"Bangunlah. Aku menetapkan engkau menjadi saksi tentang apa yang
telah kaulihat" (bdk. Kis 26:16)
Orang muda yang terkasih,
Sekali lagi saya ingin menggandeng tanganmu dan berjalan bersamamu dalam
peziarahan rohani yang mengarah pada Hari Orang Muda Sedunia 2023 di Lisbon.
Pesan tahun lalu, yang saya tandatangani sesaat sebelum pandemi merebak,
bertema : “Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!” (bdk. Luk 7:14).
Dalam penyelenggaraan-Nya, Tuhan telah mempersiapkan kita untuk tantangan berat
yang akan kita alami.
Di belahan dunia manapun, kita menderita kehilangan begitu banyak orang
yang kita sayangi dan mengalami keterasingan sosial. Keadaan darurat kesehatan
terutama merupakan kemunduran bagimu kaum muda, karena hidupmu secara alami
mengarah ke dunia luar : ke sekolah atau perguruan tinggi, ke tempat kerja dan
pertemuan sosial. Kamu mendapati dirimu berada dalam situasi sulit yang tidak
biasa kamu hadapi. Orang-orang yang merasa semakin sulit, atau kurang dukungan,
merasa bingung. Kita melihat peningkatan masalah keluarga, pengangguran,
depresi, kesepian dan perilaku adiktif, belum lagi meningkatnya stres,
ketegangan, ledakan amarah dan meningkatnya kekerasan.
Namun, syukur kepada Allah, ini hanya salah satu sisi mata uang.
Pengalaman tersebut, selain menunjukkan kerapuhan kita, juga mengungkapkan
kebajikan kita, termasuk kecenderungan kita pada kesetiakawanan. Di seluruh
dunia, kita melihat sejumlah besar individu, termasuk banyak orang muda,
membantu menyelamatkan nyawa, menabur benih harapan, menegakkan kebebasan dan
keadilan, dan bertindak sebagai pembawa damai dan pembangun jembatan.
Setiap kali seorang muda terpuruk, dalam arti tertentu segenap umat
manusia turut terpuruk. Namun juga ada benarnya bahwa ketika seorang muda
bangkit, seolah-olah seluruh dunia juga bangkit. Orang muda, alangkah besarnya
potensi yang kamu miliki di tanganmu! Alangkah besarnya kekuatan yang kamu
miliki di dalam hatimu!
Hari ini juga, Allah berkata kepada kamu masing-masing : “Bangunlah!”
Saya sangat berharap bahwa Pesan ini dapat membantu kita mempersiapkan diri
untuk zaman baru dan halaman baru dalam sejarah umat manusia. Namun kita tidak
dapat memulai yang baru tanpa kamu, orang muda yang terkasih. Jika dunia kita
akan bangkit, kekuatanmu, kegairahanmu, hasratmu dibutuhkan. Maka, saya ingin
merenungkan bersamamu perikop dalam Kisah Para Rasul yang memuat perkataan
Yesus kepada Santo Paulus : “Bangunlah! Aku menetapkan engkau menjadi saksi
tentang apa yang telah kaulihat” (bdk. Kis 26:16).
Kesaksian Paulus di hadapan raja
Ayat yang mengilhami tema Hari Orang Muda Sedunia 2021 ini diambil dari
kesaksian Paulus di hadapan Raja Agripa setelah pemenjaraannya. Paulus, yang dulunya
adalah musuh dan penganiaya orang Kristiani, sekarang diadili karena imannya
kepada Kristus. Sekitar dua puluh lima tahun kemudian, sang rasul menceritakan
kisah perjumpaannya yang menentukan dengan Kristus.
Paulus menyatakan bahwa ia menganiaya orang Kristiani, sampai suatu hari
saat melakukan perjalanan ke Damsyik untuk menangkap beberapa orang dari
mereka, cahaya "yang lebih terang dari pada cahaya matahari"
meliputinya dan teman-teman seperjalanannya (bdk. Kis 26:13). Namun, ia sendiri
mendengar "suatu suara" : suara Yesus yang berbicara kepadanya,
memanggil namanya.
Saulus! Saulus!
Marilah kita melihat lebih dekat peristiwa ini. Dengan memanggil Saulus
dengan namanya, Tuhan menyadarkannya bahwa Ia mengenalnya secara pribadi. Seolah-olah
Ia berkata : “Aku tahu siapa dirimu dan apa yang kamu lakukan; meskipun
demikian, Aku berbicara langsung kepadamu”. Dua kali, Tuhan memanggil Paulus
dengan namanya sebagai tanda panggilan khusus yang penting; demikian yang telah
Ia lakukan sebelumnya kepada Musa (bdk. Kel 3:4) dan Samuel (bdk. 1 Sam 3:10).
Rebah ke tanah, Saulus menyadari bahwa ia sedang menyaksikan teofani, pewahyuan
ilahi yang kuat yang membuatnya bingung, tetapi tidak menghancurkannya.
Sebaliknya, ia mendapati dirinya dipanggil dengan namanya.
Hanya perjumpaan dengan Kristus yang bersifat pribadi dan tidak tanpa
nama yang mengubah kehidupan. Yesus menunjukkan bahwa Ia mengenal Saulus dengan
sangat baik, “luar dalam”. Meskipun Saulus adalah seorang penganiaya, meskipun
hatinya penuh dengan kebencian terhadap orang Kristiani, Yesus menyadari bahwa
ini adalah karena ketidaktahuan. Ia ingin menunjukkan belas kasihan yangada di
dalam diri-Nya. Rahmat ini, kasih yang tidak layak dan tanpa syarat ini, akan
menjadi terang yang secara radikal mengubah hidup Saulus.
Siapa Engkau, Tuhan?
Di hadapan kehadiran misterius yang memanggil namanya ini, Saulus
bertanya: "Siapakah Engkau, Tuhan?" (Kis 26:15). Pertanyaan ini
menentukan, dan lambat laun kita semua harus menanyakannya. Tidaklah cukup mendengar
orang lain berbicara tentang Yesus; kita sendiri perlu berbicara dengan-Nya,
secara pribadi. Jauh di lubuk hati, inilah yang dimaksud dengan doa. Doa
berarti berbicara langsung kepada Yesus, meskipun hati kita mungkin masih
bingung dan pikiran kita penuh dengan keraguan atau bahkan penghinaan terhadap
Kristus dan orang Kristiani. Saya berdoa agar setiap orang muda, di lubuk
hatinya yang paling dalam, pada akhirnya akan bertanya: “Siapakah Engkau,
Tuhan?”
Kita tidak bisa lagi beranggapan semua orang mengenal Yesus, bahkan di
zaman internet. Pertanyaan yang diajukan banyak orang kepada Yesus dan
Gereja-Nya adalah: “Siapakah Engkau, Tuhan?” Dalam seluruh kisah panggilan
Santo Paulus, inilah satu-satunya saat di mana ia, Paulus, berbicara. Dan Tuhan
segera menjawab : “Akulah Yesus, yang kauaniaya itu” (Kis 26:15).
“Akulah Yesus, yang kauaniaya itu!”
Dengan jawaban ini, Yesus mengungkapkan kepada Saulus sebuah misteri
besar : ia melihat dirinya sebagai satu kesatuan dengan Gereja, dengan orang
Kristiani. Sampai saat itu, Saulus tidak melihat apa-apa tentang Kristus,
tetapi hanya orang-orang beriman yang telah dijebloskan ke dalam penjara (bdk.
Kis 26:10) dan yang pembunuhannya ia setujui (bdk. Kis 26:10). Ia telah melihat
bagaimana orang Kristiani menanggapi kejahatan dengan kebaikan, kebencian
dengan kasih, menanggung ketidakadilan, kekerasan, fitnah dan penganiayaan demi
nama Kristus. Dalam beberapa hal, tanpa menyadarinya, Saulus telah berjumpa
Kristus. Ia telah berjumpa Dia di dalam diri orang-orang Kristiani!
Berapa kali kita mendengar dikatakan “Yesus ya, Gereja tidak!”,
seolah-olah yang satu bisa menjadi alternatif bagi yang lain. Kita tidak dapat
mengenal Yesus jika tidak mengenal Gereja. Kita tidak dapat mengenal Yesus
terpisah dari saudara-saudari seiman kita. Kita tidak dapat menyebut diri kita
sepenuhnya Kristiani selain kita mengalami ranah gerejawi iman.
“Sukar bagimu menendang ke galah rangsang”
Dengan kata-kata ini, Tuhan berbicara kepada Saulus setelah ia rebah ke
tanah. Namun untuk beberapa waktu Ia pasti secara misterius mengulangi
kata-kata yang sama kepada Saulus, dalam upaya untuk menariknya kepada
diri-Nya. Namun, Saulus menolak. Tuhan kita menyampaikan “celaan” lembut yang
sama kepada setiap orang muda yang berpaling daripada-Nya : “Berapa lama kamu
akan melarikan diri daripada-Ku? Mengapa kamu tidak bisa mendengar Aku
memanggilmu? Aku menunggumu kembali kepada-Ku”. Ada kalanya kita juga berkata,
seperti nabi Yeremia : "Aku tidak mau mengingat Dia" (bdk. Yer 20:9).
Namun api membara dalam hati setiap orang : bahkan jika kita berusaha untuk
memadamkannya, kita tidak akan berhasil, karena api itu lebih kuat dari diri
kita.
Tuhan memilih seseorang yang sedang menganiaya-Nya, sungguh memusuhi-Nya
dan para pengikut-Nya. Kita melihat bahwa, di mata Allah, tidak ada seorang pun
yang luput. Berkat perjumpaan pribadi dengan-Nya, kita selalu bisa memulai
kembali. Tidak ada satu orang muda pun yang pernah berada di luar jangkauan
rahmat dan belas kasihan Allah. Tentang seseorang kita tidak bisa mengatakan :
Ia pergi terlalu jauh… Sudah terlambat… Berapa banyak orang muda yang dengan
penuh semangat memberontak dan melawan arus, sementara jauh di lubuk hati
mereka, mereka merasa perlu berkomitmen, mengasihi dengan sepenuh hati, memiliki
sebuah perutusan dalam kehidupan! Dalam diri Saulus muda, Yesus melihat persis
seperti itu.
Mengenali kebutaan kita
Kita dapat membayangkan bahwa, sebelum perjumpaannya dengan Kristus,
Saulus sampai batas tertentu “penuh akan dirinya sendiri”, berpikir bahwa ia
“hebat” berdasarkan integritas moral, semangat, latar belakang dan
pendidikannya. Tentu saja, ia yakin bahwa ia benar. Begitu Tuhan menyatakan
diri-Nya, Saulus “rebah ke tanah”, dibutakan. Tiba-tiba, ia tidak dapat
melihat, baik secara jasmani maupun rohani. Ia pasti terguncang. Di dalam
hatinya, ia menyadari bahwa hasratnya yang membara untuk membunuh orang-orang
Kristiani sama sekali keliru. Ia menyadari bahwa ia tidak memiliki kebenaran
mutlak, dan memang jauh daripadanya. Keyakinan dan harga dirinya sirna;
tiba-tiba ia menemukan dirinya bingung, lemah dan "kecil".
Kerendahan hati seperti itu – kesadaran akan keterbatasan kita – sangat
penting! Orang-orang yang yakin bahwa mereka mengetahui segala sesuatu tentang
diri mereka, orang lain dan bahkan kebenaran agama, akan merasa sulit untuk
berjumpa Kristus. Saulus, setelah dibutakan, kehilangan titik acuannya.
Sendirian dalam kegelapan, satu-satunya hal yang jelas adalah cahaya yang ia
lihat dan suara yang ia dengar. Alangkah bertolak belakang! Hanya ketika kita
dibutakan, kita mulai melihat!
Setelah pengalamannya yang luar biasa di jalan menuju Damsyik, Saulus
lebih suka dipanggil Paulus, nama yang berarti “kecil”. Ini tidak seperti nama
panggilan atau nama yang dibuat-buat yang begitu umum saat ini. Perjumpaannya
dengan Kristus mengubah hidupnya; membuatnya merasa sungguh kecil dan
menghancurkan segala setuatu yang menghalanginya untuk benar-benar mengenal
dirinya. Seperti yang dikatakannya kepada kita : “Aku adalah yang paling hina
dari semua rasul, bahkan tidak layak disebut rasul, sebab aku telah menganiaya
Jemaat Allah” (1 Kor 15:9).
Santa Theresia dari Lisieux, seperti banyak para kudus lainnya, suka
mengatakan bahwa kerendahan hati adalah kebenaran. Saat ini kita mengisi waktu,
terutama di media sosial, dengan sejumlah “cerita”, seringkali secara cermat
dibuat dengan latar belakang, kamera web, dan efek khusus. Semakin kita ingin
menjadi sorotan, semakin kita terbingkai sempurna, siap menunjukkan kepada
“teman” dan “pengikut” kita gambaran diri kita yang tidak mencerminkan siapa
diri kita sesungguhnya. Kristus, Sang Matahari siang bolong, datang untuk
mencerahkan kita dan memulihkan keaslian kita, membebaskan kita dari semua
topeng kita. Ia menunjukkan dengan jelas siapa diri kita, karena itulah
tepatnya bagaimana Ia mengasihi kita.
Mengubah sudut pandang
Pertobatan Paulus tidak berarti berbalik, tetapi terbuka pada cara
pandang yang benar-benar baru. Ia melanjutkan perjalanannya ke Damsyik, tetapi
sesuatu telah berubah; sekarang ia adalah orang yang berbeda (bdk. Kis 22:10).
Pertobatan dapat memperbarui kehidupan kita sehari-hari. Kita terus melakukan
apa yang kita lakukan sebelumnya, tetapi hati dan motivasi kita sekarang
berubah. Dalam kasus Paulus, Yesus menyuruhnya untuk melanjutkan perjalanan ke
Damsyik, tempat tujuannya semula. Paulus taat, tetapi maksud dan tujuan
perjalanannya berubah secara radikal. Mulai saat ini, Paulus akan melihat
segala sesuatu dengan mata baru, tidak lagi sebagai penganiaya dan algojo,
tetapi sebagai murid dan saksi. Di Damsyik, Ananias akan membaptisnya dan
mempersembahkannya kepada jemaat Kristiani. Dalam keheningan dan doa, Paulus
akan memperdalam pengalamannya dan jatidiri baru yang dianugerahkan kepadanya
oleh Tuhan Yesus.
Jangan sia-siakan kekuatan dan gairah masa muda
Sikap Paulus sebelum perjumpaannya dengan Yesus yang bangkit tidak
begitu mengherankan kita. Betapa banyak kekuatan dan gairah yang juga berkobar
di dalam hatimu, orang muda yang terkasih! Namun kegelapan di sekitar dan di
dalam dirimu dapat menghalangimu melihat segala sesuatu secara benar. Kamu
dapat memiliki risiko mendapati dirimu tersesat dalam pergulatan tanpa arti dan
bahkan pertarungan yang kejam. Sayangnya, dirimu dan orang-orang terdekatmu
adalah korban pertama. Ada juga bahaya memperjuangkan tujuan yang pada mulanya
menjunjung tinggi nilai-nilai yang benar, tetapi setelah dibawa ke ekstrim
tertentu, berubah menjadi ideologi yang bersifat menghancurkan. Berapa banyak
orang muda dewasa ini yang diilhami, mungkin didorong, oleh keyakinan politik
atau agama, yang akhirnya menjadi alat kekerasan dan kehancuran dalam kehidupan
banyak orang lain! Beberapa orang, bergerak dengan mudah di dunia digital,
menggunakan kenyataan virtual dan jejaring sosial sebagai medan perang baru,
dengan tidak hati-hati menggunakan senjata berita palsu untuk menyebarkan racun
dan menyingkirkan seteru mereka.
Ketika Tuhan mendobrak kehidupan Paulus, Ia tidak menekan kepribadiannya
atau semangatnya yang menggebu-gebu. Sebaliknya, Ia membawa karunia-karunia-Nya
itu menjadi berbunga-bunga dengan menjadikannya seorang pewarta Injil yang hebat
sampai ke ujung bumi.
Rasul bangsa-bangsa
Sejak saat itu, Paulus akan disebut "rasul bangsa-bangsa".
Paulus, yang dulunya adalah seorang Farisi, seorang pengikut Hukum yang cermat!
Di sini kita melihat pertentangan lain : Tuhan meletakkan kepercayaan-Nya pada
orang yang telah menganiaya-Nya. Seperti Paulus, kita masing-masing dapat
mendengar suara di dalam hati kita yang mengatakan : “Aku percaya kepadamu. Aku
tahu kisahmu dan Aku memegangnya, bersama denganmu. Bahkan jika kamu sering
menentang-Ku, Aku memilihmu dan menjadikanmu saksi-Ku”. Cara berpikir Allah
dapat mengubah penganiaya yang paling kejam menjadi saksi yang hebat.
Murid-murid Kristus dipanggil untuk menjadi “terang dunia” (Mat 5:14).
Paulus sekarang harus bersaksi tentang apa yang ia lihat, tetapi untuk saat ini
ia buta. Pertentangan lainnya! Namun berdasarkan pengalaman pribadinya, Paulus
dapat sepenuhnya mengidentifikasikan diri dengan orang-orang yang menjadi sasaran
perutusan Tuhan baginya. Itulah sebabnya ia dijadikan saksi : “untuk membuka
mata mereka, supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang” (Kis 26:18).
“Bangunlah dan bersaksilah!”
Ketika kita menerima kehidupan baru yang dianugerahkan kepada kita dalam
pembaptisan, Tuhan memberi kita perutusan penting yang mengubah kehidupan :
“Engkau harus menjadi saksi-Ku!”
Hari ini Kristus berbicara kepadamu kata-kata yang sama seperti yang Ia
ucapkan kepada Paulus : Bangkitlah! Janganlah berputus asa atau terjebak dalam
dirimu : sebuah perutusan menantimu! Kamu juga dapat bersaksi tentang apa yang
mulai diperbuat Yesus dalam kehidupanmu. Dalam nama Yesus, saya memohon
kepadamu :
- Bangkitlah! Bersaksilah bahwa kamu juga buta dan menemukan terang.
Kamu juga telah melihat kebaikan dan keindahan Allah dalam dirimu, dalam diri
sesama dan dalam persekutuan Gereja, di mana segenap kesepian diatasi.
- Bangkitlah! Bersaksilah bahwa kasih dan rasa hormat memungkinkan untuk
ditanamkan dalam hubungan antarmanusia, dalam kehidupan keluarga kita, dalam
dialog antara orangtua dan anak-anak, antara kaum muda dan kaum tua.
- Bangkitlah! Junjunglah tinggi keadilan sosial, kebenaran dan
integritas, hak asasi manusia. Lindungilah mereka yang teraniaya, miskin dan
rentan, mereka yang tidak memiliki suara dalam masyarakat, para imigran.
- Bangkitlah! Bersaksilah tentang cara baru dalam memandang berbagai hal
yang memungkinkanmu melihat ciptaan dengan mata penuh keheranan, yang membuatmu
melihat Bumi sebagai rumah kita bersama, dan memberimu keberanian untuk
mempromosikan ekologi seutuhnya.
- Bangkitlah! Bersaksilah bahwa kehidupan yang gagal dapat dibangun
kembali, orang yang mati secara rohani dapat bangkit kembali, mereka yang
terbelenggu dapat sekali lagi dibebaskan, hati yang diliputi kesedihan dapat
menemukan kembali harapan.
- Bangkitlah! Bersaksilah dengan penuh sukacita bahwa Kristus hidup!
Sebarkanlah pesan kasih dan keselamatan-Nya di antara orang-orang sezamanmu, di
sekolah dan di perguruan tinggi, di tempat kerja, di dunia digital, di mana
pun.
Tuhan, Gereja dan Paus memercayaimu dan menunjukmu untuk menjadi saksi
di hadapan semua orang muda lainnya yang akan kamu jumpai di “jalan menuju
Damsyik” hari ini. Jangan pernah lupa bahwa “siapapun yang sungguh-sungguh
telah mengalami kasih Allah yang menyelamatkan tidak memerlukan banyak waktu
atau pelatihan lama untuk bergerak keluar dan mewartakan kasih itu. Setiap umat
Kristiani adalah orang yang diutus sejauh ia menjumpai kasih Allah dalam Yesus Kristus”
(Evangelii Gaudium, 120).
Bangkitlah dan rayakanlah Hari Orang Muda Sedunia di Gereja-Gereja
partikular!
Sekali lagi, saya mengundang kamu semua, kaum muda di seluruh dunia,
untuk ambil bagian dalam peziarahan rohani yang mengarah pada perayaan Hari
Orang Muda Sedunia 2023 di Lisbon ini. Namun, kegiatan berikutnya akan
berlangsung di Gereja-Gereja partikularmu, di berbagai keuskupan dan eparki di
dunia, di mana Hari Orang Muda Sedunia 2021 akan dirayakan secara lokal, pada
Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam.
Saya berharap kita semua dapat mengalami langkah-langkah ini di
sepanjang jalan sebagai peziarah sejati, dan bukan hanya sebagai “pelancong
keagamaan”! Semoga kita semakin terbuka terhadap kejutan-kejutan Allah, karena
Ia ingin menerangi jalan kita. Semoga kita semakin terbuka untuk mendengarkan
suara-Nya, juga melalui suara saudara-saudara kita. Dengan cara ini, kita akan
saling membantu untuk bangkit bersama dan, pada masa sulit dalam sejarah kita
ini, kita akan menjadi nabi masa depan yang baru dan penuh harapan! Semoga
Santa Perawan Maria menjadi perantara kita semua.
Roma, Santo Yohanes Lateran, 14 September 2021,
Pesta Salib Suci
Fransiskus
______
(dialihbahasakan oleh Peter Suriadi dari https://press.vatican.va/content/salastampa/it/bollettino/pubblico/2021/09/27/0605/01290.html#en -
Bogor, 20 November 2021)