Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 29 September 2021 : KATEKESE TENTANG SURAT SANTO PAULUS KEPADA JEMAAT GALATIA (BAGIAN 9) - KEHIDUPAN IMAN

Saudara dan saudari terkasih, selamat pagi!

 

Dalam perjalanan kita untuk lebih memahami ajaran Santo Paulus, hari ini kita akan menghadapi topik yang sulit namun penting : pembenaran. Apa itu pembenaran? Kita, yang dulunya berdosa, telah dibenarkan. Siapa yang membenarkan kita? Proses perubahan ini adalah pembenaran. Kita benar di hadapan Allah. Memang benar, kita memiliki dosa-dosa pribadi. Tetapi pada dasarnya, kita benar. Inilah pembenaran. Ada banyak diskusi tentang topik ini, untuk menemukan penafsiran yang paling sesuai dengan pemikiran Rasul Paulus dan, seperti yang sering terjadi, diskusi ini bahkan berakhir dalam posisi yang bertentangan. Dalam Surat kepada Jemaat Galatia, sama seperti dalam Surat kepada Jemaat Roma, Paulus menekankan fakta bahwa pembenaran datang melalui iman di dalam Kristus. “Tetapi, Bapa, aku benar karena aku menuruti semua perintah!” Ya, tetapi pembenaran tidak datang dari itu. Seseorang membenarkanmu, seseorang membuatmu benar di hadapan Allah. "Ya, tetapi aku orang berdosa!" Ya, kamu dibenarkan, tetapi orang berdosa. Tetapi pada dasarnya, kamu benar. Siapa yang membenarkanmu? Yesus Kristus. Inilah pembenaran.

 

Apa yang tersembunyi di balik kata “pembenaran” yang begitu menentukan bagi iman? Tidak mudah untuk sampai kepada definisi lengkap, tetapi dengan melihat pemikiran Paulus secara keseluruhan, secara sederhana dapat dikatakan bahwa pembenaran terjadi karena “prakarsa-prakarsa kerahiman Allah yang menawarkan pengampunan” (Katekismus Gereja Katolik, no. 1990). Dan inilah Allah kita, sangat baik, penyayang, sabar, maharahim, yang terus-menerus memberikan pengampunan, terus-menerus. Ia mengampuni, dan pembenaran adalah Allah yang terlebih dahulu mengampuni semua orang di dalam Kristus. Rahmat Allah memberikan pengampunan. Faktanya, Allah, melalui wafat Yesus – dan kita perlu menggarisbawahi hal ini : melalui wafat Yesus – menghancurkan dosa serta secara pasti menganugerahkan pengampunan dan keselamatan kepada kita. Maka, dengan dibenarkan, orang berdosa disambut oleh Allah dan didamaikan dengan Dia. Kendati hubungan asli antara Sang Pencipta dan ciptaan-Nya berhadapan dengan ketidaktaatan dosa, campur tangan telah dipulihkan. Pembenaran yang dilakukan oleh Allah, oleh karena itu, memungkinkan kita untuk memulihkan ketidakberdosaan yang hilang karena dosa. Bagaimana pembenaran terjadi? Menjawab pertanyaan ini berarti menemukan kebaruan lain dalam ajaran Santo Paulus : pembenaran datang melalui kasih karunia. Hanya melalui kasih karunia : kita dibenarkan karena kasih karunia semata. "Tetapi tidak bisakah aku sendiri pergi kepada hakim dan membayar sehingga ia bisa membenarkanku?" Tidak. Kamu tidak dapat membayar untuk ini. Seseorang membayar kita semua : Kristus. Dan Kristus, yang telah wafat bagi kita, adalah asal kasih karunia yang diberikan Bapa kepada semua orang : Pembenaran datang melalui kasih karunia.

 

Rasul Paulus selalu mengingat pengalaman yang mengubah hidupnya : pertemuannya dengan Yesus yang bangkit dalam perjalanan menuju Damsyik. Paulus telah menjadi orang yang membanggakan diri, religius dan bersemangat, meyakini pembenaran berupa ketaatan yang cermat terhadap perintah-perintah hukum. Tetapi, sekarang ia telah ditaklukkan oleh Kristus, dan beriman di dalam Dia telah sepenuhnya mengubahrupa dirinya, memungkinkannya untuk menemukan kebenaran yang tersembunyi : kita tidak dibenarkan melalui usaha kita, bukan, bukan usaha kita, tetapi usaha Kristus, dengan kasih karunia-Nya, yang membuat kita benar. Jadi, Paulus rela meninggalkan apa yang dahulu merupakan keuntungan baginya, agar dapat sepenuhnya menyadari misteri Yesus (bdk. Flp 3:7), karena ia telah menemukan bahwa hanya kasih karunia Allah yang menyelamatkannya. Kita telah dibenarkan, kita telah diselamatkan, melalui kasih karunia semata, bukan karena jasa kita. Dan ini memberi kita kepercayaan yang besar. Kita adalah orang berdosa, ya; tetapi kita menjalani hidup kita dengan kasih karunia Allah yang membenarkan kita setiap kali kita memohon pengampunan. Tetapi tidak pada saat itu kita dibenarkan : kita telah dibenarkan, tetapi Ia datang untuk kembali mengampuni kita.

 

Bagi Rasul Paulus, iman memiliki nilai yang mencakup segalanya. Iman menyentuh setiap saat dan setiap aspek kehidupan orang percaya : dari pembaptisan sampai kepergian kita dari dunia ini, semuanya diinformasikan oleh iman dalam wafat dan kebangkitan Yesus yang memberikan keselamatan. Pembenaran melalui iman menggarisbawahi prioritas kasih karunia yang ditawarkan Allah tanpa pandang bulu kepada mereka yang percaya kepada Putra-Nya.

 

Namun, kita tidak boleh menyimpulkan bahwa Hukum Musa, bagi Paulus, telah kehilangan nilainya; sebaliknya, Hukum Musa tetap merupakan karunia Allah yang tidak dapat ditarik kembali. Hukum Musa, tulis Rasul Paulus, adalah “kudus” (Rm 7:12). Bahkan untuk kehidupan rohani kita, menaati perintah adalah penting – kita telah mengatakan ini berkali-kali. Tetapi bahkan di sini, kita tidak dapat mengandalkan usaha kita : kasih karunia Allah yang kita terima di dalam Kristus adalah hal yang hakiki. Kasih karunia datang dari pembenaran yang diberikan kepada kita oleh Kristus yang telah menebus kita. Dari Dia, secara cuma-cuma kita menerima kasih yang memungkinkan kita, pada gilirannya, mengasihi secara nyata.

 

Dalam konteks ini, ada baiknya mengingat kembali ajaran Rasul Yakobus, yang menulis : “Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman". Ini tampaknya bertentangan, padahal tidak demikian. "Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati" (Yak 2:24,26). Pembenaran, jika tidak membuahkan hasil dengan pekerjaan kita, hanya itu, terkubur, mati. Ada pembenaran, tetapi kita harus mengaktifkannya dengan pekerjaan kita. Inilah cara kata-kata Yakobus melengkapi ajaran Paulus. Oleh karena itu, bagi keduanya, tanggapan iman menuntut agar kita aktif mengasihi Allah dan mengasihi sesama. Mengapa “aktif mengasihi Allah dan sesama”? Karena aktif mengasihi Allah dan sesama menyelamatkan kita semua, aktif mengasihi Allah dan sesama dengan tanpa pamrih membenarkan kita, kasih karunia!

 

Pembenaran menyertakan kita ke dalam sejarah panjang keselamatan yang menunjukkan kebenaran Allah : di hadapan kejatuhan dan kekurangan kita yang terus-menerus, Ia tidak menyerah, tetapi Ia ingin membenarkan kita dan Ia melakukannya melalui kasih karunia, melalui karunia Yesus Kristus, karunia wafat dan kebangkitan-Nya. Kadang-kadang saya mengatakan, bagaimana Allah bertindak? Apa gaya Allah? Dan saya telah memberikan tiga kata : gaya Allah adalah kedekatan, kasih sayang dan kelembutan. Ia selalu mendekati kita, penyayang dan lembut. Dan pembenaran justru adalah kedekatan terbesar Allah dengan kita, manusia, kasih sayang terbesar Allah bagi kita manusia, kelembutan terbesar Bapa. Pembenaran adalah karunia ini. Kristus, wafat dan kebangkitan Kristus yang memerdekakan kita. “Tetapi, Bapa, aku adalah orang berdosa… aku telah merampok… aku telah…” Ya, ya. Tetapi pada dasarnya, kamu benar. Perkenankan Kristus melakukan pembenaran itu. Kita pada dasarnya terkutuk. Perkenankan saya untuk mengatakan, kita adalah orang-orang kudus. Tetapi, pada dasarnya, kita adalah orang-orang kudus : marilah kita memperkenankan kasih karunia Kristus datang dan kebenaran ini, pembenaran ini akan memberi kita kekuatan untuk maju. Dengan demikian, terang iman memungkinkan kita untuk mengenali betapa tidak terbatasnya belas kasihan Allah, kasih karunia-Nya yang bekerja untuk kebaikan kita. Tetapi terang yang sama itu juga membuat kita melihat tanggung jawab yang telah dipercayakan kepada kita untuk bekerjasama dengan Allah dalam karya keselamatan-Nya. Kuasa kasih karunia perlu dibarengi dengan karya belas kasih di mana kita dipanggil untuk hidup dengan memberi kesaksian betapa luar biasanya kasih Allah. Marilah kita melangkah maju dengan kepercayaan ini : kita semua telah dibenarkan, kita benar di dalam Kristus. Kita harus menerapkan kebenaran itu dengan pekerjaan kita. Terima kasih.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, terutama kelompok-kelompok dari Denmark dan Amerika Serikat. Secara khusus saya menyapa para seminaris Kolose Kepausan Amerika Utara dan keluarga mereka yang berkumpul untuk tahbisan diakonat. Atas kamu semua, dan keluargamu, saya memohonkan sukacita dan damai sejahtera Tuhan. Semoga Allah memberkatimu!

 

[Seruan]

 

Dengan sedih saya mempelajari berita serangan bersenjata hari Minggu lalu terhadap desa Madamai dan Abun di Nigeria utara. Saya mendoakan mereka yang meninggal dunia, mereka yang terluka, dan seluruh penduduk Nigeria. Saya mengharapkan terjaminnya keselamatan segenap warga di negara ini.

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara dan saudari terkasih : Dalam lanjutan katekese kita tentang Surat Rasul Paulus kepada Jemaat Galatia, sekarang kita mengulas ajaran Santo Paulus tentang pembenaran. Bagi Rasul Paulus, Allah dalam belas kasihan-Nya, melalui wafat dan kebangkitan Yesus, telah menawarkan pengampunan dan keselamatan yang pasti kepada orang-orang berdosa, sehingga mendamaikan kita dengan diri-Nya. Perjumpaan Paulus dengan Tuhan yang bangkit di jalan menuju Damsyik menuntunnya untuk memahami bahwa kita dibenarkan bukan oleh ketaatan pada ajaran dan usaha kita, tetapi oleh kasih karunia Allah melalui iman di dalam Kristus. Sementara hukum tetap merupakan karunia Allah yang kudus (bdk. Rm 7:12), dan ketaatan pada perintah-perintah penting bagi kehidupan rohani kita, kasih karunia Allah, yang dianugerahkan secara cuma-cuma di dalam Kristus, adalah yang utama. Iman yang lahir dari pengalaman kita akan kasih Allah yang menyelamatkan harus mengubah setiap aspek kehidupan kita dan menghasilkan buah dalam tindakan kasih; dalam pengertian ini, Santo Yakobus dapat menulis bahwa kita “dibenarkan karena perbuatan-perbuatan kita dan bukan hanya karena iman” (Yak 2:24). Dalam pekerjaan pembenaran kita, prioritasnya adalah keadilan dan belas kasihan Allah, yang memanggil kita untuk bekerjasama dalam rencana keselamatan-Nya bagi semua orang.

_____


*(Peter Suriadi - Bogor, 29 September 2021)*

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 26 September 2021 : KOMUNITAS KRISTIANI DIBANGUN OLEH PENERIMAAN, BUKAN OLEH PENGELOMPOKAN

Saudara dan saudari terkasih, selamat pagi!

 

Bacaan Injil liturgi hari ini menceritakan kepada kita tentang dialog singkat antara Yesus dan Rasul Yohanes, yang berbicara atas nama seluruh kelompok murid. Mereka melihat seorang mengusir setan dalam nama Tuhan, tetapi mereka mencegahnya berbuat demikian karena ia bukan bagian dari kelompok mereka. Pada titik ini Yesus mengajak mereka untuk tidak menghalangi mereka yang bekerja untuk kebaikan, karena mereka berkontribusi untuk mewujudkan rencana Allah (bdk. Mrk 9:38-41). Kemudian Ia memperingatkan : alih-alih mengelompokkan orang baik dan orang jahat, kita semua dipanggil untuk menjaga hati kita, agar kita tidak tunduk pada kejahatan dan membuat skandal bagi orang lain (bdk. ayat 42-45.47-48).

 

Pada intinya, kata-kata Yesus mengungkapkan pencobaan dan menyampaikan nasihat. Pencobaannya adalah ketertutupan. Para murid ingin mencegah suatu pekerjaan baik hanya karena orang yang melakukannya bukan anggota kelompok mereka. Mereka berpikir bahwa mereka memiliki "hak eksklusif atas Yesus" dan merekalah satu-satunya yang diberi wewenang untuk bekerja bagi Kerajaan Allah.

 

Tetapi dengan cara ini mereka akhirnya merasa dicintai dan menganggap orang lain sebagai orang asing, sampai-sampai memusuhi mereka. Saudara dan saudari, setiap ketertutupan, pada kenyataannya, menjauhkan orang-orang yang tidak sepikiran dengan kita dan inilah - kita tahu - akar dari banyak kejahatan dalam sejarah : pemutlakan yang sering menghasilkan kediktatoran dan begitu banyak kekerasan terhadap orang-orang yang tidak sepaham.

 

Tetapi ketertutupan dalam Gereja juga perlu diawasi. Karena setan yang menjadi pemecah belah - ini berarti kata "setan", yang membuat perpecahan - selalu menyusupkan kecurigaan untuk memecah belah dan mengecualikan orang. Berusaha dengan licik, dan itu bisa terjadi seperti para murid, yang datang untuk mengecualikan bahkan orang-orang yang telah mengusir setan itu sendiri! Terkadang kita juga, alih-alih menjadi komunitas yang rendah hati dan terbuka, dapat memberi kesan bahwa kita berada “di kelas atas” dan menjauhi orang lain; alih-alih mencoba berjalan dengan semua orang, kita dapat menunjukkan "lisensi orang percaya" kita : "Aku orang percaya", "Aku orang Katolik", "Aku orang Katolik", "Aku termasuk dalam lembaga ini, lembaga itu ... "; dan orang miskin tidak termasuk. Ini sangat disayangkan. Menunjukkan "lisensi orang percaya" untuk menghakimi dan mengecualikan. Kita memohonkan rahmat untuk mengatasi godaan untuk menghakimi dan membuat katalog, serta agar Allah melindungi kita dari mentalitas "sarang", yaitu mentalitas mempertahankan kita dengan kecemburuan dalam kelompok kecil orang-orang yang menganggap diri baik adanya : imam dengan umatnya, para pekerja pastoral tertutup di antara mereka sehingga tidak ada yang menyusup, gerakan dan lembaga dalam karisma tertentu, dan seterusnya. Tertutup. Semua ini berisiko membuat komunitas Kristiani menjadi tempat pengelompokkan dan bukan persekutuan.

 

Dan kemudian dalam Bacaan Injil ada nasihat Yesus : daripada menghakimi segala sesuatu dan semua orang, marilah kita berhati-hati dengan diri kita sendiri! Faktanya, risikonya adalah menjadi tidak lentur terhadap orang lain dan memanjakan kita. Dan Yesus mendesak kita untuk tidak berdamai dengan kejahatan, dengan gambaran yang mencolok : "Jika sesuatu yang ada di dalam dirimu menyesatkan, penggallah!" (bdk. ayat 43-48). Jika ada yang menyakitimu, penggallah! Bukan mengatakan : "Jika sesuatu menyesatkan, penggallah, pikirkanlah, jadilah sedikit lebih baik ...". Tidak : “Penggallah! Segera!" Yesus radikal dalam hal ini, menuntut, tetapi demi kebaikan kita, seperti seorang dokter yang baik. Setiap pemotongan, setiap pemangkasan, adalah demi pertumbuhan yang lebih baik dan menghasilkan buah dalam kasih. Marilah kita bertanya pada diri kita sendiri : apa yang ada dalam diriku yang kontras dengan Injil? Sesungguhnya, apa yang diinginkan Yesus untuk aku penggal dalam hidupku?

 

Marilah kita berdoa kepada Perawan Tak Bernoda untuk membantu kita menyambut orang lain dan waspada terhadap diri kita sendiri.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara dan saudari terkasih,

 

Hari ini kita merayakan Hari Migran dan Pengungsi Sedunia, yang tahun ini mengusung tema “Menuju diri kita yang semakin besar”. Berjalan bersama, tanpa prasangka dan tanpa rasa takut, menempatkan diri kita di sebelah mereka yang paling rentan : para migran, pengungsi, orang terlantar, korban perdagangan dan orang yang tercampakkan, diperlukan. Kita dipanggil untuk membangun dunia yang semakin menyertakan yang tidak mengecualikan siapa pun.

 

Saya bergabung dengan semua orang di berbagai belahan dunia yang merayakan Hari Migran dan Pengungsi Sedunia ini; Saya menyapa umat yang berkumpul di Loreto atas prakarsa Konferensi Waligereja Italia yang mendukung para migran dan pengungsi. Saya menyapa dan berterima kasih kepada berbagai komunitas etnis yang hadir di lapangan ini dengan bendera mereka; saya menyapa perwakilan proyek “APRI” dari Caritas Italia; serta perwakilan Kantor Migran Keuskupan Roma dan Centro Astalli. Terima kasih semua atas komitmenmu yang murah hati!

 

Dan sebelum meninggalkan lapangan, saya mengundangmu untuk mendekati monumen di sana - di mana Kardinal Czerny berada -: perahu dengan para migran, dan memandang orang-orang itu serta memahami dalam pandangan itu harapan yang dimiliki setiap migran dewasa ini untuk kembali memulai kehidupan. Pergilah ke sana, lihatlah monumen itu. Kita jangan menutup pintu harapan mereka.

 

Saya mengungkapkan kedekatan dan kesetiakawanan dengan orang-orang yang terkena dampak letusan gunung berapi di Pulau La Palma, Canary. Saya terutama memikirkan orang-orang yang terpaksa meninggalkan rumah mereka. Kepada orang-orang yang berusaha keras dan para penyelamat, kita berdoa kepada Bunda Maria, yang dihormati di Pulau itu sebagai Nuestra Señora de las Nieves.

 

Hari ini, di Bologna, Don Giovanni Fornasini, imam dan martir, akan dibeatifikasi. Pastor paroki yang bersemangat dalam amal kasih, ia tidak meninggalkan kawanan domba pada periode tragis Perang Dunia Kedua, tetapi menjaganya sampai pertumpahan darah. Semoga kesaksian heroiknya membantu kita menghadapi pencobaan hidup dengan kekuatan. Tepuk tangan meriah untuk sang beato baru!

 

Dan saya menyapa kamu semua, umat Roma dan para peziarah dari berbagai negara. Secara khusus, saya menyapa gerakan awam Opera Don Orione serta perwakilan orangtua dan anak-anak terkait dalam memerangi kanker.

 

Kepada kamu semua saya mengucapkan selamat hari Minggu. Dan tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat makan siang dan sampai jumpa!

_____

 

(Peter Suriadi - Bogor, 26 September 2021)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 22 September 2021 : TENTANG PERJALANAN APOSTOLIK KE BUDAPEST DAN SLOVAKIA

Saudara dan saudari, selamat pagi!

 

Hari ini saya ingin berbicara kepadamu tentang Perjalanan Apostolik saya di Budapest dan Slovakia, yang berakhir tepat sepekan yang lalu, hari Rabu lalu. Saya akan merangkumnya sebagai berikut : Perjalanan Apostolik saya adalah peziarahan doa, peziarahan ke akarnya, peziarahan harapan. Doa, akar dan harapan.

 

1.       Perhentian pertama adalah di Budapest, untuk Misa penutupan Kongres Ekaristi Internasional, yang tertunda tepat satu tahun karena pandemi. Ada keikutsertaan yang meriah dalam perayaan ini. Umat Allah yang kudus, pada Hari Tuhan, berkumpul di hadapan misteri Ekaristi, yang olehnya mereka terus-menerus dibangkitkan dan dilahirkan kembali. Mereka dipeluk oleh Salib yang berdiri di atas altar, menunjukkan arah yang sama dengan yang ditunjukkan oleh Ekaristi, yaitu jalan kasih yang rendah hati dan tanpa pamrih, kasih yang murah hati dan hormat kepada semua orang, jalan iman yang memurnikan dari keduniawian dan menuntun kepada yang pokok. Iman ini memurnikan kita dan menjauhkan kita dari keduniawian yang menghancurkan kita semua : keduniawian adalah ulat kayu yang menghancurkan kita dari dalam.

 

Dan peziarahan doa berakhir di Slovakia pada Pesta Bunda Maria Berdukacita. Di sana juga, di SaÅ¡tín, di Tempat Suci Perawan Tujuh Dukacita, Pesta Bunda tersebut, yang juga merupakan pesta keagamaan nasional, dihadiri oleh sejumlah besar anak-anaknya. Dengan demikian, peziarahan saya adalah peziarahan doa di jantung Eropa, dimulai dengan adorasi dan diakhiri dengan kesalehan populer. Berdoa, karena untuk itulah Umat Allah dipanggil, terutama : beribadah, berdoa, melakukan perjalanan, menjadi peziarah, melakukan penebusan dosa, dan dalam hal ini merasakan kedamaian dan sukacita yang diberikan Tuhan kepada kita. Hidup kita hendaknya seperti ini : beribadah, berdoa, melakukan perjalanan, menjadi peziarah, melakukan penebusan dosa. Dan ini sangat penting di benua Eropa, di mana kehadiran Allah diperjarang – kita melihat hal ini setiap hari – kehadiran Allah diperjarang oleh konsumerisme dan oleh “uap” cara berpikir yang seragam – sesuatu yang aneh tapi nyata – itulah buah pencampuran ideologi lama dan baru. Dan hal ini menjauhkan kita dari keakraban dengan Tuhan, dari keakraban dengan Allah. Dalam konteks ini juga, jawaban kesembuhan berasal dari doa, kesaksian dan kasih yang rendah hati. Kasih yang rendah hati yang melayani. Marilah kita ulangi gagasan ini : orang Kristiani harus melayani.

 

Inilah apa yang saya lihat dalam perjumpaan dengan umat Allah yang kudus. Apa yang saya lihat? Umat yang setia, yang telah menderita penganiayaan kaum ateis. Saya juga melihatnya dalam wajah saudara-saudari Yahudi kita, yang bersama mereka kami mengingat Pembantaian NAZI Jerman. Karena tidak ada doa tanpa ingatan. Tidak ada doa tanpa ingatan. Apa artinya ini? Artinya, ketika kita berdoa, kita harus mengingat hidup kita, kehidupan bangsa kita, kehidupan banyak orang yang menemani kita di kota, dengan memperhatikan kisah-kisah mereka. Ketika ia menyapa saya, salah seorang uskup Slovakia, yang sudah lanjut usia, mengatakan kepada saya, “Saya bekerja sebagai pengemudi kereta listrik, untuk bersembunyi dari komunis”. Ia baik, uskup itu : selama kediktatoran, penganiayaan, ia adalah seorang pengemudi kereta listrik, kemudian ia melakukan "profesi"-nya sebagai uskup secara sembunyi-sembunyi, dan tidak ada yang tahu. Beginilah rasanya, di bawah penganiayaan. Tidak ada doa tanpa ingatan. Doa, ingatan akan kehidupan kita, kehidupan bangsa kita, sejarah mereka : berkomitmen untuk mengingat dan mengingat. Ini baik untuk kita, dan membantu kita berdoa.

 

2.     Aspek kedua: perjalanan ini adalah peziarahan ke akarnya. Dalam pertemuan saudara-saudara saya para uskup, baik di Budapest maupun di Bratislava, saya dapat mengalami secara langsung ingatan syukur akan akar iman dan kehidupan Kristiani ini, yang hidup dalam keteladanan yang bersinar dari para saksi iman seperti Kardinal Mindszenty dan Kardinal Korec, dan Uskup Beato Pavel Peter Gojdi. Akar yang mencapai sejauh abad kesembilan, kembali kepada karya penginjilan dua bersaudara Santo Sirilus dan Santo Metodius, yang menyertai perjalanan ini dengan kehadiran mereka yang terus menerus. Saya merasakan kekuatan akar ini dalam perayaan Liturgi Ilahi dalam ritus Bizantium, di PreÅ¡ov, pada Pesta Salib Suci. Dalam madah syukur saya merasakan getaran hati umat Allah yang kudus, yang ditempa oleh banyak penderitaan mereka demi iman.

 

Pada beberapa kesempatan saya bersikeras pada fakta bahwa akar ini selalu hidup, penuh dengan getah penting yaitu Roh Kudus, dan oleh karena itu akar ini harus dilestarikan : tidak seperti pameran museum, tidak diideologikan dan dieksploitasi untuk kepentingan prestise dan kekuasaan, untuk memperkokoh jatidiri yang tertutup. Tidak. Ini berarti mengkhianati akar tersebut dan membuat akar tersebut gersang! Sirilus dan Metodius bukanlah, bagi kita, orang-orang untuk diperingati, melainkan model untuk diteladani, para guru yang dari keduanya kita selalu dapat belajar semangat dan metode penginjilan, serta komitmen awam - selama perjalanan ke jantung Eropa ini saya sering memikirkan bapa-bapa Uni Eropa, memikirkan bagaimana mereka memimpikan Uni Eropa bukan sebagai agen untuk menyebarkan bentuk-bentuk penjajahan ideologis masa kini, tidak, sebagaimana yang mereka impikan. Dipahami dan dijalani dengan cara ini, akar adalah jaminan masa depan : dari akar tersebut, ranting-ranting harapan yang berkembang dapat tumbuh. Kita juga memiliki akar : kita masing-masing memiliki akar. Apakah kita ingat akar kita? Orangtua kita, kakek nenek kita? Dan apakah kita terhubung dengan kakek-nenek kita, yang merupakan khazanah? “Tetapi mereka sudah tua…”. Tidak, tidak : mereka memberimu darah kehidupan, kamu harus pergi kepada mereka untuk tumbuh dan berkembang. Kami tidak mengatakan, “Pergilah, dan bersembunyilah dari akarmu”: tidak, tidak. “Pergilah kepada akarmu, ambillah getahmu dari akar tersebut dan berkembanglah. Pergi dan ambillah tempatmu”. Jangan lupakan hal ini. Dan saya ulangi kepadamu, apa yang telah saya katakan berkali-kali, ayat yang begitu indah : "Segala sesuatu yang mekar di pohon berasal dari apa yang ada di dalam tanah". Kamu dapat tumbuh sejauh kamu bersatu dengan akarmu : kekuatanmu berasal dari sana. Jika kamu memotong akar tersebut, sehingga semuanya baru, ideologi baru, ini tidak akan membawamu ke mana-mana, tidak akan membiarkanmu tumbuh : kamu akan berakhir buruk.

 

3.      Aspek ketiga dari perjalanan ini : peziarahan harapan. Doa, akar dan harapan, tiga ciri. Saya melihat harapan besar di mata kaum muda, dalam pertemuan yang tak terlupakan di stadion di KoÅ¡ice. Ini juga memberi saya harapan, melihat begitu banyak pasangan muda dan begitu banyak anak. Dan saya memikirkan musim dingin demografis yang sedang kita lalui, dan negara-negara itu dipenuhi pasangan muda dan anak-anak : sebuah tanda harapan. Apalagi di masa pandemi, momen perayaan ini menjadi pertanda kuat dan menggembirakan, juga berkat kehadiran banyak pasangan muda bersama anak-anak mereka. Sama kuat dan profetiknya kesaksian Beata Anna Kolesárová, seorang gadis Slovakia yang dengan mengorbankan nyawanya membela martabatnya melawan kekerasan : sebuah kesaksian yang sayangnya lebih berkaitan dari sebelumnya, karena kekerasan terhadap perempuan tetap menjadi luka terbuka di mana-mana.

 

Saya melihat harapan pada banyak orang yang diam-diam memperhatikan dan memedulikan sesama mereka. Saya memikirkan para Suster Misionaris Cinta Kasih Pusat Betlehem di Bratislava, para suster yang baik, yang menerima orang-orang yang ditolak oleh masyarakat : mereka berdoa dan melayani, berdoa dan menolong. Dan mereka banyak berdoa, dan banyak menolong, tanpa kepura-puraan. Mereka adalah para pahlawan peradaban ini. Saya ingin kita semua mengakui Bunda Teresa dan para suster ini : bersama-sama, marilah kita bertepuk tangan untuk para suster yang baik ini! Para suster ini memberikan perlindungan kepada para tunawisma. Saya memikirkan komunitas Roma dan semua orang yang bekerja dengan mereka di jalan persaudaraan dan penyertaan. Tergerak untuk ikut serta dalam pesta umat Roma : pesta sederhana dengan aroma Injil. Umat Roma adalah saudara dan saudari kita : kita harus menyambut mereka, kita harus dekat dengan mereka seperti para Bapa Salesian di Bratislava, yang sangat dekat dengan umat Roma.

 

Saudara-saudari yang terkasih, harapan ini, harapan Injil yang dapat saya lihat dalam perjalanan ini, hanya dapat diwujudnyatakan jika diungkapkan dengan kata lain : bersama-sama. Harapan tidak pernah mengecewakan, harapan tidak berjalan sendirian, tetapi bersama-sama. Di Budapest dan Slovakia kami menemukan diri kami bersama-sama dengan berbagai ritus Gereja Katolik, bersama-sama saudara dan saudari kami dari denominasi Kristiani lainnya, bersama-sama saudara dan saudari Yahudi kami, bersama-sama penganut agama lain, bersama-sama kaum yang paling lemah. Inilah jalannya, karena masa depan akan menjadi salah satu harapan jika kita bersama-sama, tidak sendirian : ini penting.

 

Dan setelah perjalanan ini, ada sebuah "terima kasih" yang besar di hati saya. Terima kasih kepada para uskup, terima kasih kepada otoritas sipil, terima kasih kepada Presiden Hungaria dan Presiden Slovakia, terima kasih kepada semua orang yang bekerjasama dalam organisasi [perjalanan]; terima kasih kepada banyak sukarelawan; terima kasih kepada setiap orang yang mendoakan. Tolong, tambahkan juga doa, agar benih yang ditaburkan selama Perjalanan dapat menghasilkan buah yang baik. Marilah kita mendoakan hal ini.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, terutama kelompok-kelompok dari Inggris dan Amerika Serikat. Secara khusus salam saya ditujukan kepada para seminaris baru dari Venerable English College ketika mereka memulai pembinaan imamat mereka di sini di Roma. Atas kamu semua, dan keluargamu, saya memohon sukacita dan damai sejahtera Tuhan. Semoga Allah memberkatimu!

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara dan saudari terkasih : Perjalanan Apostolik saya baru-baru ini ke Budapest dan Slovakia berpusat pada doa, akar, dan harapan. Perjalanan Apostolik saya, terutama, merupakan peziarahan doa, dibingkai oleh Misa penutupan Kongres Ekaristi Internasional di Budapest, dan perayaan Pesta Bunda Maria Berdukacita di Tempat Suci Saštin di Slovakia. Doa, kesaksian, dan rekonsiliasi sangat penting bagi Eropa di mana indra kehadiran Allah telah melemah. Dalam Liturgi Ilahi yang dirayakan di Prešov, kami mengingat kembali kedalaman akar iman dan kehidupan Kristiani di negera-negera tersebut, yang berlandaskan upaya penginjilan Santo Sirilus dan Santo Metodius, serta sering kali ditempa oleh pengalaman penderitaan dan kemartiran. Sepanjang perjalanan, saya melihat tanda-tanda harapan untuk masa depan : dalam kegairahan kaum muda di Košice, dalam begitu banyak keluarga muda dan banyak teladan amal kasih yang menentramkan dan kepedulian terhadap orang-orang yang membutuhkan. Dalam pertemuan saya dengan saudara dan saudari Yahudi kita, dengan para penganut agama lain dan dengan komunitas Roma, kami menekankan bahwa jalan menuju masa depan harus dilalui bersama-sama, dalam semangat persaudaraan. Saya berterima kasih kepada semua yang memungkinkan perjalanan saya dan saya memintamu untuk berdoa bersama saya agar benih yang kami taburkan akan berbuah melimpah.

______


(Peter Suriadi - Bogor, 22 September 2021)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 19 September 2021 : DI MATA ALLAH, KEBESARAN DIUKUR DENGAN PELAYANAN

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Bacaan Injil liturgi hari ini (Mrk 9:30-37) menceritakan bahwa, dalam perjalanan ke Yerusalem, murid-murid Yesus sedang mempertengkarkan "siapa yang terbesar di antara mereka" (ayat 34). Maka, kepada mereka Yesus melontarkan kata-kata keras yang masih berlaku sampai sekarang : “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya” (ayat 35). Jika kamu ingin menjadi yang terdahulu, kamu harus mengantre, menjadi yang terakhir, dan melayani semua orang. Melalui kalimat yang mengejutkan ini, Tuhan mencanangkan sebuah pembalikan : Ia membalikkan kriteria tentang apa yang sungguh penting. Nilai seseorang tidak lagi tergantung pada peran yang ia miliki, pekerjaan yang ia lakukan, uang yang ia miliki di bank. Tidak, tidak, tidak, apa yang sungguh penting tidak tergantung pada hal ini. Kebesaran dan keberhasilan di mata Allah memiliki ukuran yang berbeda : diukur dengan pelayanan. Bukan pada apa yang dimiliki seseorang, tetapi pada apa yang diberikan seseorang. Apakah kamu ingin menjadi yang terdahulu? Melayanilah. Inilah caranya.

 

Hari ini, kata "pelayanan" tampak agak usang, usang karena digunakan. Tetapi kata "pelayanan" memiliki arti yang tepat dan nyata dalam Injil. Melayani bukanlah ungkapan sopan santun : melayani berarti berbuat seperti Yesus, yang merangkum hidup-Nya dalam beberapa kata, mengatakan bahwa Ia datang “bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani” (Mrk 10:45). Inilah yang dikatakan Tuhan. Oleh karena itu, jika kita ingin mengikuti Yesus, kita harus mengikuti jalan yang Ia telusuri, jalan pelayanan. Kesetiaan kita kepada Tuhan bergantung pada kesediaan kita untuk melayani. Dan kita tahu hal ini sering kali mahal, karena “rasanya seperti salib”. Tetapi, ketika kepedulian dan kebersediaan kita terhadap orang lain tumbuh, batin kita menjadi semakin bebas, semakin menyerupai Yesus. Semakin banyak kita melayani, semakin kita menyadari kehadiran Allah. Terutama, ketika kita melayani orang-orang yang tidak dapat memberikan imbalan apa pun, kaum miskin, merangkul kesulitan dan kebutuhan mereka dengan belas kasih yang lembut : dan di sana, pada gilirannya, kita menemukan kasih dan pelukan Allah.

 

Setelah berbicara tentang keutamaan pelayanan, dengan tepat Yesus menggambarkan hal ini. Kita telah melihat bahwa perbuatan Yesus lebih kuat daripada perkataan-Nya. Dan apakah perbuatan Yesus tersebut? Ia mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah para murid, di tengah, di tempat yang paling penting (bdk. ayat 36). Dalam Injil, anak tidak melambangkan keluguan maupun kekecilan. Seperti anak-anak, anak kecil bergantung pada orang lain, pada orang dewasa, mereka perlu menerima. Yesus memeluk anak itu dan mengatakan bahwa barangsiapa menyambut seorang anak, ia menyambut-Nya (bdk. ayat 37). Orang-orang yang harus dilayani terutama adalah: mereka yang membutuhkan penerimaan yang tidak dapat memberikan imbalan apa pun. Melayani orang-orang yang perlu menerima dan tidak dapat memberikan imbalan apa pun. Dengan menyambut mereka yang terpinggirkan, yang terabaikan, kita menyambut Yesus karena Ia ada di sana. Dan dalam diri anak kecil, dalam diri orang miskin yang kita layani, kita juga menerima pelukan Allah yang lembut.

 

Saudara dan saudari terkasih, ditantang oleh Injil, marilah kita bertanya pada diri sendiri : Apakah aku, yang mengikuti Yesus, tertarik pada orang yang terabaikan? Atau apakah aku lebih suka mencari kepuasan pribadi, seperti para murid hari itu? Apakah aku memahami hidup dalam pengertian bersaing untuk memberi ruang bagi diriku sendiri dengan mengorbankan orang lain, atau apakah aku meyakini bahwa menjadi yang terdahulu berarti melayani? Dan, sesungguhnya : apakah aku mendedikasikan waktu untuk "orang kecil", untuk seseorang yang tidak memiliki sarana untuk membalasku? Apakah aku peduli dengan seseorang yang tidak dapat memberi imbalan apa pun kepadaku, atau hanya dengan kerabat dan sahabatku? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang perlu kita tanyakan pada diri sendiri.

 

Semoga Perawan Maria, hamba Tuhan yang rendah hati, membantu kita memahami bahwa melayani tidak meremehkan kita, tetapi membantu kita bertumbuh. Dan adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima (bdk. Kis 20:35).

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara dan saudari terkasih,

 

Saya dekat dengan para korban banjir yang terjadi di Negara Bagian Hidalgo di Meksiko, terutama dengan orang-orang sakit yang meninggal di rumah sakit Tula dan keluarga mereka.

 

Saya ingin memastikan doa saya untuk orang-orang yang telah ditahan secara tidak adil di luar negeri : sayangnya, ada beberapa kasus, karena penyebab yang berbeda, dan terkadang, rumit. Saya berharap, dalam pemenuhan keadilan, orang-orang ini dapat kembali secepat mungkin ke tanah air mereka.

 

Saya menyapa kamu semua, umat Roma dan para peziarah dari berbagai negara – Polandia, Slovakia, orang-orang dari Honduras – kamu hebat! – keluarga, kelompok, perkumpulan dan setiap anggota umat beriman. Secara khusus, saya menyambut para calon penerima sakramen krisma dari Scandicci dan Perhimpunan Allievi (Persatuan Mahasiswa) yang didirikan oleh Hamba Allah, Pastor Gianfranco Maria Chiti, seorang bruder Kapusin, pada 100 tahun kelahirannya.

 

Pikiran saya tertuju pada mereka yang berkumpul di Tempat Suci La Salette di Prancis, pada peringatan 175 tahun penampakan Bunda Maria yang tampak bergerai air mata di depan dua orang anak. Air mata Maria membuat kita memikirkan air mata Yesus di Yerusalem dan penderitaan-Nya di Getsemani : air mata Maria adalah cerminan penderitaan Kristus demi dosa-dosa kita dan seruan yang selalu kekinian, untuk mempercayakan diri kita pada belas kasihan Allah.

 

Kepada kamu semua saya mengucapkan selamat menikmati hari Minggu dan tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siangmu dan sampai jumpa!

 

Anak-anak Immacolata hebat!

______


(Peter Suriadi - Bogor, 19 September 2021)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN PADA PENUTUPAN KONGRES EKARISTI SEDUNIA KE-52 DI BUDAPEST, HUNGARIA, 12 September 2021

Saudara dan saudari terkasih, 


Ekaristi berarti “ucapan syukur” dan di akhir perayaan ini, yang mengakhiri Kongres Ekaristi dan kunjungan saya ke Budapest, dari lubuk hati saya ingin mengucapkan terima kasih. Terima kasih kepada keluarga besar umat Kristiani Hungaria, yang ingin saya rangkul dalam ritusnya, dalam sejarahnya, dalam saudara dan saudarinya yang beragama Katolik dan dalam pengakuan-pengakuan iman lainnya, semuanya menuju kesatuan penuh. Dalam hal ini, dengan hormat saya menyapa Patriark Bartholomew, seorang saudara yang menghormati kita dengan kehadirannya. Terima kasih, khususnya, kepada saudara-saudaraku para Uskup yang terkasih, kepada para imam, para pelaku hidup bakti, dan kepada kamu semua, umat beriman yang terkasih! Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada mereka yang bekerja keras untuk melaksanakan Kongres Ekaristi dan hari ini.

 

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada otoritas sipil dan keagamaan yang menyambut saya, saya ingin mengucapkan köszönöm [terima kasih] : terima kasih, rakyat Hungaria. Madah yang mengiringi Kongres Ekaristi menyapamu demikian : "Selama seribu tahun salib adalah pilar keselamatanmu, bahkan sekarang semoga bagimu tanda Kristus menjadi janji masa depan yang lebih baik". Saya mengharapkan hal ini terhadapmu, semoga salib menjembatani masa lalu dan masa depanmu! Rasa keagamaan adalah urat nadi bangsa ini, begitu melekat pada akarnya. Tetapi salib, yang dipancangkan di tanah, selain mengundang kita untuk berakar dengan baik, mengangkat dan mengulurkan tangannya ke arah semua orang : salib menasihati kita untuk menjaga akar kita tetap teguh, tetapi tanpa pengkubuan; menarik dari sumber, membuka diri terhadap dahaga masa kita. Saya mengharapkan kamu seperti ini : membumi dan terbuka, membumi dan penuh hormat. Isten eltessen! [Allah memberkatimu!] "Salib Perutusan" adalah lambang Kongres ini : semoga salib menuntunmu untuk mewartakan dengan hidupmu Injil yang membebaskan dari kelembutan Allah yang tak terbatas untuk setiap orang. Dalam paceklik kasih dewasa ini, salib adalah gizi yang ditunggu manusia.

 

Hari ini, tidak jauh dari sini, di Warsawa, dua orang saksi Injil dinyatakan sebagai beato dan beata : Stefan Kardinal Wyszyński dan Elisabetta Czacka, pendiri tarekat Suster-suster Fransiskan Pelayan Salib. Dua tokoh yang sangat mengenal salib : Sang pembesar Gereja Polandia, ditangkap dan diasingkan, selalu menjadi gembala yang pemberani seturut hati Kristus, pemberita kebebasan dan martabat manusia; Suster Elizabeth, yang kehilangan penglihatannya saat masih sangat muda, mengabdikan seluruh hidupnya untuk membantu orang buta. Teladan dari sang beato dan beata baru merangsang kita untuk mengubah kegelapan menjadi terang dengan kekuatan cinta.

 

Akhirnya kita berdoa Malaikat Tuhan, pada hari kita memuliakan nama Santa Maria. Di zaman dahulu, untuk menaruh hormat, kamu orang Hungaria tidak mengucapkan nama Maria, tetapi memanggilnya dengan gelar kehormatan yang digunakan untuk ratu. Semoga "Ratu Yang Terberkati, pelindungmu sejak dahulu" menyertai dan memberkatimu! Berkat saya, dari kota besar ini, ingin menjangkau semua orang, terutama anak-anak dan kaum muda, kaum tua dan orang-orang sakit, orang-orang miskin dan orang-orang yang terpinggirkan. Bersamamu dan kepadamu saya ucapkan : Isten, áldd meg a magyart! [Allah memberkati rakyat Hungaria!]

_____


(Peter Suriadi - Bogor, 13 September 2021)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 8 September 2021 : KATEKESE TENTANG SURAT SANTO PAULUS KEPADA JEMAAT GALATIA (BAGIAN 8) - KITA ADALAH ANAK-ANAK ALLAH

Saudara dan saudari, selamat pagi!

 

Mari kita melanjutkan perjalanan kita dalam memperdalam iman – iman kita – dalam terang Surat Santo Paulus kepada Jemaat Galatia. Rasul Paulus bersikeras dengan orang-orang Kristiani tersebut agar mereka tidak melupakan kebaruan pewahyuan Allah yang telah diwartakan kepada mereka. Sepenuhnya sepakat dengan penginjil Yohanes (bdk. 1Yoh 3:1-2), Paulus menekankan bahwa beriman kepada Yesus Kristus telah memungkinkan kita untuk sungguh menjadi anak-anak Allah dan juga ahli waris-Nya. Kita umat Kristiani sering menerima begitu saja kenyataan menjadi anak-anak Allah. Sebaliknya, ada baiknya mengingat dengan rasa syukur saat di mana kita menjadi seperti itu, saat kita dibaptis, sehingga dapat menghayati karunia besar yang kita terima dengan kesadaran yang lebih besar. Jika saya bertanya kepadamu hari ini, “Siapa di antaramu yang tahu pasti tanggal baptisanmu?” Saya pikir tidak akan terlalu banyak yang angkat tangan …. Namun, tanggal baptisan adalah hari di mana kita diselamatkan, tanggal baptisan adalah hari di mana kita menjadi anak-anak Allah. Sekarang, orang-orang yang tidak tahu harus bertanya kepada wali baptis mereka, ayah mereka, ibu mereka, paman, bibi mereka : “Kapan aku dibaptis”? Dan hari itu hendaknya diingat setiap tahun : tanggal baptisan adalah hari di mana kita menjadi anak-anak Allah. Sepakat? Apakah kamu semua sudi melakukan hal ini? [Tanggapan dari khalayak] Eh, itu adalah "ya" yang biasa-biasa saja. [Tawa]. Marilah kita lanjutkan.

 

Faktanya, sekarang "iman telah datang" di dalam Yesus Kristus (Gal 3:25), suatu kondisi baru yang radikal tercipta yang mengarah pada status keputraan ilahi. Keputraan yang dibicarakan Paulus tidak lagi bersifat umum yang melibatkan seluruh pria dan wanita sejauh mereka adalah putra dan putri Sang Pencipta yang sama. Tidak, dalam perikop yang telah kita dengar, ia menegaskan bahwa iman memungkinkan kita untuk menjadi anak-anak Allah "di dalam Kristus" (ayat 26). Inilah yang baru. “Di dalam Kristus” ini yang membedakan. Bukan hanya anak-anak Allah, seperti semua orang : semua pria dan wanita adalah anak-anak Allah, semuanya, terlepas dari agama yang kita anut. Tidak. Tetapi “di dalam Kristus”, inilah yang membedakan orang Kristiani, dan ini terjadi hanya dengan keikutsertaan dalam penebusan Kristus, dan di dalam diri kita dalam sakramen baptis : demikianlah awal mulanya. Yesus menjadi saudara kita, serta melalui wafat dan kebangkitan-Nya Ia telah mendamaikan kita dengan Bapa. Siapapun yang menerima Kristus dalam iman, telah “mengenakan” Kristus dan martabat keputraan-Nya melalui baptisan (bdk. ayat 27). Inilah yang dikatakan dalam ayat 27.

 

Dalam Suratnya kepada Jemaat Galatia, Santo Paulus menyebut baptisan lebih dari satu kali. Baginya, dibaptis sama dengan mengambil bagian secara efektif dan sungguh-sungguh dalam misteri Yesus. Sebagai contoh, dalam Surat kepada Jemaat Galatia, ia bahkan mengatakan bahwa dalam baptisan kita telah mati bersama-sama dengan Kristus dan telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia untuk hidup bersama-sama dengan Dia (bdk. Rm 6:3-4). Mati bersama-sama dengan Kristus, dikuburkan bersama-sama dengan-Nya sehingga dapat hidup bersama-sama dengan Dia. Inilah rahmat baptisan : ikut serta dalam wafat dan kebangkitan Yesus. Oleh karena itu, baptisan bukan hanya ritus lahiriah. Orang-orang yang menerimanya diubah rupa di lubuk batin, di dalam diri mereka yang terdalam, dan memiliki kehidupan baru, yang justru memungkinkan mereka untuk berpaling kepada Allah dan memanggil-Nya dengan nama "Abba", yaitu, "Bapa". "Ayah"? bukan : "Bapa" (bdk. Gal 4:6).

 

Rasul Paulus berani menegaskan bahwa jatidiri yang diterima berkat baptisan benar-benar baru sehingga mengalahkan perbedaan yang ada pada tingkatan etnis-agama. Artinya, ia menjelaskannya sebagai berikut : "Tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani", bahkan di bidang sosial, "tidak ada budak atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan" (Gal 3:28). Kita sering membaca ungkapan-ungkapan ini terlalu cepat, tanpa memahami nilai revolusioner yang dimilikinya. Bagi Paulus, menulis kepada Jemaat Galatia bahwa di dalam Kristus “tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani” sungguh sama dengan meruntuhkan kemapanan dalam lingkup etnis-religius. Dengan kenyataan menjadi bagian bangsa terpilih, orang Yahudi memiliki hak istimewa atas orang kafir (bdk. Rm 2:17-20). – sebagaimana dikatakan Surat Roma, bab 2, ayat 17 sampai 20; Paulus sendiri menegaskan hal ini (bdk. Rm 9:4-5). Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa ajaran baru berkat Rasul Paulus ini bisa terdengar sesat. “Apa, semua orang sama? Kita berbeda!" Kedengarannya agak sesat, bukan? Bahkan perangkat kesetaraan kedua, antara orang "bebas" dan orang "budak", memperkenalkan sudut pandang yang mengejutkan. Perbedaan antara budak dan warga negara yang bebas sangat penting dalam masyarakat kuno. Secara hukum, warga negara yang bebas menikmati semua hak, sementara martabat manusia sebagai budak bahkan tidak diakui. Ini terjadi bahkan hari ini. Ada banyak orang di dunia, banyak, jutaan, yang tidak memiliki hak untuk makan, yang tidak memiliki hak untuk pendidikan, yang tidak memiliki hak untuk bekerja. Mereka adalah budak-budak baru. Mereka adalah orang-orang yang hidup di pinggiran, yang dieksploitasi oleh semua orang. Perbudakan ada bahkan sampai hari ini – mari kita pikirkan sedikit tentang hal ini. Martabat manusia ditolak untuk orang-orang ini. Mereka adalah budak. Jadi, akhirnya, kesetaraan dalam Kristus mengatasi perbedaan sosial antara dua jenis kelamin, membangun kesetaraan revolusioner antara pria dan wanita yang pada saat itu dan bahkan perlu ditegaskan kembali hingga hari ini. Hal ini perlu ditegaskan kembali bahkan hari ini. Berapa kali kita mendengar ungkapan yang merendahkan wanita! Seberapa sering kita mendengar: “Tetapi tidak, jangan lakukan apa-apa, itu urusan perempuan”. Tetapi, lihat, pria dan wanita memiliki martabat yang sama. Dan itu telah terjadi dalam sejarah, bahkan hari ini, sejenis perbudakan perempuan : perempuan tidak memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki. Kita hendaknya membaca apa yang dikatakan Paulus : kita setara di dalam Kristus Yesus.

 

Sebagaimana dapat kita lihat, Paulus menegaskan kesatuan mendalam yang ada di antara semua orang yang dibaptis, dalam kondisi apa pun mereka terikat, baik pria atau wanita - sama karena mereka masing-masing adalah ciptaan baru di dalam Kristus. Setiap perbedaan menjadi sekunder dibandingkan martabat menjadi anak-anak Allah, yang melalui kasih-Nya menciptakan kesetaraan yang nyata dan hakiki. Setiap orang, melalui penebusan Kristus dan baptisan yang telah kita terima, kita semua setara : anak-anak Allah. Setara.

 

Saudara dan saudari, oleh karena itu, kita dipanggil secara lebih positif untuk menjalani kehidupan baru yang mengakarkan ungkapan dasarnya dengan menjadi anak-anak Allah. Setara karena kita adalah anak-anak Allah; dan anak-anak Allah karena Kristus menebus kita dan kita memperoleh martabat ini melalui baptisan.

 

Menemukan kembali keindahan menjadi anak-anak Allah, menjadi saudara dan saudari di antara kita sendiri, karena kita telah dipersatukan di dalam Kristus, yang menebus kita sangat menentukan bahkan bagi kita semua hari ini. Pembedaan dan kontras yang diciptakan oleh pemisahan seharusnya tidak ada di antara orang-orang percaya di dalam Kristus. Dan salah seorang rasul, dalam Surat Yakobus, mengatakan hal ini : “Waspadalah terhadap pembedaan, sebab, jika ada seorang masuk ke dalam kumpulanmu (yaitu, Misa) dengan memakai cincin emas dan pakaian indah dan datang juga seorang miskin ke situ dengan memakai pakaian buruk, dan kamu menghormati orang yang berpakaian indah itu dan berkata kepadanya: 'Silakan tuan duduk di tempat yang baik ini!', sedang kepada orang yang miskin itu kamu berkata: 'Berdirilah di sana!'". Kita menciptakan pembedaan-pembedaan ini, berkali-kali secara tidak sadar demikian. Tidak, kita setara! Sebaliknya, panggilan kita adalah membuat panggilan yang jelas nyata untuk kesatuan segenap umat manusia (bdk. Konstitusi Ekumenis Vatikan II, Lumen Gentium, 1). Segala sesuatu yang memperburuk pembedaan di antara orang-orang, sering menyebabkan diskriminasi - semua ini, di hadapan Allah, tidak lagi memiliki dasar, berkat keselamatan yang dilakukan di dalam Kristus. Yang penting adalah iman yang bekerja menurut jalan kesatuan yang ditunjukkan oleh Roh Kudus. Dan tanggung jawab kita adalah melakukan perjalanan yang meyakinkan di sepanjang jalan kesetaraan ini, bahkan kesetaraan yang dipertahankan, yang tercipta berkat penebusan Yesus. Dan jangan lupa ketika kamu pulang : “Kapan aku dibaptis?” Bertanyalah sana sini agar selalu ingat tanggal tersebut. Dan ketika tiba saatnya, tanggal itu bisa dirayakan. Terima kasih.

 

[Imbauan]

 

Hari Tahun Baru akan dirayakan di Ethiopia pada 11 September mendatang. Saya menyampaikan salam yang paling ramah dan tulus kepada rakyat Etiopia, terutama kepada mereka yang menderita karena pertikaian yang sedang berlangsung dan situasi kemanusiaan serius yang ditimbulkannya. Semoga ini menjadi momen persaudaraan dan kesetiakawanan sehingga keinginan bersama untuk perdamaian dapat didengar.

 

[Sapaan Khusus]

 

Dengan hormat saya menyapa umat berbahasa Inggris. Pikiran saya terutama tertuju kepada kaum muda yang kembali ke sekolah dalam beberapa pekan mendatang. Kaum muda yang terkasih, semoga tahun ajaran ini bagi kalian semua menjadi masa pertumbuhan pendidikan dan pendalaman ikatan persahabatan. Atas kalian dan keluarga kalian, saya memohonkan kebijaksanaan dan sukacita Tuhan kita Yesus Kristus. Allah memberkati kalian!

 

[Ringkasan dalam Bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih, dalam katekese lanjutan kita tentang Surat kepada Jemaat Galatia, sekarang kita membahas ajaran Paulus tentang kebaruan radikal hidup kita di dalam Yesus Kristus. Melalui penjelmaan, wafat dan kebangkitan-Nya, Sang Putra Allah telah mendamaikan kita dengan Bapa, melahirkan kita kepada kehidupan baru dan menganugerahkan kita bagian dalam keputraan ilahi-Nya. Melalui iman dan baptisan, batin kita telah diubah rupa; sekarang, setelah "mengenakan Kristus", kita telah menjadi ciptaan baru. Jatidiri baru ini melampaui segenap perbedaan etnis, sosial dan keagamaan lainnya : di dalam Kristus, “tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan” (Gal 3:28). Kita umat Kristiani sering dapat menerima begitu saja kehidupan baru yang dianugerahkan pada saat kita dibaptis. Menyadari martabat kita sebagai putra dan putri Bapa, semoga kita memutuskan untuk mendamaikan setiap perpecahan, merangkul sepenuhnya kesatuan kita di dalam Kristus dan panggilan kita untuk menjadi saksi yang meyakinkan akan kesatuan yang kepadanya seluruh keluarga umat manusia dipanggil dalam rencana penyelamatan Allah (bdk. Gaudium et Spes, 1).

_____

 

(Peter Suriadi - Bogor, 8 September 2021)