Liturgical Calendar

Featured Posts

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 17 Maret 2024 : MEMBERI DAN MENGAMPUNI ADALAH HAKIKAT KEMULIAAN ALLAH

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Hari ini, Hari Minggu Prapaskah V, menjelang Pekan Suci, Yesus dalam Bacaan Injil (bdk. Yoh 12:20-33) memberitahu kita sesuatu yang penting: di Kayu Salib kita akan melihat kemuliaan-Nya dan kemuliaan Bapa (bdk. ayat 23, 28).

 

Tetapi bagaimana mungkin kemuliaan Allah mewujud di sana, di kayu Salib? Orang mungkin memikirkannya terjadi pada kebangkitan, bukan pada kayu Salib, yang merupakan sebuah kekalahan, sebuah kegagalan. Sebaliknya, saat ini, saat berbicara tentang Sengsara-Nya, Yesus berkata, “Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan” (ayat 23). Apa yang Ia maksudkan?

 

Ia memaksudkan kemuliaan tersebut, bagi Allah, tidak berhubungan dengan kesuksesan, ketenaran dan popularitas manusia; kemuliaan, bagi Allah, tidak mengacu pada apapun berkenaan dengan dirinya sendiri, kemuliaan bukanlah perwujudan kekuasaan yang megah yang diiringi tepuk tangan publik. Bagi Allah, kemuliaan adalah mengasihi sampai memberikan nyawa. Pemuliaan, bagi-Nya, berarti memberikan diri-Nya, menjadikan diri-Nya dapat dijangkau, mempersembahkan kasih-Nya. Dan hal ini mencapai puncaknya di kayu Salib, tepat di sana, di mana Yesus merentangkan kasih Allah secara maksimal, sepenuhnya mengungkapkan wajah belas kasihan, memberi kita kehidupan dan mengampuni para penyalib-Nya.

 

Saudara-saudari, dari Salib, “katedra Allah”, Tuhan mengajarkan kita bahwa kemuliaan sejati, yang tidak pernah pudar dan membuat kita bahagia, berupa memberi dan mengampuni. Memberi dan mengampuni adalah hakikat kemuliaan Allah. Dan bagi kita, keduanya adalah cara hidup. Memberi dan mengampuni: kriteria yang sangat berbeda dengan apa yang kita lihat di sekitar kita, dan juga di dalam diri kita, ketika kita memikirkan kemuliaan sebagai sesuatu yang harus diterima dan bukannya diberikan; sesuatu yang harus dimiliki, bukan sesuatu yang harus ditawarkan. Tidak, kemuliaan duniawi memudar, dan tidak meninggalkan sukacita dalam hati; kemuliaan duniawi bahkan tidak membawa kebaikan bagi semua orang, melainkan justru menimbulkan perpecahan, perselisihan, dan rasa iri hati.

 

Jadi, kita bisa bertanya pada diri kita: kemuliaan apa yang kuinginkan untuk diriku, untuk hidupku, yang kuimpikan untuk masa depanku? Yaitu membuat orang lain terkesan dengan kehebatanku, kemampuanku, atau hal-hal yang kumiliki? Ataukah jalan memberi dan mengampuni, jalan Yesus yang tersalib, jalan orang-orang yang tak kenal lelah dalam mengasihi, yakin bahwa ini menjadi kesaksian bagi Allah di dunia dan membuat indahnya hidup terpancar? Kemuliaan seperti apa yang kuinginkan untuk diriku? Sesungguhnya, marilah kita mengingat bahwa ketika kita memberi dan mengampuni, kemuliaan Allah terpancar di dalam diri kita. Di sana: saat kita memberi dan mengampuni.

 

Semoga Perawan Maria, yang mengikuti Yesus dengan setia pada saat Sengsara-Nya, membantu kita menjadi cerminan yang hidup dari kasih Yesus.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Saya lega mengetahui bahwa di Haiti, seorang guru dan empat dari enam biarawan Institut Frères du Sacré-Cœur, yang diculik pada 23 Februari lalu, telah dibebaskan. Saya mohon pembebasan secepatnya dua biarawan lainnya dan semua orang yang masih disandera di negara tercinta ini, yang penuh dengan kekerasan. Saya mengundang semua aktor politik dan sosial untuk meninggalkan kepentingan pribadi apa pun dan terlibat dalam semangat kesetiakawanan demi tercapainya kebaikan bersama, mendukung transisi damai menuju negara yang, dengan bantuan komunitas internasional, dapat dilengkapi dengan kelembagaan yang kokoh yang mampu memulihkan ketertiban dan ketentraman warganya.

 

Marilah kita terus berdoa bagi masyarakat yang tersiksa oleh perang, di Ukraina, Palestina dan Israel, serta di Sudan. Dan jangan lupakan Suriah, negara yang sudah lama menderita akibat perang.

 

Saya menyapa kamu semua yang datang ke Roma, dari Italia dan pelbagai belahan dunia lainnya. Secara khusus, saya menyapa para mahasiswa Spanyol dari jaringan asrama universitas “Camplus”, kelompok paroki dari Madrid, Pescara, Chieti, Locorotondo dan Paroki San Giovanni Leonardi Roma. Saya menyapa Koperasi Sosial Santo Joseph Como, anak-anak dari Perugia, kaum muda Bologna dalam perjalanan mereka menuju Pengakuan Iman, dan para calon penerima sakramen krisma dari Pavia, Iolo di Prato dan Cavaion Veronese.

 

Saya menyapa dengan senang hati para peserta Rome Marathon, sebuah perayaan tradisional olahraga dan persaudaraan. Sekali lagi tahun ini, atas prakarsa Athletica Vaticana, banyak atlet yang terlibat dalam “estafet kesetiakawanan”, menjadi saksi berbagi.

 

Dan kepada kamu semua saya mengucapkan selamat hari Minggu. Tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siangmu, dan sampai jumpa!

______

(Peter Suriadi - Bogor, 17 Maret 2024)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 13 Maret 2024 : RANGKAIAN KATEKESE TENTANG KEBURUKAN DAN KEBAJIKAN (BAGIAN 11 : PERJUANGAN ROHANI) : PERBUATAN YANG BAJIK

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Setelah menyimpulkan ikhtisar kita tentang keburukan, kini saatnya melihat pada bayangan cermin, yang bertentangan dengan pengalaman keburukan. Hati manusia dapat menuruti nafsu jahat, dapat mengindahkan godaan-godaan berbahaya yang disamarkan dalam busana persuasif, namun juga dapat menentang semua ini. Betapapun sulitnya hal ini, manusia diciptakan untuk kebaikan, yang benar-benar memuaskan dirinya, dan juga mampu mempraktikkan seni ini, menyebabkan kecenderungan tertentu menjadi permanen dalam dirinya. Refleksi terhadap kemungkinan menakjubkan yang kita miliki ini membentuk sebuah bab klasik dalam filsafat moral: bab tentang kebajikan.

 

Para filsuf Romawi menyebutnya virtus, sedangkan orang Yunani menyebutnya aretè. Istilah Latin terutama menekankan bahwa orang yang bajik adalah orang yang kuat, berani, mampu berdisiplin dan askesis: oleh karena itu, penerapan kebajikan adalah buah pertunasan yang panjang, membutuhkan usaha dan bahkan penderitaan. Kata Yunaninya, aretè, justru menunjukkan sesuatu yang mengungguli, sesuatu yang muncul, yang menimbulkan kekaguman. Oleh karena itu, orang yang bajik tidak menjadi melenceng oleh penyimpangan, namun tetap setia pada panggilannya, menyadari diri sepenuhnya.

 

Kita akan salah paham jika berpikir bahwa para kudus adalah pengecualian bagi umat manusia: semacam kelompok pejuang terbatas yang hidup di luar batas spesies kita. Para kudus, dari sudut pandang yang baru saja kami perkenalkan sehubungan dengan kebajikan, adalah orang-orang yang menjadi diri mereka sepenuhnya, yang memenuhi panggilan yang pantas bagi setiap manusia. Betapa bahagianya dunia ini jika keadilan, rasa hormat, sikap saling menguntungkan, keluasan pikiran, dan harapan merupakan hal yang normal, dan bukan sebuah anomali yang jarang terjadi! Inilah sebabnya mengapa bab tentang tindakan bajik, di masa-masa dramatis saat ini di mana kita sering kali harus menghadapi sisi terburuk umat manusia, harus ditemukan kembali dan dipraktikkan oleh semua orang. Di dunia yang menyimpang ini, kita harus mengingat bentuk di mana kita dibentuk, rupa Allah yang selamanya terpatri dalam diri kita.

 

Tetapi bagaimana kita mendefinisikan konsep kebajikan? Katekismus Gereja Katolik memberi kita definisi yang tepat dan ringkas: “Kebajikan adalah suatu kecenderungan yang tetap dan teguh untuk melakukan yang baik” (no. 1803). Oleh karena itu, Kebajikan bukan sesuatu yang dibuat seadanya atau dengan acak jatuh dari surga secara sporadis. Sejarah menunjukkan kepada kita bahwa bahkan para penjahat, pada saat-saat sadar, telah melakukan perbuatan baik; tentu saja, perbuatan-perbuatan ini tertulis dalam “kitab Allah”, tetapi kebajikan adalah sesuatu yang lain. Kebajikan adalah kebaikan yang berasal dari lambatnya pendewasaan seseorang, hingga menjadi ciri batin. Kebajikan adalah kebiasaan kebebasan. Jika kita bebas dalam setiap tindakan, dan setiap kali kita dituntut untuk memilih antara yang baik dan yang jahat, maka kebajikanlah yang membuat kita mempunyai kecenderungan terhadap pilihan yang benar.

 

Jika kebajikan adalah karunia yang sangat indah, sebuah pertanyaan segera muncul: bagaimana mungkin memperolehnya? Jawaban atas pertanyaan ini tidak sederhana, namun rumit.

 

Bagi umat Kristiani, pertolongan pertama adalah rahmat Allah. Sesungguhnya Roh Kudus berkarya di dalam diri kita yang telah dibaptis, bekerja di dalam jiwa kita untuk menuntunnya menuju kehidupan yang bajik. Berapa banyak umat kristiani yang mencapai kekudusan melalui air mata, dan menyadari bahwa mereka tidak dapat mengatasi beberapa kelemahan mereka! Namun mereka mengalami bahwa Allah menyelesaikan pekerjaan baik yang bagi mereka hanyalah sebuah sketsa. Rahmat selalu mendahului komitmen moral kita.

 

Terlebih lagi, kita tidak boleh melupakan pelajaran yang sangat berharga dari kebijaksanaan dahulu kala, yang memberitahu kita bahwa kebajikan tumbuh dan dapat dikembangkan. Dan agar hal ini terjadi, karunia pertama yang dimohonkan dari Roh adalah kebijaksanaan. Manusia bukanlah wilayah bebas untuk menaklukkan kesenangan, emosi, naluri, nafsu, tanpa mampu melakukan apa pun melawan kekuatan-kekuatan ini, yang terkadang kacau, yang ada di dalam dirinya. Karunia tak ternilai yang kita miliki adalah keterbukaan pikiran, yaitu kebijaksanaan yang bisa belajar dari kesalahan agar dapat mengarahkan hidup dengan baik. Kemudian, diperlukan niat baik: kemampuan untuk memilih yang baik, membentuk diri kita dengan latihan asketis, menghindari hal-hal yang berlebihan.

 

Saudara-saudari terkasih, inilah cara kita memulai perjalanan kita melalui kebajikan, di alam semesta yang tenang yang penuh tantangan, namun menentukan kebahagiaan kita ini.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa semua peziarah dan pengunjung berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, khususnya kelompok dari Belanda dan Amerika Serikat. Dengan penuh doa semoga masa Prapaskah ini akan menjadi masa rahmat dan pembaruan rohani bagimu dan keluargamu, saya memohonkan atas kamu semua sukacita dan damai dalam Tuhan kita Yesus Kristus. Allah memberkatimu!

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih: Dalam katekese kita tentang kebajikan dan keburukan, sekarang kita membahas hakikat kebajikan, yang didefinisikan oleh Katekismus sebagai “suatu kecenderungan yang tetap dan teguh untuk melakukan yang baik”. Diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, kita diciptakan untuk kebaikan, namun di dunia kita yang sudah berdosa, mengejar kebajikan dan melepaskan diri dari kejahatan memerlukan disiplin dan ketekunan. Pertumbuhan dalam kebajikan sebenarnya merupakan ungkapan yang paling luhur kebebasan manusia, namun harus ditopang oleh karunia rahmat Allah terlebih dahulu. Oleh karena itu, Kitab Suci menasihati kita untuk berdoa meminta karunia kebijaksanaan Roh Kudus, agar kita dapat mengetahui kehendak Tuhan dan memperkenankan kehendak itu membentuk setiap keputusan kita ketika kita berusaha untuk semakin menyesuaikan hidup kita dengan rencana-Nya yang penuh kasih dan kemurahan untuk keluarga manusiawi kita.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 13 Maret 2024)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 10 Maret 2024 : YESUS DATANG BUKAN UNTUK MENGHAKIMI, MELAINKAN MENYELAMATKAN DUNIA

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

Pada Hari Minggu Prapaskah IV ini, Bacaan Injil menghadirkan kepada kita sosok Nikodemus (bdk. Yoh 3:14-21), seorang Farisi, “seorang pemimpin Yahudi” (Yoh 3:1). Ia melihat tanda-tanda yang dilakukan Yesus, ia mengenali Yesus sebagai guru yang diutus Allah, dan pergi menemui-Nya pada waktu malam agar tidak dilihat orang. Tuhan menyambutnya, berbincang dengannya dan menyatakan kepadanya bahwa Ia datang bukan untuk menghakimi, melainkan menyelamatkan (bdk. ayat 17). Marilah kita berhenti sejenak untuk merenungkan hal ini: Yesus datang bukan untuk menghakimi, melainkan menyelamatkan. Hal ini indah!

 

Dalam Injil seringkali kita melihat Kristus mengungkapkan maksud orang-orang yang ditemui-Nya, kadang-kadang membuka kedok sikap-sikap mereka yang salah, seperti sikap orang-orang Farisi (bdk. Mat 23:27-32), atau membuat mereka merenungkan kekacauan hidup mereka, seperti halnya perempuan Samaria (bdk. Yoh 4:5-42). Tidak ada rahasia di hadapan-Nya: Ia membacanya di dalam hati. Kemampuan ini dapat mengganggu karena, jika digunakan dengan buruk, akan merugikan orang lain dan membuat mereka terkena penghakiman tanpa ampun. Memang benar, tidak ada seorang pun yang sempurna: kita semua adalah orang-orang berdosa, kita semua melakukan kesalahan, dan jika Tuhan menggunakan pengetahuan-Nya tentang kelemahan kita untuk menghukum kita, tidak seorang pun dapat diselamatkan.

 

Tetapi tidak seperti ini. Memang benar, Ia tidak membutuhkan semua itu untuk menuding kita, tetapi untuk merangkul kehidupan kita, membebaskan kita dari dosa dan menyelamatkan kita. Yesus tidak tertarik untuk mengadili atau menghakimi kita; Ia ingin tidak ada seorang pun dari kita yang tersesat. Tatapan Tuhan kepada kita masing-masing bukan mercusuar yang membutakan dan menyilaukan kita, melainkan secercah cahaya pelita yang ramah, yang membantu kita melihat kebaikan dalam diri kita dan mewaspadai kejahatan. agar kita dapat bertobat dan disembuhkan dengan dukungan rahmat-Nya.

 

Yesus datang bukan untuk menghakimi, tetapi menyelamatkan dunia. Coba pikirkanlah diri kita, yang seringkali menyalahkan orang lain; sering kali, kita suka berbicara buruk, menggosipkan orang lain. Marilah kita memohon kepada Tuhan untuk memberikan kepada kita, kita semua, tatapan penuh belas kasihan ini, untuk memandang orang lain sebagaimana Dia memandang kita.

 

Semoga Maria membantu kita untuk saling mengharapkan yang baik.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Dua hari lalu, Hari Perempuan Sedunia diperingati. Saya ingin menyampaikan sebuah pemikiran dan mengungkapkan kedekatan saya dengan semua perempuan, terutama mereka yang tidak dihormati martabatnya. Masih banyak pekerjaan yang harus kita lakukan agar kesetaraan martabat perempuan benar-benar diakui. Lembaga-lembaga, baik sosial maupun politik, mempunyai tugas mendasar untuk melindungi dan meningkatkan martabat setiap umat manusia, memberikan kepada perempuan, pembawa kehidupan, kondisi-kondisi yang diperlukan untuk dapat menyambut anugerah kehidupan dan memastikan kehidupan yang layak bagi anak-anak mereka.

 

Saya mengikuti dengan penuh keprihatinan dan kesedihan krisis serius yang sedang melanda Haiti, dan peristiwa kekerasan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir. Saya dekat dengan Gereja dan rakyat Haiti, yang telah dilanda banyak penderitaan selama bertahun-tahun. Saya mengundangmu untuk berdoa, melalui perantaraan Bunda Maria Penolong Abadi, agar segala jenis kekerasan dapat berhenti, dan agar setiap orang dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan perdamaian dan rekonsiliasi di negara ini, dengan dukungan baru dari komunitas internasional. .

 

Malam ini, saudara-saudari Muslim kita akan memulai Ramadhan: Saya mengungkapkan kedekatan saya kepada mereka semua.

 

Saya menyapa kamu semua yang datang dari Roma, dari Italia dan dari berbagai belahan dunia. Secara khusus, saya menyapa para mahasiswa Kolose Irabia-Izaga Pamplona, dan para peziarah dari Madrid, Murcia, Malaga dan Saint Mary’s Plainfield, New Jersey.

 

Saya menyapa kaum muda Paroki Bunda Maria dari Guadalupe dan Paroki Santo Filipus Martir Romayang yang sedang mempersiapkan Komuni Pertama dan Penguatan, serta umat Reggio Calabria, Quartu Sant’Elena, dan Castellamonte.

Dengan penuh kasih sayang saya menyapa komunitas Katolik Republik Demokratik Kongo di Roma. Marilah kita berdoa untuk perdamaian di negara ini, juga di Ukraina yang tersiksa dan di Tanah Suci. Semoga permusuhan yang menyebabkan penderitaan besar di kalangan penduduk sipil segera dihentikan.

 

Kepada kamu semua saya mengucapkan selamat hari Minggu. Tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siangmu, dan sampai jumpa!

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 10 Maret 2024)

PESAN PAUS FRANSISKUS UNTUK HARI ANAK-ANAK SEDUNIA I 25-26 Mei 2024

Anak-anak terkasih!

 

Hari sedunia pertamamu, yang akan diselenggarakan di Roma pada tanggal 25-26 Mei tahun ini, sudah semakin dekat. Itulah sebabnya saya berpikir untuk menyampaikan pesan kepadamu. Saya senang kamu dapat membacanya dan saya berterima kasih kepada semua pihak yang bertanggung jawab untuk meneruskannya kepadamu.

 

Saya ingin berbicara kepada kamu masing-masing, anak-anak terkasih, karena, sebagaimana diajarkan Kitab Suci kepada kita, dan sebagaimana sering ditunjukkan Yesus, “kamu berharga” di mata Allah (Yes. 43:4).

 

Pada saat yang sama, saya menyampaikan Pesan ini kepada kamu semua, karena semua anak, di mana pun, adalah tanda keinginan setiap orang untuk bertumbuh dan berkembang. Kamu mengingatkan kita bahwa kita semua adalah anak-anak, saudara dan saudari. Kita tidak akan hidup tanpa orang lain membawa kita ke dunia ini, serta kita juga tidak bisa bertumbuh mencintai dan dicintai tanpa orang lain (bdk. Fratelli Tutti, 95).

 

Kamu semua, anak laki-laki dan perempuan, selain sumber kebahagiaan orang tua dan keluarga, juga sumber kebahagiaan keluarga umat manusia dan Gereja, di mana kita masing-masing bagaikan mata rantai besar yang membentang dari masa lalu hingga masa depan dan menutupi seluruh bumi. Itulah sebabnya saya mendorongmu untuk memperhatikan kisah kaum dewasa: ayah dan ibumu, kakek nenek dan kakek buyutmu. Dan jangan lupakan seluruh anak-anak lainnya dan kaum muda yang sedang berjuang melawan penyakit dan kesulitan, baik di rumah sakit maupun di rumah, dan mereka yang bahkan sekarang masa kecilnya dirampok dengan kejam. Saya memikirkan anak-anak yang menjadi korban perang dan kekerasan, mereka yang mengalami kelaparan dan kehausan, mereka yang hidup di jalanan, mereka yang terpaksa menjadi tentara atau pengungsi, terpisah dari orang tua mereka, mereka yang dilarang bersekolah, dan mereka yang menjadi korban gembong kriminal, narkoba atau bentuk perbudakan dan pelecehan lainnya. Marilah kita dengarkan suara mereka. Kita perlu mendengar suara-suara itu, karena di tengah penderitaan mereka, mereka mengingatkan kita akan kenyataan, dengan mata mereka yang berkaca-kaca dan dengan kerinduan yang kuat akan kebaikan yang bertahan di hati mereka yang telah benar-benar melihat kengerian kejahatan.

 

Sahabat-sahabat muda terkasih, agar kita dan dunia kita dapat bertumbuh dan berkembang, saling bersatu saja tidak memadai; kita perlu, terutama, bersatu dengan Yesus. Dari Dia kita menerima banyak keberanian. Ia selalu dekat dengan kita, Roh-Nya berjalan di depan kita dan menyertai kita di segenap jalan dunia. Yesus mengatakan kepada kita: “Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru!” (Why 21:5); inilah tema yang saya pilih untuk Hari Seduniamu yang pertama. Kata-kata ini mengundang kita untuk menjadi secerdas anak-anak dalam memahami kenyataan-kenyataan baru yang digerakkan oleh Roh, baik di dalam diri kita maupun di sekitar kita. Bersama Yesus, kita dapat memimpikan pembaruan keluarga manusia dan bekerja demi masyarakat yang semakin bersaudara yang peduli terhadap rumah kita bersama. Hal ini dimulai dari hal-hal kecil, seperti menyapa orang lain, meminta izin, meminta maaf, dan mengucapkan terima kasih. Dunia kita akan berubah jika kita memulai dengan hal-hal kecil ini, tanpa merasa malu untuk mengambil langkah kecil, satu per satu. Fakta kita kecil mengingatkan kita bahwa kita juga lemah dan saling membutuhkan sebagai anggota satu tubuh (bdk. Rm 12:5; 1Kor 12:26).

 

Bukan itu saja. Faktanya kita tidak bisa bahagia sendirian, karena sukacita kita bertambah jika kita membagikannya. Sukacita lahir dari rasa syukur atas karunia yang telah kita terima dan bagikan spada gilirannya serta bertumbuh ketika kita berhubungan dengan orang lain. Ketika kita menyimpan berkat yang telah kita terima untuk diri kita sendiri, atau berulah untuk mendapatkan karunia ini atau itu, kita lupa bahwa karunia terbesar yang kita miliki adalah diri kita sendiri, satu sama lain: kita semua, bersama-sama, adalah “karunia Allah”. Karunia-karunia lain memang bagus, tetapi hanya jika membantu kita untuk bersama-sama. Jika kita tidak menggunakannya untuk tujuan tersebut, kita akan selalu merasa tidak bahagia; karunia-karunia tersebutu tidak akan pernah memadai.

 

Sebaliknya, saat kita semua bersama-sama, segalanya berbeda! Pikirkanlah sahabat-sahabatmu, dan alangkah menyenangkan menghabiskan waktu bersama mereka: di rumah, di sekolah, di paroki dan taman bermain, di mana saja. Bermain, bernyanyi, menemukan hal-hal baru, bersenang-senang, semua orang berkumpul tanpa kecuali. Persahabatan itu indah dan bertumbuh hanya dengan cara ini: melalui berbagi dan mengampuni, dengan kesabaran, keberanian, kreativitas dan imajinasi, tanpa rasa takut dan tanpa prasangka.

 

Sekarang, saya akan berbagi rahasia khusus denganmu. Kalau kita memang ingin bahagia, kita perlu berdoa, banyak berdoa, berdoa setiap hari, karena doa menghubungkan kita langsung dengan Allah. Doa memenuhi hati kita dengan cahaya dan kehangatan; doa membantu kita melakukan segala sesuatu dengan percaya diri dan ketenangan pikiran. Yesus terus-menerus berdoa kepada Bapa. Tahukah kamu bagaimana Yesus memanggil Bapa-Nya? Dalam bahasa-Nya, Ia hanya memanggil Bapa-Nya “Abba”, yang berarti “Bapa” (bdk. Mrk 14:36). Ayo lakukan hal yang sama! Kita akan selalu merasa bahwa Yesus dekat dengan kita. Ia sendiri menjanjikan hal tersebut kepada kita ketika Ia berkata, “Sebab, di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Mat 18:20).

 

Anak-anak terkasih, kamu mungkin tahu bahwa di bulan Mei, banyak dari kita akan berkumpul di Roma, berkumpul dengan anak-anak dari seluruh dunia. Untuk mempersiapkan diri dengan baik menghadapi hal ini, saya meminta kamu semua untuk berdoa sebagaimana doa yang diajarkan Yesus kepada kita – doa Bapa Kami. Ucapkanlah setiap pagi dan sore hari, dalam keluargamu juga, bersama orang tua, saudara, saudari, dan kakek-nenekmu. Tetapi tidak hanya dengan mengucapkan kata-kata! Pikirkanlah kata-kata yang diajarkan Yesus kepada kita. Ia memanggil kita dan Ia ingin agar kita secara aktif bergabung bersama-Nya, pada Hari Anak-anak Sedunia ini, untuk menjadi pembangun dunia yang baru, semakin manusiawi, adil dan damai. Yesus, yang mempersembahkan diri-Nya di kayu Salib untuk mengumpulkan kita semua dalam kasih, yang mengalahkan maut dan mendamaikan kita dengan Bapa, ingin melanjutkan karya-Nya dalam Gereja melalui kita. Pikirkanlah hal ini, terutama bagi kamu yang sedang bersiap menerima Komuni Pertama.

 

Allah telah mengasihi kita sejak segenap kekekalan (bdk. Yer 1:5). Ia memandang kita dengan mata seorang ayah yang penuh kasih dan seorang ibu yang lembut. Ia tidak pernah melupakan kita (bdk. Yes 49:15) serta setiap hari Ia menyertai dan memperbaharui kita dengan Roh-Nya.

 

Bersama Santa Perawan Maria dan Santo Yusuf, marilah kita berdoa dengan kata-kata berikut:

 

Datanglah, Roh Kudus,

tunjukkan pada kami keelokkan-Mu,

tercermin dalam wajah

anak-anak di seluruh dunia.

Datanglah, Yesus,

Engkau yang menjadikan segala sesuatu baru,

yang merupakan jalan yang membawa kita kepada Bapa,

datanglah dan tinggallah bersama kami selalu.

Amin.

 

Roma, Santo Yohanes Lateran, 2 Maret 2024

 

FRANSISKUS
_____