Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 28 September 2022 : KATEKESE TENTANG PEMBEDAAN ROH (BAGIAN 3) - UNSUR PEMBEDAAN ROH. KEAKRABAN DENGAN TUHAN

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Kita melanjutkan katekese kita yang bertema pembedaan roh — karena tema pembedaan roh sangat penting untuk memahami apa yang sedang terjadi di dalam diri kita, memahami perasaan dan gagasan kita, kita harus membedakan dari mana asalnya, ke mana semua itu membawaku, untuk keputusan apa — dan hari ini kita berfokus pada unsur penyusunnya yang pertama, yaitu doa. Untuk membedakan roh kita perlu berada dalam suatu lingkungan, dalam keadaan berdoa.

 

Doa adalah bantuan yang sangat diperlukan untuk pembedaan rohani, terutama ketika doa itu melibatkan dimensi afektif, memungkinkan kita untuk berbicara kepada Allah dengan kesederhanaan dan keakraban, seperti kita berbicara kepada seorang teman. Doa adalah memahami bagaimana melampaui pikiran, memasuki keintiman dengan Tuhan, dengan spontanitas penuh kasih sayang. Rahasia kehidupan para kudus adalah keakraban dan keyakinan dengan Allah, yang tumbuh di dalam diri mereka dan membuatnya semakin mudah untuk mengenali apa yang berkenan kepada-Nya. Doa yang benar adalah pengenalan dan keyakinan kepada Allah. Doa bukan pendarasan seperti burung beo, bla, bla, bla, bukan. Doa yang benar adalah spontanitas dan kasih sayang kepada Tuhan. Keakraban ini mengatasi rasa takut atau ragu bahwa kehendak-Nya bukan untuk kebaikan kita, godaan yang terkadang melintas di pikiran kita dan membuat hati kita gelisah dan tidak menentu, atau bahkan getir.

 

Pembedaan roh tidak menuntut kepastian mutlak, bukan metode yang semata kimiawi, tidak menuntut kepastian mutlak, karena pembedaan roh berkenaan kehidupan, dan kehidupan tidak selalu masuk akal, pembedaan roh memiliki banyak aspek yang tidak dapat dicakup dalam satu kategori pemikiran. Kita ingin tahu persis apa yang seharusnya dilakukan, namun bahkan ketika itu terjadi, kita tidak selalu bertindak sesuai dengannya. Berapa kali kita juga mengalami pengalaman yang digambarkan oleh rasul Paulus, yang mengatakan : "Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat" (Rm. 7:19). Kita bukan hanya lantaran, kita bukan mesin, tidak cukup diberi instruksi untuk melaksanakannya: hambatan, seperti dukungan, untuk memutuskan untuk Tuhan terutama bersifat afektif, dari hati.

 

Mukjizat pertama yang dilakukan oleh Yesus dalam Injil Markus, pengusiran roh jahat, penting (bdk. 1:21-28). Di rumah ibadat di Kapernaum Ia membebaskan seseorang dari iblis, membebaskannya dari gambaran palsu tentang Allah yang telah disarankan roh jahat sejak awal : gambaran Allah yang tidak menginginkan kebahagiaan kita. Orang yang kerasukan roh jahat dalam perikop Injil itu tahu bahwa Yesus adalah Allah, tetapi ini tidak membuatnya percaya kepada-Nya. Bahkan, ia berkata, "Engkau datang hendak membinasakan kami?" (ayat 24).

 

Banyak orang, bahkan umat kristiani, memikirkan hal yang sama : yaitu, memikirkan bahwa Yesus mungkin adalah Anak Allah, tetapi mereka ragu bahwa Ia menginginkan kebahagiaan kita; memang, beberapa orang takut bahwa menganggap serius tawaran-Nya, apa yang ditawarkan Yesus kepada kita, berarti menghancurkan hidup kita, mempermalukan keinginan kita, aspirasi kita yang paling kuat. Pikiran-pikiran ini terkadang merayap di dalam diri kita: bahwa Allah meminta terlalu banyak dari kita, kita takut Allah meminta terlalu banyak dari kita, Ia tidak benar-benar mengasihi kita. Sebaliknya, dalam perjumpaan pertama, kita melihat bahwa tanda pertemuan dengan Allah adalah sukacita. Ketika saya bertemu Allah dalam doa, saya menjadi bersukacita. Kita masing-masing menjadi bersukacita, hal yang indah. Kesedihan, atau ketakutan, di sisi lain, adalah tanda-tanda berjarak dari Allah : “Jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah”, kata Yesus kepada seorang muda kaya (Mat 19:17). Sayangnya bagi orang muda itu, beberapa kendala tidak memungkinkannya untuk mewujudkan keinginan dalam hatinya untuk mengikuti "guru yang baik" secara lebih dekat. Ia adalah seorang muda yang tertarik dan bersemangat, ia telah mengambil prakarsa untuk bertemu Yesus, tetapi kasih sayangnya juga sangat terbagi-bagi, baginya kekayaan sangat penting. Yesus tidak memaksanya untuk mengambil keputusan, tetapi teks mencatat bahwa orang muda itu pergi dari Yesus "dengan sedih" (ayat 22). Mereka yang berpaling dari Tuhan tidak pernah bahagia, meskipun mereka memiliki banyak harta dan keleluasaan. Yesus tidak pernah memaksamu untuk mengikuti Dia, tidak pernah. Yesus memberitahu kehendak-Nya kepadamu, dengan segenap hati-Nya Ia memberitahu banyak hal kepadamu, tetapi Ia membiarkanmu bebas. Dan inilah hal terindah berkenaan dengan doa bersama Yesus : kebebasan yang Ia perkenankan kepadamu. Di sisi lain, ketika kita menjauhkan diri dari Allah, kita ditinggalkan dengan sesuatu yang menyedihkan, sesuatu yang buruk dalam hati kita.

 

Pembedaan roh apa yang sedang terjadi dalam diri kita tidak mudah, karena penampilan menipu, tetapi keakraban dengan Allah dapat mencairkan keraguan dan ketakutan secara lembut, membuat hidup kita semakin menerima “terang”-Nya yang lembut, sebagaimana diungkapkan dengan indah oleh Santo John Henry Newman. Para kudus bersinar dengan terang yang dipantulkan dan menunjukkan dalam tingkah laku sederhana pada zaman mereka kehadiran Allah yang penuh kasih, yang membuat hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Dapat dikatakan seperti sepasang pasutri yang telah begitu lama hidup bersama saling mencintai akhirnya mirip satu sama lain. Hal serupa dapat dikatakan tentang doa yang afektif : secara bertahap tetapi efektif, doa membuat kita semakin mampu mengenali apa yang diperhitungkan melalui sifat alami, sebagai sesuatu yang muncul dari kedalaman keberadaan kita. Berdoa bukan berarti mengucapkan kata-kata, kata-kata, bukan : berdoa berarti membuka hati saya kepada Yesus, mendekat kepada Yesus, memperkenankan Yesus masuk ke dalam hati saya dan membuat kita merasakan kehadiran-Nya. Dan di sana kita dapat melakukan pembedaan roh ketika Yesus serta diri kita berada bersama dengan pikiran kita, sehingga sangat jauh dari apa yang diinginkan Yesus.

 

Marilah kita memohon rahmat ini: menghayati hubungan persahabatan dengan Tuhan, seperti seorang sahabat berbicara kepada seorang sahabat (bdk. Santo Ignatius dari Loyola, Latihan Rohani, 53). Saya mengenal seorang bruder tua yang menjadi penjaga pintu sebuah sekolah asrama, dan setiap kali ia ada waktu, ia akan mendekati kapel, melihat ke altar, dan berkata, “Halo”, karena ia dekat dengan Yesus. Ia tidak perlu mengatakan bla bla bla, tidak : "Halo, aku dekat dengan Engkau dan Engkau dekat denganku". Inilah hubungan yang harus kita miliki dalam doa : kedekatan, kedekatan afektif, sebagai saudara-saudari, kedekatan dengan Yesus. Senyuman, sikap sederhana, dan tidak mengucapkan kata-kata yang tidak menyentuh hati. Seperti yang saya katakan, berbicaralah dengan Yesus seperti seorang sahabat berbicara dengan sahabat yang lain. Rahmat yang harus saling kita mohonkan : memandang Yesus sebagai sahabat kita, sebagai sahabat terbaik kita, sahabat setia kita, yang tidak memeras, yang terutama tidak pernah meninggalkan kita, bahkan ketika kita berpaling daripada-Nya. Ia tetap di pintu hati kita. “Tidak, bersama Engkau aku tidak ingin mengetahui apapun”, kita mengatakan. Dan Ia tetap diam, Ia tetap dekat, dalam jangkauan hati karena Ia selalu setia. Marilah kita berkembang dengan doa ini, kita bisa mengucapkan doa “Sampai Berjumpa Lagi”, doa menyapa Tuhan dengan hati kita, doa kasih sayang, doa kedekatan, dengan sedikit kata tetapi dengan tindakan dan perbuatan baik. Terima kasih.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa para peziarah berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, terutama mereka yang berasal dari Denmark, Ghana, Filipina, Kanada, dan Amerika Serikat. Saya mengucapkan salam hangat kepada banyak kelompok mahasiswa yang hadir, dan khususnya kelas diakonat Universitas Kepausan Amerika Utara dan keluarga mereka. Atas kalian semua saya memohonkan sukacita dan damai sejahtera Kristus, Tuhan kita. Allah memberkatimu!

 

Saya menyampaikan salam ramah kepada para peziarah berbahasa Italia. Secara khusus, saya menyapa umat Parete dan Battipaglia, mengharapkan, dengan segenap komitmen, semangat keagamaan komunitas paroki mereka masing-masing dapat bertumbuh.

 

Dan kemudian sebuah pemikiran untuk Ukraina yang tersiksa, yang sangat menderita, sehingga orang-orang miskin diadili dengan kejam. Pagi ini saya dapat berbicara dengan Kardinal Krajewski, yang sedang dalam perjalanan kembali dari Ukraina dan ia memberitahu saya tentang hal-hal yang mengerikan. Marilah kita memikirkan Ukraina dan mendoakan rakyat yang tersiksa ini.

 

Akhirnya, pikiran saya tertuju, seperti biasa, kepada orang muda, orang sakit, orang tua, dan para pengantin baru. Semoga Pesta Santo Mikael, Gabriel, dan Rafael, para malaikat agung, yang akan kita rayakan besok, mengilhami setiap orang kepatuhan yang tulus terhadap rencana ilahi. Semoga kamu mengenali dan mengikuti suara Sang Guru batinmu, yang berbicara dalam rahasia hati nuranimu. Kita juga mendoakan Korps Gendarmerie Vatikan, yang memiliki pelindung Santo Mikael malaikat agung dan merayakannya lusa. Semoga mereka selalu mengikuti teladan para malaikat agung yang kudus dan semoga Tuhan memberkati mereka atas seluruh kebaikan yang mereka lakukan.

 

Berkat saya untuk semuanya.

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari yang terkasih : Dalam katekese lanjutan kita tentang pembedaan roh, proses pengambilan keputusan yang tepat tentang makna dan arah hidup kita yang diberikan Allah, sekarang kita menelaah pentingnya doa. Doa tidak pernah merupakan latihan intelektual semata; doa juga melibatkan hati dan perasaan. Melalui doa, kita memperdalam persahabatan kita dengan Tuhan; kita bertumbuh dalam iman saat kita menyadari bahwa, dengan memahami dan menerima kehendak-Nya yang kudus, kita menemukan kebahagiaan sejati kita. Salah satu godaan besar dalam kehidupan rohani adalah ketakutan bahwa kesetiaan pada kehendak Allah dapat membuat kita sedih atau tak terpenuhi. Doa membantu kita mengatasi ketakutan kosong seperti itu, dan sebaliknya membawa sukacita rohani yang dalam, bahkan di tengah-tengah pencobaan dan kesengsaraan. Sebagai buah doa, pembedaan roh membuat kita peka terhadap “terang" Allah yan teduh, menerangi pikiran kita dan menghangatkan hati kita. Semakin dekat setiap hari dengan Tuhan, kita tiba, dengan "kewajaran" tertentu, untuk semakin sepenuhnya mengenali kehendak-Nya bagi hidup kita, serta dalam kehendak tersebut menemukan damai dan pemenuhan sejati kita.

______

(Peter Suriadi - Bogor, 28 September 2022)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 21 September 2022 : PERJALANAN APOSTOLIK KE KAZAKHSTAN

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Pekan lalu, dari Selasa hingga Kamis, saya melakukan perjalanan ke Kazakhstan, sebuah negara yang luas di Asia Tengah, untuk menghadiri Kongres VII Para Pemimpin Dunia dan Agama Tradisional. Saya kembali menyampaikan rasa terima kasih saya kepada Presiden dan pemerintah Republik Kazakhstan atas sambutan ramah yang diberikan kepada saya dan atas upaya murah hati dalam mengaturnya. Saya juga dengan tulus berterima kasih kepada para uskup dan seluruh rekannya atas karya besar yang telah mereka lakukan, dan terutama atas sukacita yang telah mereka berikan kepada saya karena dapat bertemu dan melihat mereka semua bersama-sama.

 

Seperti yang telah saya katakan, alasan utama perjalanan itu adalah untuk ambil bagian dalam Kongres Para Pemimpin Dunia dan Agama Tradisional. Prakarsa ini telah dilakukan selama 20 tahun oleh pemerintah negara-negara, yang menampilkan dirinya kepada dunia sebagai ajang pertemuan dan dialog, dalam hal ini di tingkat keagamaan, dan dengan demikian sebagai pemeran utama dalam mempromosikan perdamaian dan persaudaraan manusia. Pertemuan tersebut adalah edisi ketujuh dari kongres ini. Sebuah negara yang telah merdeka selama 30 tahun telah mengadakan tujuh edisi kongres ini, setiap tiga tahun sekali. Ini berarti menempatkan agama sebagai pusat upaya untuk membangun dunia di mana kita saling mendengarkan dan menghormati dalam keragaman. Dan ini bukan penisbian, bukan, melainkan mendengarkan dan menghormati. Dan penghargaan untuk hal ini harus diberikan kepada pemerintah Kazakhstan, yang, setelah membebaskan diri dari kuk rezim ateis, sekarang mengusulkan jalan peradaban, dengan jelas mengutuk fundamentalisme dan ekstremisme. Seluruhnya adalah posisi yang seimbang dan satu kesatuan.

 

Kongres membahas dan menyetujui Deklarasi Akhir, yang sejalan dengan Deklarasi yang ditandatangani di Abu Dhabi pada Februari 2019 tentang persaudaraan manusia. Saya suka menafsirkan langkah maju ini sebagai buah dari perjalanan yang dimulai dari jauh : Saya tentu saja sedang memikirkan Pertemuan Antaragama untuk Perdamaian yang bersejarah yang diadakan oleh Santo Yohanes Paulus II di Asisi pada tahun 1986, yang banyak dikritik oleh orang-orang yang tidak memiliki daya lihat; saya memikirkan pandangan jauh ke depan dari Santo Yohanes XXIII dan Santo Paulus VI; dan juga kebesaran jiwa agama-agama lain – saya membatasi diri dengan mengingat Mahatma Gandhi. Tetapi bagaimana mungkin kita tidak mengingat begitu banyak martir, pria dan wanita dari segala usia, bahasa dan bangsa, yang membayar dengan nyawa mereka kesetiaan mereka kepada Allah sang empunya perdamaian dan persaudaraan? Kita tahu : saat-saat khusyuk penting tersebut, tetapi kemudian menjadi komitmen harian, saksi nyata yang membangun dunia menjadi lebih baik untuk semua orang.

 

Selain Kongres, perjalanan ini memberi saya kesempatan untuk bertemu dengan pihak berwenang Kazakhstan dan Gereja yang tinggal di sana.

 

Setelah mengunjungi Presiden Republik Kazakhstan – yang sekali lagi saya ucapkan terima kasih atas kebaikannya – kami pergi ke Aula Konser yang baru, di mana saya dapat berbicara dengan para pemimpin politik, perwakilan masyarakat sipil, dan perwakilan diplomatik. Saya menekankan panggilan Kazakhstan untuk menjadi negara perjumpaan : sesungguhnya, sekitar seratus lima puluh kelompok etnis – seratus lima puluh kelompok etnis! – hidup berdampingan di sana dan lebih dari delapan puluh bahasa digunakan. Panggilan ini, yang karena karakteristik geografis dan sejarahnya – panggilan sebagai negara perjumpaan, budaya, bahasa ini – telah disambut dan dianut sebagai jalan, yang patut didorong dan didukung. Saya juga berharap agar pembangunan demokrasi yang semakin matang, yang mampu secara efektif menjawab kebutuhan masyarakat secara keseluruhan, dapat terus berlanjut. Ini adalah tugas yang sulit, yang membutuhkan waktu, tetapi harus diakui bahwa Kazakhstan telah membuat pilihan yang sangat positif, seperti mengatakan "tidak" terhadap senjata nuklir serta membuat kebijakan energi dan lingkungan yang baik. Ini berani. Pada saat perang tragis ini membawa kita ke titik di mana beberapa orang berpikir tentang senjata nuklir, kegilaan itu, negara ini mengatakan "tidak" terhadap senjata nuklir sejak awal.

 

Sebagaimana Gereja, saya pun sangat senang bertemu dengan komunitas orang-orang yang bahagia, penuh sukacita yang dipenuhi kegairahan. Umat ​​Katolik hanya sedikit di negara yang luas itu. Tetapi kondisi ini, jika dihayati dengan iman, dapat menghasilkan buah-buah Injili : pertama-tama, berkat kekecilan, menjadi ragi, garam, dan terang yang hanya mengandalkan Allah serta bukan beberapa bentuk pertalian manusiawi. Selain itu, kelangkaan jumlah mengundang perkembangan hubungan dengan umat Kristiani dari denominasi lain, dan juga persaudaraan dengan semua orang. Jadi sebuah kawanan kecil, ya, tetapi terbuka, tidak tertutup, tidak defensif, terbuka dan percaya pada tindakan Roh Kudus, yang bertiup bebas ke mana dan bagaimana Ia kehendaki. Kita juga ingat bagian abu-abu itu, para martir, para martir Umat Allah yang kudus itu, karena mereka menderita puluhan tahun penindasan ateis, sampai pembebasan tiga puluh tahun yang lalu, pria dan wanita yang sangat menderita karena iman selama kurun waktu penganiayaan yang panjang. Dibunuh, disiksa, dipenjara karena iman.

 

Dengan kawanan kecil tetapi penuh sukacita ini, kami merayakan Ekaristi, juga di Nur Sultan, di Plaza Expo 2017, yang dikelilingi oleh arsitektur ultramodern. Hari itu adalah Pesta Salib Suci. Dan ini membawa kita untuk merenungkan : di dunia di mana kemajuan dan kemunduran saling terkait, Salib Kristus tetap menjadi sauh keselamatan : tanda harapan yang tidak mengecewakan karena berlandaskan kasih Allah, yang rahim dan setia. Puji syukur kita panjatkan kepada-Nya untuk perjalanan ini, demikian juga doa kita agar perjalanan ini kaya akan buah untuk masa depan Kazakhstan dan kehidupan Gereja peziarah di negeri itu. Terima kasih.

 

[Imbauan]

 

Hari ini adalah Hari Alzheimer Sedunia, penyakit yang menyerang begitu banyak orang, yang sering tersingkir dari masyarakat karena kondisi ini. Marilah kita mendoakan mereka yang sedang menderita Alzheimer, keluarga mereka, dan orang-orang yang dengan kasih sayang merawat mereka, agar mereka semakin didukung dan ditolong. Dalam doa ini saya juga mempersatukan orang-orang yang sedang berurusan dengan hemodialisis, dialisis, dan transplantasi yang terwakili di sini.

 

Dan juga saya ingin menyebutkan situasi mengerikan di Ukraina yang tersiksa. Kardinal Krajewski pergi ke sana untuk keempat kalinya. Kemarin ia menelepon saya, ia menghabiskan waktu di sana, membantu di daerah Odessa dan membawa kedekatan. Ia bercerita tentang penderitaan rakyat ini, kebiadaban, kengerian, mayat yang teraniaya yang mereka temukan. Marilah kita satukan diri kita dengan orang-orang yang begitu mulia dan menjadi martir ini.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, terutama kelompok-kelompok dari Inggris, Denmark, Norwegia, Yerusalem dan Amerika Serikat. Secara khusus salam saya ditujukan kepada para seminaris baru dari Venerable English College ketika mereka memulai pembinaan imamat mereka di sini di Roma. Saya memohon kepada kamu masing-masing, dan keluargamu, sukacita dan damai sejahtera dalam Tuhan kita Yesus Kristus.

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih : Setelah perjalanan apostolik saya baru-baru ini ke Kazakhstan, saya sekali lagi mengucapkan terima kasih kepada Presiden Republik Kazakhstan, pemerintah sipil, para uskup dan umat awam, dan banyak sukarelawan atas sambutan hangat mereka. Tujuan utama kunjungan saya adalah untuk menghadiri Kongres VII Para Pemimpin Dunia dan Agama Tradisional, yang bertujuan untuk mempromosikan perdamaian dan persaudaraan manusia di dunia kita. Pertemuan ini, bersama dengan Deklarasi Akhirnya, merupakan satu langkah maju di jalur dialog antaragama, dan melanjutkan perjalanan yang dimulai dengan pertemuan bersejarah di Asisi pada tahun 1986. Jalan ini juga mencakup Dokumen Persaudaraan Manusia yang ditandatangani di Abu Dhabi pada tahun 2019. Berbicara tentang upaya mulia ini, kita juga harus mengingat banyak martir dari berbagai bangsa dan latar belakang yang telah memberikan kesaksian yang setia dalam kehidupan sehari-hari mereka kerinduan Allah akan perdamaian dan persaudaraan di antara anak-anak-Nya. Selain mendorong bangsa dalam panggilannya sebagai Negara Perjumpaan, saya dapat bertemu dengan anggota Gereja lokal. Kawanan kecil namun setia ini, yang diperkuat oleh teladan orang-orang kudusnya, terutama selama tahun-tahun penganiayaan, terbuka terhadap bisikan Roh Kudus. Memang, sudah sepatutnya kita merayakan Misa bersama pada Pesta Salib Suci, sarana penderitaan dan kematian yang berubah menjadi tanda harapan dan keselamatan yang utama. Marilah kita berdoa agar Allah sudi memberkati rakyat Kazakhstan dan kehidupan Gereja peziarah di negeri itu dengan berlimpah.
_____

(Peter Suriadi - Bogor, 21 September 2022)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 18 September 2022 : BERLAKU CERDIK SEPERTI BENDAHARA YANG TIDAK JUJUR

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Perumpamaan dalam Bacaan Injil liturgi hari ini (bdk. Luk 16:1-13) tampaknya agak sulit untuk kita pahami. Yesus menceritakan sebuah kisah tentang ketidakjujuran : seorang bendahara yang tidak jujur ​​​​yang mencuri, dan kemudian setelah didapati tuannya, bertindak dengan cerdik untuk keluar dari situasi tersebut. Kita bertanya pada diri kita sendiri : berkenaan dengan apa kecerdikan sang bendahara yang tidak jujur ini dan apa yang ingin dikatakan Yesus kepada kita?

 

Dalam kisah ini kita melihat bagaimana sang bendahara yang tidak jujur berakhir dalam masalah karena ia mengambil keuntungan dari harta milik tuannya. Sekarang ia harus memberikan pertanggungjawaban, dan ia akan kehilangan pekerjaannya. Tetapi ia tidak menyerah, ia tidak tunduk pada nasib dan tidak berperan sebagai korban. Sebaliknya, ia segera bertindak dengan cerdik, ia mencari solusi dan kreatif. Yesus menggunakan kisah ini sebagai cara untuk menggugah kita ketika Ia berkata, "Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang" (ayat 8). Yang terjadi, orang-orang yang bergerak dalam kegelapan, dengan standar duniawi tertentu, tahu bagaimana bertahan bahkan ketika berada dalam kesulitan, mereka tahu bagaimana menjadi lebih cerdik daripada yang lain. Sebaliknya, murid-murid Yesus, yaitu diri kita sendiri, terkadang tertidur atau bersahaja, tidak tahu bagaimana mengambil prakarsa untuk mencari jalan keluar dari kesulitan (bdk. Evangelii Gaudium, 24). Sebagai contoh, saya memikirkan saat-saat krisis pribadi atau sosial, bahkan juga krisis Gereja: kadang-kadang kita membiarkan keputusasaan menguasai diri kita atau kita mulai mengeluh dan berperan sebagai korban. Sebaliknya, Yesus berkata bahwa kita juga bisa menjadi cerdik dalam mengikuti Injil, terjaga dan penuh perhatian untuk melihat kenyataan serta menjadi kreatif untuk menemukan solusi yang baik bagi diri kita dan sesama kita.

 

Tetapi ada ajaran lain yang diberikan Yesus kepada kita. Memang, kita menanyakan tentang kecerdikan sang bendahara yang tidak jujur tersebut? Ia memutuskan untuk memberikan diskon kepada orang-orang yang berhutang, sehingga mereka menjadi sahabat-sahabatnya dan ia berharap mereka dapat membantunya ketika sang tuan memecatnya. Sebelumnya ia mengumpulkan kekayaan untuk dirinya sendiri, tetapi sekarang ia menggunakan cara yang sama dengan berlaku curang untuk mencari sahabat yang dapat membantunya di masa depan. Yesus kemudian memberi kita ajaran tentang bagaimana kita menggunakan benda-benda materi : "Dan Aku berkata kepadamu : Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi" (ayat 9). Untuk mewarisi kehidupan abadi, tidak perlu mengumpulkan harta di dunia ini, tetapi yang penting adalah ungkapan kasih kita dalam hubungan persaudaraan kita. Inilah yang diminta Yesus dari kita : jangan pergunakan benda-benda dunia ini hanya untuk dirimu sendiri dan untuk kepentingan diri sendiri, tetapi pergunakanlah untuk menciptakan persahabatan, menciptakan hubungan yang baik, bertindak dengan kasih, mengembangkan persaudaraan dan menunjukkan kepedulian terhadap yang paling lemah.

 

Saudara-saudari, bahkan di dunia kita dewasa ini ada kisah ketidakjujuran seperti yang ada di dalam Bacaan Injil : perilaku tidak jujur, kebijakan yang tidak adil, keegoisan yang menguasai pilihan pribadi dan kelembagaan, dan banyak situasi suram lainnya. Tetapi kita umat kristiani tidak boleh berkecil hati, atau lebih buruk lagi, membiarkan segala sesuatu, tetap acuh tak acuh. Sebaliknya, kita dipanggil untuk kreatif dalam berbuat baik dengan kebijaksanaan dan kecerdikan Injil, menggunakan benda-benda dunia ini, bukan hanya materi tetapi seluruh karunia yang telah kita terima dari Tuhan, bukan untuk memperkaya diri sendiri, tetapi untuk menghasilkan kasih persaudaraan dan persekutuan sosial. Ini sangat penting : melalui perilaku kita, kita dapat menciptakan persahabatan sosial.

 

Marilah kita berdoa kepada Santa Perawan Maria agar ia sudi membantu kita menjadi seperti dirinya yang miskin di hadapan Allah dan kaya dalam karya amal untuk satu sama lain.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Saya bersyukur kepada Allah atas perjalanan yang dapat saya lakukan dalam beberapa hari terakhir ke Kazakhstan untuk Kongres Para Pemimpin Dunia dan Agama Tradisional VII. Saya akan membicarakannya Rabu depan dalam Audiensi Umum.

 

Saya sedih dengan pertempuran baru-baru ini antara Azerbaijan dan Armenia. Saya mengungkapkan kedekatan rohani saya dengan keluarga para korban, dan saya mendesak semua pihak untuk menghormati gencatan senjata demi kesepakatan damai. Janganlah kita lupa bahwa perdamaian mungkin terjadi ketika senjata dibungkam dan dialog dimulai! Dan marilah kita terus mendoakan rakyat Ukraina yang menderita dan perdamaian di setiap negeri yang berlumuran darah akibat perang.

 

Saya ingin memastikan doa saya untuk penduduk Marches (wilayah Italia) yang dilanda banjir bandang. Saya mendoakan mereka yang meninggal dan keluarga mereka, yang terluka dan mereka yang sedang menderita kerusakan parah. Semoga Tuhan memberi kekuatan kepada komunitas-komunitas tersebut!

 

Saya menyapa kamu semua, umat Roma dan para peziarah dari berbagai negara. Secara khusus, saya menyapa pelaku hidup bakti Maria Tak Bernoda dari berbagai komunitas di Afrika, Amerika Latin, Asia dan Eropa; serta umat Sevilla dan “Gruppo Secolare Nostra Signora del Cenacolo”.

 

Saya menyapa rombongan dari Caturano, Keuskupan Capua; kaum muda dari "Cresima of Gazzaniga" (Bergamo) dan umat dari Soliera (Modena); anggota komunitas "Figli in Cielo"; Pro Loco Lazio dan kelompok dokter hewan dari Provinsi Verona bersama keluarga mereka. Saya juga menyapa kaum muda "Ekonomi Francesco", yang ada di lapangan hari ini : selalu berjalan maju! Sampai jumpa di Asisi.

 

Secara khusus saya memikirkan kaum miskin dan para sukarelawan "Casa di Zaccheo" di Mesagne: semoga Tuhan memberkatimu dan semoga Bunda Maria menjagamu.

 

Kepada semuanya saya mengucapkan selamat hari Minggu. Tolong jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat makan siang dan sampai jumpa!
_____

(Peter Suriadi - Bogor, 18 September 2022)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 11 September 2022 : ALLAH SELALU MENCARI KITA KETIKA KITA HILANG

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Bacaan Injil liturgi hari ini menyajikan kepada kita tiga perumpamaan belas kasihan (bdk. Luk 15:1-32); inilah sebutan ketiga perumpamaan tersebut karena ketiganya menunjukkan belas kasihan Allah. Yesus menyampaikan ketiga perumpamaan tersebut untuk menanggapi sungut-sungut orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, yang mengatakan : "Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka" (ayat 2). Mereka tersinggung karena Yesus berada di antara orang-orang berdosa. Jika bagi mereka ini adalah skandal agama, Yesus, dengan menyambut orang-orang berdosa dan makan bersama mereka, menyatakan kepada kita bahwa Allah adalah seperti itu : Allah tidak mengecualikan siapa pun, Ia ingin semua orang berada di perjamuan-Nya, karena Ia mengasihi semua orang sebagai anak-anak-Nya : semua orang, tanpa kecuali, semua orang. Ketiga perumpamaan tersebut, kemudian, merangkum inti Injil : Allah adalah Bapa dan datang mencari kita setiap kali kita tersesat.

 

Memang, tokoh utama ketiga perumpamaan tersebut, yang mewakili Allah, adalah seorang gembala yang mencari domba yang hilang, seorang perempuan yang menemukan dirham yang hilang, dan ayah dari anak yang hilang. Marilah kita memikirkan aspek yang dimiliki oleh ketiga tokoh utama ini. Ketiganya pada dasarnya memiliki kesamaan, yang dapat kita definisikan sebagai berikut : kegelisahan akan sesuatu yang hilang – entah kamu kehilangan seekor domba, kamu kehilangan sebuah dirham, kamu kehilangan seorang anak laki-laki – kegelisahan karena kehilangan sesuatu, ketiga tokoh utama perumpamaan ini gelisah karena mereka kehilangan sesuatu. Tetapi, ketiganya, jika mereka menghitung-hitung, bisa tenang : sang gembala kehilangan seekor domba, tetapi ia memiliki sembilan puluh sembilan domba lainnya – “Biarlah hilang…”; perempuan itu kehilangan sebuah dirham, tetapi ia memiliki sembilan dirham lainnya; dan bahkan sang ayah memiliki anak laki-laki lain, yang patuh dan mengabdikan dirinya – mengapa memikirkan orang yang telah pergi untuk menjalani kehidupan yang berantakan? Meskipun demikian, ada kecemasan di hati mereka – gembala, perempuan dan ayah – tentang apa yang hilang : domba, dirham, anak laki-laki yang telah pergi. Orang yang mencintai memperhatikan yang hilang, merindukan siapa yang tidak ada, mencari siapa yang hilang, menunggu siapa yang tersesat. Karena ia tidak ingin ada yang tersesat.

 

Saudara dan saudari, Allah memang seperti ini: Ia tidak “tenang” jika kita menyimpang daripada-Nya, Ia berduka, Ia gemetar dalam batin-Nya; dan Ia berangkat untuk mencari kita, sampai Ia membawa kita kembali ke pelukan-Nya. Allah tidak menghitung kerugian dan risiko; Ia memiliki hati seorang ayah dan ibu, serta menderita karena kehilangan anak-anak yang dikasihi-Nya. "Tetapi mengapa Ia menderita jika anak ini bajingan, jika ia telah pergi?" Ia menderita, Ia menderita. Allah menderita karena kita berjarak dan ketika kita tersesat, Ia menanti kita kembali. Ingatlah : Allah selalu menanti kita dengan tangan terbuka, apa pun situasi kehidupan yang di dalam kita mungkin tersesat. Seperti dikatakan dalam Mazmur, Ia “tidak terlelap dan tidak tertidur”, Ia selalu menjaga kita (bdk. 121:4-5).

 

Marilah kita melihat diri kita sekarang, dan bertanya pada diri kita : apakah kita meneladanTuhan dalam hal ini, yaitu, apakah kita khawatir dengan apa yang hilang? Apakah kita memiliki nostalgia terhadap mereka yang hilang, yang telah menyimpang dari kehidupan kristiani? Apakah kita membawa kegelisahan batin ini, atau apakah kita tenang dan tidak terganggu di antara kita? Dengan kata lain, apakah kita benar-benar merindukan mereka yang hilang dari komunitas kita, atau apakah kita berpura-pura dan tidak membiarkannya menyentuh hati kita? Apakah saya benar-benar merindukan mereka yang hilang dalam hidup saya? Atau apakah kita nyaman di antara kita sendiri, tenang dan bahagia dalam kelompok kita – “Aku menghadiri kelompok kerasulan yang sangat baik…” – tanpa belas kasih bagi mereka yang jauh? Ini bukan sekadar pertanyaan tentang “terbuka bagi orang lain”, ini adalah Injil! Sang gembala dalam perumpamaan itu tidak berkata, “Aku memiliki sembilan puluh sembilan ekor domba lagi, mengapa aku harus membuang-buang waktu untuk pergi mencari satu ekor yang hilang?” Sebaliknya, ia pergi untuk melihat. Marilah kita merenungkan hubungan kita : apakah aku berdoa untuk mereka yang tidak percaya, yang telah melalang buana, yang getir? Apakah kita menarik mereka yang jauh melalui gaya Allah, yaitu kedekatan, kasih sayang dan kelembutan? Bapa meminta kita untuk memperhatikan anak-anak yang paling Ia rindukan. Marilah kita memikirkan seseorang yang kita kenal, yang dekat dengan kita dan mungkin belum pernah mendengar siapapun mengatakan, “Kamu tahu, kamu penting bagi Allah”. "Tetapi aku dalam situasi yang tidak karuan, aku telah melakukan hal buruk ini, hal buruk itu ...". “Kamu penting bagi Allah”, katakan kepadanya. "Kamu tidak sedang mencari-Nya, tetapi Ia sedang mencarimu".

 

Marilah kita – pria dan wanita dengan hati yang gelisah – terganggu oleh pertanyaan-pertanyaan ini, dan berdoa kepada Bunda Maria, bunda yang tidak pernah lelah mencari dan merawat kita, anak-anaknya.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Lusa, saya akan berangkat untuk melakukan perjalanan tiga hari di Kazakhstan, di mana saya akan mengambil bagian dalam Kongres Para Pemimpin Dunia dan Agama Tradisional. Perjalanan tersebut akan menjadi kesempatan untuk bertemu dengan banyak perwakilan agama dan terlibat dalam dialog sebagai saudara, yang diilhami oleh keinginan bersama untuk perdamaian, perdamaian yang menjadi dahaga dunia kita. Saya ingin menyampaikan salam hangat kepada para peserta, juga kepada pihak berwenang, komunitas kristiani dan seluruh penduduk negara yang luas itu. Saya mengucapkan terima kasih atas persiapan dan pekerjaan yang telah dilakukan sehubungan dengan kunjungan saya. Saya meminta kamu semua untuk menyertai saya dengan doa dalam peziarahan dialog dan perdamaian ini.

 

Marilah kita terus mendoakan rakyat Ukraina, agar Tuhan sudi memberi mereka penghiburan dan harapan. Selama hari-hari ini, Kardinal Krajewski, ketua Dikasteri untuk Pelayanan Kasih, berada di Ukraina untuk mengunjungi berbagai komunitas dan memberikan kesaksian nyata tentang kedekatan Paus dan Gereja.

 

Dalam momen doa ini, saya sangat senang mengingat Suster Maria de Coppi, misionaris Combonian, yang terbunuh di Chipene, Mozambik, di mana ia melayani dengan kasih selama hampir enam puluh tahun. Semoga kesaksiannya memberi kekuatan dan keberanian kepada umat kristiani dan seluruh rakyat Mozambik.

 

Saya ingin menyampaikan salam khusus kepada rakyat Etiopia yang terkasih yang hari ini merayakan Tahun Baru tradisional mereka: Saya meyakinkanmu tentang doa saya serta berharap setiap keluarga dan seluruh bangsa mendapat karunia perdamaian dan rekonsiliasi.

 

Dan jangan lupa untuk mendoakan para siswa, yang besok atau lusa masuk sekolah lagi.

 

Dan sekarang saya menyapa kamu semua, umat Roma dan para peziarah dari berbagai negara : keluarga, kelompok paroki, lembaga. Secara khusus, saya menyapa tentara dari Kolombia, kelompok dari Kosta Rika dan perwakilan perempuan Argentina di Forum Ekonomi Dunia. Saya menyapa kaum muda dari pengakuan iman Cant, umat Musile di Piave, Ponte a Tressa dan Vimercate, serta para anggota Gerakan Antikekerasan dan kaum muda Immacolata.

 

Kepadamu saya mengucapkan selamat hari Minggu. Tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makananmu, dan sampai jumpa!
______

(Peter Suriadi - Bogor, 11 September 2022)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 7 September 2022 : KATEKESE TENTANG PEMBEDAAN ROH (BAGIAN 2) - KETELADANAN SANTO IGNASIUS DARI LOYOLA

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Kita sedang melanjutkan permenungan kita tentang pembedaan roh – kali ini kita akan berbicara setiap hari Rabu tentang pembedaan roh – dan karena hal ini dapat membantu kita untuk merujuk pada kesaksian tertentu.

 

Salah satu teladan sarat pelajaran yang ditawarkan kepada kita oleh Santo Ignatius dari Loyola, dengan peristiwa yang menentukan dalam hidupnya. Ignatius berada di rumah dalam pemulihan, setelah cedera kaki dalam pertempuran. Untuk menghilangkan kebosanan, ia meminta sesuatu untuk dibaca. Ia menyukai kisah-kisah ksatria, tetapi sayangnya hanya kehidupan para kudus yang dapat ditemukan di rumahnya. Agak enggan ia beradaptasi, tetapi selama membaca ia mulai menemukan dunia lain, dunia yang menaklukkannya dan tampaknya bersaing dengan dunia ksatria. Ia terpesona oleh sosok Santo Fransiskus dan Santo Dominikus, serta merasakan keinginan untuk meneladan mereka. Tetapi dunia ksatria juga terus memberikan daya tarik padanya. Jadi, di dalam dirinya ia merasakan pikiran yang silih berganti – pikiran ksatria dan orang kudus.

 

Tetapi, Ignatius juga mulai melihat beberapa perbedaan. Dalam Autobiografinya - sebagai orang ketiga - ia menulis : "Ketika ia memikirkan hal-hal duniawi" - dan tentang hal-hal ksatria, orang mengerti - "itu memberinya kesenangan luar biasa, tetapi setelah itu ia mendapati dirinya kering dan sedih. Tetapi ketika ia berpikir untuk melakukan perjalanan ke Yerusalem, dan hidup hanya dengan tumbuh-tumbuhan dan melakukan tapa, ia menemukan kesenangan tidak hanya saat memikirkannya, tetapi juga ketika ia berhenti” (Bab 8); seluruhnya meninggalkan jejak kebahagiaan untuknya.

 

Dalam pengalaman ini kita terutama mencatat dua aspek. Yang pertama adalah waktu : yaitu, pikiran dunia pada awalnya menarik, tetapi kemudian kehilangan kilaunya serta meninggalkan kekosongan dan ketidakpuasan; pikiran dunia meninggalkanmu seperti itu, kosong. Pikiran Allah, sebaliknya, pertama-tama membangkitkan perlawanan tertentu – “Tetapi aku tidak akan membaca hal yang membosankan tentang para kudus ini” – tetapi ketika mereka disambut, mereka membawa kedamaian yang tidak diketahui yang berlangsung untuk waktu yang lama.

 

Di sini, kemudian, ada aspek lainnya : titik akhir pikiran. Pada awalnya situasinya tidak tampak begitu jelas. Ada perkembangan pembedaan roh : misalnya, kita memahami apa yang baik bagi kita bukan secara abstrak, secara umum, tetapi dalam perjalanan hidup kita. Dalam aturan untuk pembedaan roh, buah dari pengalaman dasariah ini, Ignatius meletakkan sebuah premis penting, yang membantu untuk memahami proses ini : “Dalam diri orang-orang yang beralih dari dosa berat ke dosa ringan, musuh biasanya digunakan untuk menawarkan mereka. kesenangan” – untuk meyakinkan mereka bahwa semuanya baik-baik saja – “membuat mereka membayangkan kesenangan dan kenikmatan sensual untuk semkin menahan mereka serta membuat mereka bertumbuh dalam kejahatan dan dosa. Dalam diri orang-orang ini, roh baik menggunakan cara yang berlawanan, menusuk dan menggigit hati nurani mereka melalui proses nalar” (Latihan Rohani, 314). Tetapi ini tidak akan berhasil.

 

Ada sejarah yang mendahului orang yang membedakan roh, sebuah sejarah yang sangat penting untuk diketahui, karena kebijaksanaan bukanlah semacam ramalan atau fatalisme, atau sesuatu dari laboratorium, seperti melemparkan nasib pada dua kemungkinan. Pertanyaan-pertanyaan besar muncul ketika kita telah menempuh jalan hidup yang panjang, dan untuk perjalanan itulah kita harus kembali untuk memahami apa yang kita cari. Jika dalam hidup kita membuat sedikit kemajuan, maka : “Tetapi mengapa aku sedang berjalan ke arah ini, apa yang sedang kucari?”, dan di situlah pembedaan roh terjadi. Ignatius, ketika ia menemukan dirinya terluka di rumah ayahnya, tidak memikirkan Allah sama sekali, atau bagaimana mereformasi hidupnya, tidak. Ia memiliki pengalaman pertama tentang Allah dengan mendengarkan hatinya, yang memberinya pembalikan yang sukar dipahami : saat hal-hal yang menarik pada pandangan pertama membuatnya kecewa, sedangkan di tempat lain, kurang mempesona, ia menemukan kedamaian abadi. Kita juga memiliki pengalaman ini; sangat sering kita mulai memikirkan sesuatu, dan kita tetap di sana, dan akhirnya kita kecewa. Sebaliknya, jika kita melakukan pekerjaan amal, melakukan sesuatu yang baik dan merasakan sesuatu kebahagiaan, pikiran yang baik datang kepada kita, dan kebahagiaan datang kepada kita, sesuatu yang menggembirakan, dan itu adalah pengalaman yang sepenuhnya milik kita. Ia, Ignatius, memiliki pengalaman pertama tentang Allah dengan mendengarkan hatinya, yang menunjukkan kepadanya suatu pembalikan yang sukar dipahami. Inilah yang harus kita pelajari : untuk mendengarkan hati kita, memahami apa yang sedang terjadi, keputusan apa yang harus diambil, membuat penilaian atas sebuah situasi, kita harus mendengarkan hati kita. Kita mendengarkan televisi, radio, telepon genggam; kita ahli dalam mendengarkan, tetapi saya bertanya kepadamu : apakah kamu tahu cara mendengarkan hatimu? Apakah kamu berhenti untuk bertanya : “Tetapi bagaimana hatiku? Apakah hatiku puas, apakah hatiku sedih, apakah hatiku mencari sesuatu?”. Untuk membuat keputusan yang baik, kamu perlu mendengarkan hatimu.

 

Inilah sebabnya mengapa Ignatius akan terus menyarankan membaca kehidupan para kudus, karena mereka menunjukkan gaya Allah dalam kehidupan orang-orang yang tidak jauh berbeda dengan kita, karena para kudus terdiri dari daging dan darah seperti kita, dalam sebuah narasi, cara yang dapat dipahami. Tindakan mereka berbicara kepada kita, dan mereka membantu kita memahami maknanya.

 

Dalam peristiwa terkenal dari dua perasaan yang dimiliki Ignatius, satu ketika ia membaca tentang ksatria dan yang lainnya ketika ia membaca tentang kehidupan para kudus, kita dapat mengenali aspek penting lainnya dari pembedaan roh, yang terakhir telah kita sebutkan. Ada keacakan yang jelas dalam peristiwa kehidupan : segala sesuatu tampaknya muncul dari kecelakaan biasa – tidak ada buku tentang ksatria, hanya kehidupan para kudus. Sebuah kecelakaan yang mungkin tetap memegang titik balik. Hanya setelah beberapa waktu Ignatius dapat menyadari hal ini, di mana ia dapat mencurahkan seluruh perhatiannya untuk hal itu. Dengarkan baik-baik : Allah bekerja melalui peristiwa yang tidak direncanakan yang terjadi secara kebetulan, tetapi secara kebetulan ini terjadi pada saya, dan secara kebetulan saya bertemu orang ini, secara kebetulan saya melihat film ini. Itu tidak direncanakan tetapi Allah bekerja melalui peristiwa yang tidak dapat direncanakan, dan juga melalui kecelakaan : "Tetapi aku seharusnya berjalan-jalan dan aku punya masalah dengan kakiku, aku tidak bisa berjalan ...". Kecelakaan : apa yang sedang dikatakan Allah padamu? Apa yang sedang dikatakan kehidupan di sana? Kita juga telah melihat ini dalam sebuah perikop Injil Matius : seorang yang sedang membajak ladang secara tidak sengaja menemukan harta karun yang terkubur. Situasi yang sama sekali tidak terduga. Tetapi yang penting adalah ia mengenalinya sebagai keberuntungan dalam hidupnya dan memutuskan dengan sesuai : pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu (bdk. 13:44). Saya akan memberimu nasihat : waspadalah terhadap hal-hal yang tidak terduga. Ia yang mengatakan kepadamu : "Tetapi aku tidak sedang mengharapkan ini". Apakah kehidupan sedang berbicara kepadamu, apakah Tuhan sedang berbicara kepadamu, atau apakah iblis sedang berbicara kepadamu? Seseorang. Tetapi ada sesuatu yang perlu diperhatikan, bagaimana saya bereaksi ketika dihadapkan dengan hal-hal yang tidak terduga. Tetapi saya diam di rumah dan "Ledakan!" – ibu mertua saya tiba; dan bagaimana kamu bereaksi terhadap ibu mertuamu? Apakah di dalamnya ada cinta ataukah sesuatu yang lain? Dan kamu harus membedakan roh. Saya bekerja dengan baik di kantor, dan seorang rekan datang untuk memberitahu saya bahwa ia membutuhkan uang : bagaimana reaksimu? Lihatlah apa yang terjadi ketika kita mengalami hal-hal yang tidak kita duga, dan di sana kita dapat belajar untuk mengetahui hati yang bergerak.

 

Pembedaan roh adalah pertolongan untuk mengenali tanda-tanda yang dengannya Allah menjadikan diri-Nya dikenal dalam situasi yang tidak terduga, bahkan tidak menyenangkan, seperti luka kaki yang dialami Ignatius. Sebuah perjumpaan yang mengubah hidup dapat muncul daripadanya, selamanya, seperti dalam kasus Ignatius. Sesuatu dapat muncul yang membuatmu lebih baik di sepanjang jalan, atau lebih buruk, saya tidak tahu, tetapi hati-hatilah; utas paling indah diberikan kepada kita oleh hal yang tidak terduga : "Bagaimana aku bertindak sehubungan dengan ini?" Semoga Tuhan menolong kita untuk mendengar hati kita serta melihat kapan Ia bertindak dan kapan tidak adalah sesuatu yang lain.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa para peziarah berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, terutama mereka yang berasal dari Denmark, Malta, Sudan Selatan, Nigeria dan Amerika Serikat. Atas kamu semua, dan keluargamu, saya memohonkan karunia kebijaksanaan, sukacita dan damai Roh Kudus. Allah memberkati kamu semua!

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih : Dalam katekese lanjutan kita tentang pembedaan roh, proses pengambilan keputusan yang tepat tentang makna dan arah hidup kita, sekarang kita meninjau kesaksian Santo Ignatius dari Loyola. Sebagai seorang prajurit muda, Ignatius terluka parah dalam sebuah pertempuran. Selama masa pemulihannya yang panjang, ia tidak dapat membaca novel favoritnya tentang keksatriaan dan tindakan heroik. Satu-satunya buku yang ada di tangannya adalah kehidupan para kudus. Meski pada awalnya ia enggan, membaca buku-buku tersebut membuat Ignatius menyadari bahwa kisah-kisah para kudus memberinya kebahagiaan dan sukacita abadi, sementara kisah-kisah lain akhirnya membuatnya merasa gersang dan hampa. Wawasan ini adalah asal mula metode doa dan pembedaan roh yang diwariskan Ignatius kepada kita dalam Latihan Rohani-nya yang terkenal. Di sana ia berbicara tentang pentingnya membedakan antara pemikiran duniawi dan rohani, mengembangkan pemikiran rohani, dan membiarkannya, dengan rahmat Allah, menjadi dewasa di dalam hati kita. Kemudian, tiba waktunya, kita melihat dalam doa tanda-tanda yang sering kali tidak terduga di mana Allah menjadikan diri-Nya dikenal oleh kita, menuntun kita pada pertobatan dan menunjukkan kepada kita kehendak-Nya bagi hidup kita.

 

[Imbauan]

 

Oleh karena itu, hari ini saya ingin mengungkapkan kedekatan saya dengan semua ibu. Secara khusus, untuk para ibu yang memiliki anak yang menderita: mereka yang sakit, mereka yang terpinggirkan, mereka yang dipenjara. Sebuah doa khusus ditujukan kepada para ibu dari para narapidana muda : semoga harapan tidak pernah hilang. Sayangnya, di penjara banyak orang yang bunuh diri, kadang juga anak muda. Cinta seorang ibu dapat menyelamatkan mereka dari bahaya ini. Semoga Bunda Maria menghibur semua ibu yang tertekan oleh penderitaan anak-anak mereka.
______

(Peter Suriadi - Bogor, 7 September 2022)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 31 Agustus 2022 : KATEKESE TENTANG PEMBEDAAN ROH (BAGIAN 1) - APA YANG DIMAKSUD DENGAN PEMBEDAAN ROH?

Saudara-saudari terkasih, selamat siang!

 

Hari ini kita memulai rangkaian katekese baru : kita telah menyelesaikan katekese tentang usia tua, sekarang kita memulai rangkaian baru dengan tema pembedaan roh. Pembedaan roh adalah tindakan penting yang menjadi perhatian semua orang, karena pilihan adalah bagian hakiki dari kehidupan. Kita memilih makanan, pakaian, program studi, pekerjaan, hubungan. Dengan semua ini, proyek kehidupan diwujudkan, dan bahkan hubungan kita dengan Allah diwujudnyatakan.

 

Dalam Injil, Yesus berbicara tentang pembedaan roh dengan gambaran yang diambil dari kehidupan biasa; misalnya, Ia menggambarkan nelayan yang memilih ikan yang baik dan membuang yang buruk; atau pedagang yang tahu bagaimana mengenali, di antara banyak mutiara, mutiara yang paling berharga. Atau orang yang sedang membajak ladang, menemukan sesuatu yang ternyata adalah harta karun (bdk. Mat 13:44-48).

 

Dalam terang contoh-contoh ini, pembedaan roh menampilkan dirinya sebagai latihan kecerdasan, juga latihan keterampilan [Italia : perizia] dan kehendak, untuk memanfaatkan momen yang tepat : ini adalah kondisi untuk membuat pilihan yang tepat. Dibutuhkan kecerdasan, keterampilan, dan juga kehendak untuk membuat pilihan yang tepat. Dan ada juga harga yang dibutuhkan agar pembedaan roh menjadi efektif. Untuk bekerja dengan kemampuan terbaiknya, nelayan memperhitungkan kerja keras, menghabiskan sepanjang malam di laut, dan kemudian membuang sebagian dari hasil tangkapan, menerima susut keuntungan demi mereka yang dimaksudkan. Pedagang mutiara tidak segan-segan merogoh kocek dalam-dalam untuk membeli mutiara itu; dan begitu juga orang yang menemukan harta karun. [Ini adalah] situasi yang tidak terduga dan tidak direncanakan, di mana sangat genting untuk mengenali pentingnya dan kemendesakan keputusan yang harus dibuat.

 

Setiap orang harus membuat keputusan; tidak ada seorang pun yang membuat keputusan untuk kita. Pada titik tertentu, orang dewasa dapat dengan bebas meminta nasihat; kita bisa merenungkan, tetapi keputusan ada di tangan kita. Kita tidak bisa mengatakan, 'Aku kehilangan ini, karena suamiku memutuskan, istriku memutuskan, saudaraku memutuskan.' Tidak. Kamu harus memutuskan, kita masing-masing harus memutuskan, dan karena alasan ini penting untuk mengetahui bagaimana membedakan roh, memutuskan dengan baik perlu mengetahui bagaimana membedakan roh.

 

Injil menyarankan aspek penting lain dari pembedaan roh : pembedaan roh melibatkan emosi. Orang yang telah menemukan harta itu tidak merasa kesulitan dalam menjual segalanya, begitu besar sukacitanya (bdk. Mat 13:44). Istilah yang digunakan oleh penginjil Matius menunjukkan sukacita yang sangat khusus, yang tidak dapat diberikan oleh kenyataan manusia mana pun; dan memang itu terulang dalam beberapa perikop Injil lainnya, yang semuanya mengacu pada perjumpaan dengan Allah. Sukacita para Majus ketika, setelah perjalanan yang panjang dan sulit, mereka melihat bintang itu lagi (bdk. Mat 2:10); sukacita, sukacita para perempuan yang kembali dari kubur kosong setelah mendengar pengumuman malaikat tentang kebangkitan (bdk. Mat 28:8). Sukacita bagi mereka yang telah menemukan Tuhan. Membuat keputusan yang tepat, keputusan yang tepat, selalu membawamu menuju kebahagiaan akhir; mungkin di sepanjang jalan kamu harus mengalami sedikit ketidakpastian, pemikiran, pencarian, tetapi pada akhirnya keputusan yang tepat memberkatimu dengan sukacita.

 

Dalam penghakiman terakhir, Allah akan melakukan pembedaan roh – pembedaan roh yang luar biasa – sehubungan dengan diri kita. Gambaran petani, nelayan, dan pedagang adalah contoh dari apa yang terjadi di dalam Kerajaan Surga, Kerajaan yang mewujudkan dirinya dalam tindakan kehidupan biasa, yang mengharuskan kita untuk mengambil sikap. Inilah sebabnya mengapa sangat penting untuk dapat membedakan roh : pilihan besar dapat muncul dari keadaan yang pada pandangan pertama tampak sekunder, tetapi ternyata menentukan. Sebagai contoh, marilah kita pikirkan perjumpaan pertama Andreas dan Yohanes dengan Yesus, sebuah perjumpaan yang bermula dari pertanyaan sederhana : 'Rabi, di manakah Engkau tinggal?' — 'Marilah dan kamu akan melihatnya', kata Yesus (bdk. Yoh 1:38- 39). Pertukaran yang sangat singkat, tetapi merupakan awal dari perubahan yang, selangkah demi selangkah, akan menandai seluruh hidup mereka. Bertahun-tahun kemudian, Penginjil akan terus mengingat perjumpaan yang mengubahnya selamanya, dan ia bahkan dapat mengingat waktunya : 'Waktu itu kira-kira pukul empat sore" (ayat 39). Ini adalah jam ketika waktu dan yang abadi bertemu dalam hidup-Nya. Dan dalam sebuah keputusan yang baik, tepat, ada perjumpaan antara kehendak Allah dan kehendak kita; ada perjumpaan antara jalan saat ini dan jalan kekal. Membuat keputusan yang tepat, setelah menempuh jalan pembedaan roh, adalah membuat perjumpaan ini : waktu dengan keabadian.

 

Jadi : pengetahuan, pengalaman, emosi, kehendak : ini adalah beberapa unsur pembedaan roh yang tak tergantikan. Dalam katekese ini kita akan melihat hal lainnya, yang sama pentingnya.

 

Pembedaan roh - seperti telah saya katakan - melibatkan kerja keras. Menurut Kitab Suci, kita tidak menemukan kehidupan yang harus kita jalani, yang sudah dikemas sebelumnya. Tidak! Kita harus memutuskannya sepanjang waktu, sesuai dengan kenyataan yang datang. Allah mengundang kita untuk mengevaluasi dan memilih : Ia menciptakan kita bebas dan ingin kita menggunakan kebebasan kita. Oleh karena itu, pembedaan roh menuntut.

 

Kita sering mengalami pengalaman ini : memilih sesuatu yang tampak baik bagi kita tetapi ternyata tidak. Atau mengetahui apa kebaikan kita yang sebenarnya dan tidak memilihnya. Manusia, tidak seperti binatang, bisa salah, bisa tidak mau memilih dengan benar – kebebasan, bukan? Dan Kitab Suci menunjukkan hal ini sejak halaman pertama. Allah memberi manusia petunjuk yang tepat : "Jika engkau ingin hidup, jika engkau ingin menikmati hidup, ingatlah bahwa engkau adalah ciptaan, bahwa engkau bukan kriteria baik dan jahat, serta pilihan yang engkau buat akan memiliki konsekuensi, untuk dirimu, orang lain dan dunia (bdk. Kej 2:16-17); kamu bisa membuat bumi menjadi taman yang indah atau kamu bisa menjadikannya gurun kematian. Ajaran dasariah : bukan kebetulan bahwa ini adalah dialog pertama antara Allah dan manusia. Dialognya : Tuhan memberikan perutusan, kamu harus melakukan ini dan itu; dan setiap orang, langkah yang diambilnya, harus membedakan roh keputusan mana yang harus diambil. Kebijaksanaan adalah permenungan pikiran kita, hati, yang harus kita lakukan sebelum membuat keputusan.

 

Pembedaan roh menuntut tetapi sangat diperlukan untuk hidup. Hal ini mengharuskan saya mengenal diri saya, agar saya tahu apa yang baik untuk saya di sini dan sekarang. Terutama, membutuhkan hubungan bakti dengan Allah. Allah adalah Bapa dan Ia tidak meninggalkan kita sendirian, Ia selalu bersedia menasihati kita, menyemangati kita, menyambut kita. Tetapi Ia tidak pernah memaksakan kehendak-Nya. Mengapa? Karena Ia ingin dicintai dan bukan ditakuti. Dan juga, Allah menginginkan anak-anak, bukan hamba-hamba : anak-anak yang merdeka. Dan cinta hanya bisa dijalani dalam kebebasan. Untuk belajar hidup, kita harus belajar mencintai, dan untuk ini perlu pembedaan roh : apa yang dapat saya lakukan sekarang, menghadapi alternatif ini? Biarlah itu menjadi tanda cinta yang semakin besar, kedewasaan yang semakin besar dalam cinta. Marilah kita memohon Roh Kudus untuk membimbing kita! Marilah kita memohon kepada-Nya setiap hari, terutama ketika kita memiliki pilihan yang harus dibuat.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa para peziarah berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, terutama yang berasal dari Malta, Nigeria dan Amerika Serikat. Atas kamu semua, dan keluargamu, saya memohonkan karunia kebijaksanaan, sukacita dan damai Roh Kudus. Allah memberkati kamu semua!

 

[Imbauan]

 

Besok kita akan merayakan Hari Doa Sedunia untuk Pemeliharaan Ciptaan, dan awal Masa Ciptaan, yang akan berakhir pada 4 Oktober, pesta Santo Fransiskus dari Asisi. Semoga tema tahun ini, 'Dengarkanlah Suara Ciptaan', menumbuhkan komitmen nyata bagi setiap orang untuk merawat rumah kita bersama. Atas belas kasihan dari ekses konsumerisme kita, saudari kita Ibu Bumi mengerang dan memohon kita untuk menghentikan penyalahgunaan dan kehancurannya. Selama Masa Ciptaan ini, marilah kita berdoa agar KTT COP27 dan COP15 PBB dapat menyatukan keluarga manusia dalam mengatasi krisis kembar hilangnya iklim dan keanekaragaman hayati.


* * *

 

Saya sedang mengikuti dengan prihatin peristiwa kekerasan di Baghdad dalam beberapa hari terakhir. Marilah kita memohon kepada Allah dalam doa untuk memberikan kedamaian bagi rakyat Irak. Tahun lalu saya berkunjung dengan penuh sukacita, dan saya merasakan secara langsung keinginan besar untuk normalitas dan hidup berdampingan secara damai di antara berbagai komunitas agama yang membentuknya. Dialog dan persaudaraan adalah cara untuk menghadapi kesulitan saat ini dan mencapai tujuan ini.

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih : Hari ini kita memulai serangkaian katekese baru yang berhubungan dengan pembedaan roh, proses pengambilan keputusan yang tepat tentang makna dan arah hidup kita. Dalam Injil, Yesus menggunakan pembedaan roh sehari-hari yang dipraktikkan oleh para nelayan dan para pedagang untuk mengajarkan pentingnya memilih dengan bijak untuk menjalani kehidupan yang sesuai dengan kehendak Allah. Pembedaan roh sejati membutuhkan pengetahuan, wawasan dan pengalaman tetapi juga kebijaksanaan hati, komitmen yang teguh dan usaha yang tak henti-hentinya. Sebagai latihan kebebasan yang diberikan Allah kepada kita, pembedaan rohani berusaha untuk mengetahui tempat kita dalam rencana Sang Pencipta bagi diri kita dan bagi dunia kita. Karena keputusan kita, baik atau jahat, dapat membuat bumi, seperti yang dikehendaki Allah, menjadi taman yang indah atau gurun yang tak bernyawa. Pembedaan roh sejati, yang lahir dari hubungan kasih kita dengan Allah dan kebebasan manusiawi kita, membawa serta sukacita dan pemenuhan rohani yang mendalam. Marilah kita memohon kepada Roh Kudus untuk menerangi dan membimbing kita dalam upaya kita sehari-hari untuk menjalani kehidupan kekudusan, kebijaksanaan dan kesetiaan terhadap kebenaran Injil yang menyelamatkan.

______

(Peter Suriadi - Bogor, 1 September 2022)