Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 31 Juli 2022 : WASPADALAH TERHADAP SEGALA KETAMAKAN

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Dalam Bacaan Injil liturgi hari ini, seseorang mengajukan permintaan ini kepada Yesus : “Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku” (Luk 12:13). Ini adalah situasi yang sangat umum. Masalah serupa masih sering terjadi. Berapa banyak saudara laki-laki dan perempuan, berapa banyak anggota satu keluarga, sayangnya mempertengkarkan warisan, mungkin tidak lagi saling berbicara!

 

Menanggapi orang itu, Yesus tidak masuk ke dalam rincian, tetapi menuju akar perpecahan yang disebabkan oleh kepemilikan benda-benda. Ia mengatakan dengan jelas : "Waspadalah terhadap segala ketamakan" (ayat 15). “Waspadalah terhadap segala ketamakan”. Apa itu ketamakan? Ketamakan adalah keserakahan yang tak terkendali terhadap harta benda, selalu ingin menjadi kaya. Ini adalah penyakit yang menghancurkan orang, karena rasa lapar akan harta benda menciptakan kecanduan. Terutama, mereka yang memiliki banyak harta benda tidak pernah puas, mereka selalu menginginkan lebih, dan hanya untuk diri mereka sendiri. Tetapi dengan cara ini, orang tersebut tidak lagi bebas : ia terikat, seorang budak, pada apa yang secara paradoks dimaksudkan untuk melayaninya agar ia dapat hidup dengan bebas dan tenang. Alih-alih dilayani oleh uang, orang tersebut menjadi hamba uang. Ketamakan juga merupakan penyakit berbahaya bagi masyarakat – karena ketamakan, hari ini kita telah mencapai paradoks lain : ketidakadilan yang belum pernah terlihat dalam sejarah, di mana hanya segelintir orang yang sangat berkecukupan dan banyak orang yang berkekurangan atau tidak memiliki tidak apapun. Marilah kita mempertimbangkan perang dan pertikaian juga. Nafsu akan sumber daya dan kekayaan hampir selalu ada di balik perang dan pertikaian. Berapa banyak kepentingan di balik perang! Tentu saja, salah satunya adalah perdagangan senjata. Perdagangan ini adalah skandal yang tidak boleh kita tinggalkan.

 

Hari ini, Yesus mengajarkan kita bahwa inti dari semua ini bukan hanya beberapa orang yang berkuasa, atau sistem ekonomi tertentu. Ketamakan yang ada di hati setiap orang adalah pusatnya. Jadi, marilah kita coba bertanya pada diri kita : Di manakah aku berada dengan ketidakterikatanku dari harta benda, dari kekayaan? Apakah aku mengeluh tentang kekuranganku, atau apakah aku tahu bagaimana merasa puas dengan apa yang kumiliki? Atas nama uang atau kesempatan, apakah aku tergoda untuk mengorbankan hubungan dan waktu dengan orang lain? Lagi pula, apakah aku mengorbankan legalitas dan kejujuran di atas altar ketamakan? Saya mengatakan “altar”, altar ketamakan, tetapi mengapa saya mengatakan altar? Karena barang-barang materi, uang, kekayaan, bisa menjadi sebuah aliran sesat, penyembahan berhala yang sejati dan senonoh. Inilah sebabnya mengapa Yesus memperingatkan kita dengan kata-kata keras. Ia berkata, kamu tidak dapat mengabdi kepada dua tuan, dan – marilah kita berhati-hati – Ia tidak mengatakan Allah dan iblis, tidak, atau bahkan yang baik dan yang buruk, tetapi, Allah dan kekayaan (bdk. Luk 16:13). Orang akan mengharapkan Ia akan mengatakan bahwa kamu tidak dapat mengabdi kepada dua tuan, Allah dan iblis, tidak : Allah dan kekayaan. Kekayaan itu siap melayani kita, ya; melayani kekayaan, tidak – itu adalah penyembahan berhala, itu adalah pelanggaran terhadap Allah.

 

Jadi, kita mungkin berpikir, maka, tidak ada seorang pun yang ingin menjadi kaya? Tentu saja, kamu bisa berpikir demikian; sebaliknya, menginginkannya benar juga. Menjadi kaya itu indah, tetapi kaya menurut Allah! Allah adalah yang terkaya dibandingkan siapa pun. Ia kaya dalam kasih sayang, dalam belas kasihan. Kekayaan-Nya tidak memiskinkan siapa pun, tidak menciptakan pertengkaran dan perpecahan. Kekayaan yang tahu bagaimana memberi, menyalurkan, berbagi. Saudara-saudari, mengumpulkan harta benda tidak memadai untuk hidup dengan baik, karena Yesus juga mengatakan bahwa hidup tidak berupa apa yang kita miliki (bdk. Luk 12:15). Sebaliknya, hidup tergantung pada hubungan yang baik – dengan Allah, dengan sesama, dan bahkan dengan orang-orang yang tidak berkecukupan. Jadi, marilah kita bertanya pada diri kita : Untuk diriku sendiri, bagaimana aku ingin menjadi kaya? Apakah aku ingin kaya menurut Allah atau menurut ketamakanku? Dan, kembali ke tema warisan, warisan apa yang ingin kutinggalkan? Uang di bank, barang-barang materi, atau orang-orang bahagia di sekitarku, perbuatan baik yang tidak terlupakan, orang-orang yang telah kubantu untuk bertumbuh dan menjadi dewasa?

 

Semoga Bunda Maria membantu kita untuk memahami apa kebaikan hidup yang sesungguhnya, yang bertahan selamanya.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Kemarin pagi saya kembali ke Roma setelah enam hari perjalanan apostolik ke Kanada. Saya bermaksud membicarakannya dalam Audiensi Umum Rabu mendatang. Tetapi sekarang saya ingin berterima kasih kepada semua orang yang memungkinkan peziarahan tobat ini, dimulai dengan otoritas sipil, ketua masyarakat adat, dan Uskup Kanada. Dengan tulus hati saya berterima kasih kepada semua orang yang menemani saya dengan doa mereka. Terima kasih untuk kamu semua! berterima kasih kepada semua orang yang menemani saya dengan doa mereka. Terima kasih untuk kamu semua!

 

Selama perjalanan ini, saya juga tiada henti mendoakan rakyat Ukraina yang sedang menderita dan babak belur, memohon kepada Allah untuk membebaskan mereka dari bencana perang. Jika kita melihat apa yang sedang terjadi secara objektif, mempertimbangkan bahaya yang ditimbulkan perang setiap hari bagi rakyat tersebut, dan bahkan bagi seluruh dunia, satu-satunya hal yang masuk akal untuk dilakukan adalah berhenti dan bernegosiasi. Semoga kebijaksanaan menginspirasi langkah nyata menuju perdamaian.

 

Saya menyampaikan salam kepadamu, umat Roma dan para peziarah. Salam khusus ditujukan kepada para novis Puteri Maria Penolong Umat Kristiani yang akan melakukan kaul pertama mereka; kelompok Aksi Katolik dari Barletta; kaum muda dari Keuskupan Verona; anak laki-laki dan perempuan dari Unità pastoral “Pieve di Scandiano”; dan kelompok “Gonzaga” dari Carimate, Montesolaro, Figino dan Novedrate yang telah berjalan di Via Francigena.

 

Pada pesta Santo Ignatius dari Loyola, saya menyampaikan salam yang tulus kepada rekan-rekan Yesuit saya. Teruslah berjalan dengan semangat dan sukacita dalam melayani Tuhan. Kuatkan hati!

 

Kepada kamu semua saya mengucapkan selamat hari Minggu. Tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makananmu dan sampai jumpa!

______

(Peter Suriadi - Bogor, 31 Juli 2022)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 17 Juli 2022 : MENDENGARKAN YESUS

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Bacaan Injil liturgi hari Minggu ini menyajikan kepada kita pemandangan rumah tangga yang hidup bersama Marta dan Maria, dua perempuan bersaudara yang memberikan keramahan mereka kepada Yesus di rumah mereka (bdk. Luk 10:38-42). Marta segera bersiap menyambut para tamu, sedangkan Maria duduk dekat kaki Yesus untuk mendengarkan Dia. Kemudian Marta menoleh kepada Sang Guru dan meminta-Nya untuk memberitahu Maria agar membantunya. Keluhan Marta sepertinya tidak pada tempatnya; memang, kita akan cenderung sepakat dengannya. Namun Yesus menjawabnya : “Marta, Marta, engkau khawatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya" (Luk 10:41-42). Ini adalah jawaban yang mengejutkan. Tetapi Yesus berkali-kali menjungkirbalikkan cara berpikir kita. Jadi, marilah kita bertanya pada diri kita sendiri mengapa Tuhan, seraya menghargai perhatian Marta yang murah hati, mengatakan bahwa perilaku Maria lebih berkenan.

 

"Filosofi" Marta tampaknya seperti ini : pertama tugas, lalu kesenangan. Akibatnya, keramahan tidak berupa kata-kata halus, tetapi menuntut agar kamu meletakkan tanganmu di atas kompor, segala sesuatu perlu dilakukan agar tamu merasa diterima. Yesus sangat menyadari hal ini. Dan memang, Ia mengakui usaha Marta. Namun, Ia ingin membuatnya mengerti bahwa ada urutan prioritas baru, berbeda dari yang diikutinya sampai saat itu. Maria memiliki kepekaan perasaan bahwa ada "bagian yang terbaik" yang harus diberikan tempat pertama. Segala sesuatu yang lain datang setelahnya, seperti aliran yang mengalir dari sumbernya. Jadi kita bertanya-tanya : apa "bagian yang terbaik" ini? Bagian yang terbaik adalah mendengarkan kata-kata Yesus. Injil mengatakan Maria "duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya" (ayat 39). Catatan : Maria tidak mendengarkan sambil berdiri, melakukan hal-hal lain, tetapi ia duduk dekat kaki Yesus. Maria mengerti bahwa Yesus tidak seperti tamu lain. Pada pandangan pertama tampaknya Yesus datang untuk menerima, karena Ia membutuhkan makanan dan tempat tinggal, tetapi pada kenyataannya, Sang Guru datang untuk memberikan diri-Nya kepada kita melalui sabda-Nya.

 

Sabda Yesus tidak abstrak; sabda Yesus adalah ajaran yang menyentuh dan membentuk hidup kita, mengubahnya, membebaskannya dari ketidakjelasan kejahatan, memuaskan dan menanamkannya dengan sukacita yang tidak pernah berlalu : sabda Yesus adalah bagian yang terbaik, yang telah dipilih Maria. Oleh karena itu, ia memberikan tempat pertama : ia berhenti dan mendengarkan. Sisanya akan menyusul. Hal ini tidak mengurangi nilai usaha praktis, tetapi tidak boleh mendahului, bahkan mengalir dari mendengarkan sabda Yesus. Mendengarkan sabda Yesus harus dimeriahkan oleh Roh-Nya. Kalau tidak, mendengarkan sabda Yesus direduksi menjadi repot dan resah atas banyak hal, mendengarkan sabda Yesus direduksi menjadi aktivisme yang mandul.

 

Saudara-saudari, marilah kita manfaatkan waktu liburan musim panas ini untuk berhenti dan mendengarkan Yesus. Saat ini menemukan waktu luang untuk bermeditasi semakin sulit. Bagi banyak orang, irama hidup ini hingar bingar dan melelahkan. Musim panas juga bisa berharga untuk membuka Injil dan membacanya perlahan, tanpa tergesa-gesa, satu perikop setiap hari, satu perikop pendek Injil. Dan hal ini memungkinkan kita masuk ke dalam dinamika Yesus ini. Marilah kita biarkan diri kita ditantang oleh perikop-perikop itu, bertanya pada diri sendiri bagaimana hidup kita, hidupku, berjalan, apakah sejalan dengan yang dikatakan Yesus, atau tidak. Secara khusus, marilah kita bertanya pada diri kita sendiri : Ketika aku mengawali hariku, apakah aku memaksakan diri untuk melakukan hal-hal yang harus dilakukan, atau apakah aku terlebih dahulu mencari inspirasi dalam sabda Allah? Kadang-kadang kita mengawali hari secara otomatis, kita mulai melakukan berbagai hal … seperti ayam betina. Tidak, kita harus mengawali hari dengan pertama-tama memandang kepada Tuhan, mengambil sabda-Nya, secara singkat, tetapi biarlah ini menjadi inspirasi untuk hari itu. Jika kita meninggalkan rumah di pagi hari dengan mengingat sabda Yesus, hari itu pasti akan memperoleh nada yang ditandai oleh sabda itu, yang memiliki kekuatan untuk mengarahkan tindakan kita sesuai dengan keinginan Tuhan.

 

Semoga Perawan Maria mengajari kita untuk memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan pernah diambil dari kita.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Kemarin di Ellwangen, Jerman, Johann Philipp Jeningen dibeatifikasi. Sebagai imam Serikat Yesus, ia tinggal di Jerman pada paruh kedua abad ketujuh belas dan menjalankan pelayanannya di antara penduduk pedesaan Kadipaten Württemberg. Seorang pengkhotbah Injil yang tak kenal lelah, ia menjangkau orang-orang dari setiap kelas sosial, diilhami oleh semangat kerasulan yang luar biasa dan devosi khusus kepada Maria. Semoga teladan sang imam ini membantu kita merasakan sukacita berbagi Injil dengan saudara-saudara kita. Tepuk tangan meriah untuk sang beato baru!

 

Sekali lagi, saya mengungkapkan kedekatan saya dengan rakyat Sri Lanka. Saudara-saudari terkasih, saya bergabung denganmi dalam doa dan saya mendesak semua pihak untuk mencari solusi damai untuk krisis saat ini, dengan berpihak, khususnya, pada orang paling miskin, menghormati hak semua orang. Saya bergabung dengan para pemimpin agama dalam meminta semua orang untuk menahan diri dari segala bentuk kekerasan dan memulai proses dialog untuk kebaikan bersama.

 

Dan saya juga selalu dekat dengan penduduk Ukraina yang mati sebagai martir, yang setiap hari dihantam oleh rudal. Bagaimana seseorang bisa gagal untuk memahami bahwa perang hanya menciptakan kehancuran dan kematian, membuat orang terpisah, membunuh kebenaran dan dialog? Saya berdoa dan berharap agar semua aktor internasional akan benar-benar bekerja untuk melanjutkan negosiasi, bukan mengobarkan perang yang tidak masuk akal.

 

Hari Minggu depan, atas kehendak Allah saya akan berangkat ke Kanada; oleh karena itu saya sekarang ingin menyapa semua penduduk negara itu. Saudara-saudari Kanada yang terkasih, seperti yang kamu ketahui, saya akan datang di antaramu terutama dalam nama Yesus untuk bertemu dan merangkul masyarakat adat. Sayangnya, di Kanada, banyak umat Kristiani, termasuk beberapa anggota lembaga keagamaan, telah berkontribusi pada kebijakan asimilasi budaya yang, di masa lalu, sangat merugikan komunitas pribumi dengan berbagai cara. Karena alasan ini, baru-baru ini saya menerima beberapa kelompok di Vatikan, perwakilan masyarakat adat, yang kepanya saya menyatakan kesedihan dan kesetiakawanan saya atas kerugian yang mereka derita. Dan sekarang saya akan memulai peziarahan pertobatan, yang saya harap, dengan rahmat Allah, akan berkontribusi pada perjalanan penyembuhan dan rekonsiliasi yang telah dilakukan. Saya berterima kasih sebelumnya atas seluruh pekerjaan persiapan dan penyambutan yang akan kamu berikan kepada saya. Terima kasih semua! Dan saya memintamu untuk menyertai saya dalam doa.

 

Dan sekarang saya menyapamu, umat Roma dan para peziarah yang terkasih, khususnya Suster-Suster Kebangkitan dan para Misionaris Hati Kudus, yang mengadakan Kapitel Umum mereka di Roma. Saya menyapa umat Hermandad de la Virgen de las Nieves, Los Palacios y Villafranca, Sevilla, dan kaum muda yang mengikuti perjalanan pembentukan gerakan Regnum Christi. Kaum muda membuat diri mereka didengar!

 

Dengan senang hati saya ganti menyapa kaum muda peserta Giffoni Film Festival yang tahun ini didedikasikan untuk “kaum tak kasat mata”, yaitu orang-orang yang tersisih dan terpinggirkan dari kehidupan sosial. Terima kasih dan harapan terbaik! Dan saya juga menyapa kaum muda Immacolata.

 

Kepadamu saya mengucapkan selamat hari Minggu dan jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat makan siang, dan sampai jumpa!
______

(Peter Suriadi - Bogor, 17 Juli 2022)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 10 Juli 2022 : MELIHAT DAN BERBELAS KASIHAN SEPERTI ORANG SAMARIA YANG BAIK

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Bacaan Injil liturgi hari ini menceritakan perumpamaan tentang Orang Samaria yang Baik (bdk. Luk 10:25-37) – kita semua mengetahuinya. Dengan berlatar jalan yang menurun dari Yerusalem ke Yerikho, seseorang tergeletak karena telah dipukuli dan dirampok habis-habisan oleh penyamun-penyamun. Seorang imam yang lewat melihatnya tetapi tidak berhenti; ia terus berjalan. Seorang Lewi, seseorang yang melakukan pelayanan di Bait Allah, melakukan hal yang sama. “Lalu datang seorang Samaria", Bacaan Injil mengatakan, "yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan” (ayat 33). Janganlah kita melupakan kata ini – “tergeraklah hatinya oleh belas kasihan”. Inilah yang dirasakan Allah setiap kali melihat kita sedang memiliki masalah, kita dalam keadaan dosa, kita sedang mengalami kesengsaraan. "Tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepadanya". Penginjil menegaskan bahwa orang Samaria ini sedang dalam perjalanan. Jadi, meskipun ia memiliki rencana dan sedang menuju tujuan yang jauh, orang Samaria itu tidak mencari alasan tetapi membiarkan dirinya terlibat, ia membiarkan dirinya terlibat dengan apa yang telah terjadi di sepanjang jalan. Marilah kita memikirkan hal ini : bukankah Tuhan sedang mengajar kita untuk melakukan hal itu semata? Melihat ke kejauhan, ke tujuan akhir kita, sambil memperhatikan langkah-langkah yang harus diambil di sini dan sekarang untuk sampai ke sana.

 

Sangatlah penting bahwa orang-orang Kristiani perdana disebut "murid-murid Sang Jalan" (bdk. Kis 9:2). Faktanya, orang beriman sangat mirip dengan orang Samaria – seperti dia, orang beriman sedang berada dalam perjalanan, adalah seorang musafir. Orang beriman tahu bahwa mereka belum “tiba”, tetapi ingin belajar setiap hari, mengikuti Tuhan Yesus yang mengatakan : “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6), “Akulah jalan ”. Murid Kristus berjalan mengikuti Dia dan dengan demikian menjadi "murid Sang Jalan". Ia berjalan di belakang Tuhan, tidak menetap, tidak, tetapi selalu berada dalam perjalanan. Sepanjang jalan, ia bertemu orang-orang, menyembuhkan orang-orang sakit, mengunjungi desa dan kota. Inilah yang dilakukan Tuhan, Ia selalu bergerak.

 

Oleh karena itu, “murid Sang Jalan”, yaitu, kita orang-orang Kristiani, mengamati bahwa cara berpikir dan bertindak kita berangsur-angsur berubah, menjadi semakin serupa dengan sang Guru. Berjalan mengikuti jejak Kristus, murid menjadi seorang musafir dan – seperti orang Samaria – belajar untuk melihat dan berbelas kasih. Ia melihat dan berbelas kasihan. Pertama-tama, melihat : mata mereka terbuka terhadap kenyataan, tidak tertutup pada egoisnya lingkaran pikiran mereka. Sebaliknya, imam dan orang Lewi melihat orang yang malang itu, tetapi mereka lewat seolah-olah mereka tidak melihatnya, mereka melihat ke arah lain. Bacaan Injil mengajarkan kita untuk melihat – Bacaan Injil menuntun kita masing-masing untuk memahami kenyataan dengan benar, mengatasi prasangka dan dogmatisme setiap hari. Begitu banyak orang percaya berlindung di balik dogmatisme untuk membela diri dari kenyataan. Kemudian, Bacaan Injil mengajarkan kita untuk mengikuti Yesus, karena mengikuti Yesus mengajarkan kita untuk berbelas kasihan – melihat dan berbelas kasihan – menyadari sesama, terutama orang-orang yang menderita, orang-orang yang membutuhkan, dan campur tangan seperti orang Samaria, bukannya melewati tetapi berhenti.

 

Berhadapan dengan perumpamaan Injil ini, dapat terjadi bahwa kita mungkin menyalahkan orang lain atau menyalahkan diri sendiri, menunjuk orang lain, membandingkan mereka dengan imam atau orang Lewi – “Orang itu, orang itu berjaan terus, orang itu tidak berhenti…” – atau bahkan menyalahkan diri sendiri, menghitung kegagalan kita untuk memperhatikan sesama kita. Tetapi saya ingin menyarankan jenis latihan lain untuk kamu semua, bukan latihan mencari kesalahan, tidak. Tentu saja, kita harus menyadari ketika kita telah acuh tak acuh dan membenarkan diri kita sendiri. Tetapi jangan sampai kita berhenti di situ. Ini harus kita akui, ini salah. Tetapi marilah kita memohon kepada Tuhan untuk membantu kita mengatasi egoisnya ketidakpedulian kita dan menempatkan diri kita pada Sang Jalan. Marilah kita memohon kepada-Nya untuk dapat melihat dan berbelas kasih, dapat melihat dan berbelas kasih adalah rahmat. Kita perlu memohon kepada Tuhan, “Tuhan, agar aku dapat melihat, agar aku berbelas kasihan seperti Engkau melihatku dan berbelas kasihan kepadaku”. Inilah doa yang saya anjurkan kepadamu hari ini. “Tuhan, agar aku dapat melihat, agar aku berbelas kasihan seperti Engkau melihatku dan berbelas kasihan kepadaku” – agar kita dapat berbelas kasihan kepada orang-orang yang kita temui di sepanjang jalan, terutama kepada orang-orang yang menderita dan membutuhkan, mendekati mereka dan melakukan apa yang bisa kita lakukan untuk membantu mereka. Sering kali, ketika saya bersama beberapa orang Kristiani yang datang untuk berbicara tentang hal-hal rohani, saya bertanya apakah mereka memberi sedekah. “Ya”, orang itu berkata kepada saya.

 

"Oleh karena itu, katakanlah padaku, apakah kamu menyentuh tangan orang yang kamu berikan uang itu?"

 

"Tidak, tidak, aku melemparkannya ke sana".

 

"Dan apakah kamu menatap mata orang itu?"

 

"Tidak, tidak terlintas dalam pikiranku".

 

Jika kamu memberi sedekah tanpa menyentuh kenyataan, tanpa melihat ke mata orang yang membutuhkan, sedekah itu untukmu, bukan untuk orang itu. Pikirkan tentang hal ini. Apakah aku menyentuh kesengsaraan, bahkan kesengsaraan yang sedang kubantu? Apakah aku melihat ke mata orang-orang yang menderita, orang-orang yang kubantu? Saya meninggalkanmu dengan pemikiran ini – melihat dan berbelas kasihan.

 

Semoga Perawan Maria menyertai kita dalam perjalanan pertumbuhan ini. Semoga ia, yang “menunjukkan kepada kita Sang Jalan”, yaitu Yesus, membantu kita juga untuk semakin menjadi “murid Sang Jalan”.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Saya mempersatukan diri dengan kesedihan rakyat Sri Lanka yang terus menderita akibat ketidakstabilan politik dan ekonomi. Bersama dengan para Uskup negara tersebut, saya kembali menyerukan perdamaian dan saya memohon mereka yang memiliki kewenangan untuk tidak mengabaikan jeritan orang miskin dan kebutuhan rakyat.

 

Secara khusus saya ingin memikirkan rakyat Libya, terutama kaum muda dan semua orang yang sedang menderita akibat masalah sosial dan ekonomi yang serius di negara tersebut. Saya mendesak semua orang untuk mencari solusi baru yang meyakinkan dengan bantuan komunitas internasional, melalui dialog yang membangun dan pendamaian nasional.

 

Saya memperbarui kedekatan saya dengan rakyat Ukraina, yang setiap hari tersiksa oleh serangan brutal yang dibayar oleh rakyat jelata. Saya mendoakan seluruh keluarga, terutama para korban, orang-orang yang terluka, orang-orang yang sakit. Saya mendoakan kaum tua dan anak-anak. Semoga Allah menunjukkan cara untuk mengakhiri perang yang tidak berperasaan ini.

 

Hari Minggu Laut sedang dirayakan hari ini. Marilah kita mengingat semua pelaut dengan rasa hormat dan terima kasih atas pekerjaan mereka yang berharga, serta para imam dan sukarelawan “Stella Maris”. Saya mempercayakan kepada Bunda Maria para pelaut yang menemukan diri mereka terdampar di zona perang sehingga mereka dapat kembali ke rumah.

 

Saya menyapa kelompok dari Kolese São Tomás Lisbon, dan anggota umat dari Viseu, Portugal; paduan suara “Siempre Así” dari Spanyol; kaum muda dari Keuskupan Agung Berlin dan para calon penerima sakramen krisma dari Bolgare (Bergamo). Saya menyampaikan salam saya kepada para peziarah Polandia serta mereka yang ikut serta dalam peziarahan tahunan keluarga dari Radio Maria ke Gua Maria Częstochowa. Saya menyapa para imam dari berbagai negara yang ikut serta dalam kursus formatur seminari yang diselenggarakan oleh Istituto Sacerdos Roma.

 

Kepada kamu semua saya mengucapkan selamat hari Minggu. Tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siangmu dan sampai jumpa!

______

(Peter Suriadi - Bogor, 10 Juli 2022)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 3 Juli 2022 : BERMISI BERDUA-DUA

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Dalam Bacaan Injil liturgi hari Minggu ini kita membaca bahwa "Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya" (Luk 10:1). Para murid diutus berdua-dua, tidak sendiri-sendiri. Bermisi berdua-dua, dari sudut pandang praktis, tampaknya lebih merugikan alih-alih menguntungkan. Ada risiko keduanya tidak sejalan, keduanya memiliki kecepatan yang berbeda, yang satu lelah atau sakit di sepanjang jalan, memaksa yang lain untuk berhenti juga. Di sisi lain, ketika kamu sendirian, tampaknya perjalanan menjadi lebih cepat dan lancar. Namun, Yesus tidak berpikir demikian : di hadapan-Nya Ia tidak mengutus orang-orang yang menyendiri, melainkan murid-murid yang pergi berdua-dua. Tetapi marilah kita bertanya pada diri kita sendiri : apakah alasan dari pilihan Tuhan ini?

 

Tugas para murid adalah berangkat ke desa-desa dan mempersiapkan orang-orang untuk menyambut Yesus; dan petunjuk yang Ia berikan kepada mereka bukanlah tentang apa yang harus mereka katakan tetapi tentang bagaimana seharusnya mereka : yaitu, bukan tentang “buklet” yang harus mereka katakan, tidak; tentang kesaksian hidup, kesaksian yang harus diberikan lebih daripada kata-kata yang diucapkan. Bahkan, ia mendefinisikan mereka sebagai pekerja : yaitu, mereka dipanggil untuk bekerja, menginjili melalui perilaku mereka. Dan tindakan nyata pertama yang dilakukan para murid dalam misi mereka adalah berjalan berdua-dua.

 

Para murid bukanlah "seorang yang main pukul", pengkhotbah yang tidak tahu bagaimana menyampaikan sabda kepada orang lain. Kehidupan para murid terutama mewartakan Injil : pemahaman mereka tentang bagaimana kebersamaan, saling menghormati, keengganan mereka untuk menunjukkan bahwa mereka lebih mampu daripada yang lain, seia sekata mengacu pada satu Guru.

 

Rencana pastoral yang sempurna dapat diuraikan, rancangan yang dilaksanakan dengan baik dapat diterapkan, dikelola hingga rincian terkecil; kamu dapat memanggil banyak orang dan memiliki banyak cara; tetapi jika tidak ada ketersediaan untuk persaudaraan, misi injili tidak berkembang. Suatu ketika, seorang misionaris menceritakan bahwa ia pergi ke Afrika bersama seorang sejawatnya. Namun, setelah beberapa waktu, ia berpisah darinya, berhenti di sebuah desa di mana ia berhasil melakukan serangkaian kegiatan membangun untuk kebaikan masyarakat. Semuanya bekerja dengan baik. Tetapi suatu hari ia melakukan sebuah awalan : ia menyadari bahwa hidupnya adalah hidp seorang pengusaha yang baik, selalu di tengah-tengah lokasi konstruksi dan laporan akuntansi! Bahkan ... dan "bahkan" tinggal di sana. Kemudian ia menyerahkan pengelolaannya kepada orang lain, kepada kaum awam, dan bergabung dengan saudaranya. Dengan demikian ia mengerti mengapa Tuhan mengutus para murid "berdua-dua" : misi penginjilan tidak didasarkan pada aktivisme pribadi, yaitu, pada "melakukan" tetapi pada kesaksian kasih persaudaraan, juga melalui kesulitan yang menyertai hidup bersama.

 

Maka kita dapat bertanya pada diri kita sendiri : Bagaimana kita membagikan kabar baik Injil kepada orang lain? Apakah kita melakukannya dengan semangat dan gaya persaudaraan, atau dengan cara duniawi, dengan kepemimpinan, daya saing, dan efisiensi? Marilah kita bertanya pada diri kita sendiri apakah kita memiliki kemampuan untuk bekerjasama, apakah kita tahu bagaimana membuat keputusan bersama, dengan tulus menghormati orang-orang di sekitar kita dan mempertimbangkan sudut pandang mereka, jika kita melakukannya dalam komunitas, tidak sendirian. Faktanya, terutama dengan cara inilah kehidupan murid mengungkapkan kehidupan sang Guru, benar-benar mewartakannya kepada orang lain.

 

Semoga Perawan Maria, Bunda Gereja, mengajari kita mempersiapkan jalan bagi Tuhan dengan kesaksian persaudaraan.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Kemarin di San Ramón de la Nueva AOrán, Argentina, Pedro Ortiz de Zárate, seorang imam diosesan, dan Giovanni Antonio Solinas, seorang presbiter Serikat Yesus dibeatifikasi. Kedua misionaris ini, yang mengabdikan hidup mereka untuk penerusan iman dan membela masyarakat adat, dibunuh pada tahun 1683 karena mereka membawa pesan perdamaian Injil. Semoga teladan kedua martir ini membantu kita menjadi saksi Kabar Baik tanpa kompromi, mendedikasikan diri kita dengan murah hati untuk melayani kaum paling lemah. Tepuk tangan untuk kedua beato baru tersebut!

 

Kita terus mendoakan perdamaian di Ukraina dan di seluruh dunia. Saya mengimbau para kepala negara dan organisasi internasional untuk bereaksi terhadap kecenderungan untuk menonjolkan pertikaian dan oposisi. Dunia membutuhkan perdamaian. Bukan perdamaian berdasarkan keseimbangan persenjataan, rasa takut bersama. Bukan, ini tidak benar. Ini berarti sejarah tujuh puluh tahun lalu muncul kembali. Krisis Ukraina seharusnya, tetapi - jika diinginkan - masih bisa menjadi tantangan bagi para negarawan yang bijaksana, yang mampu membangun dunia yang lebih baik dalam dialog demi generasi baru. Dengan pertolongan Allah, hal ini selalu mungkin! Tetapi perlu untuk beralih dari strategi kekuatan politik, ekonomi dan militer menuju proyek perdamaian global : tidak untuk dunia yang terbagi-bagi di antara kekuatan yang saling bertentangan; ya untuk dunia yang bersatu di antara bangsa-bangsa dan peradaban yang saling menghormati.

 

Saya menyapa kamu semua, umat Roma dan para peziarah yang terkasih! Secara khusus, saya menyapa para lektor dan putra altar Dobra, Polandia; para siswa Slavonski Brod, Kroasia; umat Albania dengan para pastor paroki mereka dan tim keliling Neocatechumenal Way Albania. Saya menyapa umat dari Napoli, Ascoli Piceno, Perugia dan Catania, dan anak-anak penerima sakramen krisma dari Tremignon dan Vaccarino, Keuskupan Vicenza.

 

Kepada kamu semua saya mengucapkan selamat hari Minggu. Jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat makan siang dan sampai jumpa lagi!
______

(Peter Suriadi - Bogor, 3 Juli 2022)