Liturgical Calendar

PESAN URBI ET ORBI PAUS FRANSISKUS PADA HARI RAYA PASKAH 31 Maret 2024

Saudara-saudari terkasih, selamat Paskah!

 

Hari ini di seluruh dunia bergema pesan yang dikumandangkan dua ribu tahun yang lalu dari Yerusalem: “Yesus orang Nazaret, yang telah disalibkan itu, telah dibangkitkan!” (Mrk 16:6).

 

Gereja menghidupkan kembali keheranan para perempuan yang pergi ke kubur saat fajar pada hari pertama pekan itu. Kubur Yesus telah ditutup dengan sebuah batu besar. Hari ini pun, batu-batu besar, batu-batu berat, menghalangi harapan umat manusia: batu perang, batu krisis kemanusiaan, batu pelanggaran hak asasi manusia, batu perdagangan manusia, dan batu-batu lainnya juga. Seperti para wanita murid Yesus, kita bertanya satu sama lain: “Siapa yang akan menggulingkan batu itu bagi kita dari pintu kubur?” (bdk. Mrk 16:3).

 

Inilah penemuan yang mengherankan pada pagi Paskah tersebut: batu, batu yang sangat besar, telah terguling. Keheranan para perempuan ini adalah keheranan kita juga: kubur Yesus terbuka dan kosong! Dari hal ini, segalanya dimulai kembali! Sebuah jalan baru menuntun melalui kubur yang kosong itu: jalan yang tidak dapat dibuka oleh siapa pun di antara kita, kecuali oleh Allah sendiri: jalan kehidupan di tengah kematian, jalan perdamaian di tengah peperangan, jalan rekonsiliasi di tengah-tengah kebencian, jalan persaudaraan di tengah permusuhan.

 

Saudara-saudari, Yesus Kristus telah bangkit! Ia sendiri yang mempunyai kuasa untuk menggulingkan batu-batu yang menghalangi jalan menuju kehidupan. Ia, Yang hidup, sendiri jalan itu. Ia adalah Jalan: jalan yang menuntun kepada kehidupan, jalan perdamaian, rekonsiliasi dan persaudaraan. Ia membuka jalan itu, yang secara manusiawi mustahil, karena Ia sendiri yang menghapus dosa dunia dan mengampuni segala dosa kita. Karena tanpa pengampunan Allah, batu itu tidak dapat disingkirkan. Tanpa pengampunan dosa, kita tidak bisa mengatasi hambatan prasangka, saling tuding, anggapan bahwa kita selalu benar dan orang lain salah. Hanya Kristus yang telah bangkit, dengan menganugerahkan pengampunan atas dosa-dosa kita, yang membuka jalan bagi dunia yang diperbarui.

 

Hanya Yesus yang membukakan pintu kehidupan bagi kita, pintu-pintu yang terus-menerus kita tutup seiring dengan meluasnya peperangan ke seluruh dunia. Hari ini kita ingin, pertama-tama, mengalihkan pandangan ke Kota Suci Yerusalem, yang menyaksikan misteri sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus, serta seluruh komunitas Kristiani di Tanah Suci.

 

Pikiran saya khususnya tertuju kepada para korban berbagai pertikaian di seluruh dunia, dimulai dengan pertikaian di Israel, Palestina, dan Ukraina. Semoga Kristus yang bangkit membuka jalan perdamaian bagi bangsa-bangsa yang dilanda perang di wilayah tersebut. Dengan menyerukan penghormatan terhadap prinsip-prinsip hukum internasional, saya menyatakan harapan saya untuk pertukaran umum semua tahanan antara Rusia dan Ukraina: semua demi semua!

 

Saya kembali menyerukan kepastian akses bantuan kemanusiaan ke Gaza, serta kembali menyerukan pembebasan segera para sandera yang ditangkap pada tanggal 7 Oktober lalu dan gencatan senjata segera di Jalur Gaza.

 

Kita jangan membiarkan permusuhan yang terjadi saat ini terus menimbulkan dampak buruk terhadap masyarakat sipil, yang saat ini berada pada batas ketahanannya, dan terutama terhadap anak-anak. Betapa banyak penderitaan yang kita lihat di mata anak-anak: anak-anak di negeri-negeri yang berperang telah lupa bagaimana caranya tersenyum! Dengan mata tersebut, mereka bertanya kepada kita: Mengapa? Mengapa semua kematian ini? Mengapa semua kehancuran ini? Perang selalu merupakan kekonyolan, perang selalu merupakan kekalahan! Kita jangan membiarkan angin perang semakin kuat bertiup di Eropa dan Mediterania. Kita jangan menyerah pada nalar persenjataan dan kembali mempersenjatai. Perdamaian tidak pernah tercipta dengan senjata, tetapi dengan tangan terulur dan hati yang terbuka.

 

Saudara-saudariku, kita jangan melupakan Suriah, yang selama tiga belas tahun telah menderita akibat perang yang lama dan menghancurkan. Begitu banyak kematian dan kehilangan, begitu banyak kemiskinan dan kehancuran, memerlukan tanggapan dari semua pihak, dan komunitas internasional.

 

Hari ini pikiran saya khususnya tertuju pada Lebanon, yang selama beberapa waktu mengalami kebuntuan kelembagaan serta krisis ekonomi dan sosial yang semakin parah, yang kini diperburuk oleh permusuhan di perbatasannya dengan Israel. Semoga Tuhan yang bangkit menghibur rakyat Lebanon yang terkasih dan mendukung seluruh negara dalam panggilannya untuk menjadi tanah perjumpaan, hidup berdampingan dan pluralisme.

 

Saya juga memikirkan khususnya wilayah Balkan Barat, di mana langkah-langkah sangat penting sedang diambil menuju penyatupaduan dalam proyek Eropa. Semoga perbedaan etnis, budaya dan agama tidak menjadi penyebab perpecahan, namun justru menjadi sumber pengayaan bagi seluruh Eropa dan dunia secara keseluruhan.

 

Saya juga mendorong diskusi-diskusi yang terjadi antara Armenia dan Azerbaijan, sehingga dengan dukungan komunitas internasional, mereka dapat melakukan dialog, membantu para pengungsi, menghormati tempat-tempat ibadah berbagai agama, dan sesegera mungkin memastikan kesepakatan damai.

 

Semoga Kristus yang bangkit membuka jalan harapan bagi semua orang yang di belahan dunia lain menderita akibat kekerasan, pertikaian, kerawanan pangan dan dampak perubahan iklim. Semoga Tuhan menganugerahkan penghiburan kepada para korban terorisme dalam segala bentuknya. Marilah kita mendoakan semua orang yang kehilangan nyawa serta memohonkan penyesalan dan pertobatan para pelaku kejahatan tersebut.

 

Semoga Tuhan yang bangkit membantu rakyat Haiti, sehingga tindakan kekerasan, kehancuran dan pertumpahan darah di negara itu dapat segera diakhiri, serta negara tersebut dapat berkembang menuju jalan demokrasi dan persaudaraan.

 

Semoga Kristus menganugerahkan penghiburan dan kekuatan kepada masyarakat Rohingya, yang dilanda krisis kemanusiaan yang parah, dan membuka jalan menuju rekonsiliasi di Myanmar, yang telah bertahun-tahun terkoyak oleh pertikaian internal, sehingga setiap nalar kekerasan dapat ditinggalkan sepenuhnya.

 

Semoga Tuhan membuka jalan perdamaian di benua Afrika, khususnya bagi masyarakat yang menderita di Sudan dan di seluruh wilayah Sahel, di Tanduk Afrika, wilayah Kivu di Republik Demokratik Kongo dan Provinsi Capo Delgado di Mozambik, dan mengakhiri situasi kekeringan berkepanjangan yang mempengaruhi wilayah yang luas dan memicu kelaparan dan kelaparan.

 

Semoga Yesus yang bangkit menyinari para migran dan semua orang yang sedang melewati masa kesulitan ekonomi, serta memberi mereka penghiburan dan harapan pada saat mereka membutuhkan. Semoga Kristus membimbing semua orang yang berkehendak baik untuk bersatu dalam kesetiakawanan, bersama-sama mengatasi banyak tantangan yang dihadapi keluarga-keluarga termiskin untuk mengupayakan kehidupan dan kebahagiaan yang lebih baik.

 

Pada hari ini ketika kita merayakan kehidupan yang diberikan kepada kita dalam kebangkitan Sang Putra, marilah kita mengingat kasih Allah yang tak terbatas bagi kita masing-masing: kasih yang mengatasi setiap keterbatasan dan kelemahan. Namun betapa besarnya karunia kehidupan yang berharga ini diremehkan! Berapa banyak anak yang bahkan tidak bisa dilahirkan? Berapa banyak orang yang meninggal karena kelaparan dan kehilangan layanan penting atau menjadi korban pelecehan dan kekerasan? Berapa banyak nyawa dijadikan obyek perdagangan karena meningkatnya perdagangan manusia?

 

Saudara-saudari, pada hari ketika Kristus telah membebaskan kita dari perbudakan maut, saya menyerukan kepada semua pihak yang mempunyai tanggung jawab politik untuk melakukan segala upaya dalam memerangi momok perdagangan manusia, dengan bekerja tanpa kenal lelah untuk membongkar jaringan eksploitasi dan membebaskan orang-orang yang menjadi korbannya. Semoga Tuhan menghibur keluarga mereka, terutama mereka yang dengan cemas menunggu kabar dari orang yang mereka cintai, serta memberi mereka kenyamanan dan harapan.

 

Semoga terang kebangkitan menerangi pikiran kita dan membuat hati kita bertobat, serta menyadarkan kita akan nilai setiap kehidupan manusia, yang harus disambut, dilindungi dan dicintai.

 

Selamat Paskah untuk semuanya!

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 31 Maret 2024)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 27 Maret 2024 : RANGKAIAN KATEKESE TENTANG KEBURUKAN DAN KEBAJIKAN (BAGIAN 12 : PERJUANGAN ROHANI) : KESABARAN

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

Hari Minggu lalu kita mendengarkan kisah sengsara Tuhan. Yesus menanggapi penderitaan yang Ia tanggung dengan kebajikan yang, meskipun tidak dianggap sebagai kebajikan tradisional, namun sangat penting: kesabaran. Kebajikan tersebut berkaitan dengan kesabaran terhadap penderitaan yang kita alami: bukan suatu kebetulan, kesabaran mempunyai akar yang sama dengan sengsara. Dan justru dalam sengsara itulah kesabaran Kristus muncul, karena dengan lemah lembut Ia menerima penangkapan, cambukan, dan hukuman yang tidak adil; Ia tidak membela diri di hadapan Pilatus; Ia menanggung hinaan, diludahi, dan dicambuk oleh para serdadu; Ia memikul beban salib; Ia mengampuni mereka yang memaku-Nya di kayu salib; dan di kayu salib Ia tidak menanggapi hasutan, justru menawarkan belas kasihan. Semua ini menunjukkan kepada kita bahwa kesabaran Yesus tidak berupa perlawanan yang penuh ketabahan terhadap penderitaan, tetapi merupakan buah kasih yang lebih besar.

 

Rasul Paulus, dalam apa yang disebut “madah kasih” (bdk. 1 Kor 13:4-7) menghubungkan erat kasih dan kesabaran. Memang benar, dalam menggambarkan kualitas kasih yang pertama, ia menggunakan sebuah kata yang diterjemahkan sebagai “murah hati” atau “sabar”. Hal ini mengungkapkan konsep yang mengejutkan, yang sering muncul dalam Kitab Suci: Allah, ketika menghadapi ketidaksetiaan kita, menunjukkan diri-Nya “panjang sabar” (bdk. Kel 34:6; bdk. Bil 14:18): alih-alih melampiaskan rasa jijik-Nya pada kejahatan dan dosa manusia, Ia menyatakan diri-Nya lebih besar, selalu siap memulai dari awal dengan kesabaran yang tak terbatas. Bagi Paulus, inilah ciri pertama kasih Allah, yang ketika menghadapi dosa menghasilkan pengampunan. Tetapi tidak hanya itu: kesabaran adalah sifat pertama setiap kasih yang besar, yang tahu bagaimana menanggapi kejahatan dengan kebaikan, yang tidak menarik diri dalam kemarahan dan keputusasaan, tetapi menanggungnya dan mencoba lagi. Jadi, akar dari kesabaran adalah kasih, sebagaimana dikatakan Santo Agustinus: “Setiap orang yang benar lebih berani dalam menghadapi penderitaan apa pun, dan dalam dirinya kasih Allah lebih kuat” (Depatientia, XVII).

 

Maka, mungkin ada yang mengatakan bahwa tidak ada kesaksian yang lebih baik tentang kasih Kristus selain berjumpa orang kristiani yang sabar. Tetapi pikirkan berapa banyak ibu dan ayah, pekerja, dokter dan perawat, orang sakit, yang setiap hari, dalam ketidakjelasan, memberkati dunia dengan kesabaran yang kudus! Sebagaimana ditegaskan dalam Kitab Suci, “Orang yang sabar melebihi seorang pejuang” (Ams 16:32). Tetapi, kita harus jujur: kita sering kali kurang sabar. Kita membutuhkannya sebagai “vitamin penting” untuk bertahan hidup, tetapi secara naluriah kita menjadi tidak sabar dan menanggapi kejahatan dengan kejahatan; sulit untuk tetap tenang, mengendalikan naluri kita, menahan diri dari tanggapan buruk, meredakan pertengkaran dan perselisihan dalam keluarga, di tempat kerja, dalam komunitas kristiani.

 

Tetapi marilah kita ingat bahwa kesabaran bukan sekadar suatu kebutuhan, melainkan sebuah panggilan: jika Kristus sabar, maka umat kristiani dipanggil untuk sabar. Dan hal ini menuntut kita untuk melawan arus sehubungan dengan mentalitas yang tersebar luas saat ini, yang dikuasaioleh ketergesaan dan keinginan untuk “segala sesuatunya segera”; di mana, alih-alih menunggu situasi menjadi matang, orang-orang malah didesak, dengan harapan bahwa mereka akan segera berubah. Janganlah kita lupa bahwa tergesa-gesa dan ketidaksabaran adalah musuh kehidupan rohani: Allah adalah kasih, dan mereka yang mengasihi tidak lelah, tidak mudah marah, tidak memberikan ultimatum, tetapi tahu bagaimana menunggu. Bayangkanlah kisah Bapa yang penuh belas kasihan, yang menantikan putranya yang telah meninggalkan rumah: ia menderita dengan sabar, tidak sabar hanya untuk memeluknya segera setelah ia melihatnya kembali (lih. Luk 15:21); atau perumpamaan tentang gandum dan lalang, dengan Tuhan yang tidak terburu-buru mencabut kejahatan sebelum waktunya, sehingga tidak ada yang hilang (bdk. Mat 13:29-30).

 

Tetapi bagaimana kita bisa bertumbuh dalam kesabaran? Karena, sebagaimana diajarkan Santo Paulus kepada kita, kesabaran adalah buah Roh Kudus (bdk. Gal 5:22), yang harus kita mohonkan dari Roh Kristus. Ia memberi kita kekuatan kesabaran yang lemah lembut, karena “kebajikan kristiani bukan hanya soal berbuat baik, tetapi juga menoleransi kejahatan” (Agustinus, Khotbah, 46,13). Khususnya pada hari-hari ini, alangkah baiknya kita merenungkan Yesus yang tersalib untuk mencerna kesabaran-Nya. Latihan lain yang baik adalah dengan membawa kepada-Nya orang-orang yang paling menyusahkan, memohon rahmat untuk melaksanakan kepada mereka karya belas kasihan yang sangat terkenal, tetapi sangat diabaikan: dengan sabar menanggung orang-orang yang menyusahkan. Dimulai dengan meminta untuk memandang mereka dengan penuh kasih sayang, dengan tatapan Allah, memahami bagaimana membedakan wajah mereka dari kesalahan mereka.

 

Yang terakhir, menumbuhkan kesabaran, sebuah kebajikan yang memberi nafas kepada kehidupan, baik untuk memperluas wawasan kita. Misalnya, dengan tidak membatasi dunia pada masalah-masalah kita, seperti dianjurkan Meneladan Kristus: “Baiklah, semoga kamu mengingat kesengsaraan orang lain yang sangat menyakitkan, agar kamu dapat lebih mudah menanggung orang-orang kecil yang padamu”, mengingat bahwa “karena di hadapan Allah, tidak ada penderitaan demi Dia, sekecil apa pun, yang dapat berlalu tanpa ganjaran” (III, 19). Dan sekali lagi, ketika kita merasa berada dalam cengkeraman kesulitan, sebagaimana diajarkan Ayub kepada kita, ada baiknya kita membuka diri dengan pengharapan akan kebaruan Allah, dengan keyakinan yang tak tergoyahkan bahwa Ia tidak membiarkan harapan kita dikecewakan.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa dengan hangat para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, khususnya kelompok dari Filipina, Pakistan, Kanada, dan Amerika Serikat. Saat kita bersiap menyambut Trihari Suci, saya memohonkan bagi kamu semua rahmat dan damai Tuhan kita Yesus Kristus. Allah memberkatimu!

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Dalam katekese lanjutan kita mengenai kebajikan, kini kita beralih ke kesabaran, yang teladan utamanya terdapat dalam teladan Yesus pada masa sengsara-Nya. Kesabaran Yesus tidak berupa ketabahan menanggung penderitaan, tetapi merupakan buah kasih-Nya. Santo Paulus juga mencerna kesabaran dengan kasih Allah, yang “panjang sabar” dan cepat membalas kejahatan dengan kebaikan. Memang benar, kesabaran dan panjang sabar umat kristiani adalah kesaksian yang paling meyakinkan akan kasih Kristus. Pekan Suci ini, marilah kita memohonkan rahmat Roh Kudus untuk meneladani Kristus dalam kesabaran dan kasih sayang-Nya, yang mengampuni segala kesalahan dan menunjukkan belas kasihan bahkan kepada musuh-musuh-Nya.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 28 Maret 2024)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 20 Maret 2024 : RANGKAIAN KATEKESE TENTANG KEBURUKAN DAN KEBAJIKAN (BAGIAN 12 : PERJUANGAN ROHANI) : KEBIJAKSANAAN

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Kita mencurahkan katekese hari ini pada kebajikan kebijaksanaan. Selain keadilan, ketabahan, dan pengendalian diri, kebijaksanaan merupakan salah satu dari apa yang disebut kebajikan utama, yang bukan merupakan hak prerogatif eksklusif umat Kristiani, melainkan merupakan warisan kebijaksanaan kuno, khususnya warisan kebijaksanaan para filsuf Yunani. Oleh karena itu, salah satu tema paling menarik dalam karya perjumpaan dan inkulturasi justru adalah tema kebajikan.

 

Dalam tulisan-tulisan abad pertengahan, penyajian kebajikan bukan sekadar daftar kualitas positif jiwa. Kembali ke para penulis klasik dalam terang wahyu kristiani, para teolog membayangkan kumpulan kebajikan – tiga kebajikan teologis dan empat kebajikan pokok – sebagai semacam organisme hidup, di mana masing-masing kebajikan memiliki ruang yang selaras untuk ditempati. Ada kebajikan pokok dan kebajikan pelengkap, seperti pilar, kumpulan tiang, dan ibu kota. Memang benar, mungkin tidak ada yang lebih baik dalam menggambarkan gagasan tentang keselarasan antara manusia dan aspirasinya yang terus-menerus terhadap kebaikan selain katedral abad pertengahan.

 

Jadi, marilah kita mulai dengan kebijaksanaan. Kebijaksanaan bukan sifat orang yang penakut, selalu ragu-ragu mengenai tindakan apa yang harus diambil. Tidak, hal ini adalah penafsiran yang salah. Kebijaksanaan bahkan bukan sekadar peringatan. Mengutamakan kebijaksanaan berarti tindakan anusia berada di tangan kecerdasan dan kebebasannya. Orang yang bijaksana adalah orang yang kreatif: ia bernalar, mengevaluasi, mencoba memahami rumitnya kenyataan dan tidak membiarkan dirinya diliputi oleh emosi, kemalasan, tekanan, dan khayalan.

 

Di dunia yang dikuasai penampilan, pemikiran dangkal, kesepelean baik dan buruk, pelajaran kuno tentang kebijaksanaan layak untuk dihidupkan kembali.

 

Santo Thomas, setelah Aristoteles, menyebutnya “recta rasio agibilium”. Kebijaksanaan adalah kemampuan untuk mengelola tindakan yang menuntunnya ke arah yang baik; karena alasan ini, kebijaksanaan dijuluki “kusir kebajikan”. Orang yang bijaksana adalah orang yang mampu memilih: selama masih dalam buku, hidup selalu mudah, namun di tengah angin dan ombak kehidupan sehari-hari lain soal; sering kali kita bimbang dan tidak tahu ke mana harus melangkah. Orang yang bijaksana tidak memilih secara kebetulan: pertama-tama, mereka tahu apa yang mereka inginkan, kemudian mereka mempertimbangkan situasi, mencari nasihat, dan dengan pandangan yang luas dan kebebasan batin, mereka memilih jalan mana yang akan diambil. Hal ini tidak berarti mereka tidak melakukan kesalahan: bagaimanapun juga, kita semua manusia; tetapi setidaknya mereka menghindari kemunduran besar. Sayangnya, di setiap lingkungan ada orang yang cenderung mengabaikan masalah dengan lelucon dangkal, atau memicu kontroversi. Sebaliknya, kebijaksanaan adalah kualitas dari mereka yang terpanggil untuk memerintah: mengetahui bahwa menjalankan pemerintahan itu sulit, ada banyak sudut pandang dan kita harus berusaha untuk menyelaraskannya, kita tidak boleh berbuat baik hanya kepada sebagian orang tetapi kepada semua orang.

 

Kebijaksanaan juga mengajarkan bahwa, sebagaimana dikatakan orang, “kesempurnaan adalah musuh kebaikan”. Memang benar, semangat yang berlebihan dalam beberapa situasi dapat menyebabkan bencana: dapat merusak konstruksi yang memerlukan tahapan; semangat yang berlebihan dapat menimbulkan perselisihan dan kesalahpahaman; bahkan dapat memicu kekerasan.

 

Orang yang bijaksana tahu bagaimana menjaga kenangan masa lalu, bukan karena takut akan masa depan, tetapi karena ia tahu bahwa tradisi adalah warisan kebijaksanaan. Kehidupan terdiri dari hal-hal lama dan baru yang saling tumpang tindih, dan tidak baik untuk selalu berpikir bahwa dunia dimulai dari diri kita, kita harus menghadapi masalah mulai dari awal. Dan orang yang bijaksana juga mempunyai pengetahuan. Ketika telah memutuskan tujuan yang ingin diperjuangkan, kita perlu memperoleh segala cara untuk mencapainya.

 

Banyak bagian Injil yang membantu mendidik kita agar bijaksana. Misalnya: orang yang bijaksana mendirikan rumahnya di atas batu, dan orang yang tidak bijaksana mendirikan rumahnya di atas pasir (bdk. Mat 7:24.27). Orang yang bijaksana adalah gadis yang membawa minyak untuk pelitanya, dan orang yang bodoh adalah gadis yang tidak membawa minyak (bdk. Mat 25:1-13). Kehidupan kristiani adalah kombinasi antara kesederhanaan dan kecerdikan. Mempersiapkan murid-murid-Nya untuk perutusan tersebut, Yesus menganjurkan: “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” (Mat 10:16). Seolah-olah mau dikatakan bahwa Allah tidak hanya menginginkan kita menjadi orang kudus, Ia menginginkan kita menjadi orang kudus yang cerdas, karena tanpa kebijaksanaan, mengambil jalan yang salah adalah kesalahan sesaat!

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa seluruh peziarah berbahasa Inggris, terutama yang datang dari Inggris, Belanda, Denmark, Kepulauan Faroe, Jepang, Korea, dan Amerika Serikat. Semoga perjalanan Prapaskah membawa kita menuju Paskah dengan hati yang disucikan dan diperbarui oleh rahmat Roh Kudus. Atas dirimu dan keluargamu, saya memohonkan sukacita dan damai di dalam Kristus!

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih: dalam katekese lanjutan kita tentang kebajikan, kita sekarang membahas kebijaksanaan, salah satu dari empat kebajikan “utama” yang, bersama dengan kebajikan “teologis” yaitu iman, harapan dan kasih, merupakan pilar kehidupan kristiani yang terpadu. Kebijaksanaan adalah kemampuan untuk menggabungkan kecerdasan dan kreativitas, kesederhanaan dan kecerdikan, memahami rumitnya situasi dan mengevaluasi solusi yang mungkin, menerapkan kebijaksanaan yang diperoleh dari pengalaman masa lalu sambil mengantisipasi kebutuhan di masa depan. Dalam pengertian ini, Santo Thomas Aquinas menyebut kebijaksanaan sebagai “alasan yang tepat dalam bertindak”. Yesus, dalam perumpamaan-Nya, sering kali menganjurkan murid-murid-Nya untuk melaksanakan kebajikan ini. Semoga kita juga mengamalkan kebijaksanaan setiap hari dalam perjalanan menuju kepenuhan hidup dalam Kerajaan Surga.
_____

(Peter Suriadi - Bogor, 20 Maret 2024)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 17 Maret 2024 : MEMBERI DAN MENGAMPUNI ADALAH HAKIKAT KEMULIAAN ALLAH

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Hari ini, Hari Minggu Prapaskah V, menjelang Pekan Suci, Yesus dalam Bacaan Injil (bdk. Yoh 12:20-33) memberitahu kita sesuatu yang penting: di Kayu Salib kita akan melihat kemuliaan-Nya dan kemuliaan Bapa (bdk. ayat 23, 28).

 

Tetapi bagaimana mungkin kemuliaan Allah mewujud di sana, di kayu Salib? Orang mungkin memikirkannya terjadi pada kebangkitan, bukan pada kayu Salib, yang merupakan sebuah kekalahan, sebuah kegagalan. Sebaliknya, saat ini, saat berbicara tentang Sengsara-Nya, Yesus berkata, “Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan” (ayat 23). Apa yang Ia maksudkan?

 

Ia memaksudkan kemuliaan tersebut, bagi Allah, tidak berhubungan dengan kesuksesan, ketenaran dan popularitas manusia; kemuliaan, bagi Allah, tidak mengacu pada apapun berkenaan dengan dirinya sendiri, kemuliaan bukanlah perwujudan kekuasaan yang megah yang diiringi tepuk tangan publik. Bagi Allah, kemuliaan adalah mengasihi sampai memberikan nyawa. Pemuliaan, bagi-Nya, berarti memberikan diri-Nya, menjadikan diri-Nya dapat dijangkau, mempersembahkan kasih-Nya. Dan hal ini mencapai puncaknya di kayu Salib, tepat di sana, di mana Yesus merentangkan kasih Allah secara maksimal, sepenuhnya mengungkapkan wajah belas kasihan, memberi kita kehidupan dan mengampuni para penyalib-Nya.

 

Saudara-saudari, dari Salib, “katedra Allah”, Tuhan mengajarkan kita bahwa kemuliaan sejati, yang tidak pernah pudar dan membuat kita bahagia, berupa memberi dan mengampuni. Memberi dan mengampuni adalah hakikat kemuliaan Allah. Dan bagi kita, keduanya adalah cara hidup. Memberi dan mengampuni: kriteria yang sangat berbeda dengan apa yang kita lihat di sekitar kita, dan juga di dalam diri kita, ketika kita memikirkan kemuliaan sebagai sesuatu yang harus diterima dan bukannya diberikan; sesuatu yang harus dimiliki, bukan sesuatu yang harus ditawarkan. Tidak, kemuliaan duniawi memudar, dan tidak meninggalkan sukacita dalam hati; kemuliaan duniawi bahkan tidak membawa kebaikan bagi semua orang, melainkan justru menimbulkan perpecahan, perselisihan, dan rasa iri hati.

 

Jadi, kita bisa bertanya pada diri kita: kemuliaan apa yang kuinginkan untuk diriku, untuk hidupku, yang kuimpikan untuk masa depanku? Yaitu membuat orang lain terkesan dengan kehebatanku, kemampuanku, atau hal-hal yang kumiliki? Ataukah jalan memberi dan mengampuni, jalan Yesus yang tersalib, jalan orang-orang yang tak kenal lelah dalam mengasihi, yakin bahwa ini menjadi kesaksian bagi Allah di dunia dan membuat indahnya hidup terpancar? Kemuliaan seperti apa yang kuinginkan untuk diriku? Sesungguhnya, marilah kita mengingat bahwa ketika kita memberi dan mengampuni, kemuliaan Allah terpancar di dalam diri kita. Di sana: saat kita memberi dan mengampuni.

 

Semoga Perawan Maria, yang mengikuti Yesus dengan setia pada saat Sengsara-Nya, membantu kita menjadi cerminan yang hidup dari kasih Yesus.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Saya lega mengetahui bahwa di Haiti, seorang guru dan empat dari enam biarawan Institut Frères du Sacré-Cœur, yang diculik pada 23 Februari lalu, telah dibebaskan. Saya mohon pembebasan secepatnya dua biarawan lainnya dan semua orang yang masih disandera di negara tercinta ini, yang penuh dengan kekerasan. Saya mengundang semua aktor politik dan sosial untuk meninggalkan kepentingan pribadi apa pun dan terlibat dalam semangat kesetiakawanan demi tercapainya kebaikan bersama, mendukung transisi damai menuju negara yang, dengan bantuan komunitas internasional, dapat dilengkapi dengan kelembagaan yang kokoh yang mampu memulihkan ketertiban dan ketentraman warganya.

 

Marilah kita terus berdoa bagi masyarakat yang tersiksa oleh perang, di Ukraina, Palestina dan Israel, serta di Sudan. Dan jangan lupakan Suriah, negara yang sudah lama menderita akibat perang.

 

Saya menyapa kamu semua yang datang ke Roma, dari Italia dan pelbagai belahan dunia lainnya. Secara khusus, saya menyapa para mahasiswa Spanyol dari jaringan asrama universitas “Camplus”, kelompok paroki dari Madrid, Pescara, Chieti, Locorotondo dan Paroki San Giovanni Leonardi Roma. Saya menyapa Koperasi Sosial Santo Joseph Como, anak-anak dari Perugia, kaum muda Bologna dalam perjalanan mereka menuju Pengakuan Iman, dan para calon penerima sakramen krisma dari Pavia, Iolo di Prato dan Cavaion Veronese.

 

Saya menyapa dengan senang hati para peserta Rome Marathon, sebuah perayaan tradisional olahraga dan persaudaraan. Sekali lagi tahun ini, atas prakarsa Athletica Vaticana, banyak atlet yang terlibat dalam “estafet kesetiakawanan”, menjadi saksi berbagi.

 

Dan kepada kamu semua saya mengucapkan selamat hari Minggu. Tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siangmu, dan sampai jumpa!

______

(Peter Suriadi - Bogor, 17 Maret 2024)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 13 Maret 2024 : RANGKAIAN KATEKESE TENTANG KEBURUKAN DAN KEBAJIKAN (BAGIAN 11 : PERJUANGAN ROHANI) : PERBUATAN YANG BAJIK

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Setelah menyimpulkan ikhtisar kita tentang keburukan, kini saatnya melihat pada bayangan cermin, yang bertentangan dengan pengalaman keburukan. Hati manusia dapat menuruti nafsu jahat, dapat mengindahkan godaan-godaan berbahaya yang disamarkan dalam busana persuasif, namun juga dapat menentang semua ini. Betapapun sulitnya hal ini, manusia diciptakan untuk kebaikan, yang benar-benar memuaskan dirinya, dan juga mampu mempraktikkan seni ini, menyebabkan kecenderungan tertentu menjadi permanen dalam dirinya. Refleksi terhadap kemungkinan menakjubkan yang kita miliki ini membentuk sebuah bab klasik dalam filsafat moral: bab tentang kebajikan.

 

Para filsuf Romawi menyebutnya virtus, sedangkan orang Yunani menyebutnya aretè. Istilah Latin terutama menekankan bahwa orang yang bajik adalah orang yang kuat, berani, mampu berdisiplin dan askesis: oleh karena itu, penerapan kebajikan adalah buah pertunasan yang panjang, membutuhkan usaha dan bahkan penderitaan. Kata Yunaninya, aretè, justru menunjukkan sesuatu yang mengungguli, sesuatu yang muncul, yang menimbulkan kekaguman. Oleh karena itu, orang yang bajik tidak menjadi melenceng oleh penyimpangan, namun tetap setia pada panggilannya, menyadari diri sepenuhnya.

 

Kita akan salah paham jika berpikir bahwa para kudus adalah pengecualian bagi umat manusia: semacam kelompok pejuang terbatas yang hidup di luar batas spesies kita. Para kudus, dari sudut pandang yang baru saja kami perkenalkan sehubungan dengan kebajikan, adalah orang-orang yang menjadi diri mereka sepenuhnya, yang memenuhi panggilan yang pantas bagi setiap manusia. Betapa bahagianya dunia ini jika keadilan, rasa hormat, sikap saling menguntungkan, keluasan pikiran, dan harapan merupakan hal yang normal, dan bukan sebuah anomali yang jarang terjadi! Inilah sebabnya mengapa bab tentang tindakan bajik, di masa-masa dramatis saat ini di mana kita sering kali harus menghadapi sisi terburuk umat manusia, harus ditemukan kembali dan dipraktikkan oleh semua orang. Di dunia yang menyimpang ini, kita harus mengingat bentuk di mana kita dibentuk, rupa Allah yang selamanya terpatri dalam diri kita.

 

Tetapi bagaimana kita mendefinisikan konsep kebajikan? Katekismus Gereja Katolik memberi kita definisi yang tepat dan ringkas: “Kebajikan adalah suatu kecenderungan yang tetap dan teguh untuk melakukan yang baik” (no. 1803). Oleh karena itu, Kebajikan bukan sesuatu yang dibuat seadanya atau dengan acak jatuh dari surga secara sporadis. Sejarah menunjukkan kepada kita bahwa bahkan para penjahat, pada saat-saat sadar, telah melakukan perbuatan baik; tentu saja, perbuatan-perbuatan ini tertulis dalam “kitab Allah”, tetapi kebajikan adalah sesuatu yang lain. Kebajikan adalah kebaikan yang berasal dari lambatnya pendewasaan seseorang, hingga menjadi ciri batin. Kebajikan adalah kebiasaan kebebasan. Jika kita bebas dalam setiap tindakan, dan setiap kali kita dituntut untuk memilih antara yang baik dan yang jahat, maka kebajikanlah yang membuat kita mempunyai kecenderungan terhadap pilihan yang benar.

 

Jika kebajikan adalah karunia yang sangat indah, sebuah pertanyaan segera muncul: bagaimana mungkin memperolehnya? Jawaban atas pertanyaan ini tidak sederhana, namun rumit.

 

Bagi umat Kristiani, pertolongan pertama adalah rahmat Allah. Sesungguhnya Roh Kudus berkarya di dalam diri kita yang telah dibaptis, bekerja di dalam jiwa kita untuk menuntunnya menuju kehidupan yang bajik. Berapa banyak umat kristiani yang mencapai kekudusan melalui air mata, dan menyadari bahwa mereka tidak dapat mengatasi beberapa kelemahan mereka! Namun mereka mengalami bahwa Allah menyelesaikan pekerjaan baik yang bagi mereka hanyalah sebuah sketsa. Rahmat selalu mendahului komitmen moral kita.

 

Terlebih lagi, kita tidak boleh melupakan pelajaran yang sangat berharga dari kebijaksanaan dahulu kala, yang memberitahu kita bahwa kebajikan tumbuh dan dapat dikembangkan. Dan agar hal ini terjadi, karunia pertama yang dimohonkan dari Roh adalah kebijaksanaan. Manusia bukanlah wilayah bebas untuk menaklukkan kesenangan, emosi, naluri, nafsu, tanpa mampu melakukan apa pun melawan kekuatan-kekuatan ini, yang terkadang kacau, yang ada di dalam dirinya. Karunia tak ternilai yang kita miliki adalah keterbukaan pikiran, yaitu kebijaksanaan yang bisa belajar dari kesalahan agar dapat mengarahkan hidup dengan baik. Kemudian, diperlukan niat baik: kemampuan untuk memilih yang baik, membentuk diri kita dengan latihan asketis, menghindari hal-hal yang berlebihan.

 

Saudara-saudari terkasih, inilah cara kita memulai perjalanan kita melalui kebajikan, di alam semesta yang tenang yang penuh tantangan, namun menentukan kebahagiaan kita ini.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa semua peziarah dan pengunjung berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, khususnya kelompok dari Belanda dan Amerika Serikat. Dengan penuh doa semoga masa Prapaskah ini akan menjadi masa rahmat dan pembaruan rohani bagimu dan keluargamu, saya memohonkan atas kamu semua sukacita dan damai dalam Tuhan kita Yesus Kristus. Allah memberkatimu!

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih: Dalam katekese kita tentang kebajikan dan keburukan, sekarang kita membahas hakikat kebajikan, yang didefinisikan oleh Katekismus sebagai “suatu kecenderungan yang tetap dan teguh untuk melakukan yang baik”. Diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, kita diciptakan untuk kebaikan, namun di dunia kita yang sudah berdosa, mengejar kebajikan dan melepaskan diri dari kejahatan memerlukan disiplin dan ketekunan. Pertumbuhan dalam kebajikan sebenarnya merupakan ungkapan yang paling luhur kebebasan manusia, namun harus ditopang oleh karunia rahmat Allah terlebih dahulu. Oleh karena itu, Kitab Suci menasihati kita untuk berdoa meminta karunia kebijaksanaan Roh Kudus, agar kita dapat mengetahui kehendak Tuhan dan memperkenankan kehendak itu membentuk setiap keputusan kita ketika kita berusaha untuk semakin menyesuaikan hidup kita dengan rencana-Nya yang penuh kasih dan kemurahan untuk keluarga manusiawi kita.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 13 Maret 2024)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 10 Maret 2024 : YESUS DATANG BUKAN UNTUK MENGHAKIMI, MELAINKAN MENYELAMATKAN DUNIA

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

Pada Hari Minggu Prapaskah IV ini, Bacaan Injil menghadirkan kepada kita sosok Nikodemus (bdk. Yoh 3:14-21), seorang Farisi, “seorang pemimpin Yahudi” (Yoh 3:1). Ia melihat tanda-tanda yang dilakukan Yesus, ia mengenali Yesus sebagai guru yang diutus Allah, dan pergi menemui-Nya pada waktu malam agar tidak dilihat orang. Tuhan menyambutnya, berbincang dengannya dan menyatakan kepadanya bahwa Ia datang bukan untuk menghakimi, melainkan menyelamatkan (bdk. ayat 17). Marilah kita berhenti sejenak untuk merenungkan hal ini: Yesus datang bukan untuk menghakimi, melainkan menyelamatkan. Hal ini indah!

 

Dalam Injil seringkali kita melihat Kristus mengungkapkan maksud orang-orang yang ditemui-Nya, kadang-kadang membuka kedok sikap-sikap mereka yang salah, seperti sikap orang-orang Farisi (bdk. Mat 23:27-32), atau membuat mereka merenungkan kekacauan hidup mereka, seperti halnya perempuan Samaria (bdk. Yoh 4:5-42). Tidak ada rahasia di hadapan-Nya: Ia membacanya di dalam hati. Kemampuan ini dapat mengganggu karena, jika digunakan dengan buruk, akan merugikan orang lain dan membuat mereka terkena penghakiman tanpa ampun. Memang benar, tidak ada seorang pun yang sempurna: kita semua adalah orang-orang berdosa, kita semua melakukan kesalahan, dan jika Tuhan menggunakan pengetahuan-Nya tentang kelemahan kita untuk menghukum kita, tidak seorang pun dapat diselamatkan.

 

Tetapi tidak seperti ini. Memang benar, Ia tidak membutuhkan semua itu untuk menuding kita, tetapi untuk merangkul kehidupan kita, membebaskan kita dari dosa dan menyelamatkan kita. Yesus tidak tertarik untuk mengadili atau menghakimi kita; Ia ingin tidak ada seorang pun dari kita yang tersesat. Tatapan Tuhan kepada kita masing-masing bukan mercusuar yang membutakan dan menyilaukan kita, melainkan secercah cahaya pelita yang ramah, yang membantu kita melihat kebaikan dalam diri kita dan mewaspadai kejahatan. agar kita dapat bertobat dan disembuhkan dengan dukungan rahmat-Nya.

 

Yesus datang bukan untuk menghakimi, tetapi menyelamatkan dunia. Coba pikirkanlah diri kita, yang seringkali menyalahkan orang lain; sering kali, kita suka berbicara buruk, menggosipkan orang lain. Marilah kita memohon kepada Tuhan untuk memberikan kepada kita, kita semua, tatapan penuh belas kasihan ini, untuk memandang orang lain sebagaimana Dia memandang kita.

 

Semoga Maria membantu kita untuk saling mengharapkan yang baik.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Dua hari lalu, Hari Perempuan Sedunia diperingati. Saya ingin menyampaikan sebuah pemikiran dan mengungkapkan kedekatan saya dengan semua perempuan, terutama mereka yang tidak dihormati martabatnya. Masih banyak pekerjaan yang harus kita lakukan agar kesetaraan martabat perempuan benar-benar diakui. Lembaga-lembaga, baik sosial maupun politik, mempunyai tugas mendasar untuk melindungi dan meningkatkan martabat setiap umat manusia, memberikan kepada perempuan, pembawa kehidupan, kondisi-kondisi yang diperlukan untuk dapat menyambut anugerah kehidupan dan memastikan kehidupan yang layak bagi anak-anak mereka.

 

Saya mengikuti dengan penuh keprihatinan dan kesedihan krisis serius yang sedang melanda Haiti, dan peristiwa kekerasan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir. Saya dekat dengan Gereja dan rakyat Haiti, yang telah dilanda banyak penderitaan selama bertahun-tahun. Saya mengundangmu untuk berdoa, melalui perantaraan Bunda Maria Penolong Abadi, agar segala jenis kekerasan dapat berhenti, dan agar setiap orang dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan perdamaian dan rekonsiliasi di negara ini, dengan dukungan baru dari komunitas internasional. .

 

Malam ini, saudara-saudari Muslim kita akan memulai Ramadhan: Saya mengungkapkan kedekatan saya kepada mereka semua.

 

Saya menyapa kamu semua yang datang dari Roma, dari Italia dan dari berbagai belahan dunia. Secara khusus, saya menyapa para mahasiswa Kolose Irabia-Izaga Pamplona, dan para peziarah dari Madrid, Murcia, Malaga dan Saint Mary’s Plainfield, New Jersey.

 

Saya menyapa kaum muda Paroki Bunda Maria dari Guadalupe dan Paroki Santo Filipus Martir Romayang yang sedang mempersiapkan Komuni Pertama dan Penguatan, serta umat Reggio Calabria, Quartu Sant’Elena, dan Castellamonte.

Dengan penuh kasih sayang saya menyapa komunitas Katolik Republik Demokratik Kongo di Roma. Marilah kita berdoa untuk perdamaian di negara ini, juga di Ukraina yang tersiksa dan di Tanah Suci. Semoga permusuhan yang menyebabkan penderitaan besar di kalangan penduduk sipil segera dihentikan.

 

Kepada kamu semua saya mengucapkan selamat hari Minggu. Tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siangmu, dan sampai jumpa!

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 10 Maret 2024)

PESAN PAUS FRANSISKUS UNTUK HARI ANAK-ANAK SEDUNIA I 25-26 Mei 2024

Anak-anak terkasih!

 

Hari sedunia pertamamu, yang akan diselenggarakan di Roma pada tanggal 25-26 Mei tahun ini, sudah semakin dekat. Itulah sebabnya saya berpikir untuk menyampaikan pesan kepadamu. Saya senang kamu dapat membacanya dan saya berterima kasih kepada semua pihak yang bertanggung jawab untuk meneruskannya kepadamu.

 

Saya ingin berbicara kepada kamu masing-masing, anak-anak terkasih, karena, sebagaimana diajarkan Kitab Suci kepada kita, dan sebagaimana sering ditunjukkan Yesus, “kamu berharga” di mata Allah (Yes. 43:4).

 

Pada saat yang sama, saya menyampaikan Pesan ini kepada kamu semua, karena semua anak, di mana pun, adalah tanda keinginan setiap orang untuk bertumbuh dan berkembang. Kamu mengingatkan kita bahwa kita semua adalah anak-anak, saudara dan saudari. Kita tidak akan hidup tanpa orang lain membawa kita ke dunia ini, serta kita juga tidak bisa bertumbuh mencintai dan dicintai tanpa orang lain (bdk. Fratelli Tutti, 95).

 

Kamu semua, anak laki-laki dan perempuan, selain sumber kebahagiaan orang tua dan keluarga, juga sumber kebahagiaan keluarga umat manusia dan Gereja, di mana kita masing-masing bagaikan mata rantai besar yang membentang dari masa lalu hingga masa depan dan menutupi seluruh bumi. Itulah sebabnya saya mendorongmu untuk memperhatikan kisah kaum dewasa: ayah dan ibumu, kakek nenek dan kakek buyutmu. Dan jangan lupakan seluruh anak-anak lainnya dan kaum muda yang sedang berjuang melawan penyakit dan kesulitan, baik di rumah sakit maupun di rumah, dan mereka yang bahkan sekarang masa kecilnya dirampok dengan kejam. Saya memikirkan anak-anak yang menjadi korban perang dan kekerasan, mereka yang mengalami kelaparan dan kehausan, mereka yang hidup di jalanan, mereka yang terpaksa menjadi tentara atau pengungsi, terpisah dari orang tua mereka, mereka yang dilarang bersekolah, dan mereka yang menjadi korban gembong kriminal, narkoba atau bentuk perbudakan dan pelecehan lainnya. Marilah kita dengarkan suara mereka. Kita perlu mendengar suara-suara itu, karena di tengah penderitaan mereka, mereka mengingatkan kita akan kenyataan, dengan mata mereka yang berkaca-kaca dan dengan kerinduan yang kuat akan kebaikan yang bertahan di hati mereka yang telah benar-benar melihat kengerian kejahatan.

 

Sahabat-sahabat muda terkasih, agar kita dan dunia kita dapat bertumbuh dan berkembang, saling bersatu saja tidak memadai; kita perlu, terutama, bersatu dengan Yesus. Dari Dia kita menerima banyak keberanian. Ia selalu dekat dengan kita, Roh-Nya berjalan di depan kita dan menyertai kita di segenap jalan dunia. Yesus mengatakan kepada kita: “Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru!” (Why 21:5); inilah tema yang saya pilih untuk Hari Seduniamu yang pertama. Kata-kata ini mengundang kita untuk menjadi secerdas anak-anak dalam memahami kenyataan-kenyataan baru yang digerakkan oleh Roh, baik di dalam diri kita maupun di sekitar kita. Bersama Yesus, kita dapat memimpikan pembaruan keluarga manusia dan bekerja demi masyarakat yang semakin bersaudara yang peduli terhadap rumah kita bersama. Hal ini dimulai dari hal-hal kecil, seperti menyapa orang lain, meminta izin, meminta maaf, dan mengucapkan terima kasih. Dunia kita akan berubah jika kita memulai dengan hal-hal kecil ini, tanpa merasa malu untuk mengambil langkah kecil, satu per satu. Fakta kita kecil mengingatkan kita bahwa kita juga lemah dan saling membutuhkan sebagai anggota satu tubuh (bdk. Rm 12:5; 1Kor 12:26).

 

Bukan itu saja. Faktanya kita tidak bisa bahagia sendirian, karena sukacita kita bertambah jika kita membagikannya. Sukacita lahir dari rasa syukur atas karunia yang telah kita terima dan bagikan spada gilirannya serta bertumbuh ketika kita berhubungan dengan orang lain. Ketika kita menyimpan berkat yang telah kita terima untuk diri kita sendiri, atau berulah untuk mendapatkan karunia ini atau itu, kita lupa bahwa karunia terbesar yang kita miliki adalah diri kita sendiri, satu sama lain: kita semua, bersama-sama, adalah “karunia Allah”. Karunia-karunia lain memang bagus, tetapi hanya jika membantu kita untuk bersama-sama. Jika kita tidak menggunakannya untuk tujuan tersebut, kita akan selalu merasa tidak bahagia; karunia-karunia tersebutu tidak akan pernah memadai.

 

Sebaliknya, saat kita semua bersama-sama, segalanya berbeda! Pikirkanlah sahabat-sahabatmu, dan alangkah menyenangkan menghabiskan waktu bersama mereka: di rumah, di sekolah, di paroki dan taman bermain, di mana saja. Bermain, bernyanyi, menemukan hal-hal baru, bersenang-senang, semua orang berkumpul tanpa kecuali. Persahabatan itu indah dan bertumbuh hanya dengan cara ini: melalui berbagi dan mengampuni, dengan kesabaran, keberanian, kreativitas dan imajinasi, tanpa rasa takut dan tanpa prasangka.

 

Sekarang, saya akan berbagi rahasia khusus denganmu. Kalau kita memang ingin bahagia, kita perlu berdoa, banyak berdoa, berdoa setiap hari, karena doa menghubungkan kita langsung dengan Allah. Doa memenuhi hati kita dengan cahaya dan kehangatan; doa membantu kita melakukan segala sesuatu dengan percaya diri dan ketenangan pikiran. Yesus terus-menerus berdoa kepada Bapa. Tahukah kamu bagaimana Yesus memanggil Bapa-Nya? Dalam bahasa-Nya, Ia hanya memanggil Bapa-Nya “Abba”, yang berarti “Bapa” (bdk. Mrk 14:36). Ayo lakukan hal yang sama! Kita akan selalu merasa bahwa Yesus dekat dengan kita. Ia sendiri menjanjikan hal tersebut kepada kita ketika Ia berkata, “Sebab, di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Mat 18:20).

 

Anak-anak terkasih, kamu mungkin tahu bahwa di bulan Mei, banyak dari kita akan berkumpul di Roma, berkumpul dengan anak-anak dari seluruh dunia. Untuk mempersiapkan diri dengan baik menghadapi hal ini, saya meminta kamu semua untuk berdoa sebagaimana doa yang diajarkan Yesus kepada kita – doa Bapa Kami. Ucapkanlah setiap pagi dan sore hari, dalam keluargamu juga, bersama orang tua, saudara, saudari, dan kakek-nenekmu. Tetapi tidak hanya dengan mengucapkan kata-kata! Pikirkanlah kata-kata yang diajarkan Yesus kepada kita. Ia memanggil kita dan Ia ingin agar kita secara aktif bergabung bersama-Nya, pada Hari Anak-anak Sedunia ini, untuk menjadi pembangun dunia yang baru, semakin manusiawi, adil dan damai. Yesus, yang mempersembahkan diri-Nya di kayu Salib untuk mengumpulkan kita semua dalam kasih, yang mengalahkan maut dan mendamaikan kita dengan Bapa, ingin melanjutkan karya-Nya dalam Gereja melalui kita. Pikirkanlah hal ini, terutama bagi kamu yang sedang bersiap menerima Komuni Pertama.

 

Allah telah mengasihi kita sejak segenap kekekalan (bdk. Yer 1:5). Ia memandang kita dengan mata seorang ayah yang penuh kasih dan seorang ibu yang lembut. Ia tidak pernah melupakan kita (bdk. Yes 49:15) serta setiap hari Ia menyertai dan memperbaharui kita dengan Roh-Nya.

 

Bersama Santa Perawan Maria dan Santo Yusuf, marilah kita berdoa dengan kata-kata berikut:

 

Datanglah, Roh Kudus,

tunjukkan pada kami keelokkan-Mu,

tercermin dalam wajah

anak-anak di seluruh dunia.

Datanglah, Yesus,

Engkau yang menjadikan segala sesuatu baru,

yang merupakan jalan yang membawa kita kepada Bapa,

datanglah dan tinggallah bersama kami selalu.

Amin.

 

Roma, Santo Yohanes Lateran, 2 Maret 2024

 

FRANSISKUS
_____

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 6 Maret 2024 : RANGKAIAN KATEKESE TENTANG KEBURUKAN DAN KEBAJIKAN (BAGIAN 10 : PERJUANGAN ROHANI) : KECONGKAKAN

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Dalam perjalanan katekese kita mengenai keburukan dan kebajikan, hari ini kita sampai pada keburukan yang terakhir: kecongkakan. Orang Yunani kuno mendefinisikannya dengan kata yang dapat diterjemahkan sebagai “kemegahan yang berlebihan”. Memang, kecongkakan adalah peninggian diri, keangkuhan, kesombongan. Istilah ini juga muncul dalam rangkaian kejahatan yang disebutkan Yesus untuk menjelaskan bahwa kejahatan selalu datang dari hati manusia (bdk. Mrk 7:22). Orang yang congkak adalah orang yang menganggap dirinya melebihi yang sebenarnya; orang yang congkak menoreh dalam diri jika dianggap lebih hebat dari orang lain, selalu ingin melihat kebaikan dirinya diakui, dan meremehkan orang lain, menganggap mereka lebih rendah dari dirinya.

 

Dari uraian pertama ini, kita melihat bagaimana sifat buruk kecongkakan sangat mirip dengan sifat sombong yang telah kita bahas sebelumnya. Akan tetapi, apabila kecongkakan adalah penyakit diri manusia, maka kecongkakan masih merupakan penyakit kekanak-kanakan jika dibandingkan dengan kesombongan yang dapat menimbulkan malapetaka. Dalam menganalisis kebodohan manusia, para rahib zaman dahulu mengenali urutan tertentu dalam rangkaian kejahatan: urutan dimulai dengan dosa yang paling besar, seperti keserakahan, dan sampai pada monster yang lebih mengganggu. Dari semua sifat buruk, kecongkakan adalah ratunya yang agung. Bukan kebetulan bahwa, dalam Divine Comedy, Dante menempatkannya di api penyucian tingkat pertama: orang yang menyerah pada kejahatan ini jauh dari Allah, dan koreksi kejahatan ini, yang merupakan panggilan umat kristiani, membutuhkan waktu dan usaha, melebihi pertempuran lainnya.

 

Faktanya, di balik kejahatan ini terdapat dosa radikal, klaim konyol bahwa kita seperti Allah. Dosa orang tua pertama kita, yang diceritakan dalam Kitab Kejadian, adalah dosa kecongkakan. Penggoda mengatakan kepada mereka, “Pada saat kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah” (Kej. 3:5). Para penulis spiritualitas secara khusus memberikan perhatian khusus dalam menggambarkan akibat kecongkakan dalam kehidupan sehari-hari, mengilustrasikan bagaimana hal itu merusak hubungan antarmanusia, menunjukkan bagaimana kejahatan ini meracuni perasaan persaudaraan yang seharusnya mempersatukan manusia.

 

Inilah daftar panjang gejala-gejala yang menunjukkan bahwa seseorang telah menyerah pada sifat congkak. Kecongkakan adalah kejahatan dengan penampilan fisik yang jelas: orang congkak itu sombong, ia memiliki “leher kaku”, yaitu, ia memiliki leher kaku yang tidak bengkok. Ia adalah orang yang mudah digiring pada penilaian yang mencemooh: tanpa alasan, ia memberikan penilaian yang tidak dapat dibatalkan terhadap orang lain, yang menurutnya sangat tidak kompeten dan tidak mampu. Dalam kecongkakannya, ia lupa bahwa Yesus di dalam Injil hanya memberikan sedikit sekali ajaran moral kepada kita, namun dalam salah satu ajaran tersebut Ia tidak mengenal kompromi: jangan pernah menghakimi. Kamu menyadari bahwa kamu sedang berhadapan dengan orang yang congkak, ketika memberinya sedikit kritik yang membangun, atau melontarkan komentar yang sama sekali tidak berbahaya, ia bereaksi dengan cara yang berlebihan, seolah-olah seseorang telah menyinggung kemuliaannya: ia menjadi marah, berteriak, mengganggu hubungan dengan orang lain dengan cara yang penuh kebencian.

 

Tidak ada yang dapat dilakukan seseorang terhadap orang yang menderita kecongkakan. Mustahil untuk berbicara kepada mereka, apalagi mengoreksi mereka, karena pada akhirnya mereka tidak lagi hadir pada diri mereka sendiri. Kita hanya perlu bersabar menghadapi mereka, karena suatu saat bangunan mereka akan runtuh. Sebuah pepatah Italia mengatakan, “Kebanggaan berjalan di atas kuda dan kembali dengan berjalan kaki.” Dalam Injil, Yesus berurusan dengan banyak orang yang congkak, dan Ia sering menyingkapkan sifat buruk ini bahkan pada orang-orang yang menyembunyikannya dengan sangat baik. Petrus memamerkan kesetiaannya yang sepenuh hati: “Biarpun mereka semua terguncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak!” (lih. Mat 26:33). Sebaliknya, ia akan segera menjadi seperti yang lain, takut menghadapi kematian yang tidak ia bayangkan bisa begitu dekat. Maka Petrus yang kedua, yang tidak lagi mengangkat dagunya tetapi menangis tersedu-sedu, akan disembuhkan oleh Yesus dan pada akhirnya akan sehat untuk memikul beban Gereja. Sebelumnya ia memamerkan anggapan yang lebih baik tidak dipamerkan; sekarang ia adalah seorang murid yang setia yang, seperti dikatakan dalam sebuah perumpamaan, akan “diberi wewenang atas segala miliknya” (Luk 12:44) oleh sang guru.

 

Keselamatan berasal melalui kerendahan hati, penangkal sejati terhadap setiap tindakan kecongkakan. Dalam Magnificat, Maria bermadah tentang Allah yang dengan kuasa-Nya mencerai-beraikan orang yang congkak hatinya. Tidak ada gunanya mencuri apa pun dari Allah, seperti yang diharapkan oleh orang yang congkak, karena bagaimanapun juga Ia ingin memberikan segalanya kepada kita. Inilah sebabnya mengapa rasul Yakobus, kepada jemaatnya yang terluka oleh pertikaian yang bersumber dari kecongkakan, menulis, “Allah menentang orang yang congkak, tetapi memberi anugerah kepada orang yang rendah hati” (Yak. 4:6).

 

Jadi, saudara-saudari terkasih, marilah kita memanfaatkan masa Prapaskah ini untuk melawan kecongkakan kita.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa dengan hangat para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, khususnya kelompok dari Wales, Denmark, Swiss, Indonesia dan Amerika Serikat. Kepada kamu semua dan keluargamu, saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus. Allah memberkatimu!

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih: Dalam katekese kita tentang kebajikan dan keburukan, kita sekarang beralih ke kecongkakan, dosa besar pertama dan, bagi para penulis kuno, “ratu segala kejahatan”. Memang benar, dosa kecongkakan menyembunyikan dosa yang lebih besar lagi: kepura-puraan yang tidak masuk akal untuk menjadi seperti Allah. Dalam Divine Comedy Dante, dosa kesombongan dihukum di tingkat pertama gunung api penyucian; pertanda betapa sulitnya untuk diatasi, serta jarak yang tercipta antara kita dan Allah. Cepat atau lambat, “kecongkakan datang sebelum kejatuhan,” dan ini, atas karunia Allah, dapat menuntun pada kerendahan hati yang bermanfaat. Dalam Magnificat, Maria bermadah tentang Allah yang merendahkan orang yang congkak dan meninggikan orang yang rendah. Ketika menulis kepada jemaatnya yang terluka karena pertikaian yang disebabkan oleh kecongkakan, rasul Yakobus menggemakan pernyataan ini, “Allah menentang orang yang congkak, tetapi memberi anugerah kepada orang yang rendah hati” (Yak. 4:6). Semoga masa Prapaskah ini menjadi kesempatan bagi kita untuk menaklukkan kecongkakan dan merangkul kerendahan hati, sehingga kita semakin mendekatkan diri pada Allah dan menerima rahmat-Nya yang berlimpah.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 7 Maret 2024)