Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 28 November 2021 : BERJAGA-JAGALAH SENANTIASA SAMBIL BERDOA

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Injil liturgi hari ini, Hari Minggu Adven I, berbicara kepada kita tentang kedatangan Tuhan di akhir zaman. Yesus mengumumkan peristiwa yang suram dan menyedihkan, tetapi justru pada titik ini Ia mengundang kita untuk tidak takut. Mengapa? Karena segala suatunya akan baik-baik sajakah? Tidak, tetapi karena Ia akan datang. Yesus akan kembali seperti yang dijanjikan-Nya. Inilah yang dikatakan-Nya : “Bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat” (Luk 21:28). Sungguh menyenangkan mendengar Sabda yang membesarkan hati ini : bangkit dan mengangkat muka kita karena tepat pada saat-saat ketika segala sesuatu tampaknya akan berakhir, Tuhan datang untuk menyelamatkan kita. Kita menantikan-Nya dengan sukacita, bahkan di tengah kesengsaraan, selama krisis kehidupan dan peristiwa-peristiwa dramatis dalam sejarah. Kita menantikan-Nya.

 

Tetapi bagaimana kita mengangkat muka kita dan tidak tenggelam dalam kesulitan, penderitaan dan kekalahan? Yesus menunjukkan jalan dengan pengingat yang kuat : “Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan … Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa” (Luk 21:34, 36).

 

"Berjaga-jagalah": Berjaga-jaga. Marilah kita berfokus pada aspek penting kehidupan Kristiani ini. Dari kata-kata Kristus, kita melihat bahwa berjaga-jaga terkait dengan kesiapsediaan : siap sedia, jangan terganggu, yaitu, tetap terbangun! Inilah arti berjaga-jaga : tidak membiarkan hati kita menjadi malas atau kehidupan rohani kita melunak menjadi biasa-biasa saja. Berhati-hatilah karena kita bisa menjadi “umat Kristiani yang mengantuk” – dan kita tahu ada banyak umat Kristiani yang tertidur, yang terbius oleh keduniawian rohani – umat Kristiani tanpa semangat rohani, tanpa intensitas doa, tanpa kegairahan perutusan, tanpa semangat Injil; umat Kristiani yang selalu melihat ke dalam, tidak mampu melihat ke cakrawala. Dan ini mengarah kepada "tertidur": menggerakkan segala sesuatunya dengan kelembaman, jatuh ke dalam sikap apatis, acuh tak acuh terhadap segala sesuatu kecuali apa yang nyaman bagi kita. Kehidupan yang berjalan ke depan dengan cara ini menyedihkan karena tidak ada kebahagiaan.

 

Kita perlu berjaga-jaga agar kehidupan kita sehari-hari tidak menjadi rutinitas, dan, seperti dikatakan Yesus, agar kita tidak terbebani oleh kecemasan hidup (bdk. ayat 34). Jadi hari ini adalah saat yang tepat untuk bertanya pada diri kita sendiri : apa yang membebani hatiku? Apa yang membebani semangatku? Apa yang membuatku berjalan untuk duduk di kursi malas? Sungguh menyedihkan melihat umat Kristiani “di kursi berlengan”! Apakah hal biasa-biasa saja yang melumpuhkanku, sifat buruk yang menghancurkanku ke tanah dan menghalangiku mengangkat muka? Dan mengenai beban yang membebani pundak saudara-saudara kita, apakah aku menyadarinya atau acuh tak acuh terhadapnya? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang bagus untuk diajukan kepada diri kita, karena pertanyaan-pertanyaan tersebut membantu menjaga hati kita dari sikap apatis. Lalu apakah apatis itu? Apatis adalah musuh besar kehidupan rohani dan juga kehidupan Kristiani. Apatis adalah jenis kemalasan yang membuat kita terjerumus ke dalam kesedihan, menghilangkan semangat hidup dan keinginan untuk melakukan sesuatu. Semangat buruk yang menjebak jiwa dalam sikap apatis, merampas sukacitanya. Dimulai dengan kesedihan meluncur ke bawah sehingga tidak ada sukacita. Kitab Amsal mengatakan : “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan” (Ams 4:23). Jagalah hatimu : itu artinya berjaga-jaga! Tetap terbangun dan jagalah hatimu.

 

Dan marilah kita menambahkan sebuah bahan penting : rahasia untuk berjaga-jaaga adalah doa. Bahkan, Yesus berkata : “Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa” (Luk 21:36). Doa adalah apa yang membuat pelita hati tetap menyala. Ini benar terutama ketika kita merasa bahwa kegairahan kita telah mereda. Doa menyalakannya kembali, karena doa membawa kita kembali kepada Allah, ke pusat segala sesuatu. Doa membangunkan kembali jiwa dari tidur dan memfokuskannya pada apa yang penting, pada tujuan keberadaan. Bahkan selama hari-hari tersibuk kita, kita tidak boleh mengabaikan doa. Doa hati dapat membantu kita, sering mengulangi doa-doa pendek. Misalnya, selama Masa Adven, kita bisa membiasakan diri untuk berkata, “Datanglah, ya Tuhan Yesus”. Hanya kata-kata ini, tetapi mengulanginya : "Datanglah, ya Tuhan Yesus". Masa persiapan menuju Natal ini indah : kita memikirkan adegan kelahiran dan Natal, jadi marilah kita berkata dari hati : “Datanglah, ya Tuhan Yesus”. Marilah kita ulangi doa ini sepanjang hari : jiwa akan tetap berjaga-jaga! “Datanglah, ya Tuhan Yesus”, adalah doa yang bisa kita semua panjatkan bersama-sama sebanyak tiga kali. “Datanglah, ya Tuhan Yesus”, “Datanglah, ya Tuhan Yesus”, “Datanglah, ya Tuhan Yesus”.

 

Dan sekarang kita berdoa kepada Bunda Maria : semoga ia yang menanti Tuhan dengan hati yang berjaga-jaga menyertai kita selama perjalanan Masa Adven kita.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara dan saudari terkasih,

 

Kemarin saya bertemu dengan para anggota lembaga, kelompok migran, dan orang-orang yang ambil bagian dalam perjalanan dengan semangat persaudaraan. Mereka ada di sini di Lapangan [Santo Petrus] dengan spanduk besar! Selamat datang! Tetapi berapa banyak migran yang menghadapi, bahkan selama hari-hari ini, bahaya besar, dan berapa banyak migran yang kehilangan nyawa mereka di perbatasan kita! Saya merasa sedih mendengar berita tentang situasi di mana begitu banyak dari mereka menemukan diri mereka sendiri. Saya memikirkan mereka yang meninggal saat menyeberangi Selat Inggris, mereka yang berada di perbatasan Belarusia, banyak di antaranya adalah anak-anak, dan mereka yang tenggelam di Laut Tengah. Ada begitu banyak kesedihan ketika memikirkan mereka. Dari mereka yang dipulangkan ke Afrika Utara, mereka ditangkap oleh para pedagang yang mengubah mereka menjadi budak : mereka menjual wanita dan menyiksa pria... Saya memikirkan mereka yang, juga pekan ini, telah mencoba menyeberangi Laut Tengah untuk mencari negeri yang lebih baik dan malahan menemukan kuburan mereka di sana; dan begitu banyak lainnya. Saya memastikan doa saya bagi para migran yang menemukan diri mereka dalam situasi krisis ini. Ketahuilah juga bahwa dari hati, saya selalu dekat denganmu, dalam doa dan tindakan. Saya berterima kasih kepada semua lembaga baik Gereja Katolik maupun di tempat lain, terutama lembaga Karitas nasional dan semua pihak yang berkomitmen untuk meringankan penderitaan mereka. Saya memperbaharui seruan saya yang tulus kepada mereka yang dapat berkontribusi pada penyelesaian masalah ini, terutama otoritas sipil dan militer, sehingga pemahaman dan dialog pada akhirnya dapat mengatasi segala macam instrumentalisasi serta berkeinginan dan berupaya menemukan solusi yang menghormati kemanusiaan orang-orang ini. Marilah kita mengingat para migran, penderitaan mereka, dan marilah kita berdoa bersama-sama dalam keheningan... (saat hening).

 

Saya menyapa kamu semua para peziarah yang datang dari Italia dan berbagai negara; Saya melihat banyak bendera dari berbagai negara. Saya menyapa keluarga, kelompok paroki, dan lembaga. Secara khusus, saya menyapa umat dari Timor Timur - saya melihat bendera di sana - dari Polandia dan dari Lisbon; serta umat dari Tivoli.

 

Kepada semuanya saya mengucapkan selamat hari Minggu, selamat menjalani Masa Adven, dan selamat menjalani Masa menuju Natal, menuju Tuhan. Tolong jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat makan siang dan sampai jumpa!

____


(Peter Suriadi - Bogor, 28 November 2021)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 24 November 2021 : KATEKESE TENTANG SANTO YOSEF (BAGIAN 2) - SANTO YOSEF DALAM SEJARAH KESELAMATAN

[Sambutan Paus Fransiskus di Basilika Santo Petrus]

 

Saudara dan saudari terkasih, selamat pagi!

 

Saya senang menyambutmu di Basilika ini, dan menyampaikan sambutan hangat kepada kamu masing-masing.

 

Saya menyambut Keluarga Vinsensian dari seluruh Italia yang telah mempromosikan peziarahan Madonna della Medaglia Miracolosa ke seluruh wilayah Italia, bersama dengan keuskupan dan paroki. Dalam bulan-bulan pandemi ini, perutusanmu telah membawa harapan, membuat banyak orang mengalami belas kasihan Allah. Saya terutama sedang memikirkan orang-orang yang kesepian, orang-orang sakit yang berada di rumah sakit, orang-orang yang mendekam dalam penjara, di pusat penerimaan dan di pinggiran keberadaan. Terima kasih, karena kamu telah menjadi saksi gaya “Gereja yang berangkat ke luar” yang menjangkau semua orang, mulai dari orang-orang yang terpinggirkan dan tersingkir. Lanjutkan di sepanjang jalan ini dan buka dirimu lebih lagi bagi tindakan Roh Kudus, yang memberimu kekuatan untuk dengan berani mewartakan kebaruan Injil.

 

Saya menyambut para peziarah dari Lembaga Bisceglie Yohanes Paulus II. Para sahabat terkasih, tirulah teladan Paus Santo ini, serta berupayalah untuk memahami dan menyambut kasih Allah, sumber dan penyebab sukacita kita yang sesungguhnya. Dalam persekutuan dengan para imam parokimu, wartakanlah Kristus dengan hidupmu, dalam keluargamu dan di setiap lingkup.

 

Salam saya akhirnya ditujukan kepada Lembaga Korban Kekerasan Italia. Saudara dan saudari terkasih, saya berterima kasih atas karya pertolongan dan dukunganmu kepada mereka yang telah menderita penganiayaan serta yang hidup dalam kesusahan dan ketidaknyamanan. Kekerasan itu buruk; sikap kekerasan sangat buruk. Dengan karya pentingmu, kamu berkontribusi untuk membangun masyarakat yang semakin adil dan mendukung. Semoga teladanmu mengilhami upaya baru semua pihak, sehingga para korban kekerasan terlindungi serta penderitaan mereka diperhitungkan dan didengarkan.

 

Dan terima kasih untuk kamu semua atas kunjungan ini! Di sini, di Basilika, ini sangat indah… dengan sepenuh hati saya menyampaikan berkat kepada kamu semua, yang juga saya sampaikan kepada keluargamu dan komunitasmu. Sekarang saya mengundangmu untuk bersama-sama berdoa kepada Bunda Maria yang hadir di sini.

 

Salam Maria, penuh rahmat, Tuhan sertamu. Terpujilah engkau di antara wanita dan terpujilah buah tubuhmu Yesus. Santa Maria, bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan pada waktu kami mati. Amin.

_______________________________________

 

[Audiensi Umum Paus Fransiskus di Aula Paulus VI]

 

Saudara dan saudari terkasih, selamat pagi!

 

Rabu lalu kita memulai siklus katekese tentang Santo Yosef (Yusuf) – tahun yang didedikasikan untuknya akan segera berakhir. Hari ini kita akan melanjutkan perjalanan ini, dengan berfokus pada perannya dalam sejarah keselamatan.

 

Dalam Injil, Yesus ditunjukkan sebagai "anak Yosef (Yusuf)" (Luk 3:23;4:22; Yoh 1:45;6:42) dan "anak tukang kayu" (Mat 13:55; Mrk 6:3). Menceritakan masa kecil Yesus, Penginjil Matius dan Lukas mendedikasikan ruang untuk peran Yosef (Yusuf). Keduanya menyusun “silsilah” untuk menyoroti historisitas Yesus. Menyampaikan Injilnya terutama untuk orang-orang Kristiani-Yahudi, Matius mengawali dari Abraham dan berakhir pada Yosef (Yusuf), yang didefinisikan sebagai "suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus" (1:16). Lukas, di pihak lain, yang berjalan kembali ke Adam, mengawali langsung dengan Yesus, yang "adalah anak Yosef (Yusuf)", tetapi mencirikan : "menurut anggapan orang" (3:23). Oleh karena itu, kedua Penginjil menghadirkan Yosef (Yusuf) bukan sebagai bapa biologis, tetapi bagaimanapun juga, sebagai bapa Yesus sepenuhnya. Melalui dia, Yesus menggenapi sejarah perjanjian dan keselamatan antara Allah dan manusia. Bagi Matius, sejarah ini dimulai dengan Abraham; bagi Lukas, dengan asal mula umat manusia, yaitu, dengan Adam.

 

Penginjil Matius membantu kita untuk memahami bahwa pribadi Yosef (Yusuf), meskipun tampaknya kalangan pinggiran, bijaksana, dan di latar belakang, sebenarnya merupakan unsur sentral dalam sejarah keselamatan. Yosef (Yusuf) menjalani perannya tanpa pernah berusaha untuk mengambil alih panggung. Jika kita memikirkannya, “Hidup kita dijalin bersama dan ditopang oleh orang-orang biasa – yang biasanya dilupakan – yang tidak muncul pada berita-berita utama surat kabar-surat kabar dan majalah-majalah ... Betapa banyak bapak, ibu, kakek-nenek, guru menunjukkan kepada anak-anak kita, melalui sikap-sikap kecil sehari-hari, bagaimana menghadapi krisis dan melewatinya dengan menyesuaikan kembali kebiasaan, mengusahakan dan mendorong praktik doa. Betapa banyak orang berdoa, berkorban, dan mendoakan demi kebaikan semua orang” (Surat Apostolik Patris Corde, 1). Dengan demikian, setiap orang dapat menemukan dalam diri Santo Yosef (Yusuf), orang yang luput dari perhatian, orang yang hadir setiap hari, yang hadir secara diam-diam dan tersembunyi, seorang pengantara doa, penopang dan pembimbing di saat-saat sulit. Ia mengingatkan kita bahwa semua orang yang tampaknya tersembunyi atau di "baris kedua" adalah pelaku utama yang tak tertandingi dalam sejarah keselamatan. Dunia membutuhkan pria dan wanita ini : pria dan wanita di baris kedua, tetapi yang mendukung perkembangan kehidupan kita, kita masing-masing, dan yang dengan doa, dan dengan keteladanan mereka, dengan ajaran mereka, menopang kita di jalan kehidupan.

 

Dalam Injil Lukas, Yosef (Yusuf) muncul sebagai pelindung Yesus dan Maria. Dan karena alasan ini, ia juga “Penjaga Gereja" : tetapi, meski ia adalah penjaga Yesus dan Maria, ia bekerja, di tempat ia berada sekarang, yaitu di surga, dan terus menjadi penjaga, dalam hal ini Gereja, karena Gereja adalah kepanjangan Tubuh Kristus dalam sejarah, dan sekaligus keibuan Maria tercerminkan dalam keibuan Gereja. Yosef (Yusuf), dengan terus melindungi Gereja, – tolong jangan melupakan hal ini : hari ini ia juga "terus melindungi Anak dan ibu-Nya” (Patris Corde, 5). Aspek penjagaan Yosef (Yusuf) ini adalah jawaban yang baik untuk kisah Kejadian. Ketika Allah meminta Kain untuk mempertanggungjawabkan kehidupan Habel, ia menjawab: "Apakah aku penjaga adikku?" (4:9). Dengan hidupnya, Yosef (Yusuf) tampaknya ingin memberitahu kita bahwa kita selalu dipanggil untuk merasakan bahwa kita adalah penjaga saudara-saudara kita, penjaga orang-orang yang dekat dengan kita, orang-orang yang dipercayakan Allah kepada kita melalui berbagai ranah kehidupan.

 

Sebuah masyarakat seperti kita, yang telah didefinisikan sebagai "cair", karena rupanya tidak memiliki ketetapan ... Saya akan membetilkan filsuf yang menciptakan definisi ini dan mengatakan : lebih dari sekadar cair, gas, masyarakat yang benar-benar gas. Masyarakat cair dan gas ini menemukan dalam kisah Yosef (Yusuf) indikasi yang sangat jelas tentang pentingnya ikatan manusiawi. Memang, Injil memberitahu kita silsilah Yesus, tidak hanya untuk alasan teologis, tetapi juga untuk mengingatkan kita masing-masing bahwa hidup kita terdiri dari ikatan yang mendahului dan menyertai kita. Anak Allah memilih untuk datang ke dunia melalui ikatan semacam itu, cara sejarah : ia tidak turun ke dunia dengan sihir, tidak. Ia mengambil rute bersejarah yang diambil kita.

 

Saudara dan saudari terkasih, saya memikirkan banyak orang yang merasa sulit untuk menemukan ikatan yang berarti dalam hidup mereka, dan karena ini mereka bergumul, mereka merasa sendirian, mereka tidak memiliki kekuatan dan keberanian untuk melanjutkan. Saya ingin mengakhiri dengan doa untuk membantu mereka, dan kita semua, menemukan dalam diri Santo Yosef (Yusuf) seorang sekutu, seorang sahabat, dan sebuah dukungan.


Santo Yosef (Yusuf),

engkau yang menjaga ikatan bersama Maria dan Yesus,

tolonglah kami untuk menjaga hubungan dalam hidup kami.

Semoga tak ada seorang pun yang mengalami perasaan ditinggalkan

yang berasal dari kesepian.

Perkenanlah kami masing-masing berdamai dengan sejarah kami,

dengan orang-orang yang telah mendahului kami,

dan mengenali bahkan dalam kesalahan yang telah kami perbuat

sebuah jalan yang telah dilalui oleh Sang Penyelenggara,

dan kejahatan tidak memiliki kata akhir.

Perlihatkanlah dirimu sebagai sahabat kebanyakan orang yang berjuang,

dan sebagaimana engkau mendukung Maria dan Yesus dalam masa-masa sulit,

dukunglah kami juga dalam perjalanan kami. Amin.

_______________________________________

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyambut para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, terutama kelompok-kelompok dari Inggris dan Amerika Serikat. Secara khusus, saya menyambut para imam dari berbagai keuskupan di Inggris dan Wales yang merayakan ulang tahun tahbisan mereka yang keenam puluh. Atas kamu semua, dan keluargamu, saya memohonkan sukacita dan damai sejahtera Tuhan. Semoga Allah memberkatimu!

_______________________________________

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara dan saudari terkasih : Dalam katekese lanjutan kita tentang Santo Yosef (Yusuf), sekarang kita membahas peran pentingnya dalam sejarah keselamatan. Silsilah dalam Injil Matius dan Lukas menyajikan Yesus sebagai "anak Yosef (Yusuf)" (Luk 3:23), dan menegaskan bahwa, meskipun bukan bapa kandung-Nya, Yosef (Yusuf) tetap menjalankan peran sebagai bapa sejati dalam hal itu. Matius menunjukkan bahwa Yosef (Yusuf), meskipun tampak sebagai sosok yang terpinggirkan, sebenarnya adalah inti dari penyingkapan sejarah keselamatan dan penggenapan janji-janji Allah. Hal ini mengingatkan kita bahwa kita juga dipanggil untuk memainkan peran kita, betapapun kecilnya, dengan menyebarkan pesan Injil tentang keselamatan. Lukas menggambarkan Yosef (Yusuf) sebagai pelindung Yesus dan Maria. Ia juga menjalankan peran ini sebagai Pelindung Gereja semesta, kepanjangan Tubuh Kristus dalam sejarah. Silsilah Yosef (Yusuf) juga mengingatkan dunia kita yang sering retak akan pentingnya ikatan manusiawi yang mendahului dan mengikuti kita. Sewaktu kita berusaha untuk memperkuat ikatan itu, dan melindungi saudara dan saudari kita yang rentan melalui karya kasih persaudaraan, marilah kita memercayai doa-doa Yosef (Yusuf) dan meneladan perannya yang rendah hati dan setia dalam rencana keselamatan Allah.

_____


(Peter Suriadi - Bogor, 24 November 2021)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 21 November 2021 : KRISTUS RAJA

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Bacaan Injil liturgi hari ini, hari Minggu terakhir Tahun Liturgi, diakhiri dengan penegasan yang dibuat oleh Yesus yang mengatakan : "Aku adalah raja" (Yoh 18:37). Ia mengucapkan kata-kata ini di hadapan Pilatus, sementara orang banyak berteriak-teriak agar Ia dapat dihukum mati. Ia berkata : "Aku adalah raja", dan orang banyak berteriak-teriak agar Ia dihukum mati. Cukup kontras. Saat yang menentukan telah tiba. Sebelumnya, tampaknya Yesus tidak ingin orang-orang mengangkat-Nya sebagai raja : kita ingat ketika, setelah penggandaan roti dan ikan, Ia mengundurkan diri untuk berdoa (bdk. Yoh 6:14-15).

 

Faktanya, kerajaan Yesus sama sekali berbeda dari kerajaan dunia. “Kerajaan-Ku”, kata-Nya kepada Pilatus, “bukan dari dunia ini” (Yoh 18:36). Ia tidak datang untuk menguasai tetapi untuk melayani. Ia tidak datang di tengah tanda-tanda kekuasaan, tetapi dengan kekuasaan tanda-tanda. Ia tidak berbusana dengan lencana yang berharga, tetapi Ia telanjang di kayu salib. Dan justru melalui tulisan yang diletakkan di kayu salib itulah Yesus kemudian didefinisikan sebagai "raja" (bdk. Yoh 19:19). Kerajaan-Nya benar-benar di luar ukuran manusia! Kita bisa mengatakan bahwa Ia tidak seperti raja-raja lainnya, tetapi Ia adalah Raja bagi raja-raja lain. Marilah kita bercermin pada hal ini : di hadapan Pilatus, Kristus mengatakan bahwa Ia adalah raja pada saat orang banyak menentang-Nya; tetapi ketika orang banyak mengikuti dan mengelu-elukan-Nya, Ia tetap menjauhi pengelu-elukan ini. Artinya, Yesus menunjukkan bahwa Ia secara berdaulat bebas dari keinginan ketenaran dan kemuliaan duniawi. Dan kita – marilah kita bertanya pada diri kita sendiri – apakah kita tahu bagaimana meneladani-Nya dalam segi ini? Apakah kita tahu bagaimana menguasai kecenderungan kita untuk terus-menerus dicari dan diakui, atau apakah kita melakukan segalanya untuk dihargai oleh orang lain? Maka, saya bertanya : apa yang penting? Apakah tepuk tangan atau pelayanan yang penting berkenaan dengan apa yang kita lakukan, khususnya mengenai ketetapan Kristiani kita?

 

Yesus tidak hanya melarikan diri dari pengupayaan kebesaran duniawi, tetapi Ia juga membuat hati orang-orang yang mengikuti-Nya bebas dan berdaulat. Saudara dan saudari terkasih, Ia membebaskan kita dari tunduk pada kejahatan. Kerajaan-Nya sedang membebaskan, tidak ada satu pun yang menindas berkenaan dengannya. Ia memperlakukan setiap murid sebagai sahabat, bukan sebagai kawula. Bahkan saat berada di atas segenap penguasa, Ia tidak menarik garis pemisah antara diri-Nya dan orang lain. Sebaliknya, Ia ingin memiliki saudara dan saudari untuk berbagi sukacita yang ada pada-Nya (bdk. Yoh 15:11). Kita tidak kehilangan apa pun dalam mengikuti-Nya – tidak ada yang hilang, tidak – tetapi kita memperoleh martabat karena Kristus tidak menginginkan perbudakan di sekeliling-Nya, tetapi orang-orang yang bebas. Dan – kita dapat bertanya pada diri kita sekarang – dari mana kebebasan Yesus berasal? Kita menemukan hal itu dengan kembali kepada penegasan yang Ia buat di hadapan Pilatus : “Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran” (Yoh 18:37).

 

Kebebasan Yesus berasal dari kebenaran. Kebenaranlah yang memerdekakan kita (bdk. Yoh 8:32). Tetapi kebenaran Yesus bukanlah sebuah gagasan, sesuatu yang abstrak : kebenaran Yesus adalah kenyataan, Ia sendiri yang membuat kebenaran di dalam diri kita yang membebaskan kita dari kebohongan dan kepalsuan di dalam diri kita, dari ucapan ganda. Bersama Yesus, kita menjadi benar. Kehidupan orang Kristiani bukanlah permainan di mana kamu dapat mengenakan topeng yang paling cocok untukmu. Karena ketika Yesus memerintah di dalam hati, Ia membebaskannya dari kemunafikan, Ia membebaskannya dari akal-akalan, dari kepalsuan. Bukti terbaik bahwa Kristus adalah raja kita adalah ketidakterikatan dengan apa yang mencemari kehidupan, yang menjadikannya mendua, buram, sedih. Ketika hidup menjadi mendua – sedikit di sana sini – hidup menjadi menyedihkan, sangat menyedihkan. Kita harus selalu menghadapi keterbatasan dan kekurangan kita, tentu saja : kita semua adalah orang-orang berdosa. Tetapi ketika kita hidup di bawah ketuhanan Yesus, kita tidak menjadi rusak, kita tidak menjadi palsu, cenderung menutupi kebenaran. Kita tidak menjalani kehidupan ganda. Ingatlah hal ini baik-baik : kita semua adalah orang-orang berdosa, ya; rusak, jangan pernah, jangan pernah. Orang berdosa, ya; rusak, jangan pernah. Semoga Bunda Maria membantu kita mencari setiap hari kebenaran Yesus, Raja Semesta Alam, yang membebaskan kita dari perbudakan duniawi dan mengajarkan kita untuk menguasai kejahatan kita.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Hari ini, untuk pertama kalinya pada Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam, Hari Orang Muda Sedunia dirayakan di seluruh Gereja partikular. Inilah sebabnya ada dua orang muda dari Roma di samping saya, mewakili seluruh kaum muda Roma. Dengan hormat saya menyapa para pemuda dan pemudi dari Keuskupan kita, dan saya berharap seluruh kaum muda di dunia dapat merasa bahwa mereka adalah bagian yang hidup dari Gereja, pelaku utama perutusannya. Terima kasih sudah datang! Dan jangan sebal bahwa memerintah adalah melayani. Apakah memerintah itu? Memerintah berarti melayani. Semua bersama-sama : memerintah adalah melayani. Seperti yang diajarkan Sang Raja kita. Sekarang saya meminta orang-orang muda ini untuk menyapamu. Katakan sesuatu [Paus Fransiskus berkata kepada sang pemudi].

 

Pemudi : Selamat Hari Orang Muda Sedunia untuk kamu semua!

 

Paus Fransiskus : Katakan sesuatu yang kreatif [kepada sang pemuda].

 

Pemuda : Marilah kita bersaksi bahwa percaya kepada Yesus itu indah!

 

Paus Fransiskus : Lihat hal itu! Ini indah! Terima kasih. Tetaplah di sini [kepada kedua orang muda].

 

Hari ini juga merupakan Hari Perikanan Sedunia. Saya menyapa semua nelayan dan saya mendoakan mereka yang hidup dalam kondisi sulit, sayangnya, dalam kerja paksa. Saya mendorong para kapelan dan para sukarelawan Stella Maris untuk melanjutkan pelayanan pastoral mereka kepada orang-orang ini dan keluarga mereka.

 

Dan hari ini kita juga mengingat semua korban lalu lintas jalan raya : kita mendoakan mereka dan kita berketetapan untuk mencegah kecelakaan.

 

Saya juga ingin mendorong prakarsa Perserikatan Bangsa-bangsa yang saat ini sedang berjalan untuk semakin mengupayakan pengendalian perdagangan senjata.

 

Kemarin di Katowice, Polandia, Jan Franciszek Macha yang dibunuh dalam kebencian terhadap iman pada tahun 1941 dalam konteks penganiayaan terhadap Gereja selama rezim Nazi dibeatifikasi. Dalam kegelapan penjara, ia menemukan di dalam Allah kekuatan dan kelembutan untuk menghadapi kalvari itu. Semoga kemartirannya menjadi benih harapan dan kedamaian yang berlimpah. Tepuk tangan meriah untuk sang beato baru.

 

Saya menyapa kamu semua, umat Roma dan para peziarah dari berbagai negara, khususnya mereka yang datang dari Polandia dan Amerika Serikat. Saya menyapa para pramuka dari Keuskupan Agung Braga, Portugal. Secara khusus, saya menyapa komunitas Ekuador di Roma yang sedang merayakan Perawan dari El Quinche. Saya menyapa umat dari Sant'Antimo (Napoli) dan Catania; para calon penerima Sakramen Krisma dari Pattada; dan para sukarelawan Bank Pangan (Banco Alimentari) yang sedang mempersiapkan Hari Pengumpulan Pangan Nasional (Giornata della colletta alimentare) Sabtu depan. Terima kasih banyak! Dan juga kepada anggota Immacolata. Kepada kamu semua, saya mengucapkan selamat hari Minggu. Dan tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makananmu dan sampai jumpa!

______

 

(Peter Suriadi - Bogor, 21 November 2021)

PESAN PAUS FRANSISKUS UNTUK HARI ORANG MUDA SEDUNIA XXXVI 21 November 2021


"Bangunlah. Aku menetapkan engkau menjadi saksi tentang apa yang telah kaulihat" (bdk. Kis 26:16)

 

Orang muda yang terkasih,

 

Sekali lagi saya ingin menggandeng tanganmu dan berjalan bersamamu dalam peziarahan rohani yang mengarah pada Hari Orang Muda Sedunia 2023 di Lisbon.

 

Pesan tahun lalu, yang saya tandatangani sesaat sebelum pandemi merebak, bertema : “Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!” (bdk. Luk 7:14). Dalam penyelenggaraan-Nya, Tuhan telah mempersiapkan kita untuk tantangan berat yang akan kita alami.

 

Di belahan dunia manapun, kita menderita kehilangan begitu banyak orang yang kita sayangi dan mengalami keterasingan sosial. Keadaan darurat kesehatan terutama merupakan kemunduran bagimu kaum muda, karena hidupmu secara alami mengarah ke dunia luar : ke sekolah atau perguruan tinggi, ke tempat kerja dan pertemuan sosial. Kamu mendapati dirimu berada dalam situasi sulit yang tidak biasa kamu hadapi. Orang-orang yang merasa semakin sulit, atau kurang dukungan, merasa bingung. Kita melihat peningkatan masalah keluarga, pengangguran, depresi, kesepian dan perilaku adiktif, belum lagi meningkatnya stres, ketegangan, ledakan amarah dan meningkatnya kekerasan.

 

Namun, syukur kepada Allah, ini hanya salah satu sisi mata uang. Pengalaman tersebut, selain menunjukkan kerapuhan kita, juga mengungkapkan kebajikan kita, termasuk kecenderungan kita pada kesetiakawanan. Di seluruh dunia, kita melihat sejumlah besar individu, termasuk banyak orang muda, membantu menyelamatkan nyawa, menabur benih harapan, menegakkan kebebasan dan keadilan, dan bertindak sebagai pembawa damai dan pembangun jembatan.

 

Setiap kali seorang muda terpuruk, dalam arti tertentu segenap umat manusia turut terpuruk. Namun juga ada benarnya bahwa ketika seorang muda bangkit, seolah-olah seluruh dunia juga bangkit. Orang muda, alangkah besarnya potensi yang kamu miliki di tanganmu! Alangkah besarnya kekuatan yang kamu miliki di dalam hatimu!

 

Hari ini juga, Allah berkata kepada kamu masing-masing : “Bangunlah!” Saya sangat berharap bahwa Pesan ini dapat membantu kita mempersiapkan diri untuk zaman baru dan halaman baru dalam sejarah umat manusia. Namun kita tidak dapat memulai yang baru tanpa kamu, orang muda yang terkasih. Jika dunia kita akan bangkit, kekuatanmu, kegairahanmu, hasratmu dibutuhkan. Maka, saya ingin merenungkan bersamamu perikop dalam Kisah Para Rasul yang memuat perkataan Yesus kepada Santo Paulus : “Bangunlah! Aku menetapkan engkau menjadi saksi tentang apa yang telah kaulihat” (bdk. Kis 26:16).

 

Kesaksian Paulus di hadapan raja

 

Ayat yang mengilhami tema Hari Orang Muda Sedunia 2021 ini diambil dari kesaksian Paulus di hadapan Raja Agripa setelah pemenjaraannya. Paulus, yang dulunya adalah musuh dan penganiaya orang Kristiani, sekarang diadili karena imannya kepada Kristus. Sekitar dua puluh lima tahun kemudian, sang rasul menceritakan kisah perjumpaannya yang menentukan dengan Kristus.

 

Paulus menyatakan bahwa ia menganiaya orang Kristiani, sampai suatu hari saat melakukan perjalanan ke Damsyik untuk menangkap beberapa orang dari mereka, cahaya "yang lebih terang dari pada cahaya matahari" meliputinya dan teman-teman seperjalanannya (bdk. Kis 26:13). Namun, ia sendiri mendengar "suatu suara" : suara Yesus yang berbicara kepadanya, memanggil namanya.

 

Saulus! Saulus!

 

Marilah kita melihat lebih dekat peristiwa ini. Dengan memanggil Saulus dengan namanya, Tuhan menyadarkannya bahwa Ia mengenalnya secara pribadi. Seolah-olah Ia berkata : “Aku tahu siapa dirimu dan apa yang kamu lakukan; meskipun demikian, Aku berbicara langsung kepadamu”. Dua kali, Tuhan memanggil Paulus dengan namanya sebagai tanda panggilan khusus yang penting; demikian yang telah Ia lakukan sebelumnya kepada Musa (bdk. Kel 3:4) dan Samuel (bdk. 1 Sam 3:10). Rebah ke tanah, Saulus menyadari bahwa ia sedang menyaksikan teofani, pewahyuan ilahi yang kuat yang membuatnya bingung, tetapi tidak menghancurkannya. Sebaliknya, ia mendapati dirinya dipanggil dengan namanya.

 

Hanya perjumpaan dengan Kristus yang bersifat pribadi dan tidak tanpa nama yang mengubah kehidupan. Yesus menunjukkan bahwa Ia mengenal Saulus dengan sangat baik, “luar dalam”. Meskipun Saulus adalah seorang penganiaya, meskipun hatinya penuh dengan kebencian terhadap orang Kristiani, Yesus menyadari bahwa ini adalah karena ketidaktahuan. Ia ingin menunjukkan belas kasihan yangada di dalam diri-Nya. Rahmat ini, kasih yang tidak layak dan tanpa syarat ini, akan menjadi terang yang secara radikal mengubah hidup Saulus.

 

Siapa Engkau, Tuhan?

 

Di hadapan kehadiran misterius yang memanggil namanya ini, Saulus bertanya: "Siapakah Engkau, Tuhan?" (Kis 26:15). Pertanyaan ini menentukan, dan lambat laun kita semua harus menanyakannya. Tidaklah cukup mendengar orang lain berbicara tentang Yesus; kita sendiri perlu berbicara dengan-Nya, secara pribadi. Jauh di lubuk hati, inilah yang dimaksud dengan doa. Doa berarti berbicara langsung kepada Yesus, meskipun hati kita mungkin masih bingung dan pikiran kita penuh dengan keraguan atau bahkan penghinaan terhadap Kristus dan orang Kristiani. Saya berdoa agar setiap orang muda, di lubuk hatinya yang paling dalam, pada akhirnya akan bertanya: “Siapakah Engkau, Tuhan?”

 

Kita tidak bisa lagi beranggapan semua orang mengenal Yesus, bahkan di zaman internet. Pertanyaan yang diajukan banyak orang kepada Yesus dan Gereja-Nya adalah: “Siapakah Engkau, Tuhan?” Dalam seluruh kisah panggilan Santo Paulus, inilah satu-satunya saat di mana ia, Paulus, berbicara. Dan Tuhan segera menjawab : “Akulah Yesus, yang kauaniaya itu” (Kis 26:15).

 

“Akulah Yesus, yang kauaniaya itu!”

 

Dengan jawaban ini, Yesus mengungkapkan kepada Saulus sebuah misteri besar : ia melihat dirinya sebagai satu kesatuan dengan Gereja, dengan orang Kristiani. Sampai saat itu, Saulus tidak melihat apa-apa tentang Kristus, tetapi hanya orang-orang beriman yang telah dijebloskan ke dalam penjara (bdk. Kis 26:10) dan yang pembunuhannya ia setujui (bdk. Kis 26:10). Ia telah melihat bagaimana orang Kristiani menanggapi kejahatan dengan kebaikan, kebencian dengan kasih, menanggung ketidakadilan, kekerasan, fitnah dan penganiayaan demi nama Kristus. Dalam beberapa hal, tanpa menyadarinya, Saulus telah berjumpa Kristus. Ia telah berjumpa Dia di dalam diri orang-orang Kristiani!

 

Berapa kali kita mendengar dikatakan “Yesus ya, Gereja tidak!”, seolah-olah yang satu bisa menjadi alternatif bagi yang lain. Kita tidak dapat mengenal Yesus jika tidak mengenal Gereja. Kita tidak dapat mengenal Yesus terpisah dari saudara-saudari seiman kita. Kita tidak dapat menyebut diri kita sepenuhnya Kristiani selain kita mengalami ranah gerejawi iman.

 

“Sukar bagimu menendang ke galah rangsang”

 

Dengan kata-kata ini, Tuhan berbicara kepada Saulus setelah ia rebah ke tanah. Namun untuk beberapa waktu Ia pasti secara misterius mengulangi kata-kata yang sama kepada Saulus, dalam upaya untuk menariknya kepada diri-Nya. Namun, Saulus menolak. Tuhan kita menyampaikan “celaan” lembut yang sama kepada setiap orang muda yang berpaling daripada-Nya : “Berapa lama kamu akan melarikan diri daripada-Ku? Mengapa kamu tidak bisa mendengar Aku memanggilmu? Aku menunggumu kembali kepada-Ku”. Ada kalanya kita juga berkata, seperti nabi Yeremia : "Aku tidak mau mengingat Dia" (bdk. Yer 20:9). Namun api membara dalam hati setiap orang : bahkan jika kita berusaha untuk memadamkannya, kita tidak akan berhasil, karena api itu lebih kuat dari diri kita.

 

Tuhan memilih seseorang yang sedang menganiaya-Nya, sungguh memusuhi-Nya dan para pengikut-Nya. Kita melihat bahwa, di mata Allah, tidak ada seorang pun yang luput. Berkat perjumpaan pribadi dengan-Nya, kita selalu bisa memulai kembali. Tidak ada satu orang muda pun yang pernah berada di luar jangkauan rahmat dan belas kasihan Allah. Tentang seseorang kita tidak bisa mengatakan : Ia pergi terlalu jauh… Sudah terlambat… Berapa banyak orang muda yang dengan penuh semangat memberontak dan melawan arus, sementara jauh di lubuk hati mereka, mereka merasa perlu berkomitmen, mengasihi dengan sepenuh hati, memiliki sebuah perutusan dalam kehidupan! Dalam diri Saulus muda, Yesus melihat persis seperti itu.

 

Mengenali kebutaan kita

 

Kita dapat membayangkan bahwa, sebelum perjumpaannya dengan Kristus, Saulus sampai batas tertentu “penuh akan dirinya sendiri”, berpikir bahwa ia “hebat” berdasarkan integritas moral, semangat, latar belakang dan pendidikannya. Tentu saja, ia yakin bahwa ia benar. Begitu Tuhan menyatakan diri-Nya, Saulus “rebah ke tanah”, dibutakan. Tiba-tiba, ia tidak dapat melihat, baik secara jasmani maupun rohani. Ia pasti terguncang. Di dalam hatinya, ia menyadari bahwa hasratnya yang membara untuk membunuh orang-orang Kristiani sama sekali keliru. Ia menyadari bahwa ia tidak memiliki kebenaran mutlak, dan memang jauh daripadanya. Keyakinan dan harga dirinya sirna; tiba-tiba ia menemukan dirinya bingung, lemah dan "kecil".

 

Kerendahan hati seperti itu – kesadaran akan keterbatasan kita – sangat penting! Orang-orang yang yakin bahwa mereka mengetahui segala sesuatu tentang diri mereka, orang lain dan bahkan kebenaran agama, akan merasa sulit untuk berjumpa Kristus. Saulus, setelah dibutakan, kehilangan titik acuannya. Sendirian dalam kegelapan, satu-satunya hal yang jelas adalah cahaya yang ia lihat dan suara yang ia dengar. Alangkah bertolak belakang! Hanya ketika kita dibutakan, kita mulai melihat!

 

Setelah pengalamannya yang luar biasa di jalan menuju Damsyik, Saulus lebih suka dipanggil Paulus, nama yang berarti “kecil”. Ini tidak seperti nama panggilan atau nama yang dibuat-buat yang begitu umum saat ini. Perjumpaannya dengan Kristus mengubah hidupnya; membuatnya merasa sungguh kecil dan menghancurkan segala setuatu yang menghalanginya untuk benar-benar mengenal dirinya. Seperti yang dikatakannya kepada kita : “Aku adalah yang paling hina dari semua rasul, bahkan tidak layak disebut rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah” (1 Kor 15:9).

 

Santa Theresia dari Lisieux, seperti banyak para kudus lainnya, suka mengatakan bahwa kerendahan hati adalah kebenaran. Saat ini kita mengisi waktu, terutama di media sosial, dengan sejumlah “cerita”, seringkali secara cermat dibuat dengan latar belakang, kamera web, dan efek khusus. Semakin kita ingin menjadi sorotan, semakin kita terbingkai sempurna, siap menunjukkan kepada “teman” dan “pengikut” kita gambaran diri kita yang tidak mencerminkan siapa diri kita sesungguhnya. Kristus, Sang Matahari siang bolong, datang untuk mencerahkan kita dan memulihkan keaslian kita, membebaskan kita dari semua topeng kita. Ia menunjukkan dengan jelas siapa diri kita, karena itulah tepatnya bagaimana Ia mengasihi kita.

 

Mengubah sudut pandang

 

Pertobatan Paulus tidak berarti berbalik, tetapi terbuka pada cara pandang yang benar-benar baru. Ia melanjutkan perjalanannya ke Damsyik, tetapi sesuatu telah berubah; sekarang ia adalah orang yang berbeda (bdk. Kis 22:10). Pertobatan dapat memperbarui kehidupan kita sehari-hari. Kita terus melakukan apa yang kita lakukan sebelumnya, tetapi hati dan motivasi kita sekarang berubah. Dalam kasus Paulus, Yesus menyuruhnya untuk melanjutkan perjalanan ke Damsyik, tempat tujuannya semula. Paulus taat, tetapi maksud dan tujuan perjalanannya berubah secara radikal. Mulai saat ini, Paulus akan melihat segala sesuatu dengan mata baru, tidak lagi sebagai penganiaya dan algojo, tetapi sebagai murid dan saksi. Di Damsyik, Ananias akan membaptisnya dan mempersembahkannya kepada jemaat Kristiani. Dalam keheningan dan doa, Paulus akan memperdalam pengalamannya dan jatidiri baru yang dianugerahkan kepadanya oleh Tuhan Yesus.

 

Jangan sia-siakan kekuatan dan gairah masa muda

 

Sikap Paulus sebelum perjumpaannya dengan Yesus yang bangkit tidak begitu mengherankan kita. Betapa banyak kekuatan dan gairah yang juga berkobar di dalam hatimu, orang muda yang terkasih! Namun kegelapan di sekitar dan di dalam dirimu dapat menghalangimu melihat segala sesuatu secara benar. Kamu dapat memiliki risiko mendapati dirimu tersesat dalam pergulatan tanpa arti dan bahkan pertarungan yang kejam. Sayangnya, dirimu dan orang-orang terdekatmu adalah korban pertama. Ada juga bahaya memperjuangkan tujuan yang pada mulanya menjunjung tinggi nilai-nilai yang benar, tetapi setelah dibawa ke ekstrim tertentu, berubah menjadi ideologi yang bersifat menghancurkan. Berapa banyak orang muda dewasa ini yang diilhami, mungkin didorong, oleh keyakinan politik atau agama, yang akhirnya menjadi alat kekerasan dan kehancuran dalam kehidupan banyak orang lain! Beberapa orang, bergerak dengan mudah di dunia digital, menggunakan kenyataan virtual dan jejaring sosial sebagai medan perang baru, dengan tidak hati-hati menggunakan senjata berita palsu untuk menyebarkan racun dan menyingkirkan seteru mereka.

 

Ketika Tuhan mendobrak kehidupan Paulus, Ia tidak menekan kepribadiannya atau semangatnya yang menggebu-gebu. Sebaliknya, Ia membawa karunia-karunia-Nya itu menjadi berbunga-bunga dengan menjadikannya seorang pewarta Injil yang hebat sampai ke ujung bumi.

 

Rasul bangsa-bangsa

 

Sejak saat itu, Paulus akan disebut "rasul bangsa-bangsa". Paulus, yang dulunya adalah seorang Farisi, seorang pengikut Hukum yang cermat! Di sini kita melihat pertentangan lain : Tuhan meletakkan kepercayaan-Nya pada orang yang telah menganiaya-Nya. Seperti Paulus, kita masing-masing dapat mendengar suara di dalam hati kita yang mengatakan : “Aku percaya kepadamu. Aku tahu kisahmu dan Aku memegangnya, bersama denganmu. Bahkan jika kamu sering menentang-Ku, Aku memilihmu dan menjadikanmu saksi-Ku”. Cara berpikir Allah dapat mengubah penganiaya yang paling kejam menjadi saksi yang hebat.

 

Murid-murid Kristus dipanggil untuk menjadi “terang dunia” (Mat 5:14). Paulus sekarang harus bersaksi tentang apa yang ia lihat, tetapi untuk saat ini ia buta. Pertentangan lainnya! Namun berdasarkan pengalaman pribadinya, Paulus dapat sepenuhnya mengidentifikasikan diri dengan orang-orang yang menjadi sasaran perutusan Tuhan baginya. Itulah sebabnya ia dijadikan saksi : “untuk membuka mata mereka, supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang” (Kis 26:18).

 

“Bangunlah dan bersaksilah!”

 

Ketika kita menerima kehidupan baru yang dianugerahkan kepada kita dalam pembaptisan, Tuhan memberi kita perutusan penting yang mengubah kehidupan : “Engkau harus menjadi saksi-Ku!”

 

Hari ini Kristus berbicara kepadamu kata-kata yang sama seperti yang Ia ucapkan kepada Paulus : Bangkitlah! Janganlah berputus asa atau terjebak dalam dirimu : sebuah perutusan menantimu! Kamu juga dapat bersaksi tentang apa yang mulai diperbuat Yesus dalam kehidupanmu. Dalam nama Yesus, saya memohon kepadamu :

 

- Bangkitlah! Bersaksilah bahwa kamu juga buta dan menemukan terang. Kamu juga telah melihat kebaikan dan keindahan Allah dalam dirimu, dalam diri sesama dan dalam persekutuan Gereja, di mana segenap kesepian diatasi.

 

- Bangkitlah! Bersaksilah bahwa kasih dan rasa hormat memungkinkan untuk ditanamkan dalam hubungan antarmanusia, dalam kehidupan keluarga kita, dalam dialog antara orangtua dan anak-anak, antara kaum muda dan kaum tua.

 

- Bangkitlah! Junjunglah tinggi keadilan sosial, kebenaran dan integritas, hak asasi manusia. Lindungilah mereka yang teraniaya, miskin dan rentan, mereka yang tidak memiliki suara dalam masyarakat, para imigran.

 

- Bangkitlah! Bersaksilah tentang cara baru dalam memandang berbagai hal yang memungkinkanmu melihat ciptaan dengan mata penuh keheranan, yang membuatmu melihat Bumi sebagai rumah kita bersama, dan memberimu keberanian untuk mempromosikan ekologi seutuhnya.

 

- Bangkitlah! Bersaksilah bahwa kehidupan yang gagal dapat dibangun kembali, orang yang mati secara rohani dapat bangkit kembali, mereka yang terbelenggu dapat sekali lagi dibebaskan, hati yang diliputi kesedihan dapat menemukan kembali harapan.

- Bangkitlah! Bersaksilah dengan penuh sukacita bahwa Kristus hidup! Sebarkanlah pesan kasih dan keselamatan-Nya di antara orang-orang sezamanmu, di sekolah dan di perguruan tinggi, di tempat kerja, di dunia digital, di mana pun.

 

Tuhan, Gereja dan Paus memercayaimu dan menunjukmu untuk menjadi saksi di hadapan semua orang muda lainnya yang akan kamu jumpai di “jalan menuju Damsyik” hari ini. Jangan pernah lupa bahwa “siapapun yang sungguh-sungguh telah mengalami kasih Allah yang menyelamatkan tidak memerlukan banyak waktu atau pelatihan lama untuk bergerak keluar dan mewartakan kasih itu. Setiap umat Kristiani adalah orang yang diutus sejauh ia menjumpai kasih Allah dalam Yesus Kristus” (Evangelii Gaudium, 120).

 

Bangkitlah dan rayakanlah Hari Orang Muda Sedunia di Gereja-Gereja partikular!

 

Sekali lagi, saya mengundang kamu semua, kaum muda di seluruh dunia, untuk ambil bagian dalam peziarahan rohani yang mengarah pada perayaan Hari Orang Muda Sedunia 2023 di Lisbon ini. Namun, kegiatan berikutnya akan berlangsung di Gereja-Gereja partikularmu, di berbagai keuskupan dan eparki di dunia, di mana Hari Orang Muda Sedunia 2021 akan dirayakan secara lokal, pada Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam.

 

Saya berharap kita semua dapat mengalami langkah-langkah ini di sepanjang jalan sebagai peziarah sejati, dan bukan hanya sebagai “pelancong keagamaan”! Semoga kita semakin terbuka terhadap kejutan-kejutan Allah, karena Ia ingin menerangi jalan kita. Semoga kita semakin terbuka untuk mendengarkan suara-Nya, juga melalui suara saudara-saudara kita. Dengan cara ini, kita akan saling membantu untuk bangkit bersama dan, pada masa sulit dalam sejarah kita ini, kita akan menjadi nabi masa depan yang baru dan penuh harapan! Semoga Santa Perawan Maria menjadi perantara kita semua.

 

Roma, Santo Yohanes Lateran, 14 September 2021,

Pesta Salib Suci


Fransiskus

______

 

(dialihbahasakan oleh Peter Suriadi dari https://press.vatican.va/content/salastampa/it/bollettino/pubblico/2021/09/27/0605/01290.html#en - Bogor, 20 November 2021)