebas untuk menerimanya atau tidak. Karena alasan ini, Agustinus menambahkan, “Kita juga percaya, karena apa yang telah ada [dalam dirinya] juga dapat mendatangkan kebaikan bagi kita” (idem). Maka, hari raya ini, yang membuat kita bersukacita atas keindahan Bunda Allah yang tak ternoda, juga mengundang kita untuk percaya sebagaimana ia percaya, memberikan persetujuan kita yang murah hati terhadap perutusan panggilan Tuhan kepada kita.

 

Mukjizat yang terjadi saat Maria dikandung, diperbarui kepada kita dalam Sakramen Baptis: setelah dibersihkan dari dosa asal, kita menjadi anak-anak Allah, tempat kediaman-Nya, dan bait Roh Kudus. Sebagaimana Maria, melalui rahmat istimewa, mampu menyambut Yesus dalam dirinya dan memberikan-Nya kepada semua orang, demikian pula "Sakramen Baptis memungkinkan Kristus hidup di dalam diri kita dan memungkinkan kita hidup bersatu dengan-Nya, bekerja sama dalam Gereja, masing-masing sesuai dengan kondisinya, demi transformasi dunia" (Fransiskus, Katekese, 11 April 2018).

 

Sahabat terkasih, betapa agungnya karunia Maria Dikandung Tanpa Noda, demikian pula karunia Sakramen Baptis yang telah kita terima! Jawaban "ya" Bunda Tuhan sungguh luar biasa, tetapi jawaban kita pun dapat diperbarui dengan setia setiap hari, dengan rasa syukur, kerendahan hati, dan ketekunan, dalam doa dan tindakan kasih yang nyata, dari tindakan yang paling luar biasa hingga upaya dan tindakan pelayanan yang paling duniawi dan biasa. Dengan cara ini, Kristus dapat dikenal, disambut dan dicintai di mana-mana dan keselamatan dapat datang kepada semua orang.

 

Hari ini, marilah kita memohon hal ini kepada Bapa, melalui perantaraan Maria tak bernoda, seraya kita berdoa bersama dengan kata-kata yang sama yang pertama kali ia percayai.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Saya menyapa dengan hangat kamu semua, umat Roma dan para peziarah dari Italia dan berbagai belahan dunia lainnya. Secara khusus, saya menyapa umat dari Molina Spanyol, Lembaga Kebudayaan "Firenze in Armonia", dan "Ragazzi dell'Immacolata". Dengan senang hati saya memberkati kelompok dari Rocca di Papa dan obor yang akan menyalakan Bintang Natal di benteng kota yang indah itu.

 

Saya menyampaikan salam khusus kepada para anggota Aksi Katolik Italia, yang hari ini merayakan Hari Keanggotaan di komunitas paroki masing-masing. Saya mendoakan agar setiap orang memperoleh kegiatan pendidikan dan kerasulan yang bermanfaat, agar mereka dapat menjadi saksi Injil yang dapat dipercaya.

 

Kepadamu, umat Roma dan para peziarah terkasih, saya memiliki janji sore ini di Piazza di Spagna, di mana saya akan menghadiri penghormatan tradisional kepada Bunda Maria Yang Dikandung Tanpa Noda.

 

Kepada kamu semua saya mengucapkan selamat hari raya yang penuh kedamaian dalam terang Bunda surgawi kita.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 8 Desember 2025)

WEJANGAN PAUS LEO XIV DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 7 Desember 2025

Saudara-saudari terkasih, selamat hari Minggu!

 

Bacaan Injil Hari Minggu Adven II ini mewartakan kedatangan Kerajaan Allah (bdk. Mat 3:1-12). Sebelum pelayanan publik Yesus, tampillah Yohanes Pembaptis, sang pendahulu-Nya. Yohanes berkhotbah di padang gurun Yudea dengan mengatakan, "Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat!" (Mat 3:1).

 

Dalam doa "Bapa Kami" kita berdoa setiap hari: "Datanglah Kerajaan-Mu", sebagaimana diajarkan Yesus sendiri. Dengan doa ini, kita berbalik kepada hal baru yang telah disiapkan Allah bagi kita, menyadari bahwa alur sejarah belum ditulis oleh orang-orang berkuasa di dunia ini. Maka, marilah kita curahkan pikiran dan tenaga kita untuk melayani Allah yang datang bukan untuk memerintah kita, melainkan untuk membebaskan kita. Inilah "Injil", kabar baik sejati yang memotivasi dan menarik kita.

 

Tentu saja, dalam khotbahnya, nada bicara Yohanes Pembaptis tegas. Meskipun demikian, orang-orang mendengarkannya dengan saksama karena mereka mendengar seruan Allah yang menggema dalam sabdanya untuk menjalani hidup dengan serius, memanfaatkan momen saat ini guna mempersiapkan diri untuk berjumpa Dia yang menghakimi, bukan berdasarkan penampilan, melainkan berdasarkan perbuatan dan niat hati.

 

Yohanes yang sama ini akan terkejut melihat bagaimana Kerajaan Allah mewujudkan dirinya dalam Yesus Kristus, dalam kelembutan dan belas kasihan. Nabi Yesaya membandingkan Yesus dengan sebuah tunas: sebuah gambaran bukan tentang kuasa atau kehancuran, melainkan tentang kelahiran dan kebaruan. Pada tunas itu, yang tumbuh dari tunggul yang tampaknya mati, Roh Kudus mulai dengan lembut meniupkan karunia-karunia-Nya (bdk. Yes 11:1-10). Kita masing-masing dapat membayangkan kejutan serupa yang telah terjadi dalam hidup kita.

 

Hal ini juga yang dialami Gereja dalam Konsili Vatikan II, yang berakhir tepat enam puluh tahun yang lalu. Sebuah pembaruan pengalaman ketika kita bersama-sama berjalan menuju Kerajaan Allah dengan setiap orang yang bersemangat menyambut dan melayaninya. Ketika Kerajaan itu terwujud, bukan hanya hal-hal yang tampaknya lemah atau marginal akan bertunas, tetapi bahkan hal-hal yang secara manusiawi mustahil juga akan digenapi. Nabi Yesaya memberikan gambaran: “Serigala akan tinggal bersama domba dan macan tutul akan berbaring di samping anak kambing. Anak lembu dan anak singa akan makan bersama-sama dan seorang anak kecil akan menggiringnya” (Yes 11:6).

 

Saudari-saudari, betapa dunia ini membutuhkan pengharapan ini! Tidak ada yang mustahil bagi Allah. Marilah kita mempersiapkan diri untuk Kerajaan-Nya, marilah kita menyambutnya. Sang Anak kecil, Yesus dari Nazaret, akan memimpin kita! Dia yang telah menyerahkan diri-Nya ke dalam tangan kita, sejak malam kelahiran-Nya hingga saat gelap kematian-Nya di kayu salib, menyinari sejarah kita sebagai sang Matahari terbit. Hari baru telah dimulai: marilah kita bangkit dan berjalan dalam terang-Nya!

 

Inilah spiritualitas Adven, sangat terang dan nyata. Lampu-lampu jalan mengingatkan kita bahwa kita masing-masing dapat menjadi secercah cahaya, jika kita menyambut Yesus, tunas dunia baru. Marilah kita belajar bagaimana melakukan hal ini dari Maria, Bunda kita, seorang perempuan penuh pengharapan yang tetap setia dalam penantian.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Beberapa hari yang lalu saya kembali dari perjalanan apostolik pertama saya ke Turki dan Lebanon. Bersama saudara terkasih saya, Bartholomew, Patriark Ekumenis Konstantinopel, dan para perwakilan dari berbagai denominasi kristiani lainnya, kami berkumpul untuk berdoa bersama di Iznik, situs kota kuno Nicea, tempat Konsili Ekumenis pertama berlangsung 1.700 tahun yang lalu. Hari ini adalah peringatan 60 tahun Deklarasi Bersama antara Paus Paulus VI dan Patriark Athenagoras, yang mengakhiri ekskomunikasi bersama. Kita bersyukur kepada Allah dan memperbarui dedikasi kita untuk menempuh perjalanan menuju kesatuan nyata yang utuh dari segenap umat Kristiani. Di Turki, saya bersukacita bertemu dengan komunitas Katolik: melalui dialog yang sabar dan pelayanan kepada mereka yang menderita, mereka menjadi saksi Injil kasih dan nalar Allah yang menyatakan diri-Nya dalam kekecilan.

 

Lebanon terus menjadi mosaik hidup berdampingan, dan saya terhibur mendengar banyak kesaksian tentang hal ini. Saya bertemu orang-orang yang mewartakan Injil dengan menyambut para pengungsi, mengunjungi mereka yang dipenjara, dan berbagi makanan dengan mereka yang membutuhkan. Saya terhibur melihat begitu banyak orang di jalan yang datang menyambut saya. Saya juga tersentuh oleh pertemuan dengan keluarga korban ledakan di pelabuhan Beirut. Rakyat Lebanon menantikan kata-kata dan kehadiran penghiburan, tetapi merekalah yang menghibur saya dengan iman dan antusiasme mereka! Saya berterima kasih kepada semua orang yang mendoakan saya! Saudara-saudari terkasih, semua yang terjadi beberapa hari ini di Turki dan Lebanon mengajarkan kita bahwa perdamaian itu mungkin, dan umat Kristiani yang berdialog dengan orang-orang dari agama dan budaya lain dapat berkontribusi untuk membangunnya. Janganlah kita lupa bahwa perdamaian itu mungkin!

 

Saya ingin mengungkapkan kedekatan saya dengan rakyat Asia Selatan dan Asia Tenggara, yang telah mengalami cobaan berat akibat bencana alam baru-baru ini. Saya mendoakan para korban, keluarga yang berduka atas kehilangan mereka, dan mereka yang memberikan bantuan. Saya mengimbau masyarakat internasional dan semua orang yang beritikad baik untuk mendukung saudara-saudari kita di wilayah tersebut dengan sikap solidaritas.

 

Dengan penuh kasih sayang saya menyapa kamu semua, umat Roma dan para peziarah. Saya menyapa semua yang datang dari berbagai belahan dunia, khususnya umat Peru dari Pisco, Cusco, dan Lima; para peziarah dari Polandia, yang juga memperingati Hari Doa dan Bantuan Material bagi Gereja di Timur; dan juga kelompok mahasiswa Portugal.

 

Saya juga menyapa kelompok paroki dari Lentiai, Manerbio, Santa Cesarea Terme, Cerfignano, Roverchiara, dan Roverchiaretta; remaja putra dan putri dari Marostica dan Pianezze; para calon penerima sakramen krisma dari Cavaion Veronese, orang muda dari Oratorium Mezzocorona, kelompok putra altar dari Bologna, dan anggota Serikat Bantuan Bersama Madonna del Granato.

 

Saya mengucapkan selamat hari Minggu dan Masa Adven yang penuh berkat kepada semuanya.
_____

(Peter Suriadi - Bogor, 7 Desember 2025)