Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 26 Februari 2023 : TIGA "RACUN" YANG MELUMPUHKAN PERUTUSAN

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Bacaan Injil Hari Minggu Prapaskah I ini menghadirkan Yesus di padang gurun, dicobai oleh iblis (bdk. Mat 4:1-11). "Iblis" berarti "pemecah". Iblis selalu ingin menciptakan perpecahan, dan itulah yang dilakukannya dengan mencobai Yesus. Kemudian, marilah kita lihat dari siapakah Iblis ingin memisahkan Yesus, dan bagaimana ia mencobai Yesus.

 

Dari siapakah iblis ingin memisahkan Yesus? Setelah menerima Pembaptisan dari Yohanes di Sungai Yordan, Yesus dipanggil Bapa “Putra-Ku yang Kukasihi” (Mat 3:17), dan Roh Kudus turun ke atas-Nya seperti burung merpati (bdk. ayat 16). Dengan demikian Bacaan Injil menyajikan kepada kita tiga Pribadi ilahi yang bersatu dalam kasih. Kemudian Yesus sendiri akan berkata bahwa Ia datang ke dunia untuk menjadikan kita juga ambil bagian dalam kesatuan antara Dia dan Bapa (bdk. Yoh 17:11). Iblis justru melakukan sebaliknya : ia memasuki panggung untuk memisahkan Yesus dari Bapa dan mengalihkan perhatian Yesus dari perutusan-Nya untuk mempersatukan kita. Ia selalu memecah.

 

Sekarang marilah kita lihat bagaimana ia berusaha melakukannya. Iblis ingin memanfaatkan kondisi kemanusiaan Yesus yang lemah karena berpuasa empat puluh hari dan lapar (bdk. Mat 4:2). Si jahat kemudian mencoba menanamkan dalam diri Yesus tiga “racun” yang kuat, untuk melumpuhkan perutusan-Nya dalam membina kesatuan. Racun ini adalah kemelekatan, ketidakpercayaan, dan kekuasaan. Pertama dan terutama, racun kemelekatan pada harta benda, pada kebutuhan; dengan alasan yang menghasut Iblis berusaha meyakinkan Yesus : “Engkau lapar, mengapa Engkau harus berpuasa? Dengarkanlah kebutuhanmu dan penuhilah, kamu memiliki hak dan kuasa : mengubah batu menjadi roti”. Kemudian racun kedua, ketidakpercayaan : “Apakah Engkau yakin Bapa menginginkan apa yang baik untuk dirimu? Cobailah Dia, peraslah Dia! Jatuhkanlah diri-Mu dari bubungan Bait Allah dan jadikan Ia melakukan apa yang Engkau inginkan”. Terakhir, kuasa : “Engkau tidak membutuhkan Bapa-Mu! Mengapa menantikan karunia-karunia-Nya? Ikutilah kriteria dunia, ambillah semuanya untuk dirimu, dan Engkau akan berkuasa!”. Tiga pencobaan Yesus. Dan kita juga selalu hidup di antara pencobaan-pencobaan ini. Mengerikan, tetapi begitulah adanya, bagi kita juga : kemelekatan pada perkara materi, ketidakpercayaan dan haus akan kekuasaan adalah tiga godaan yang meluas dan berbahaya, yang digunakan Iblis untuk memisahkan kita dari Bapa dan membuat kita tidak lagi merasa seperti saudara dan saudari di antara kita, membawa kita ke dalam kesunyian dan keputusasaan. Ia ingin melakukan hal ini pada Yesus, ia ingin melakukannya pada kita : membawa kita kepada keputusasaan.

 

Tetapi Yesus mengalahkan pencobaan-pencobaan itu. Dan bagaimana Ia mengalahkan pencobaan-pencobaan tersebut? Dengan menghindari tukar pendapat dengan iblis dan menjawabnya dengan sabda Allah. Ini penting : kamu tidak bisa berdebat dengan iblis, kamu tidak bisa berbicara dengan iblis! Yesus menghadapinya dengan sabda Allah. Ia mengutip tiga ayat Kitab Suci yang berbicara tentang kebebasan dari benda- benda (bdk. Ul 8:3), kepercayaan (bdk. Ul 6:16), dan beribadah kepada Allah (bdk. ÀUl 6:13), tiga ayat yang menentang godaan. Ia tidak pernah berdialog dengan iblis, Ia tidak bernegosiasi dengannya, bahkan Ia menolak sindiran Iblis yang mempergunakan kata-kata dermawan dari Kitab Suci. Kita juga diundang untuk seperti Yesus; kita tidak bisa mengalahkannya dengan bernegosiasi dengannya, ia lebih kuat dari kita. Kita mengalahkan iblis dengan menentangnya dalam iman dengan sabda Allah. Dengan cara ini, Yesus mengajar kita untuk mempertahankan persatuan dengan Allah dan di antara kita dari serangan para pemisah. Sabda Allah itulah jawaban Yesus atas pencobaan-pencobaan Iblis.

 

Dan kita bertanya pada diri kita sendiri : di manakah tempat sabda Allah dalam hidupku? Apakah aku berpaling kepadanya dalam pergumulan rohaniku? Ketika aku kerap memiliki sifat buruk atau pencobaan berulang, mengapa aku tidak mendapatkan bantuan dengan mencari ayat sabda Allah yang menanggapi sifat buruk itu? Kemudian, ketika pencobaan datang, aku membacanya, aku berdoa, percaya kepada rahmat Kristus. Marilah kita mencoba sehingga kita akan terbantu dalam pencobaan, kita akan sangat terbantu, sehingga, di antara suara-suara yang bergejolak di dalam diri kita, Sabda Allah yang murah hati akan bergema. Semoga Maria, yang menyambut Sabda Allah dan dengan kerendahan hatinya mengalahkan kesombongan para pemisah, menyertai kita dalam perjuangan rohani Masa Prapaskah.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Berita menyedihkan terus berdatangan dari Tanah Suci : banyak orang terbunuh, bahkan anak-anak… Bagaimana lingkaran kekerasan ini bisa dihentikan? Saya kembali menyerukan agar dialog mengatasi kebencian dan balas dendam, serta saya berdoa kepada Tuhan untuk Palestina dan Israel, agar mereka dapat menemukan jalan menuju persaudaraan dan perdamaian, dengan bantuan masyarakat internasional.

 

Saya juga sangat prihatin dengan situasi di Burkina Faso, di mana serangan teroris terus berlanjut. Saya mengajakmu untuk mendoakan rakyat negeri tercinta itu, agar kekerasan yang mereka derita tidak membuat mereka kehilangan kepercayaan terhadap jalan demokrasi, keadilan dan perdamaian.

Pagi ini saya mengetahui dengan sedih tentang karamnya kapal di lepas pantai Calabria, dekat Crotone. Empat puluh orang tewas telah ditemukan, termasuk banyak anak-anak. Saya mendoakan mereka, orang-orang hilang dan para migran lainnya yang masih hidup. Saya berterima kasih kepada orang-orang yang telah membawa bantuan dan orang-orang yang menyediakan tempat berlindung. Semoga Bunda Maria menopang saudara-saudari kita ini. Dan janganlah kita melupakan tragedi perang di Ukraina; perang telah berlanjut selama satu tahun. Dan jangan sampai kita melupakan penderitaan rakyat Suriah dan Turki akibat gempa.

 

Saya menyampaikan salam kepada kamu semua yang datang dari Italia dan dari negara lain. Saya menyapa para peziarah dari Spanyol, Portugal, Meksiko dan Kroasia. Saya menyapa umat Palermo, Montelepre, Termini Imerese dan Riese Pio X; para siswa dari Seminari Antardaerah Campania Napoli; para remaja dari berbagai paroki di Keuskupan Milan; calon muda penerima sakramen krisma dari Cavaion dan Sega, Verona; rombongan dari Limbadi dan anak-anak yang akan menerima Komuni Pertama, dari Santa Aurea Ostia Antica.

 

Saya menyapa Lembaga Donor Organ Italia, yang merayakan ulang tahunnya yang kelima puluh : saya berterima kasih atas komitmenmu terhadap kesetiakwanan sosial, dan saya mendorongmu untuk terus mempromosikan kehidupan melalui donasi organ. Salam khusus untuk mereka yang datang pada kesempatan Hari Penyakit Langka Sedunia, yang akan berlangsung lusa; saya menegaskan kembali dorongan saya kepada lembaga-lembaga orang sakit dan kerabat mereka; semoga kedekatan kita tidak pernah berkurang, terutama kepada anak-anak, agar mereka merasakan kasih dan kelembutan Allah.

 

Dan kepada kamu semua saya mengucapkan selamat hari Minggu. Tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makananmu, dan sampai jumpa!

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 27 Februari 2023)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 22 Februari 2023 : HASRAT PENGINJILAN : SEMANGAT KERASULAN ORANG PERCAYA (BAGIAN 5) - ROH KUDUS ADALAH PELAKU UTAMA PEWARTAAN

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi dan selamat datang!

 

Dalam rangkaian perjalanan katekese kita tentang hasrat penginjilan, hari ini kita awali dari kata-kata Yesus yang telah kita dengar : 'Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus' (Mat 28:19). 'Pergilah,' kata Yesus yang bangkit, 'bukan untuk mengindoktrinasi, bukan untuk menyebarkan agama, bukan, tetapi untuk melakukan pemuridan, yaitu, memberi setiap orang kesempatan untuk berhubungan dengan Yesus, mengenal dan mengasihi-Nya dengan bebas. Pergilah dan baptislah : membaptis artinya membenamkan; dan oleh karena itu, sebelum tindakan liturgi diperlihatkan, tindakan vital diungkapkan : membenamkan hidup kita di dalam Bapa, Putra dan Roh Kudus; setiap hari mengalami sukacita kehadiran Allah yang dekat dengan kita sebagai Bapa, sebagai Saudara, sebagai Roh yang bekerja di dalam diri kita, di dalam roh kita. Dibaptis berarti membenamkan diri dalam Allah Tritunggal.

 

Ketika Yesus berkata kepada murid-murid-Nya – dan juga kepada kita – ‘Pergilah!’, Ia tidak hanya menyampaikan sepatah kata. Tidak. Ia menyampaikan Roh Kudus pada saat yang sama, karena hanya berkat Dia, berkat Roh Kudus, kita dapat menerima perutusan Kristus dan melaksanakannya (bdk. Yoh 20:21-22). Bahkan, karena ketakutan, para Rasul tetap terkurung di Ruang Atas sampai hari Pentakosta tiba dan Roh Kudus turun ke atas mereka (bdk. Kis 2:1-13). Dan pada saat itu rasa takut sirna, dan dengan kuasa-Nya para nelayan itu, kebanyakan tidak terpelajar, akan mengubah dunia. ‘Tetapi jika mereka tidak dapat berbicara…?’ Tetapi sabda Roh Kudus, kekuatan Roh Kudus yang membawa mereka maju untuk mengubah dunia. Oleh karena itu, pewartaan Injil hanya terwujud dalam kuasa Roh Kudus, yang mendahului para misionaris dan mempersiapkan hati : Ia adalah ‘mesin penginjilan’.

 

Kita menemukan hal ini dalam Kisah Para Rasul, di mana pada setiap halaman kita melihat bahwa pelaku utama pewartaan bukan Petrus, Paulus, Stefanus, atau Filipus, melainkan Roh Kudus. Tetap berkat kitab Kisah Para Rasul, momen penting Gereja perdana diceritakan, yang juga dapat mengatakan banyak hal kepada kita. Kemudian, seperti sekarang, kesengsaraan tidak berkurang, saat-saat indah dan saat-saat yang tidak terlalu indah, sukacita disertai dengan kekhawatiran, keduanya. Satu kekhawatiran khususnya: bagaimana menghadapi orang-orang kafir yang sudah beriman, orang-orang yang bukan orang Yahudi, misalnya. Apakah mereka terikat untuk menaati ketentuan Hukum Musa atau tidak? Ini bukan persoalan kecil bagi orang-orang itu. Dengan demikian terbentuk dua kelompok, antara mereka yang menganggap ketaatan terhadap Hukum sangat diperlukan dan mereka yang tidak. Untuk melakukan pembedaan roh, para Rasul berkumpul dalam apa yang disebut 'Konsili Yerusalem', konsili pertama dalam sejarah. Bagaimana cara mengatasi dilema tersebut? Mereka mungkin mencari kompromi yang baik antara tradisi dan inovasi: beberapa aturan dipatuhi, dan yang lainnya dikesampingkan. Tetapi para Rasul tidak mengikuti hikmat manusiawi ini untuk mencari keseimbangan diplomatik antara yang satu dan yang lain, mereka tidak mengikuti ini, tetapi menyesuaikan diri dengan karya Roh Kudus, yang telah mengantisipasi orang-orang kafir dengan turun ke atas mereka.

 

Maka, meniadakan hampir setiap kewajiban yang berkaitan dengan Hukum, mereka menyampaikan keputusan akhir – dan inilah yang mereka tuliskan – 'keputusan Roh Kudus dan keputusan kami' (bdk. Kis 15:28), serta inilah yang dimunculkan, 'Roh Kudus beserta kita', dan para Rasul selalu bertindak dengan cara ini. Bersama-sama, tanpa terpecah-pecah, meski memiliki kepekaan dan pendapat yang berbeda, mereka mendengarkan Roh Kudus. Dan Ia mengajarkan satu hal, yang juga berlaku dewasa ini : setiap tradisi keagamaan berguna jika memfasilitasi perjumpaan dengan Yesus. Kita dapat mengatakan bahwa keputusan bersejarah konsili pertama, keputusan yang juga bermanfaat bagi kita, dimotivasi oleh suatu prinsip, prinsip pewartaan : segala sesuatu dalam Gereja harus sesuai dengan persyaratan pewartaan Injil; bukan berdasarkan pendapat kaum konservatif atau progresif, tetapi pada fakta bahwa Yesus menjangkau kehidupan manusia. Oleh karena itu, setiap pilihan, setiap penggunaan, setiap tatanan, dan setiap tradisi dievaluasi berdasarkan apakah mendukung pewartaan Kristus atau tidak. Dan ketika keputusan ditemukan dalam Gereja – misalnya perpecahan ideologis : ‘Aku konservatif karena…’ ‘Aku progresif karena…’ Tetapi di manakah Roh Kudus? Berhati-hatilah bahwa Injil bukan sebuah gagasan, Injil bukan sebuah ideologi : Injil adalah sebuah pewartaan yang menyentuh hatimu dan membuat hatimu berubah, tetapi jika kamu berlindung dalam sebuah gagasan, dalam sebuah ideologi, baik kanan maupun kiri atau pusat, kamu menjadikan Injil sebagai partai politik, sebuah ideologi, sebuah perkumpulan orang. Injil selalu memberimu kebebasan Roh yang bertindak di dalam dirimu dan membawa kamu maju. Dan seberapa banyak yang dituntut dari kita hari ini untuk memegang kebebasan Injil dan membiarkan diri kita dibawa maju oleh Roh Kudus.

 

Dengan cara ini Roh Kudus menerangi jalan Gereja, selalu. Nyatanya, Ia bukan hanya terang hati; Ia adalah terang yang mengarahkan Gereja : Ia membawa kejelasan, membantu membedakan, membantu melakukan pembedaan. Inilah sebabnya perlu sering memohon kepada-Nya; marilah kita lakukan juga hari ini, di awal Masa Prapaskah. Karena, sebagai Gereja, kita dapat memiliki ruang dan waktu yang terdefinisi dengan baik, komunitas, lembaga, dan gerakan yang terorganisasi dengan baik, tetapi tanpa Roh Kudus, semuanya tetap tanpa jiwa. Organisasi… ia tidak akan berhasil, tidak memadai : Roh Kuduslah yang memberikan kehidupan kepada Gereja. Jika tidak berdoa dan memohon kepada-Nya, Gereja tertutup pada dirinya, dalam perdebatan yang mandul dan melelahkan, dalam pengutuban yang melelahkan, seraya api perutusan padam. Sangat menyedihkan melihat Gereja seolah-olah tidak lebih dari sebuah dewan perwakilan rakyat. Gereja adalah sesuatu yang lain. Gereja adalah komunitas pria dan wanita yang percaya serta mewartakan Yesus Kristus, bahkan digerakkan oleh Roh Kudus, bukan oleh akal mereka. Ya, kamu menggunakan akalmu, tetapi Roh Kudus datang untuk mencerahkan dan menggerakkannya. Roh Kudus membuat kita maju, mendorong kita untuk mewartakan iman, meneguhkan diri dalam iman, berangkat melakukan perutusan untuk menemukan siapa diri kita. Itulah sebabnya Rasul Paulus menganjurkan: 'Janganlah padamkan Roh' (1 Tes 5:19). Janganlah padamkan Roh. Marilah kita sering berdoa kepada Roh Kudus, marilah kita memohon kepada-Nya, marilah kita memohon kepada-Nya setiap hari untuk menyalakan terang-Nya dalam diri kita. Marilah kita melakukan ini sebelum setiap perjumpaan, menjadi rasul Yesus dengan orang-orang yang kita jumpai. Janganlah padamkan Roh, baik dalam komunitas maupun dalam diri kita masing-masing.

 

Saudara-saudari terkasih, marilah kita mulai, dan mulai lagi, sebagai Gereja, dari Roh Kudus. ‘Tidak diragukan lagi pentingnya kita melakukan perencanaan pastoral untuk menyentuh kenyataan, mulai dari survei sosiologis, analisis, daftar kesulitan, daftar harapan dan bahkan keluhan. Tetapi, jauh lebih penting memulainya dari pengalaman Roh Kudus : itulah keberangkatan yang sebenarnya. Dan karena itu perlu untuk mengusahakannya, membuat daftarnya, mempelajarinya, menafsirkannya. Ini adalah prinsip dasar yang, dalam kehidupan rohani, disebut keutamaan penghiburan di atas kehancuran. Pertama ada Roh yang menghibur, menghidupkan, mencerahkan, menggerakkan; maka akan ada juga kesunyian, penderitaan, kegelapan, tetapi prinsip untuk menyesuaikan diri dalam kegelapan adalah terang Roh Kudus’ (C.M. Martini, Penginjilan dalam Penghiburan Roh, 25 September 1997). Inilah prinsip untuk membimbing diri kita dalam hal-hal yang tidak kita pahami, dalam kebingungan, bahkan dalam kegelapan yang begitu besar, prinsip tersebut penting. Marilah kita bertanya pada diri kita, kita masing-masing, marilah kita bertanya pada diri kita apakah kita membuka diri terhadap terang ini, jika kita memberinya ruang : apakah aku memohonkan Roh Kudus? Kitamasing-masing dapat menjawabnya dalam diri kita. Berapa banyak yang berdoa kepada Roh Kudus? 'Tidak, Bapa, aku berdoa kepada Bunda Maria, aku berdoa kepada para para kudus, aku berdoa kepada Yesus, terkadang aku berdoa Bapa Kami, aku berdoa kepada Bapa ...' 'Dan Roh Kudus? Tidakkah kamu berdoa kepada Roh Kudus, yang menggerakkan hatimu, yang memberimu penghiburan, yang memberimu keinginan untuk menginjili, melakukan perutusan? Apakah aku memperkenankan diriku dibimbing oleh-Nya, yang mengundangku untuk tidak menutup diri tetapi untuk menanggung Yesus, menjadi saksi keutamaan penghiburan Allah atas kehancuran dunia? Semoga Bunda Maria, yang telah memahami hal ini dengan baik, membantu kita untuk memahaminya.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyampaikan sapaan hangat kepada para peziarah berbahasa Inggris yang ikut serta dalam Audiensi hari ini, terutama kelompok dari Belanda, Filipina, dan Amerika Serikat. Semoga perjalanan Prapaskah yang kita mulai hari ini membawa kita menuju Paskah dengan hati yang dimurnikan dan diperbarui oleh rahmat Roh Kudus. Atas kamu dan keluargamu, saya memohonkan sukacita dan kedamaian di dalam Kristus Sang Penebus kita.

 

[Imbauan]

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Lusa, tanggal 24 Februari, akan tepat satu tahun invasi ke Ukraina, awal perang yang tidak masuk akal dan kejam ini. Ulang tahun yang menyedihkan! Korban tewas, terluka, pengungsi dan orang terlantar, kehancuran, kerusakan ekonomi dan sosial berbicara untuk dirinya sendiri. Semoga Tuhan mengampuni begitu banyak kejahatan dan kekerasan. Ia adalah Allah perdamaian. Marilah kita tetap dekat dengan rakyat Ukraina yang tersiksa, yang terus menderita, dan marilah kita bertanya pada diri kita : apakah semua yang mungkin dilakukan untuk menghentikan perang? Saya memohon kepada mereka yang memiliki otoritas atas negara-negara untuk berkomitmen nyata guna mengakhiri pertikaian, mencapai gencatan senjata, dan memulai negosiasi perdamaian. Apa yang dibangun di atas puing-puing tidak akan pernah menjadi kemenangan sejati!

 

[Ringkasan dalam Bahasa Inggris yang disampaikan seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih : Dalam lanjutan katekese kita tentang semangat kerasulan, hasrat yang membara untuk membagikan sukacita Injil, kita sekarang beralih ke peran Roh Kudus, yang diutus oleh Yesus pada hari Pentakosta untuk meresmikan perutusan para Rasul guna menjadikan murid segala bangsa. Dalam penjangkauan misioner besar Gereja perdana, Roh Kudus muncul sebagai kekuatan pendorong, mempersiapkan hati untuk menerima Injil dan meneguhkan para Rasul dalam kesaksian mereka tentang Tuhan yang telah bangkit. Keputusan penting Konsili Yerusalem yang tidak meminta para petobat untuk mematuhi hukum Musa adalah buah dari pembedaan roh yang penuh doa dan disampaikan dengan rumusan, “Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami” (Kis 15:28). Di setiap zaman, Roh Kudus menerangi dan membimbing pewartaan Injil Gereja. Hari ini, Hari Rabu Abu, mengundang kita untuk memohon terang Roh Kudus atas kehidupan kita masing-masing sebagai pengikut Kristus dan perutusan Gereja untuk membawa penghiburan Yesus ke dalam kehancuran dunia yang haus akan keadilan, perdamaian dan persatuan yang diperdamaikan yang adalah buah Paskah Tuhan dari kematian menuju kehidupan pada Hari Raya Paskah.

___

 

(Peter Suriadi - Bogor, 23 Februari 2023)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 19 Februari 2023 : BERUSAHA UNTUK MENJADI LUAR BIASA

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Kata-kata yang ditujukan Yesus kepada kita dalam Bacaan Injil hari Minggu ini menuntut, dan tampak bertolak belakang : Ia mengundang kita untuk memberikan juga pipi kiri dan bahkan mengasihi musuh kita (bdk. Mat 5:38-48). Wajar bagi kita untuk mengasihi orang-orang yang mengasihi kita, dan bersahabat dengan orang-orang yang menjadi teman kita; tetapi Yesus mendorong kita dengan mengatakan : apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya daripada perbuatan orang lain?" (ayat 47). Apakah lebihnya perbuatanmu? Di sinilah poinnya. Hari ini saya ingin memintamu memberi perhatian bahwa apa yang kamu perbuat luar biasa.

 

"Lebih", "luar biasa", adalah apa yang melampaui batas yang biasa, apa yang melebihi praktik kebiasaan dan perhitungan normal yang ditentukan dengan kehati-hatian. Sebaliknya, secara umum kita berusaha agar segala sesuatunya kurang lebih teratur dan terkendali, agar sesuai dengan harapan kita, dengan ukuran kita : takut tidak dibalas atau terlalu terbuka dan kemudian kecewa, kita lebih memilih untuk mengasihi hanya orang-orang yang mengasihi kita untuk menghindari kekecewaan, berbuat baik hanya kepada orang-orang yang baik kepada kita, bermurah hati hanya kepada orang-orang yang dapat membalas budi; dan kepada orang-orang yang memperlakukan kita dengan buruk, kita benar-benar membalasnya hingga setimpal. Tetapi Tuhan memperingatkan kita: ini tidak cukup! Kita akan mengatakan : ini tidak kristiani! Jika kita tetap dalam kewajaran, dalam keseimbangan antara memberi dan menerima, hal-hal tidak akan berubah. Jika Allah mengikuti nalar ini, kita tidak akan memiliki harapan keselamatan! Tetapi, untungnya bagi kita, kasih Allah senantiasa “luar biasa”, melampaui kriteria yang biasa kita gunakan sebagai manusia untuk menjalani hubungan kita.

 

Maka kata-kata Yesus menantang kita. Sementara kita berusaha untuk tetap berada dalam penalaran faedah yang biasa, Ia meminta kita untuk membuka diri terhadap hal yang luar biasa, terhadap luar biasanya kasih yang diberikan secara bebas; sementara kita senantiasa berusaha untuk menyeimbangkan pembukuan, Kristus mendorong kita untuk hidup dalam ketidakseimbangan kasih. Yesus bukanlah pemegang pembukuan yang baik, tidak! Ia senantiasa membawa kita pada ketidakseimbangan kasih. Kita tidak perlu heran akan hal ini. Jika Allah tidak "menyeimbangkan" diri, kita tidak akan pernah diselamatkan : ketidakseimbangan salib menyelamatkan kita! Yesus tidak akan datang untuk mencari kita ketika kita tersesat dan jauh; Ia tidak akan mengasihi kita sampai kesudahan, Ia tidak akan memikul salib untuk kita, yang tidak pantas menerima semua ini dan tidak dapat memberikan imbalan apa pun kepada-Nya. Sebagaimana ditulis Rasul Paulus, “Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar -- tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati --. Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Rm 5:7-8). Jadi, Allah mengasihi kita ketika kita berdosa, bukan karena kita baik atau mampu memberikan sesuatu kembali kepada-Nya. Saudara saudari, kasih Allah adalah kasih yang senantiasa melebihi, senantiasa di luar perhitungan, senantiasa tidak spadan. Dan hari ini Ia juga meminta kita untuk hidup dengan cara ini, karena hanya dengan cara ini kita akan benar-benar bersaksi tentang Dia.

 

Saudara-saudari, Tuhan mengundang kita untuk keluar dari nalar kepentingan pribadi serta tidak mengukur kasih pada skala perhitungan dan kenyamanan. Ia mengundang kita untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, berani berbuat baik, mengambil risiko dalam memberi, bahkan jika kita sedikit atau tidak sama sekali menerima ganjaran. Karena kasih inilah yang perlahan mengubah pertikaian, memperpendek jarak, mengatasi permusuhan dan menyembuhkan luka kebencian. Jadi, kita dapat bertanya pada diri kita, kita masing-masing : apakah aku, dalam hidupku, mengikuti nalar pembalasan, atau nalar kecuma-cumaan, seperti yang diperbuat Allah? Kasih Kristus yang luar biasa tidaklah mudah, tetapi mungkin; kasih itu mungkin karena Ia sendiri membantu kita dengan memberi kita Roh-Nya, kasih-Nya tanpa batas.

 

Marilah kita berdoa kepada Bunda Maria, yang dengan menjawab "ya" kepada Allah tanpa perhitungan, memperkenankan-Nya menjadikan dirinya mahakarya rahmat-Nya.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Kasih Yesus meminta kita untuk memperkenankan diri kita terjamah oleh situasi orang-orang yang berada dalam kesulitan. Saya terutama memikirkan Suriah dan Turki, banyak sekali korban gempa bumi, tetapi juga tragedi harian rakyat Ukraina yang terkasih dan banyak penduduk yang menderita akibat perang atau karena kemiskinan, kurangnya kebebasan atau kehancuran lingkungan : banyak orang… Dalam hal ini, saya dekat dengan rakyat Selandia Baru, yang baru-baru ini dilanda topan yang menghancurkan. Saudara-saudari, janganlah kita melupakan orang-orang yang menderita, dan semoga amal kita penuh perhatian , semoga amal yang nyata!

Saya menyapa kamu semua, dari Italia dan negara-negara lain. Saya menyapa para peziarah dari Oviedo, Spanyol, dan mahasiswa Vila Pouca de Aguair Portugal.

Kemudian, saya menyapa kelompok Aksi Katolik dari Rimini dan Saccolongo; umat Lentiai, Turin dan Bolzano; calon krisma dari Valvasone dan Almenno San Salvatore; para remaja dan anak muda dari Tricesimo, Leno, Chiuppano dan Fino Mornasco; putra altar dari Arcene dan para siswa Sekolah Santo Ambrosius Milan.

 

Kepada kamu semua saya mengucapkan selamat hari Minggu. Tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siangmu, dan sampai jumpa.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 19 Februari 2023)

PESAN PAUS FRANSISKUS UNTUK MASA PRAPASKAH 2023


Pertobatan Prapaskah dan Perjalanan Sinodal

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Injil Matius, Markus, dan Lukas ketiganya menceritakan kisah perubahan rupa Yesus. Di sana kita melihat tanggapan Tuhan terhadap kegagalan murid-murid-Nya untuk memahami-Nya. Tak lama sebelumnya, telah terjadi perselisihan nyata antara Sang Guru dan Simon Petrus, yang, setelah menyatakan imannya kepada Yesus sebagai Kristus, Putra Allah, menolak nubuat-Nya tentang sengsara dan salib. Yesus dengan tegas menegurnya : "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia!” (Mat 16:23). Setelah itu, “enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes saudaranya, dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi” (Mat 17:1).

 

Injil Perubahan Rupa Yesus diwartakan setiap tahun pada Hari Minggu Prapaskah II. Selama masa liturgi ini, Tuhan membawa kita bersama-Nya ke tempat yang jauh. Sementara kita biasanya berketetapan hati memaksakan diri untuk tetap berada di tempat kita lazimnya serta rutinitas kita yang sering berulang dan terkadang membosankan, selama Masa Prapaskah kita diundang untuk naik ke “gunung yang tinggi” bersama Yesus dan secara khusus mengalami disiplin rohani – askese – sebagai umat Allah yang kudus.

 

Pertobatan Prapaskah adalah sebuah ketetapan hati, yang ditopang oleh rahmat, untuk mengatasi kurangnya iman kita dan penolakan kita untuk mengikuti Yesus di jalan salib. Inilah tepatnya yang perlu dilakukan oleh Petrus dan murid-murid lainnya. Untuk memperdalam pengetahuan kita tentang Sang Guru, untuk sepenuhnya memahami dan merangkul misteri keselamatan-Nya, yang dicapai dalam penyerahan diri sepenuhnya yang diilhami oleh kasih, kita harus memperkenankan diri kita disingkirkan oleh-Nya dan melepaskan diri kita dari keadaan biasa-biasa saja dan kesia-siaan. Kita perlu memulai perjalanan, jalan menanjak yang, seperti perjalanan mendaki, membutuhkan usaha, pengorbanan, dan konsentrasi. Syarat-syarat ini juga penting untuk perjalanan sinodal yang, sebagai sebuah Gereja, menjadi ketetapan hati kita. Kita bisa mendapatkan banyak manfaat dari merenungkan hubungan antara penebusan dosa dalam Masa Prapaskah dan pengalaman sinodal.

 

Dalam “pengunduran diri”-Nya di Gunung Tabor, Yesus membawa serta tiga murid-Nya, yang dipilih untuk menjadi saksi-saksi dari suatu peristiwa unik. Ia ingin pengalaman rahmat tersebut dibagikan, bukan hanya untuk diri sendiri, sama sebagaimana segenap hidup iman kita adalah pengalaman yang dibagikan. Karena dalam kebersamaan kita mengikuti Yesus. Bersama-sama juga, sebagai Gereja peziarah lambat laun, kita mengalami tahun liturgi dan Masa Prapaskah di dalamnya, berjalan bersama mereka yang telah ditempatkan Tuhan di antara kita sebagai sesama pengembara. Seperti pendakian Yesus dan para murid ke Gunung Tabor, kita dapat mengatakan bahwa perjalanan Prapaskah kita “sinodal”, karena kita melakukannya bersama-sama di jalan yang sama, sebagai murid dari satu Guru. Karena kita tahu bahwa Yesus sendiri adalah Jalan, dan oleh karena itu, baik dalam perjalanan liturgis maupun dalam perjalanan sinodal, Gereja tidak melakukan apa-apa selain masuk semakin dalam dan sepenuhnya ke dalam misteri Kristus Sang Juru Selamat.

 

Jadi kita sampai pada puncaknya. Injil menceritakan bahwa Yesus “berubah rupa di depan mata mereka; wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang” (Mat 17:2). Inilah “titik tertinggi”, tujuan perjalanan. Di akhir pendakian mereka, saat mereka berdiri di puncak gunung bersama Yesus, ketiga murid diberi rahmat untuk melihat Dia dalam kemuliaan-Nya, gemerlap dalam terang adikodrati. Terang itu tidak datang dari luar, tetapi memancar dari Tuhan sendiri. Keindahan ilahi penglihatan ini jauh melebihi segala upaya yang dilakukan para murid dalam pendakian Tabor. Selama perjalanan gunung yang berat, mata kita harus tetap tertuju pada jalan setapak; namun panorama yang terbuka pada akhirnya membuat kita takjub dan mengganjar kita dengan kemegahannya. Demikian pula, proses sinodal mungkin sering tampak sulit, dan terkadang kita menjadi putus asa. Namun apa yang menanti kita pada akhirnya tidak diragukan lagi adalah sesuatu yang mengagumkan dan menakjubkan, yang akan membantu kita untuk semakin memahami kehendak Allah dan perutusan kita dalam melayani kerajaan-Nya.

 

Pengalaman para murid di Gunung Tabor semakin diperkaya ketika, di samping Yesus yang telah berubah rupa, muncul Musa dan Elia, masing-masing menandakan Hukum dan Para Nabi (bdk. Mat 17:3). Kebaruan Kristus pada saat yang sama merupakan penggenapan perjanjian dan janji sejak dahulu kala; kebaruan Kristus tidak dapat dipisahkan dari sejarah Allah dengan umat-Nya dan mengungkapkan maknanya yang lebih dalam. Demikian pula, perjalanan sinodal berakar pada tradisi Gereja dan sekaligus terbuka terhadap kebaruan. Tradisi adalah sumber inspirasi untuk mencari jalan baru dan menghindari godaan kemandekan yang menentang dan coba-coba seadanya.

 

Perjalanan pertobatan Prapaskah dan perjalanan sinodal sama-sama memiliki tujuan perubahan rupa, baik pribadi maupun gerejawi. Perubahan rupa tersebut, dalam kedua perjalanan tersebut, mengambil sebagai modelnya perubahan rupa Yesus dan dicapai dengan rahmat misteri Paskah-Nya. Agar perubahan rupa ini dapat menjadi kenyataan dalam diri kita tahun ini, saya ingin menawarkan dua “jalan” yang harus diikuti untuk mendaki gunung bersama Yesus dan, bersama-Nya, guna mencapai tujuan.

 

Jalan pertama berkaitan dengan perintah yang disampaikan Allah Bapa kepada para murid di Gunung Tabor saat mereka merenungkan perubahan rupa Yesus. Suara dari dalam awan berkata : "Dengarkanlah Dia" (Mat 17:5). Tawaran pertama sangat jelas : kita perlu mendengarkan Yesus. Masa Prapaskah adalah masa rahmat sejauh kita mendengarkan-Nya ketika Ia berbicara kepada kita. Dan bagaimana Ia berbicara kepada kita? Pertama, dalam sabda Allah, yang ditawarkan Gereja kepada kita dalam liturgi. Semoga sabda itu tidak diabaikan; jika kita tidak dapat senantiasa menghadiri Misa, marilah kita mempelajari bacaan-bacaan Kitab Suci hariannya, bahkan dengan bantuan internet. Selain Kitab Suci, Tuhan berbicara kepada kita melalui saudara dan saudari kita, terutama melalui wajah dan kisah orang-orang yang membutuhkan. Perkenankan saya mengatakan hal lain, yang cukup penting untuk proses sinodal: mendengarkan Kristus sering terjadi dengan mendengarkan saudara dan saudari kita di dalam Gereja. Saling mendengarkan seperti itu dalam beberapa tahapan merupakan tujuan utama, tetapi tetap tak tergantikan dalam metode dan gaya Gereja sinodal.

 

Mendengarkan suara Bapa, para murid “tersungkur dan sangat ketakutan. Lalu Yesus datang kepada mereka dan menyentuh mereka sambil berkata: 'Berdirilah, jangan takut!' Dan ketika mereka mengangkat kepala, mereka tidak melihat seorang pun kecuali Yesus seorang diri” (Mat 17:6-8). Inilah tawaran kedua Masa Prapaskah ini : jangan berlindung pada keagamaan yang berupa peristiwa luar biasa dan pengalaman dramatis, karena takut menghadapi kenyataan dan perjuangan sehari-harinya, kesulitan dan kontradiksinya. Terang yang ditunjukkan Yesus kepada para murid adalah antisipasi kemuliaan Paskah, dan harus menjadi tujuan perjalanan kita, saat kita mengikuti “Dia seorang diri”. Masa Prapaskah mengarah menuju Paskah : "mundur" bukanlah tujuan itu sendiri, tetapi sarana mempersiapkan kita untuk mengalami sengsara dan salib Tuhan dengan iman, harapan dan kasih, serta dengan demikian sampai pada kebangkitan. Juga dalam perjalanan sinodal, ketika Tuhan memberi kita rahmat pengalaman persekutuan yang kuat, kita tidak boleh membayangkan bahwa kita telah tiba – karena di sana juga, Tuhan mengulangi kepada kita : “Berdirilah, jangan takut!”. Maka marilah kita turun ke dataran, dan semoga rahmat yang telah kita alami memperkuat kita untuk menjadi “pengrajin sinodalitas” dalam kehidupan sehari-hari komunitas kita.

 

Saudara-saudari terkasih, semoga Masa Prapaskah ini Roh Kudus mengilhami dan mendukung kita dalam pendakian kita bersama Yesus, sehingga kita dapat mengalami kemegahan ilahi-Nya dan dengan demikian, diteguhkan dalam iman, bertahan dalam perjalanan kita bersama-Nya, kemuliaan umat-Nya dan terang bangsa-bangsa.

 

Roma, Santo Yohanes Lateran, 25 Januari, Pesta Bertobatnya Santo Paulus

 

FRANSISKUS
_______

(dialihbahasakan oleh Peter Suriadi - Bogor, 19 Februari 2023)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 15 Februari 2023 : HASRAT PENGINJILAN : SEMANGAT KERASULAN ORANG PERCAYA (BAGIAN 4) - KERASULAN PERDANA

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Kita melanjutkan katekese kita ; tema yang kita pilih adalah “Hasrat penginjilan, semangat kerasulan”. Karena menginjili bukanlah mengatakan, 'Lihat, bla, bla, bla' dan tidak lebih. Ada hasrat yang melibatkan segalanya : pikiran, hati, tangan, berangkat … segalanya, seluruh pribadi terlibat dengan pewartaan Injil ini, dan karena alasan ini kita berbicara tentang hasrat penginjilan. Setelah melihat Yesus sebagai model dan sokoguru pewartaan, hari ini kita beralih kepada murid-murid perdana, kepada apa yang dilakukan para murid. Injil mengatakan bahwa Yesus “menetapkan dua belas orang untuk menyertai Dia dan untuk diutus-Nya memberitakan Injil" (Mrk 3:14), dua hal : menyertai Dia dan mengutus mereka untuk memberitakan Injil. Ada satu aspek yang tampaknya bertentangan : Ia memanggil mereka untuk bersama-Nya serta pergi dan mewartakan. Orang akan berkata : pilih salah satu, tinggal atau pergi. Tetapi tidak : bagi Yesus tidak ada pergi tanpa tinggal dan tidak ada tinggal tanpa pergi. Tidak mudah untuk memahami hal ini, tetapi demikianlah adanya. Marilah kita mencoba sedikit memahami apa maksud Yesus mengatakan hal-hal ini.

 

Pertama-tama, tidak ada pergi tanpa tinggal : sebelum mengutus murid-murid-Nya, Kristus — Injil mengatakan — “memanggil mereka” (bdk. Mat 10:1). Pewartaan lahir dari perjumpaan dengan Tuhan; setiap kegiatan Kristiani, terutama perutusan, dimulai dari sana. Bukan dari apa yang dipelajari di akademi. Tidak tidak! Dimulai dari perjumpaan dengan Tuhan. Memberi kesaksian tentang Dia sebenarnya berarti memancarkan Dia; tetapi, jika kita tidak menerima terang-Nya, kita akan padam; jika kita tidak menghabiskan waktu bersama-Nya, kita akan memberi kesaksian tentang diri kita sendiri alih-alih Dia — aku sedang membawa diriku sendiri dan bukan Dia — dan semuanya akan sia-sia. Jadi hanya orang yang tinggal bersama-Nya yang dapat membawa Injil Yesus. Seseorang yang tidak tinggal bersama-Nya tidak dapat memberi kesaksian tentang Injil. Ia akan membawa berbagai gagasan, tetapi bukan Injil. Namun demikian, tidak ada tinggal tanpa pergi. Sesungguhnya, mengikuti Kristus bukanlah fakta yang melihat ke dalam : tanpa pewartaan, tanpa pelayanan, tanpa perutusan, hubungan dengan Yesus tidak bertumbuh. Kita mencatat bahwa dalam Injil Tuhan mengutus para murid sebelum menyelesaikan persiapan mereka : segera setelah memanggil mereka, Ia sudah mengutus mereka! Ini berarti pengalaman perutusan adalah bagian dari pembinaan Kristiani. Marilah kita mengingat kembali dua saat pokok untuk setiap murid ini : tinggal bersama Yesus dan berangkat, diutus oleh Yesus.

 

Setelah memanggil murid-murid-Nya dan sebelum mengutus mereka, Kristus menyampaikan sebuah pengajaran kepada mereka, yang dikenal sebagai 'pengajaran misioner' — inilah yang disebutkan dalam Injil. Pengajaran tersebut ditemukan dalam Injil Matius bab 10 dan bagaikan 'undang-undang dasar' pewartaan. Dari pengajaran tersebut, yang saya sarankan kamu baca hari ini —hanya satu perikop dalam Injil — saya menarik tiga aspek : mengapa mewartakan, apa yang diwartakan, dan bagaimana mewartakan.

 

Mengapa mewartakan : Motivasinya terletak pada beberapa kata Yesus, yang ada baiknya kita ingat : “Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma” (ayat 8). Seluruhnya hanya beberapa kata. Tetapi mengapa mewartakan? Karena aku telah memperolehnya dengan cuma-cuma, dan aku harus memberikannya dengan cuma-cuma. Pewartaan tidak dimulai dari diri kita, tetapi dari keindahan apa yang telah kita terima secara cuma-cuma, tanpa pamrih : bertemu Yesus, mengenal Dia, menemukan bahwa kita dikasihi dan diselamatkan. Sebuah karunia yang luar biasa sehingga kita tidak dapat menyimpannya untuk diri sendiri, kita merasa perlu untuk menyebarkannya; tetapi bukankah dengan gaya yang sama? Yakni, secara cuma-cuma. Dengan kata lain : kita memiliki karunia, jadi kita dipanggil untuk memberikan diri kita; kita telah menerima karunia dan panggilan kami adalah memberikan diri kita bagi sesama; di dalam diri kita ada sukacita menjadi anak-anak Allah, sukacita itu harus dibagikan kepada saudara-saudara kita yang belum mengenalnya! Inilah alasan mewartakan. Berangkat dan membawa sukacita apa yang telah kita terima.

 

Kedua : Lalu, apa yang diwartakan? Yesus berkata, “Pergilah dan beritakanlah : Kerajaan Surga sudah dekat” (ayat 7). Inilah yang harus dikatakan, pertama dan terutama : Allah itu dekat. Jadi, jangan pernah melupakan ini : Allah senantiasa dekat dengan bangsa-bangsa. Ia mengatakannya kepada bangsa-Nya sendiri : Ia berkata, "Lihatlah, Allah manakah yang demikian dekat denganmu?". Kedekatan ini adalah salah satu hal terpenting tentang Allah. Ada tiga hal penting : kedekatan, belas kasihan, dan kelembutan. Jangan melupakan hal itu. Siapakah Allah? Allah yang dekat, Allah yang Lembut, Allah yang berbelas kasihan. Inilah kenyataan Allah. Kita, dalam mewartakan, sering mendesak orang untuk melakukan sesuatu, dan itu boleh saja; tetapi jangan lupa bahwa pesan utamanya adalah Allah yang dekat : kedekatan, belas kasihan, dan kelembutan. Menerima kasih Allah lebih sulit karena kita senantiasa ingin berada di pusat, kita ingin menjadi tokoh utama, kita lebih cenderung melakukan daripada membiarkan diri dibentuk, berbicara daripada mendengarkan. Tetapi, jika apa yang kita lakukan didahulukan, kita akan tetap menjadi tokoh utama. Sebaliknya, pewartaan harus memberikan keutamaan kepada Allah : memberikan keutamaan kepada Allah, tempat pertama kepada Allah, dan memberikan kepada sesama kesempatan untuk menyambut-Nya, menyadari bahwa Ia dekat. Dan aku berada di latar belakang.

 

Poin ketiga : bagaimana mewartakan. Ini adalah aspek yang paling diperhatikan oleh Yesus : bagaimana mewartakan, apa metodenya, apa bahasa yang seharusnya dipergunakan untuk mewartakan; ini penting : Ia memberitahu kita bahwa cara, gaya sangat penting dalam memberi kesaksian. Memberi kesaksian tidak hanya melibatkan pikiran dan mengatakan sesuatu, berbagai konsep. Tidak. Memberi kesaksian melibatkan segalanya, pikiran, hati, tangan, segalanya, tiga bahasa pribadi : bahasa pikiran, bahasa kasih sayang, dan bahasa karya. Tiga bahasa. Kita tidak dapat menginjili hanya dengan pikiran atau hanya dengan hati atau hanya dengan tangan. Semuanya terlibat. Dan, dalam gaya, yang penting adalah kesaksian, sebagaimana diinginkan Yesus untuk kita perbuat. Ia mengatakan ini : “Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala” (ayat 16). Ia tidak meminta kita untuk dapat menghadapi serigala, yaitu dapat berdebat, memberikan argumen tandingan, dan membela diri. Tidak, tidak. Kita mungkin berpikir seperti ini : marilah kita bersangkut-paut, berjumlah banyak, berwibawa, dan dunia akan mendengarkan dan menghormati kita serta kita akan mengalahkan serigala. Tidak, tidak seperti itu. Tidak, aku mengutusmu keluar sebagai domba, sebagai anak domba. Ini penting. Jika kamu tidak ingin menjadi domba, Tuhan tidak akan menjagamu dari serigala. Hadapilah dengan sebaik mungkin. Tetapi jika kamu domba, yakinlah bahwa Tuhan akan menjagamu dari serigala. Jadilah rendah hati. Ia meminta kita untuk menjadi seperti ini, menjadi lemah lembut dan dengan keinginan untuk tidak berdosa, bersedia berkorban; inilah apa yang diwakili oleh anak domba: kelembutan, kepolosan, dedikasi, kelembutan. Dan Dia, Sang Gembala, akan mengenali domba-domba-Nya dan melindungi mereka dari serigala. Di sisi lain, domba yang menyamar sebagai serigala dibuka kedoknya dan dicabik-cabik. Seorang Bapa Gereja menulis : ‘Selama kita masih anak domba, kita akan menaklukkan, dan bahkan jika kita dikelilingi oleh banyak serigala, kita akan mengalahkan mereka. Tetapi jika kita menjadi serigala—'Ah, alangkah pintarnya, lihat, aku merasa nyaman dengan diriku' — kita akan dikalahkan, karena kita akan kehilangan bantuan penggembala. Ia tidak menggembalakan serigala, tetapi domba (Santo Yohanes Krisostomus, Homili 33 tentang Injil Matius). Jika aku ingin menjadi milik Tuhan, saya harus memperkenankan Dia menjadi gembalaku; dan Ia bukan gembala serigala, Ia gembala anak domba, lemah lembut, rendah hati, baik hati seperti Tuhan.

 

Masih mengenai bagaimana cara mewartakan, sungguh mengejutkan bahwa Yesus, bukannya menentukan apa yang harus dibawa dalam suatu perutusan, justru mengatakan apa yang tidak boleh dibawa. Kadang-kadang, kita melihat beberapa rasul, beberapa orang yang berpindah, beberapa orang Kristiani yang mengatakan bahwa ia adalah seorang rasul dan telah menyerahkan hidupnya kepada Tuhan, dan ia membawa banyak barang bawaan. Tetapi ini bukan dari Tuhan. Tuhan membuatmu meringankan bebanmu. “Janganlah kamu membawa emas atau perak atau tembaga dalam ikat pinggangmu. Janganlah kamu membawa bekal dalam perjalanan, janganlah kamu membawa baju dua helai, kasut atau tongkat” (ayat 9-10). Jangan membawa apapun. Ia mengatakan untuk tidak bersandar pada kepastian materi, tetapi pergi ke dunia tanpa keduniawian. Artinya, aku sedang pergi ke dunia, bukan dengan gaya dunia, bukan dengan nilai-nilai dunia, bukan dengan kata-kata — bagi Gereja, jatuh ke dalam keduniawian adalah hal terburuk yang dapat terjadi. Aku berangkat dengan kesederhanaan. Beginilah seharusnya kita mewartakan : dengan menunjukkan Yesus daripada berbicara tentang Yesus. Dan bagaimana kita menunjukkan Yesus? Dengan kesaksian kita. Dan akhirnya, dengan pergi bersama, dalam komunitas : Tuhan mengutus semua murid, tetapi tidak seorang pun pergi sendirian. Gereja apostolik sepenuhnya bersifat misioner dan dalam perutusan menemukan kesatuannya. Jadi: pergi keluar, lemah lembut dan baik seperti anak domba, tanpa keduniawian, dan pergi bersama. Inilah kunci pewartaan, inilah kunci keberhasilan dalam penginjilan. Marilah kita menerima undangan Yesus ini : semoga kata-kata-Nya menjadi titik acuan kita.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyampaikan salam hangat kepada para peziarah berbahasa Inggris yang ikut serta dalam Audiensi hari ini, terutama yang berasal dari Inggris, Vietnam dan Amerika Serikat. Atas kamu semua, dan atas keluargamu, saya memohon sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus. Allah memberkatimu!

[Ringkasan dalam Bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih: Dalam katekese lanjutan kita tentang hasrat kerasulan, keinginan untuk berbagi sukacita Injil dengan orang lain, kita sekarang membahas panggilan kedua belas rasul, yang dipilih Yesus “untuk menyertai Dia dan untuk diutus-Nya memberitakan Injil” (Mrk 3:14). Kedua aspek panggilan itu sangat penting, karena berkat kedekatan dengan Yesus semata kita belajar untuk mewartakan Dia dan bukan diri kita, perkataan-Nya dan bukan perkataan kita. Saat Yesus mengutus para rasul untuk menjalankan perutusan, Ia memberitahu mereka untuk berbagi karunia yang mereka terima, karunia kasih penebusan Allah yang tidak pantas. Pesan mereka haruslah pesan-Nya : kerajaan Allah sudah dekat dan hanya menuntut agar kita menerimanya dengan hati terbuka. Yesus juga memberitahu para rasul bahwa mereka diutus seperti domba di tengah-tengah serigala, menyampaikan Injil terutama dengan kesaksian mereka tentang kelemahlembutan, kepolosan dan keyakinan pribadi, mewartakan Kristus lebih melalui tindakan daripada kata-kata mereka. Gereja, sebagai yang “apostolik”, sepenuhnya bersifat misioner; kita masing-masing, dalam Pembaptisan, dipanggil oleh Yesus untuk hidup dekat dengan-Nya dan diutus, dalam persatuan dengan semua saudara dan saudari kita, untuk menjadi saksi-saksi Injil-Nya di hadapan dunia.

______

(Peter Suriadi - Bogor, 15 Februari 2023)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 12 Februari 2023 : PENGGENAPAN

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Dalam Bacaan Injil liturgi hari ini, Yesus berkata, “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya" (Mat 5:17). Menggenapi : ini adalah kata kunci untuk memahami Yesus dan pesan-Nya. Tetapi apa arti penggenapan ini? Untuk menjelaskannya, Tuhan mengawali dengan mengatakan apa yang bukan penggenapan. Kitab Suci mengatakan "Jangan membunuh", tetapi bagi Yesus ini tidak cukup jika saudara-saudara kemudian kita sakiti dengan kata-kata; Kitab Suci mengatakan "Jangan berzinah", tetapi ini tidak cukup jika kita kemudian hidup dalam kasih yang ternoda oleh kebohongan dan kepalsuan; Kitab Suci mengatakan “Jangan bersumpah palsu”, tetapi tidaklah cukup mengucapkan sumpah yang sungguh-sungguh jika kemudian berlaku munafik (bdk. Mat 5:21-37). Ini bukan penggenapan.

 

Sebagai contoh nyata, Yesus berkonsentrasi pada “ritus persembahan”. Mempersembahkan persembahan kepada Allah membalas kecuma-cumaan karunia-Nya. Mempersembahkan persembahan kepada Allah adalah ritus yang sangat penting - mempersembahkan persembahan untuk membalas secara simbolis, marilah kita hari ini, kecuma-cumaan karunia-Nya - sangat penting sehingga menghentikannya dilarang kecuali karena alasan yang serius. Tetapi Yesus menyatakan bahwa ketika kita teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudara kita terhadap diri kita, mempersembahkan persembahan kepada Allah harus dihentikan dengan pergi berdamai terlebih dahulu (bdk. ayat 23-24) : hanya dengan cara inilah ritus itu tergenapi. Pesannya jelas : Allah mengasihi kita terlebih dahulu, dengan bebas, mengambil langkah pertama ke arah kita, tanpa kita pantas mendapatkannya; dan oleh karena itu kita tidak dapat merayakan kasih-Nya tanpa pada gilirannya kita mengambil langkah pertama menuju pendamaian dengan orang-orang yang telah menyakiti kita. Dengan cara ini ada penggenapan di mata Allah, jika tidak lahiriah, ketaatan yang semata ritualistik tidak ada gunanya, menjadi sebuah kepura-puraan. Dengan kata lain, Yesus membuat kita memahami bahwa aturan agama diperlukan, baik adanya, tetapi itu hanyalah permulaan : untuk menggenapinya, perlu melampaui kata-kata dan menghayati maknanya. Perintah-perintah yang telah diberikan Allah kepada kita tidak boleh terkurung dalam pengapnya kubah ketaatan formal; malahan, kita dibatasi pada keagamaan lahiriah, terasing, hamba-hamba “Allah Tuan” ketimbang anak-anak “Allah Bapa”. Yesus menginginkan hal ini : jangan memiliki gagasan melayani Allah Tuan, tetapi Allah Bapa; dan inilah sebabnya perlu melampaui apa yang tertulis.

 

Saudara-saudara, masalah ini tidak hanya terjadi pada zaman Yesus; hari ini juga ada. Kadang-kadang, misalnya, kita mendengar dikatakan, “Bapa, aku tidak membunuh, aku tidak mencuri, aku tidak menyakiti siapa pun…”, seolah berkata, “Aku baik-baik saja”. Ini adalah ketaatan formal, yang dipuaskan dengan minimum, sedangkan Yesus mengundang kita untuk bercita-cita semaksimal mungkin. Yaitu : Allah tidak bernalar dengan perhitungan dan tabel; Ia mengasihi kita sebagai orang yang terpikat: tidak seminimal mungkin, tetapi semaksimal mungkin! Ia tidak mengatakan, "Aku mengasihimu sampai titik tertentu". Tidak, kasih sejati tidak pernah mencapai titik tertentu, dan tidak pernah terpuaskan; kasih selalu melampaui, kita tidak dapat hidup tanpanya. Tuhan menunjukkan hal ini kepada kita dengan menyerahkan hidup-Nya di kayu salib dan mengampuni para pembunuh-Nya (bdk. Luk 23:34). Dan Ia mempercayakan kepada kita perintah yang paling Ia sayangi : supaya kita saling mengasihi, seperti Ia mengasihi kita (bdk. Yoh 15:12). Inilah kasih yang menggenapi Hukum, iman, kehidupan sejati!

 

Jadi, saudara-saudari, kita dapat bertanya pada diri kita : bagaimana aku mengamalkan iman? Apakah soal perhitungan, formalitas, atau kisah kasih dengan Allah? Apakah aku puas hanya dengan tidak melakukan kejahatan, menjaga “tampak luar” dalam keadaan baik, atau apakah aku mencoba untuk bertumbuh dalam mengasihi Allah dan sesama? Dan dari waktu ke waktu, apakah aku memeriksa diri berdasarkan perintah agung Yesus, apakah aku bertanya pada diriku apakah aku mengasihi sesamaku seperti Ia mengasihiku? Karena mungkin kita tidak supel dalam menilai orang lain dan lupa untuk berbelas kasih, sebagaimana Allah beserta kita.

 

Semoga Maria, yang mengamalkan Sabda Allah dengan sempurna, membantu kita menggenapi iman dan amal kasih kita.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Marilah kita terus dekat, dengan doa dan dukungan nyata, kepada para korban gempa di Suriah dan Turki. Saya melihat dalam program televisi “A Sua Immagine” gambaran bencana ini, penderitaan orang-orang yang menderita akibat gempa bumi. Marilah kita mendoakan mereka, janganlah kita melupakan mereka, marilah kita berdoa dan memikirkan apa yang dapat kita lakukan untuk mereka. Dan janganlah kita melupakan Ukraina yang tersiksa: semoga Tuhan membuka jalan perdamaian dan memberikan keberanian kepada mereka yang bertanggung jawab untuk mengikuti mereka.

Berita dari Nikaragua sangat menyedihkan saya, dan saya tidak bisa tidak mengingat dengan keprihatinan Rolando Álvarez, Uskup Matagalpa, yang sangat saya sayangi, yang dijatuhi hukuman 26 tahun penjara, dan juga mereka yang telah dideportasi ke Amerika Serikat. Saya mendoakan mereka dan semua orang yang sedang menderita di negara tercinta itu, serta saya meminta doamu. Marilah kita juga memohon kepada Tuhan, dengan perantaraan Perawan Maria Tak Bernoda, untuk membuka hati para pemimpin politik dan semua warga negara untuk dengan tulus mengusahakan perdamaian, yang lahir dari kebenaran, keadilan, kebebasan dan kasih, serta dicapai melalui kesabaran mengupayakan dialog. Marilah kita berdoa bersama kepada Bunda Maria.

 

Salam Maria, penuh rahmat, Tuhan sertamu, terpujilah engkau di antara wanita, dan terpujilah buah tubuhmu, Yesus. Santa Maria, bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu kami mati. Amin.

 

Saya menyapa kamu semua, umat Roma serta para peziarah dari Italia dan negara-negara lain. Saya menyapa kelompok dari Polandia, Republik Ceska, dan Peru. Saya menyapa warga Kongo yang hadir di sini. Negaramu indah, indahnya! Berdoalah untuk negara tersebut! Saya menyapa para siswa dari Badajoz, Spanyol, dan para siswa yang berasal dari Institut Gregorian Lisbon.

Saya menyapa kaum muda Amendolara-Cozenza dan kelompok AVIS dari Villa Estense-Padua.

 

Kepada kamu semua saya mengucapkan selamat hari Minggu. Tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siangmu, dan sampai jumpa!

______

(Peter Suriadi - Bogor, 12 Februari 2023)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 8 Februari 2023 : TENTANG PERJALANAN APOSTOLIK KE REPUBLIK DEMOKRATIK KONGO DAN SUDAN SELATAN

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Pekan lalu saya mengunjungi dua negara Afrika : Republik Demokratik Kongo dan Sudan Selatan. Saya bersyukur kepada Allah karena telah memperkenan saya melakukan perjalanan yang sangat saya dambakan ini. Dua "impian" : mengunjungi rakyat Kongo, para penjaga sebuah negara yang sangat luas, kalbu Afrika nan hijau : bersama dengan Amazonia, kedua adalah dua paru-paru dunia. Negeri yang kaya akan sumber daya dan berlumuran darah oleh perang yang tidak pernah berakhir, karena selalu ada seseorang yang mengobarkan api. Dan mengunjungi rakyat Sudan Selatan, dalam peziarahan perdamaian bersama Uskup Agung Canterbury, Justin Welby, dan Petinggi Utama Gereja Skotlandia, Iain Greenshields : kami pergi bersama untuk memberikan kesaksian dan sebuah tugas, bekerjasama dalam keragaman, terutama jika kita berbagi iman kepada Yesus Kristus, memungkinkan.

 

Tiga hari pertama saya berada di Kinshasa, ibu kota Republik Demokratik Kongo. Saya kembali berterima kasih saya kepada Presiden Republik Demokratik Kongo dan kepada para pemimpin negara lainnya atas sambutan yang mereka berikan kepada saya. Segera setelah kedatangan saya, di Istana Kepresidenan, saya dapat menyampaikan pesan kepada bangsa tersebut : Kongo laksana berlian, karena alamnya, sumber dayanya, dan terutama karena rakyatnya; tetapi berlian ini telah menjadi sumber perselisihan, kekerasan, dan secara paradoks pemiskinan bangsa. Dinamika tersebut juga ditemukan di wilayah Afrika lainnya, dan berlaku umum di benua Afrika : benua yang telah dijajah, dieksploitasi, dijarah. Di hadapan semua ini saya mengucapkan dua kata. Kata pertama bernada negatif : "Cukuplah!" Berhentilah mengeksploitasi Afrika! Saya telah mengatakan beberapa kali terhadap adanya ketidaksadaran bersama, “Afrika harus dieksploitasi” : cukuplah ini! Saya telah mengatakan hal tersebut. Kata kedua bernada positif : bersama-sama, bersama-sama dengan martabat, bersama-sama, dan dengan saling menghormati, bersama-sama dalam nama Kristus, harapan kita, majulah. Jangan mengeksploitasi, dan majulah bersama-sama.

 

Dan atas nama Kristus, kita berkumpul untuk merayakan keagungan Ekaristi. Masih di Kinshasa, berbagai pertemuan kemudian terjadi : dengan para korban kekerasan di bagian timur negara itu, wilayah yang bertahun-tahun tercabik-cabik oleh perang antarkelompok bersenjata yang dipicu oleh kepentingan ekonomi dan politik. Saya tidak bisa pergi ke Goma. Rakyat hidup dalam ketakutan dan ketidakamanan, dikorbankan di altar transaksi terlarang. Saya mendengar kesaksian mengejutkan dari beberapa korban, terutama wanita, yang meletakkan senjata dan alat kematian lainnya di kaki salib. Bersama mereka, saya mengatakan "tidak" terhadap kekerasan, "tidak" terhadap sikap menerima nasib, "ya" terhadap rekonsiliasi dan harapan. Mereka telah banyak menderita, dan terus menderita.

 

Saya kemudian bertemu dengan perwakilan dari berbagai organisasi amal yang hadir di negara ini, berterima kasih dan menyemangati mereka. Karya mereka bersama dan untuk kaum miskin tidak membuat kegaduhan, tetapi hari demi hari menumbuhkan kebaikan bersama. Prakarsa amal harus selalu menjadi yang pertama dan terutama untuk pembangunan, tidak hanya untuk bantuan tetapi juga untuk pembangunan. Bantuan ya, tetapi pembangunan.

 

Ada saat yang menyenangkan dengan kaum muda dan para katekis Kongo di stadion. Saat itu laksana pembenaman di masa sekarang, diproyeksikan ke masa depan. Pikirkan tentang kekuatan pembaharuan yang dapat menuntun generasi baru umat Kristiani tersebut, yang dibentuk dan diilhami oleh sukacita Injil! Saya menunjukkan lima jalan kepada mereka, kepada kaum muda : doa, komunitas, kejujuran, pengampunan dan pelayanan. Kepada kaum muda Kongo, saya mengatakan : inilah jalanmu : doa, kehidupan komunitas, kejujuran, pengampunan, dan pelayanan. Semoga Tuhan mendengarkan jeritan mereka, yang memohonkan keadilan.

 

Kemudian, di Katedral Kinshasa, saya bertemu dengan para imam, para diakon, para pelaku hidup bakti dan para seminaris. Mereka banyak dan masih muda, karena banyak panggilan : rahmat Allah. Saya mendesak mereka untuk menjadi pelayan umat sebagai saksi kasih Kristus, mengatasi tiga pencobaan : keadaan rohani yang biasa-biasa saja, kenyamanan duniawi dan kedangkalan. Ketiganya merupakan godaan, menurut saya, yang bersifat universal bagi para seminaris dan imam. Tentu saja, keadaan biasa-biasa saja secara rohani, ketika seorang imam mengalah pada keadaan biasa-biasa saja, menyedihkan : kenyamanan duniawi, yaitu, keduniawian, yang merupakan salah satu kejahatan terburuk yang dapat menimpa Gereja; dan kedangkalan. Akhirnya, bersama para uskup Kongo saya berbagi suka dan duka dalam pelayanan pastoral. Saya mengundang mereka untuk memperkenankan diri mereka dihibur oleh kedekatan Allah, dan menjadi nabi umat, berkat kekuatan Sabda Allah, menjadi tanda bagaimana sesungguhnya Tuhan, sikap Tuhan terhadap kita : kasih sayang, kedekatan, kelembutan. Tiga cara … cara Tuhan bersama kita : Ia mendekati kita – kedekatan – dengan kasih sayang dan kelembutan. Saya memintakan hal ini kepada para imam dan para uskup.

Kemudian, perjalanan bagian kedua berlangsung di Juba, ibu kota Sudan Selatan, sebuah negara yang lahir pada tahun 2011. Kunjungan ini memiliki karakter yang sangat istimewa, terungkap dengan moto yang menggemakan kata-kata Yesus : “Aku berdoa supaya mereka semua menjadi satu” (bdk. Yoh 17:21). Memang, kunjungan tersebut merupakan peziarahan perdamaian ekumenis, dilakukan bersama dengan para pemimpin dua Gereja yang secara historis hadir di negeri itu : Komunitas Anglikan dan Gereja Skotlandia. Kunjungan tersebut merupakan puncak perjalanan yang dilakukan beberapa tahun lalu, ketika kami berkumpul di Roma pada tahun 2019, bersama para pemimpin Sudan Selatan, untuk berkomitmen mengatasi pertikaian dan membangun perdamaian. Pada tahun 2019 ada retret rohani di sini, di Kuria, bersama semua politisi ini, bersama semua orang yang menginginkan posisi ini, beberapa dari mereka adalah musuh, tetapi mereka semua berada dalam retret. Dan hal ini memberi kekuatan untuk maju. Sayangnya, proses rekonsiliasi belum banyak berkembang, dan Sudan Selatan yang baru lahir adalah korban nalar lama kekuasaan dan persaingan, yang menghasilkan perang, kekerasan, pengungsi, dan orang-orang yang tersingkirkan secara internal. Saya sangat berterima kasih kepada Bapak Presiden atas sambutan yang beliau berikan kepada saya dan atas bagaimana beliau berusaha mengatur jalan ini, yang sama sekali tidak mudah, katakan "tidak" terhadap korupsi dan perdagangan senjata, dan "ya" terhadap perjumpaan dan dialog. Dan ini memalukan : banyak yang disebut negara "beradab" menawarkan bantuan ke Sudan Selatan, dan bantuan ini berupa senjata, senjata, senjata, untuk mengobarkan perang. Ini memalukan. Dan ya, mendorong maju untuk mengatakan "tidak" terhadap korupsi dan perdagangan senjata, serta "ya" terhadap perjumpaan dan dialog. Hanya dengan cara ini akan ada pembangunan, masyarakat dapat bekerja dengan tenang, orang-orang sakit sembuh, dan anak-anak dapat bersekolah.

 

Sifat ekumenis kunjungan ke Sudan Selatan diwujudkan secara khusus dalam pertemuan doa yang diadakan bersama dengan saudara kita Anglikan dan Gereja Skotlandia. Bersama-sama kami mendengarkan Sabda Allah, bersama-sama kami memanjatkan doa pujian, permohonan dan pengantaraan. Dalam kenyataan yang sangat penuh pertikaian seperti di Sudan Selatan, tanda ini sangat mendasar, dan tidak boleh dianggap remeh, karena sayangnya ada pihak yang menyalahgunakan nama Allah untuk membenarkan kekerasan dan penindasan.

 

Saudara-saudari, Sudan Selatan adalah negara berpenduduk sekitar sebelas juta jiwa – sedikit sekali! – di antaranya, sebagai akibat dari pertikaian bersenjata, dua juta orang mengungsi di dalam negeri dan banyak yang melarikan diri ke negara-negara tetangga. Oleh karena itu, saya ingin bertemu dengan sekelompok besar pengungsi internal, mendengarkan mereka dan membuat mereka merasakan kedekatan Kristus. Memang, Gereja-Gereja dan organisasi-organisasi inspirasi Kristiani berada di barisan terdepan di samping kaum miskin ini, yang telah tinggal bertahun-tahun di kamp-kamp pengungsi. Secara khusus saya berbicara kepada para wanita – ada para wanita yang baik di sana! – yang merupakan kekuatan yang dapat mengubah negara, dan saya mendorong semua orang untuk menjadi benih Sudan Selatan yang baru, yang tanpa kekerasan, damai dan tentram.

 

Kemudian, dalam pertemuan dengan para imam dan para pelaku hidup bakti Gereja setempat, kami memandang Musa sebagai model ketaatan kepada Allah dan ketekunan dalam doa pengantaraan.

 

Dan dalam perayaan Ekaristi, kegiatan terakhir kunjungan ke Sudan Selatan dan seluruh perjalanan, saya menggemakan Injil, mendorong umat Kristiani untuk menjadi “garam dan terang” di negeri yang sangat bermasalah itu. Allah meletakkan harapan-Nya bukan pada orang besar dan berkuasa, tetapi pada orang kecil dan rendah hati. Dan ini adalah jalan Allah.

 

Saya berterima kasih kepada otoritas Sudan Selatan, Bapak Presiden, para penyelenggara perjalanan dan semua orang yang menginvestasikan tenaga, pekerjaan mereka, sehingga perjalanan dapat berjalan dengan baik. Saya berterima kasih kepada saudara-saudara saya, Justin Welby dan Iain Greenshields, karena telah menemani saya dalam perjalanan ekumenis ini.

 

Marilah kita berdoa agar, di Republik Demokratik Kongo dan Sudan Selatan, serta seluruh Afrika, benih-benih Kerajaan kasih, keadilan, dan damai-Nya dapat bertunas. Terima kasih.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya mengucapkan selamat datang kepada para peziarah berbahasa Inggris yang ikut serta dalam Audiensi hari ini, terutama yang berasal dari Inggris dan Amerika Serikat. Saya menyampaikan salam khusus kepada banyak kelompok mahasiswa yang hadir. Atas kamu semua, dan atas keluargamu, saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus. Allah memberkatimu!

 

[Imbauan]

 

Pikiran saya tertuju, saat ini, kepada rakyat Turki dan Suriah yang sangat terpukul oleh gempa bumi, yang telah menyebabkan ribuan kematian dan luka-luka. Dengan penuh perasaan saya mendoakan mereka dan mengungkapkan kedekatan saya dengan orang-orang ini, kepada keluarga para korban dan kepada semua orang yang menderita akibat bencana yang menghancurkan ini. Saya berterima kasih kepada para pekerja bantuan dan saya mendorong semua orang untuk menunjukkan kesetiakawanan dengan wilayah tersebut, beberapa di antaranya telah dirusak oleh perang yang panjang. Marilah kita berdoa bersama agar saudara dan saudari kita ini dapat terus maju, mengatasi tragedi ini, dan marilah kita memohon kepada Bunda Maria untuk melindungi mereka : "Salam Maria, penuh rahmat, Tuhan serta-Mu, terpujilah Engkau di antara wanita, dan terpujilah buah tubuh-Mu, Yesus. Santa Maria, Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu kami mati. Amin".

 

[Ringkasan dalam Bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih : Perjalanan apostolik saya baru-baru ini ke Republik Demokratik Kongo dan Sudan Selatan membawa saya ke dua negara Afrika yang kaya akan sumber daya alam dan manusia, namun dilanda perang dan kekerasan. Di Kongo, saya menyerukan diakhirinya eksploitasi Afrika, menyerukan perdamaian dan rekonsiliasi, dan mendorong komunitas Kristiani, dan khususnya banyak kaum mudanya, untuk menjadi sumber harapan dan pembaharuan bagi masa depan bangsa. Di Sudan Selatan, saya ditemani oleh Uskup Agung Canterbury dan Petinggi Utama Gereja Skotlandia dalam peziarahan ekumenis untuk perdamaian di negara belia itu. Bersama-sama kami menyerukan kemajuan dalam melaksanakan perjanjian damai dan berdoa untuk diakhirinya kekerasan yang dilakukan atas nama Allah. Saya mendesak umat Kristiani di negara itu dan, secara khusus, para wanitanya, untuk memelihara kesaksian damai mereka serta karya amal persaudaraan mereka terhadap semua korban pertikaian dan ketidakadilan, khususnya sejumlah besar orang yang kehilangan tempat tinggal. Semoga benih yang mereka tabur dalam iman dan harapan menghasilkan buah yang melimpah untuk masa depan perdamaian dan pertumbuhan kerajaan kasih, keadilan, dan damai Allah.

______

(Peter Suriadi - Bogor, 8 Februari 2023)