Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 30 Oktober 2022 : DUA TATAPAN YANG SALING MENCARI

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Hari ini, dalam Liturgi, Bacaan Injil menceritakan perjumpaan antara Yesus dan Zakheus, kepala pemungut cukai kota Yerikho (Luk 19:1-10). Pusat kisah ini adalah kata kerja mencari. Perhatikan : mencari. Zakheus "berusaha melihat orang apakah Yesus itu" (ayat 3), dan Yesus, setelah bertemu dengannya, menyatakan : "Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang" (ayat 10). Marilah kita berfokus sedikit pada dua tatapan yang mencari ini : tatapan Zakheus yang mencari Yesus, dan tatapan Yesus yang mencari Zakheus.

 

Tatapan Zakheus. Ia adalah seorang pemungut cukai, yaitu, salah satu orang Yahudi yang memungut pajak atas nama penguasa Romawi, pengkhianat tanah air, dan mengambil keuntungan dari kedudukan mereka. Oleh karena itu, Zakheus kaya, dibenci – dibenci! – oleh semua orang dan dicap sebagai orang berdosa. Teks mengatakan “badannya pendek” (ayat 3), dan hal ini mungkin juga menyinggung kehinaan batinnya, kehidupannya yang biasa-biasa saja, tidak jujur, dengan pandangannya selalu menunduk. Tetapi yang penting ia kecil. Namun, Zakheus ingin melihat Yesus. Sesuatu mendorongnya untuk menemui-Nya. “Ia berlari mendahului orang banyak”, kata Injil, “dan memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ” (ayat 4). Ia memanjat pohon ara : Zakheus, orang yang menguasai semua orang, menjadikan dirinya konyol dan mengambil jalan ejekan - untuk melihat Yesus. Marilah kita berpikir sedikit tentang apa yang akan terjadi jika, misalnya, seorang menteri perekonomian memanjat pohon untuk melihat sesuatu : ia akan mengambil risiko diolok-olok. Dan Zakheus mempertaruhkan ejekan untuk melihat Yesus, ia menjadikan dirinya terlihat konyol. Zakheus, terlepas dari kerendahan hatinya, merasa perlu mencari cara pandang lain, cara pandang Kristus. Ia belum mengenal-Nya, tetapi ia menunggu seseorang yang akan membebaskannya dari kondisinya - secara moral rendah - membawanya keluar dari lumpur di mana ia menemukan dirinya sendiri. Hal ini mendasar : Zakheus mengajarkan kita bahwa, dalam hidup, semuanya tidak pernah hilang. Tolong, semuanya tidak pernah hilang, tidak pernah. Kita selalu dapat menemukan ruang bagi keinginan untuk memulai kembali, memulai dari awal, bertobat. Bertobat kembali, memulai kembali, mengawali kembali. Dan inilah yang dilakukan Zakheus.

 

Dalam hal ini, aspek kedua menentukan : tatapan Yesus. Ia diutus oleh Bapa untuk mencari mereka yang hilang; dan ketika Ia tiba di Yerikho, Ia lewat tepat di dekat pohon tempat Zakheus berada. Injil menceritakan bahwa "Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Ia melihat ke atas dan berkata: 'Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu'" (ayat 5). Ini adalah gambar yang sangat indah, karena jika Yesus harus melihat ke atas, itu berarti Ia melihat Zakheus dari bawah. Inilah sejarah keselamatan : Allah tidak pernah memandang rendah kita – tidak; mempermalukan kita – tidak; – menghakimi kita – tidak; sebaliknya, Ia merendahkan diri-Nya sampai membasuh kaki kita, melihat kita dari bawah dan mengembalikan martabat kita. Dengan cara ini, temu mata antara Zakheus dan Yesus tampaknya merangkum seluruh sejarah keselamatan : umat manusia, dengan kesengsaraannya, mencari penebusan, tetapi pertama-tama, Allah, dengan belas kasihan, mencari ciptaan-Nya untuk menyelamatkannya.

 

Saudara, saudari, marilah kita ingat hal ini : tatapan Allah tidak pernah berhenti di masa lalu kita, yang penuh dengan kesalahan, tetapi dengan keyakinan yang tak terbatas melihat diri kita bisa menjadi apa. Dan jika suatu saat kita merasa diri kita adalah orang yang “bertubuh pendek”, tidak kuat menghadapi tantangan hidup dan jauh dari Injil, terperosok dalam masalah dan dosa, Yesus selalu memandang kita dengan kasih, Ia memandang kita : seperti Zakheus, Ia datang ke arah kita, Ia memanggil nama kita dan, jika kita menyambut-Nya, Ia datang ke rumah kita. Kemudian kita mungkin bertanya pada diri kita : bagaimana kita melihat diri kita sendiri? Apakah kita merasa tidak mampu, dan pasrah, atau justru di situ, ketika kita merasa terpuruk, apakah kita mencari perjumpaan dengan Yesus? Dan kemudian : tatapan apa yang kita miliki terhadap mereka yang melakukan kesalahan, dan yang berjuang untuk bangkit kembali dari debu kesalahan mereka? Apakah tatapan dari atas, yang menghakimi, meremehkan, mengecualikan? Ingatlah memandang rendah seseorang adalah sah hanya untuk membantu mereka bangkit kembali : tidak lebih. Baru setelah itu melihat ke bawah dari atas adalah sah. Tetapi kita orang Kristiani harus memiliki tatapan Kristus, yang merangkul dari bawah, yang mencari mereka yang hilang, dengan belas kasih. Ini merupakan, dan harus, tatapan Gereja, selalu, tatapan Kristus, bukan tatapan yang mengutuk.

 

Marilah kita berdoa kepada Maria, yang kerendahan hatinya dipandang oleh Tuhan, dan memintanya untuk memberikan pandangan baru tentang diri kita dan sesama.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Seraya kita merayakan kemenangan Kristus atas kejahatan dan kematian, marilah kita mendoakan para korban serangan teroris di Mogadishu, yang menewaskan lebih dari seratus orang, termasuk banyak anak-anak. Semoga Allah menobatkan hati orang-orang yang kejam tersebut!

 

Dan marilah kita juga berdoa kepada Tuhan yang bangkit bagi mereka – terutama kaum muda – yang meninggal di Seoul, sebagai akibat tragis dari lonjakan massa yang tiba-tiba.

 

Kemarin, di Medellín, Kolombia, Beata Maria Berenice Duque Hencker, pendiri Little Sisters of the Annunciation, dibeatifikasi. Ia menghabiskan seluruh hidupnya yang panjang, yang berakhir pada tahun 1993, dalam pelayanan kepada Allah dan saudara-saudaranya, terutama yang kecil dan terpinggirkan. Semoga semangat kerasulannya, yang mendorongnya untuk membawa pesan Yesus melampaui batas-batas negaranya, memperkuat keinginan setiap orang untuk ikut serta, dengan doa dan amal, dalam penyebaran Injil ke seluruh dunia. Tepuk tangan untuk sang beata baru, semuanya!

 

Saya menyapamu, umat Roma dan para peziarah dari berbagai negara: keluarga, kelompok paroki, lembaga, umat perorangan. Secara khusus saya menyapa, dari Spanyol, umat dari Córdoba, dan paduan suara Orfeón Donostiarra dari San Sebastián, yang merayakan 125 tahun kegiatannya; remaja perempuan dan laki-laki Gerakan Hakuna; kelompok São Paulo, Brasil; dan para klerus dan rohaniwan/rohaniwati asal Indonesia yang tinggal di Roma. Saya menyapa para peserta dalam konferensi yang diselenggarakan oleh jaringan “Uniservitate” di seluruh dunia dan oleh LUMSA; serta anak-anak dari Napoli yang mempersiapkan Komuni pertama mereka dan kelompok-kelompok umat beriman dari Magreta, Nocera Inferiore dan Nardò. Dan kaum muda Immacolata.

 

Tolong, jangan lupakan Ukraina yang bermartir dalam doa dan sakit hati kita. Marilah kita berdoa untuk perdamaian, jangan pernah lelah melakukannya!

 

Kepada kamu semua, saya mengucapkan selamat hari Minggu. Dan tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siang, dan kita akan saling bertemu lagi pada Hari Raya Semua Orang Kudus.

____

(Peter Suriadi - Bogor, 30 Oktober 2022)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 26 Oktober 2022 : KATEKESE TENTANG PEMBEDAAN ROH (BAGIAN 7) - SUBYEK PEMBEDAAN ROH. KEHANCURAN

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Pembedaan roh, seperti yang telah kita lihat dalam katekese-katekese sebelumnya, pada dasarnya bukanlah suatu tatacara yang masuk akal; pembedaan roh berlandarkan tindakan, dan tindakan juga memiliki konotasi afektif, yang harus diakui, karena Allah berbicara ke hati. Marilah kita masuk ke dalam wahana afektif pertama, suatu obyek pembedaan roh : kehancuran. Apa artinya ini?

 

Kehancuran telah didefinisikan sebagai berikut: “Kegelapan jiwa, gangguan di dalamnya, pergerakan ke hal-hal rendah dan duniawi, keresahan dari berbagai gejolak dan godaan, bergerak untuk menginginkan kepercayaan diri, tanpa harapan, tanpa cinta, ketika kita mendapati diri kita semua malas, suam-suam kuku, sedih dan seolah-olah terpisah dari Sang Pencipta dan Tuhan kita" (Santo Ignatius dari Loyola, Latihan Rohani, 317). Kita semua memiliki pengalaman ini. Saya percaya bahwa, dalam satu atau lain cara, kita semua pernah mengalami hal ini, kehancuran. Masalahnya adalah bagaimana menafsirkannya, karena juga memiliki sesuatu yang penting untuk diberitahukan kepada kita, dan jika kita terburu-buru untuk membebaskan diri daripadanya, kita berisiko kehilangan hal ini.

 

Tidak ada seorang pun yang ingin menjadi sunyi, sedih: ini benar. Kita semua menginginkan kehidupan yang selalu menyenangkan, ceria dan terpenuhi. Namun, selain tidak mungkin – karena tidak mungkin – ini juga tidak baik bagi kita. Memang, perubahan dari kehidupan yang berorientasi pada keburukan bisa dimulai dari situasi kesedihan, penyesalan atas apa yang telah dilakukan. Etimologi dari kata ini, "penyesalan", sangat indah: penyesalan hati nurani, kita semua tahu ini. Penyesalan: secara harfiah, hati nurani yang menggigit [dalam bahasa Italia, mordere] yang tidak mengizinkan perdamaian. Alessandro Manzoni, dalam The Betrothed, memberi kita gambaran yang indah tentang penyesalan sebagai kesempatan untuk mengubah hidup kita. Sebuah dialog terkenal antara Kardinal Federico Borromeo dan Sosok yang Tidak Disebutkan Namanya, yang, setelah malam yang mengerikan, menampilkan dirinya dihancurkan oleh sang kardinal, yang menyapanya dengan kata-kata yang mengejutkan : “Kamu punya kabar baik untuku; mengapa kamu ragu untuk mengatakannya?” "Kabar baik?" kata sosok yang lain itu. “Aku memiliki neraka di dalam jiwaku [...]. Katakanlah kepadaku, katakanlah kepadaku, jika kamu tahu, kabar baik apa yang bisa kamu harapkan dari orang seperti aku”. “‘Bahwa Allah telah menjamah hatimu, dan menarikmu ke dalam diri-Nya’, jawab sang kardinal dengan tenang” (Bab 23). Allah menyentuh hati, dan sesuatu datang kepadamu di dalam hati, kesedihan, penyesalan atas sesuatu, dan merupakan sebuah undangan untuk memulai jalan baru. Manusia Allah tahu bagaimana memperhatikan secara mendalam apa yang bergerak di dalam hati.

 

Penting untuk belajar membaca kesedihan. Kita semua tahu apa itu kesedihan: kita semua. Tetapi apakah kita tahu bagaimana menafsirkannya? Apakah kita tahu apa artinya bagiku, kesedihan hari ini? Di zaman kita, kesedihan – sebagian besar dianggap negatif, sebagai penyakit yang harus dihindari dengan cara apa pun, dan sebaliknya dapat menjadi bel alarm yang sangat diperlukan untuk kehidupan, mengundang kita untuk menjelajahi bentang darat yang lebih kaya dan lebih subur yang tidak diperkenankan oleh kefanaan dan pelarian. Santo Thomas mendefinisikan kesedihan sebagai rasa sakit jiwa : seperti saraf bagi tubuh, kesedihan mengarahkan perhatian kita pada kemungkinan bahaya, atau manfaat yang terabaikan (bdk. Summa Theologica I-II, q. 36, a.1). Oleh karena itu, kesedihan sangat diperlukan untuk kesehatan kita; kesedihan melindungi kita dari merugikan diri kita sendiri dan orang lain. Akan jauh lebih serius dan berbahaya ketika tidak merasakan hal ini, dan terus maju. Terkadang kesedihan bekerja seperti lampu lalu lintas : “Berhenti, berhenti! Merah, di sini. Berhenti".

 

Bagi mereka, di sisi lain, yang memiliki keinginan untuk berbuat baik, kesedihan adalah halangan yang dengannya si penggoda mencoba mengecilkan hati kita. Dalam hal ini, kita harus bertindak dengan cara yang benar-benar bertentangan dengan apa yang disarankan, bertekad untuk melanjutkan apa yang telah ditetapkan untuk dilakukan (bdk. Latihan Rohani, 318). Pikirkanlah pekerjaan, studi, doa, komitmen yang dilakukan: jika kita meninggalkannya begitu kita merasa bosan atau sedih, kita tidak akan pernah menyelesaikan apa pun. Ini juga merupakan pengalaman umum dalam kehidupan rohani : jalan menuju kebaikan, Injil mengingatkan kita, sempit dan menanjak, membutuhkan pertempuran, penaklukan diri. Saya mulai berdoa, atau mendedikasikan diri saya untuk pekerjaan yang baik, dan anehnya, saat itu saya memikirkan hal-hal yang perlu dilakukan segera – agar tidak berdoa atau melakukan pekerjaan baik. Kita semua mengalami ini. Yang penting, bagi mereka yang ingin melayani Tuhan, jangan sampai disesatkan oleh kebinasaan. Dan ini.. “Tetapi tidak, aku tidak mau, ini membosankan…” – hati-hati. Sayangnya, beberapa orang memutuskan untuk meninggalkan kehidupan doa, atau pilihan yang telah mereka buat, pernikahan atau kehidupan keagamaan, didorong oleh kehancuran, tanpa terlebih dahulu berhenti untuk mempertimbangkan keadaan pikiran ini, dan terutama tanpa bantuan seorang pemandu. Aturan bijak mengatakan untuk tidak membuat perubahan saat kamu kesepian. Membuat perubahan tersebut akan menjadi waktu sesudahnya, daripada suasana hati saat itu, yang akan menunjukkan kebaikan atau sebaliknya dari pilihan kita.

 

Sangat menarik untuk dicatat, dalam Injil, bahwa Yesus mengusir godaan dengan sikap tekad yang teguh (bdk. Mat 3:14-15;4:1-11;16; 21-23). Pencobaan menyerang-Nya dari semua sisi, tetapi selalu, menemukan dalam diri-Nya ketabahan ini, bertekad untuk melakukan kehendak Bapa, mereka gagal dan berhenti menghalangi jalan-Nya. Dalam kehidupan rohani, pencobaan adalah momen penting, seperti diingatkan sabda Kitab Suci secara tersurat : “Jikalau engkau bersiap untuk mengabdi kepada Tuhan, maka bersedialah untuk pencobaan” (Sir 2:1). Jika kamu ingin mengambil jalan yang baik, persiapkan dirimu : akan ada rintangan, akan ada godaan, akan ada saat-saat kesedihan. Ini seperti ketika seorang guru besar menguji seorang mahasiswa: jika ia melihat bahwa mahasiswa tersebut memahami esensi mat kuliah, ia tidak bersikeras : mahasiswa tersebut telah lulus ujian. Tetapi ia harus lulus ujian.

 

Jika kita tahu bagaimana melintasi kesepian dan kehancuran dengan keterbukaan dan kesadaran, kita dapat muncul dengan kekuatan manusiawi dan rohani. Tidak ada pencobaan yang berada di luar jangkauan kita; tidak ada pencobaan yang lebih besar dari apa yang bisa kita lakukan. Tetapi jangan lari dari pencobaan: lihat apa artinya ujian ini, apa artinya aku sedih: mengapa aku sedih? Apa artinya bahwa pada saat ini aku berada dalam kehancuran? Apa artinya bahwa aku berada dalam kesepian dan tidak dapat melanjutkan? Santo Paulus mengingatkan kita bahwa tidak seorang pun dicobai melebihi kemampuannya, karena Tuhan tidak pernah meninggalkan kita dan, dengan Dia yang dekat, kita dapat mengatasi setiap pencobaan (bdk. 1 Kor 10:13). Dan jika kita tidak mengatasinya hari ini, kita bangun di lain waktu, kita berjalan dan kita akan mengatasinya besok. Tetapi kita tidak boleh tetap mati – bisa dikatakan demikian – kita tidak boleh tetap dikalahkan oleh kesedihan, saat kehamcuran : maju terus. Semoga Tuhan memberkati jalan – kuatkan hati! – kehidupan rohani ini, yang selalu merupakan sebuah perjalanan.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa para peziarah berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, terutama yang berasal dari Inggris, Irlandia, Denmark, Norwegia, Malta, Indonesia, Filipina, dan Amerika Serikat. Atas kamu semua saya memohonkan sukacita dan damai sejahtera Kristus, Tuhan kita. Allah memberkatimu!

 

[Imbauan]

 

Kita melihat dengan ngeri peristiwa yang terus menodai Republik Demokratik Kongo dengan darah. Saya sangat menyesalkan serangan yang tidak dapat diterima yang telah terjadi dalam beberapa hari terakhir di Maboya, Provinsi Kivu Utara, di mana orang-orang yang tidak berdaya, termasuk seorang biarawati yang terlibat dalam perawatan kesehatan, terbunuh. Marilah kita mendoakan para korban dan keluarga mereka, serta komunitas Kristiani dan penduduk di wilayah itu yang terlalu lama kelelahan karena kekerasan.

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari yang terkasih : Dalam katekese lanjutan tentang pembedaan roh, kita sekarang menelaah apa yang disebut guru rohani sebagai “kehancuran”, saat-saat ketika kita mengalami kegelapan batin, keresahan serta berjarak dari Allah dan penghiburan iman. Demi pertumbuhan rohani kita, penting untuk menghadapi malam-malam gelap jiwa ini dan untuk melalukan pembedaan roh dari apa yang ingin disampaikan Tuhan kepada kita melalui malam-malam itu. Terkadang, kesedihan bisa menjadi panggilan untuk mengakui keberdosaan kita serts menerima tawaran kasih dan pengampunan Allah. Santo Thomas mengatakan bahwa jiwa kita, seperti tubuh kita, dapat mengalami semacam rasa sakit yang membuat kita sadar akan ancaman terhadap kesehatan rohani kita. Di lain waktu, pengalaman kesedihan dapat menjadi godaan untuk menjadi malas dalam doa dan disiplin kehidupan Kristiani. Di sini juga, para guru rohani yang luar biasa mendesak kita untuk tidak menyerah pada godaan ini, tetapi untuk bertekun, yakin bahwa dengan ujian ini Tuhan akan membimbing kita pada pemahaman yang lebih penuh tentang rencana anugerah-Nya bagi hidup kita dan persatuan yang lebih dalam dengan Dia dalam iman, harapan dan kasih.
______

(Peter Suriadi - Bogor, 26 Oktober 2022)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 23 Oktober 2022 : DUA GERAKAN - NAIK DAN TURUN

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Bacaan Injil liturgi hari ini menyajikan kepada kita sebuah perumpamaan dengan dua tokoh utama, seorang Farisi dan seorang pemungut cukai (Luk 18:9-14), yaitu seorang yang religius dan seorang yang mengaku berdosa. Keduanya pergi ke Bait Allah untuk berdoa, tetapi hanya si pemungut cukai yang benar-benar mengangkat dirinya kepada Allah, karena ia dengan rendah hati turun ke dalam kerendahan hatinya dan menampilkan dirinya apa adanya, tanpa topeng, dengan kepapaannya. Maka, kita dapat mengatakan bahwa perumpamaan itu terletak di antara dua gerakan, yang diungkapkan oleh dua kata kerja : naik dan turun.

 

Gerakan pertama adalah naik. Memang, teks dimulai dengan mengatakan : “Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa” (ayat 10). Pemandangan ini mengingatkan banyak kisah dalam Kitab Suci, di mana untuk berjumpa Tuhan, kita naik ke gunung kehadiran-Nya : Abraham naik ke gunung untuk mempersembahkan korban; Musa naik Gunung Sinai untuk menerima Perintah; Yesus naik ke gunung di mana Ia berubah rupa. Oleh karena itu, naik mengungkapkan kebutuhan hati untuk melepaskan diri dari kehidupan yang datar untuk menuju Tuhan; naik dari dataran tinggi ego kita untuk naik menuju Allah, membebaskan diri dari "aku" kita; mengumpulkan apa yang kita hayati di lembah untuk membawanya ke hadapan Tuhan. Ini adalah "peninggian", dan ketika kita berdoa, kita naik.

 

Tetapi untuk menghayati perjumpaan dengan-Nya dan diubah rupa oleh doa, untuk naik kepada Allah, diperlukan gerakan kedua: turun. Bagaimana bisa? Apa artinya ini? Untuk naik ke arah-Nya, kita harus turun ke dalam diri kita : menumbuhkan ketulusan dan kerendahan hati yang memberi kita pandangan jujur tentang kelemahan dan kepapaan batin kita. Memang, dalam kerendahan hati kita menjadi mampu membawa diri kita yang sebenarnya kepada Allah, tanpa kepura-puraan : luka, dosa, dan kesengsaraan yang membebani hati kita, serta memohon belas kasihan-Nya sehingga Ia dapat menyembuhkan kita, memulihkan kita, dan meninggikan kita. Dialah yang akan meninggikan kita, bukan diri kita. Semakin kita turun dengan kerendahan hati, semakin Allah meninggikan kita.

 

Memang, si pemungut cukai dalam perumpamaan dengan rendah hati berdiri jauh-jauh (bdk. ayat 13) – ia tidak mendekat, ia malu – ia memohon pengampunan, dan Tuhan meninggikannya. Sebaliknya, orang Farisi meninggikan dirinya, percaya diri, yakin bahwa ia baik-baik saja : berdiri, ia mulai berbicara dengan Tuhan hanya tentang dirinya, memuji dirinya, mendaftar semua pekerjaan keagamaan yang baik yang ia lakukan, dan meremehkan orang lain : aku tidak seperti orang di sana itu…”. Karena inilah yang dilakukan oleh kesombongan rohani. "Tetapi bapa, mengapa kamu berbicara kepada kami tentang kesombongan rohani?" Karena kita semua berisiko jatuh ke dalam perangkap ini. Kesombongan rohani menuntunmu untuk percaya bahwa dirimu benar dan menghakimi orang lain. Ini adalah kesombongan rohani : “Aku baik-baik saja, aku lebih baik dari yang lain : orang ini melakukan ini, orang itu melakukan itu …”. Dan dengan cara ini, tanpa disadari, kamu memuja egomu dan mengenyahkan Allahmu. Itu semua berputar di sekitar diri kita. Ini adalah doa tanpa kerendahan hati.

 

Saudara, saudari, orang Farisi dan pemungut cukai sangat bersangkut paut dengan diri kita. Memikirkan hal itu, marilah kita melihat diri kita sendiri : marilah kita pastikan apakah, di dalam diri kita, seperti pada orang Farisi, ada keyakinan akan kebenaran diri (bdk. ayat 9) yang membuat kita memandang rendah orang lain. Itu terjadi, misalnya, ketika kita mencari pujian dan selalu membuat daftar jasa dan perbuatan baik kita, ketika kita memperhatikan bagaimana diri kita dengan penampilan kita daripada diri kita yang sesungguhnya, ketika kita membiarkan diri kita terperangkap oleh narsisme dan eksibisionisme. Marilah kita waspada terhadap narsisme dan eksibisionisme, yang berlandaskan keangkuhan, yang bahkan membuat kita umat Kristiani, imam dan uskup, selalu memiliki satu kata di bibir kita. Kata yang mana? “Aku”: “Aku melakukan ini, aku menulis itu, aku mengatakannya, aku memahaminya sebelum kamu”, dan seterusnya. Di mana ada terlalu banyak "aku", ada terlalu sedikit Allah. Di negara saya, orang-orang ini disebut "Aku, dengan aku, untuk aku, hanya aku", ini adalah nama orang-orang itu. Dan suatu ketika mereka membicarakan seorang imam yang seperti itu, egois, dan orang-orang, dengan bercanda, mengatakan, "Ketika ia mendupa, ia melakukannya secara terbalik, ia mendupai dirinya sendiri". seperti itulah; bahkan membuatmu tampak konyol.

 

Marilah kita memohon pengantaraan Santa Maria, hamba Tuhan yang rendah hati, gambaran yang hidup dari apa yang ingin Tuhan capai, menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah (bdk. Luk 1:52).

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Hari ini adalah Hari Minggu Misi, dengan tema: “Kamu akan menjadi saksiku”. Ini adalah kesempatan penting untuk membangkitkan kembali keinginan semua orang yang dibaptis untuk ikut serta dalam perutusan Gereja semesta, melalui kesaksian dan pewartaan Injil. Saya mendorong semua orang untuk mendukung para misionaris dengan doa dan kesetiakawana nyata, sehingga mereka dapat melanjutkan karya penginjilan dan pengembangan manusia di seluruh dunia.

 

Hari ini pendaftaran Hari Orang Muda Sedunia, yang akan berlangsung di Lisbon pada Agustus 2023, dibuka. Saya telah mengundang dua pemuda Portugal untuk berada di sini bersama saya seraya saya mendaftar juga, sebagai seorang peziarah. Saya akan melakukannya sekarang [klik di tablet]. Di sana, saya telah mendaftar. Kamu, apakah kamu sudah mendaftar? Lakukanlah … Dan kamu, sudahkah kamu mendaftar? Lakukanlah... Di sana, tetap di sini. Orang-orang muda yang terkasih, saya mengundangmu untuk mendaftar ke pertemuan ini di mana, setelah lama tinggal di kejauhan, kita akan menemukan kembali sukacita pelukan persaudaraan antarorang-orang dan antargenerasi, yang sangat kita butuhkan!

 

Kemarin, Vicente Nicasio Renuncio Toribio dan sebelas sejawatnya dari Kongregasi Sang Penebus Mahasuci, yang dibunuh dalam kebencian terhadap iman di Spanyol pada tahun 1936, dibeatifikasi di Madrid. Teladan para saksi Kristus ini, yang bahkan hingga menumpahkan darah mereka, memacu kita untuk konsisten dan berani; semoga pengantaraan mereka menopang orang-orang yang hari ini berjuang untuk menabur Injil di dunia. Marilah kita bertepuk tangan untuk para beato baru!

 

Dengan gentar saya mengikuti situasi pertikaian yang terus-menerus terjadi di Ethiopia. Sekali lagi, saya ulangi dengan keprihatinan sepenuh hati bahwa kekerasan tidak menyelesaikan perselisihan, tetapi hanya meningkatkan konsekuensi tragis. Saya mengimbau mereka yang memegang tanggung jawab politik untuk mengakhiri penderitaan penduduk yang tak berdaya dan menemukan solusi yang adil bagi perdamaian abadi di seluruh negeri. Semoga upaya para pihak untuk berdialog dan mengusahakan kebaikan bersama mengarah pada jalan rekonsiliasi sejati. Semoga doa-doa kita, kesetiakawanan kita dan bantuan kemanusiaan yang diperlukan tidak mengecewakan saudara-saudari kita di Etiopia, yang begitu tersiksa.

 

Saya sedih dengan banjir yang melanda berbagai negara di Afrika serta telah menyebabkan kematian dan kehancuran. Saya mendoakan para korban, dan saya dekat dengan jutaan orang terlantar, serta saya mengharapkan upaya bersama yang lebih besar untuk mencegah bencana ini.

 

Saya menyapa kamu semua, umat Roma dan para peziarah dari berbagai negara. Secara khusus saya menyapa para klerus dan kaum religius Indonesia yang tinggal di Roma; komunitas Peru yang merayakan pesta Señor de los Milagros, Pusat Akademik Roma Fundación dan kelompok dari Keuskupan Tarnow Polandia. Saya menyapa umat San Donà di Piave, Padua, Pontedera dan Molfetta, para calon penerima sakramen krisma dari Piacenza, kelompok “TIberiade” dari Carrobbio degli Angeli dan Gerakan Antikekerasan dari Verona. Dan hari ini, di awal pemerintahan baru, marilah kita berdoa untuk persatuan dan perdamaian di Italia.

 

Lusa, Selasa 25 Oktober, saya akan pergi ke Koloseum untuk berdoa bagi perdamaian di Ukraina dan dunia, bersama dengan perwakilan dari Gereja-gereja dan komunitas-komunitas Kristiani dan agama-agama dunia, berkumpul di Roma untuk pertemuan “Seruan Damai”. Saya mengundangmu untuk bergabung secara rohani dalam seruan besar kepada Allah ini: doa adalah kekuatan perdamaian. Marilah kita berdoa, marilah kita terus mendoakan Ukraina yang bermartir.

 

Kepada kamu semua saya mengucapkan selamat hari Minggu. Tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siang, dan sampai jumpa!

______

(Peter Suriadi - Bogor, 23 Oktober 2022)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 19 Oktober 2022 : KATEKESE TENTANG PEMBEDAAN ROH (BAGIAN 6) - UNSUR PEMBEDAAN ROH. KISAH HIDUP KITA

Saudara-saudari terkasih, selamat datang dan selamat pagi!

 

Dalam katekese pekan-pekan ini kita sedang memusatkan perhatian pada prasyarat untuk pembedaan roh yang baik. Dalam kehidupan kita harus membuat keputusan, selalu, dan untuk membuat keputusan kita harus mengikuti perjalanan, jalan kebijaksanaan. Setiap kegiatan penting memiliki "petunjuk" yang harus diikuti, yang harus diketahui agar setiap kegiatan tersebut menghasilkan dampak yang diperlukan. Hari ini kita akan melihat unsur lain yang sangat diperlukan untuk pembedaan roh : kisah hidup kita. Mengetahui kisah hidup kita, katakanlah, merupakan unsur penting untuk pembedaan roh.

 

Hidup kita adalah “buku” yang paling berharga yang diberikan kepada kita, sebuah buku yang sayangnya tidak dibaca kebanyakan orang, atau lebih tepatnya mereka terlambat membacanya, menjelang ajal. Tetapi, justru di dalam buku itu kita menemukan apa yang dicari tanpa tujuan di tempat lain. Santo Agustinus, seorang pencari kebenaran yang luar biasa, telah memahami hal ini hanya dengan membaca ulang hidupnya, mencatat di dalamnya langkah-langkah kehadiran Tuhan yang hening dan bijaksana, tetapi tajam. Di akhir perjalanan ini, ia mencatat dengan heran : “Engkau ada di dalam, dan aku ada di luar, serta di sana aku mencari Engkau; aku, yang tidak elok, terburu-buru dengan acuh tak acuh di antara hal-hal indah yang Engkau buat. Engkau bersamaku, tetapi aku tidak bersama Engkau” (Pengakuan-pengakuan X, 27.38). Oleh karena itu ia mengundang untuk mengembangkan kehidupan batin guna menemukan apa yang dicari : “Kembalilah ke dalam dirimu. Di dalam batin manusia bersemayam kebenaran” (Tentang Agama Sejati, XXXIX, 72). Ini adalah undangan yang akan saya sampaikan kepada kamu semua, dan bahkan kepada diri saya sendiri : “Kembalilah ke dalam dirimu. Bacalah hidupmu. Bacalah dirimu dalam hati, jalan yang telah kamu ambil. Dengan ketenangan. Kembalilah ke dalam dirimu".

 

Sering kali, kita juga mengalami pengalaman Agustinus, menemukan diri kita terpenjara oleh pikiran yang menjauhkan kita dari diri kita sendiri, pesan stereotip yang merugikan kita : misalnya, “Aku tidak berharga” – dan itu membuat kamu kecewa; “semuanya keliru bagiku” – dan membuatmu kecewa; "Aku tidak akan pernah mencapai sesuatu yang berharga" - dan membuatmu sedih, dan hal ini menjadi hidupmu. Ungkapan pesimistis yang membuat kamu kecewa! Membaca sejarah kita juga berarti mengenali keberadaan unsur-unsur "beracun" ini, tetapi kemudian memperluas narasi kita, belajar memperhatikan hal-hal lain, membuatnya lebih kaya, lebih menghormati kompleksitas, berhasil juga dalam memahami cara-cara bijaksana yang di dalamnya Allah bertindak dalam kehidupan kita. Saya pernah mengenal seseorang yang menurut orang-orang pantas menerima Hadiah Nobel dalam hal negatif : seluruhnya buruk, seluruhnya, dan ia selalu berusaha merendahkan diri. Ia adalah orang yang pahit, tetapi ia sangat berkualitas. Dan kemudian orang ini menemukan orang lain yang membantunya, dan setiap kali ia mengeluh tentang sesuatu, orang lain tersebut biasanya mengatakan, "Tetapi sekarang, untuk mengimbanginya, katakan sesuatu yang baik tentang dirimu". Dan ia akan berkata: "Yah, ya ... aku juga memiliki kualitas ini", dan sedikit demi sedikit hal ini menolongnya untuk bergerak maju, membaca dengan baik kehidupannya, baik hal-hal buruk maupun hal-hal baik. Kita harus membaca hidup kita, dan dengan demikian kita melihat hal-hal yang tidak baik dan juga hal-hal baik yang ditabur Allah di dalam diri kita.

 

Kita telah melihat bahwa pembedaan roh memiliki pendekatan naratif; pembedaan roh tidak berkutat pada tindakan tepat waktu, melainkan menyisipkannya dalam konteks : dari mana pemikiran ini berasal? Apa yang sedang kurasakan sekarang, dari mana asalnya? Ke mana ia membawaku, apa yang sedang kupikirkan sekarang? Sebelumnya kapan aku pernah mengalaminya? Apakah sesuatu yang baru terpikirkan sekarang, atau apakah aku menemukannya di lain waktu? Mengapa lebih menarik perhatian daripada yang lain? Apa yang sedang coba dikatakan kehidupan kepadaku berkenaan dengan hal ini?

 

Menceritakan kembali peristiwa-peristiwa dalam kehidupan kita juga memungkinkan kita untuk memahami nuansa dan rincian penting, yang dapat mengungkapkan diri kita sebagai pertolongan berharga, yang sampai sekarang tersembunyi. Misalnya, pembacaan, pelayanan, perjumpaan, pada pandangan pertama dianggap tidak penting, tetapi seiring berjalannya waktu menyampaikan kedamaian batin; seluruhnya menyampaikan sukacita hidup dan menyarankan prakarsa baik lebih lanjut. Berhenti dan mengakui hal ini sangat penting. Berhenti dan mengenali : penting untuk pembedaan roh; berhenti dan mengenali adalah tugas untuk mengumpulkan mutiara berharga dan tersembunyi yang telah ditaburkan Tuhan di tanah kita.

 

Kebaikan selalu tersembunyi, karena kebaikan itu sederhana dan menyembunyikan dirinya : kebaikan itu tersembunyi; hening, membutuhkan penggalian yang lambat dan terus menerus. Karena gaya Allah penuh kebijaksanaan : Allah suka tidak terlihat, dengan kebijaksanaan, Ia tidak memaksakan; Ia seperti udara yang kita hirup - kita tidak melihatnya tetapi memungkinkan kita untuk hidup, dan kita menyadari hal ini hanya ketika sedang berlalu.

 

Membiasakan membaca ulang kehidupan kita mendidik pandangan, mempertajamnya, memungkinkannya untuk mencatat mukjizat-mukjizat kecil bahwa Allah yang baik bekerja untuk kita setiap hari. Ketika kita menyadari hal ini, kita melihat kemungkinan arah lain yang memperkuat perasaan batin, kedamaian dan daya cipta kita. Kesadaran tersebut, terutama, membuat kita semakin bebas dari stereotip beracun. Dengan bijak dikatakan bahwa orang yang tidak mengetahui masa lalunya dikutuk untuk mengulanginya. Aneh : jika kita tidak tahu jalan yang telah kita ambil, masa lalu, kita selalu mengulanginya, kita berputar-putar. Orang yang berjalan dalam lingkaran tidak pernah maju; bukan kemajuan, seperti anjing yang mengejar ekornya sendiri; ia selalu berjalan dengan cara ini, dan mengulangi banyak hal.

 

Kita mungkin bertanya pada diri kita : apakah aku pernah menceritakan hidupku kepada siapa pun? Ini adalah pengalaman yang indah dari pasangan yang bertunangan, yang ketika mereka serius, menceritakan kisah hidup mereka… Ini adalah salah satu bentuk komunikasi yang paling indah dan intim, menceritakan kembali kehidupan kita. Memungkinkan kita untuk menemukan perkara yang sampai sekarang tidak diketahui, kecil dan sederhana tetapi, seperti yang dikatakan Injil, justru dari perkara kecil itulah lahir perkara besar (bdk. Luk 16:10).

 

Kehidupan para kudus juga merupakan pertolongan berharga dalam mengenali gaya Allah dalam kehidupan kita : memungkinkan kita untuk mengenal cara Ia bertindak. Beberapa perilaku para kudus menantang kita, menunjukkan kepada kita makna dan peluang baru. Inilah yang terjadi, misalnya, pada Santo Ignatius dari Loyola. Ketika menjelaskan penemuan dasariah hidupnya, ia menambahkan klarifikasi penting, dan ia berkata : “Berdasarkan pengalaman ia menyimpulkan bahwa beberapa pemikiran membuatnya sedih, pemikiran lainnya membuatnya ceria; dan berangsur-angsur ia belajar mengenal keragaman pemikiran, keragaman roh yang bergejolak dalam dirinya” (bdk. Autobiografi, no. 8). Mengenal apa yang terjadi di dalam diri kita, mengenal, menyadari.

 

Pembedaan roh adalah pembacaan naratif saat-saat baik dan saat-saat gelap, penghiburan dan kesedihan yang kita alami dalam perjalanan hidup kita. Dalam pembedaan roh, hatilah yang berbicara kepada kita tentang Allah, dan kita harus belajar memahami bahasanya. Marilah kita bertanya, di penghujung hari, misalnya : apa yang terjadi hari ini di dalam hatiku? Beberapa orang berpikir bahwa melakukan pemeriksaan hati nurani ini adalah untuk menghitung keseimbangan dosa – dan kita berkomitmen banyak – tetapi juga tentang bertanya pada diri kita, “Apa yang terjadi dalam diriku, apakah aku mengalami sukacita? Apa yang membuatku bersukacita? Apakah aku sedih? Apa yang membuatku sedih? Dan dengan cara ini, kita belajar untuk melakukan pembedaan roh apa yang terjadi di dalam diri kita.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa para peziarah berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, terutama mereka yang berasal dari Irlandia, Denmark, Norwegia, Belgia, Indonesia, Kanada dan Amerika Serikat, termasuk para imam dari Institut untuk Pendidikan Teologi Berkelanjutan di Kolose Kepausan Amerika Utara. Dalam menyapa para peziarah Nigeria yang hadir, saya memikirkan hujan deras yang turun di negara mereka akhir-akhir ini, yang menyebabkan banjir, banyak kematian, dan kerusakan luar biasa. Marilah kita mendoakan semua yang kehilangan nyawa mereka dan semua orang yang terkena dampak bencana alam yang menghancurkan ini. Semoga saudara-saudari kita ini mengalami kesetiakawanan kita dan dukungan dari masyarakat internasional.

 

[Ringkasan dalam Bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih : Dalam katekese lanjutan kita tentang pembedaan roh, sekarang kita membahas pentingnya menafsirkan, dalam terang penyelenggaraan ilahi, kisah hidup kita. Melalui doa dan wawasan rohani, kita dapat belajar untuk melakukan pembedaan roh terhadap rangkaian rahmat Allah yang mengalir melalui hidup kita. Mencatat sejarah pribadi kita dengan cara ini, selain dapat membuat kita sadar akan sikap negatif yang berbahaya bagi pertumbuhan rohani kita, juga membuka mata kita terhadap peristiwa dan perjumpaan yang seringkali tersembunyi yang secara diam-diam mengungkapkan rencana kasih Tuhan untuk kebahagiaan kekal kita. Kehidupan para kudus juga menjelaskan jalan pribadi kita menuju kekudusan. Dalam Pengakuan-pengakuan, Santo Agustinus membagikan tahap-tahap pemahamannya tentang bagaimana Allah secara misterius menuntunnya untuk menemukan dan merangkul kebenaran yang memenuhi keinginan terdalam hati kita semata. Santo Ignatius Loyola, pembimbing rohani yang luar biasa lainnya, memanfaatkan perjalanan pertobatannya untuk mengajari kita bagaimana melakukan pembedaan roh tentang suara Allah yang berbicara jauh di dalam diri kita, membimbing langkah-langkah kita melalui kehidupan, dan memanggil kita menuju persatuan yang semakin dalam dengan diri-Nya.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 19 Oktober 2022)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 16 Oktober 2022 : DOA ADALAH OBAT IMAN DAN PEMULIH JIWA

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Bacaan Injil dalam liturgi hari ini diakhiri dengan pertanyaan yang mengganggu yang diajukan oleh Yesus : "Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?" (Luk 18:8) Agaknya seperti Ia mengatakan, “Ketika Aku datang kembali pada akhir zaman” – atau kita juga dapat berpikir, bahkan sekarang, pada masa kehidupan ini – “akankah Aku mendapati sedikit iman dalam dirimu, dalam duniamu?”. Ini adalah sebuah pertanyaan serius. Marilah kita bayangkan bahwa Tuhan datang hari ini ke bumi. Sayangnya, Ia akan melihat banyak perang, banyak kemiskinan dan banyak kesenjangan. Pada saat yang sama, Ia akan melihat penaklukan teknis yang luar biasa, sarana modern, dan orang-orang yang selalu berlari, yang tidak pernah berhenti. Tetapi apakah Ia akan mendapati seseorang yang mendedikasikan waktu dan kasih sayang untuk-Nya, seseorang yang akan menempatkan-Nya di tempat pertama? Terutama, marilah kita bertanya pada diri kita, “Apa yang akan Ia dapati di dalam diriku, jika Tuhan datang hari ini, apa yang akan Ia dapati di dalam diriku, dalam hidupku, dalam hatiku? Prioritas apa yang akan Ia lihat dalam hidupku?”

 

Kita sering berfokus pada begitu banyak hal yang mendesak padahal tidak diperlukan. Kita menempati dan menyibukkan diri dengan begitu banyak kenyataan sekunder. Dan mungkin tanpa menyadarinya, kita mengabaikan apa yang paling penting dan kita membiarkan cinta kita kepada Allah menjadi dingin, menjadi dingin sedikit demi sedikit. Hari ini, Yesus menawarkan kepada kita obat untuk mengobarkan kembali iman yang suam-suam kuku. Dan apa obatnya? Doa. Ya, doa adalah obat untuk iman, doa adalah pemulihan jiwa. Namun, doa perlu dilakukan tanpa jemu-jemu. Jika kita harus menjalani pengobatan untuk menjadi lebih baik, mengikuti rencana pengobatan dengan baik, minum obat dengan setia dan teratur dengan cara yang benar serta pada waktu yang tepat sangatlah penting. Ini diperlukan dalam segenap kehidupan. Marilah kita pikirkan tanaman hias : kita perlu menyiraminya tanpa jemu-jemu setiap hari. Kita tidak bisa membasahinya dan kemudian membiarkannya tanpa memberikan air selama seminggu! Apalagi dengan doa. Kita tidak bisa hidup hanya pada saat-saat doa yang kuat atau pertemuan intens sesekali, dan kemudian "tidak berbuat apa-apa". Iman kita akan mengering. Kita membutuhkan air doa setiap hari, kita membutuhkan waktu yang didedikasikan untuk Allah, sehingga Ia dapat masuk ke dalam waktu kita, ke dalam hidup kita; kita membutuhkan saat-saat tanpa jemu-jemu di mana kita membuka hati kita kepada-Nya sehingga setiap hari Ia dapat mencurahkan cinta, kedamaian, sukacita, kekuatan, harapan kepada kita, dan dengan demikian memelihara iman kita.

 

Inilah sebabnya mengapa Yesus mengatakan kepada murid-murid-Nya – kepada semua orang, bukan hanya kepada beberapa orang! – “bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu” (ayat 1). Sekarang seseorang mungkin keberatan : “Tetapi, bagaimana aku bisa melakukan hal itu? Aku tidak tinggal di biara. Aku tidak punya banyak waktu untuk berdoa!”. Mungkin praktek latihan rohani yang bijaksana untuk kesulitan nyata ini yang dikenal baik oleh kaum tua, terutama kakek-nenek kita, yang sedikit terlupakan hari ini, dapat membantu kita. Inilah yang disebut aspirasi. Namanya agak ketinggalan jaman, tapi substansinya bagus. Apakah aspirasi? Aspirasi adalah doa-doa yang sangat singkat, mudah dihafal yang bisa sering diulang-ulang sepanjang hari, dalam berbagai kegiatan, untuk tetap “selaras” dengan Tuhan. Misalnya, segera setelah kita bangun, kita dapat mengatakan : "Tuhan, aku bersyukur dan aku mempersembahkan hari ini kepada-Mu". Ini adalah doa yang singkat. Kemudian, sebelum suatu kegiatan, kita dapat mengulangi, “Datanglah, Roh Kudus”. Di antara satu hal dan hal lainnya, kita dapat berdoa demikian, “Yesus, aku percaya kepada-Mu. Yesus, aku mencintai-Mu”. Doa yang sangat singkat yang membantu kita tetap berhubungan dengan Tuhan. Seberapa sering kita mengirim pesan instan kepada orang yang kita cintai! Marilah kita lakukan hal ini juga dengan Tuhan agar hati kita tetap terhubung dengan-Nya. Dan jangan lupa untuk membaca tanggapan-Nya. Tuhan selalu menjawab. Di mana kita mendapatinya? Dalam Injil yang harus selalu disimpan dan harus dibuka beberapa kali setiap hari, untuk menerima Sabda kehidupan yang ditujukan kepada kita.

 

Dan marilah kembali ke nasihat yang telah saya berikan berkali-kali – bawalah Injil ukuran saku di sakumu dalam dompetmu. Dan ketika kamu punya waktu senggang, bukalah dan bacalah sesuatu, dan Tuhan akan menanggapi.

 

Semoga Perawan Maria, pendengar yang setia, mengajari kita seni senantiasa berdoa, tanpa jemu-jemu.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara dan saudari terkasih,

 

Pada 10 Oktober tahun lalu, tahap pertama dibuka Sidang Umum Biasa XVI Sinode Para Uskup dengan tema, “Untuk Gereja Sinodal : Persekutuan, Partisipasi, Misi”. Sejak itu, tahap pertama Sinode dilaksanakan di Gereja-Gereja lokal melalui mendengarkan dan pembedaan roh. Banyak buah dari proses sinode yang sedang berjalan, tetapi untuk mencapai kedewasaan penuh, perlu untuk tidak terburu-buru. Oleh karena itu, agar masa pembedaan roh lebih santai, saya telah menetapkan bahwa Sidang Sinode ini akan berlangsung dalam dua sesi. Yang pertama 4-29 Oktober 2023, dan yang kedua pada Oktober 2024. Saya percaya bahwa keputusan ini akan meningkatkan pemahaman sinodalitas sebagai dimensi konstitutif Gereja, dan membantu setiap orang untuk menghayatinya sebagai perjalanan saudara-saudari yang memberitakan sukacita Injil.

 

Hari ini, di Boves (Cuneo), Pastor Giuseppe Bernardi dan Pastor Mario Ghibaudo – pastor dan pastor rekan, yang dibunuh dalam kebencian terhadap iman pada tahun 1943 – akan dinyatakan sebagai beato. Dalam bahaya yang ekstrim, mereka tidak meninggalkan umat yang dipercayakan kepada mereka, bahkan membantu mereka sampai menumpahkan darah, ambil bagian dalam nasib tragis sesama warga kota lainnya yang terbunuh oleh Nazi. Semoga teladan mereka mengobarkan dalam diri para imam keinginan untuk menjadi gembala demi hati Kristus, selalu bersama umat mereka. Tepuk tangan meriah untuk kedua beato baru!

 

Selasa, 18 Oktober ini, Yayasan “Bantuan untuk Gereja yang Membutuhkan” mempromosikan kampanye “Sejuta Anak Berdoa Rosario”. Saya berterima kasih kepada semua anak yang berpartisipasi! Marilah kita menyatukan diri kita dengan mereka dan mempercayakan rakyat yang menderita di Ukraina, serta rakyat lain yang menderita karena perang dan segala bentuk kekerasan dan kesengsaraan, kepada pengantaraan Bunda Maria.

 

Berkenaan kesengsaraan, besok adalah Hari Internasional untuk Pengentasan Kemiskinan. Setiap orang dapat membantu masyarakat di mana tidak ada seorang pun yang merasa dikucilkan karena mereka miskin.

 

Saya menyapa kamu semua, umat Roma dan para peziarah dari berbagai negara : keluarga, kelompok paroki, lembaga. Secara khusus, saya menyapa band musik dari Freiburg yang saya dengar bermain. Kamu benar-benar baik! Paduan Suara “Comelico” dari Santo Stefano di Cadore dan Lembaga Milisi Immaculata, dan perwakilan dari Konfederasi Organisasi Bisnis Spanyol dan Federasi Pekerja Mandiri Spanyol. Saya juga menyapa mereka yang berada di sini dari Chajarí, Provinsi Entre Ríos (Argentina). Semoga Allah memberkatimu!

 

Saya harap kamu semua memiliki hari Minggu yang baik. Dan, tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siang dan sampai jumpa!

______

(Peter Suriadi - Bogor, 16 Oktober 2022)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 12 Oktober 2022 : KATEKESE TENTANG PEMBEDAAN ROH (BAGIAN 5) - UNSUR PEMBEDAAN ROH. KEINGINAN

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Dalam katekese tentang pembedaan roh ini kita meninjau kembali unsur-unsur pembedaan roh. Setelah doa, satu unsur, dan pengenalan diri, unsur lain, yaitu berdoa dan mengenal diri sendiri, hari ini saya ingin berbicara tentang "ramuan" lain yang sangat diperlukan : hari ini saya ingin berbicara tentang keinginan. Kenyataannya, pembedaan roh adalah suatu bentuk pencarian, dan pencarian selalu berasal dari sesuatu yang tidak kita miliki tetapi entah bagaimana diketahui, yang kita intuisikan.

 

Pengetahuan macam apa ini? Guru spiritual menyebutnya dengan istilah “keinginan”, yang pada dasarnya adalah nostalgia akan kepenuhan yang tidak pernah menemukan pemenuhan sepenuhnya, dan merupakan tanda kehadiran Allah dalam diri kita. Keinginan tidak bersifat sesaat, bukan. Kata Italia, desiderio, berasal dari istilah Latin yang sangat indah, ini aneh : de-sidus, secara harfiah "kekurangan bintang". Keinginan adalah tidak adanya penunjuk jalan, tidak adanya titik acuan yang mengarahkan jalan kehidupan; keinginan membangkitkan penderitaan, kekurangan, dan pada saat yang sama ketegangan untuk mencapai kebaikan yang kita lewatkan. Maka, keinginan adalah kompas untuk memahami di mana saya berada dan ke mana saya pergi, atau lebih tepatnya kompas untuk memahami apakah saya diam atau bergerak; orang yang tidak pernah mengingini adalah orang yang statis, mungkin sakit, hampir mati. Kompas untuk mengetahui apakah saya bergerak atau apakah saya berdiri diam. Dan bagaimana mungkin untuk mengenalinya?

 

Marilah kita berpikir, kehendak yang tulus tahu bagaimana menyentuh secara mendalam paduan nada keberadaan kita, itulah sebabnya kehendak itu tidak padam dalam menghadapi kesulitan atau rintangan. Seperti ketika kita haus : jika kita tidak menemukan sesuatu untuk diminum, kita tidak menyerah; sebaliknya, kerinduan semakin menguasai pikiran dan tindakan kita, hingga kita rela berkorban apapun untuk memadamkannya, nyaris terobsesi. Rintangan dan kegagalan tidak melumpuhkan keinginan, tidak; sebaliknya, membuatnya lebih hidup dalam diri kita.

 

Tidak seperti emosi sesaat, keinginan bertahan melewati waktu, bahkan waktu yang lama, dan cenderung terwujud. Jika, misalnya, seorang anak muda ingin menjadi dokter, ia harus memulai studi dan pekerjaan yang akan menghabiskan beberapa tahun dalam hidupnya, dan akibatnya harus menetapkan batasan, katakan “tidak ”, mengatakan “tidak”, pertama-tama untuk program studi lain, tetapi juga kemungkinan pengalihan dan gangguan, terutama selama periode studi yang paling intens. Namun, keinginan untuk memberikan arah hidup dan mencapai tujuan itu – menjadi seorang dokter contohnya – memungkinkannya untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ini. Keinginan membuatmu kuat, keinginan membuatmu berani, keinginan membuatmu terus maju, karena kamu ingin sampai pada hal itu : "Saya menginginkan hal itu".

 

Akibatnya, suatu nilai menjadi indah dan lebih mudah dicapai bila menarik. Seperti dikatakan beberapa orang, "lebih penting daripada menjadi baik adalah memiliki keinginan untuk menjadi baik". Menjadi baik adalah sesuatu yang menarik, kita semua ingin menjadi baik, tetapi apakah kita memiliki keinginan untuk menjadi baik?

 

Sangat mengejutkan bahwa Yesus, sebelum melakukan mukjizat, sering bertanya kepada orang tersebut tentang keinginan mereka : "Maukah engkau sembuh?". Dan terkadang pertanyaan ini tampak tidak pada tempatnya, jelas orang tersebut sakit! Misalnya, ketika Ia bertemu dengan orang lumpuh di kolam Betesda, yang telah berada di sana selama bertahun-tahun dan tidak pernah berhasil memanfaatkan saat yang tepat untuk masuk ke dalam air, Yesus bertanya kepadanya, ”Maukah engkau sembuh?” (Yoh 5:6). Tetapi bagaimana bisa? Kenyataannya, jawaban si lumpuh mengungkapkan serangkaian penolakan aneh terhadap penyembuhan, yang tidak hanya berhubungan dengannya. Pertanyaan Yesus adalah undangan untuk membawa kejelasan ke dalam hatinya, untuk menyambut kemungkinan lompatan ke depan : bukan lagi perihal dirinya dan hidupnya "sebagai orang lumpuh", yang diangkut oleh orang lain. Tetapi orang di tempat tidur tampaknya tidak begitu yakin akan hal ini. Dengan terlibat dalam dialog dengan Tuhan, kita belajar memahami apa yang benar-benar kita inginkan dari kehidupan. Orang lumpuh ini adalah contoh khas dari mereka yang mengatakan “Ya, ya, aku mau, aku mau, aku mau”, tetapi kemudian “Aku tidak mau, aku tidak mau, aku tidak mau, aku tidak mau melakukan apapun". Ingin melakukan sesuatu menjadi seperti khayalan dan tidak mengambil langkah untuk melakukannya. Orang-orang yang mau dan tidak mau. Ini buruk, dan orang sakit itu, di sana selama tiga puluh delapan tahun, tetapi selalu menggerutu; "Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku”, serta ia mengeluh dan meratap. Tetapi waspadalah, karena keluhan adalah racun, racun bagi jiwa, racun bagi kehidupan, karena mereka menghalangi keinginan untuk terus berkembang. Waspadalah terhadap keluhan. Ketika kita mengeluh dalam keluarga, pasutri mengeluh, yang satu mengeluh tentang yang lain, anak-anak tentang ayah mereka, imam tentang uskup, atau uskup tentang banyak hal lainnya ... Tidak, jika kamu menemukan dirimu menggerutu, berhati-hatilah, agak berdosa, karena menghentikan keinginan untuk tumbuh.

Seringkali memang keinginan yang membuat perbedaan antara proyek yang sukses, koheren dan langgeng, dan ribuan keinginan dan niat baik yang, seperti yang mereka katakan, "neraka diaspal": "Ya, saya ingin, saya ingin , saya ingin…”, tetapi Anda tidak melakukan apa-apa. Era di mana kita hidup tampaknya mempromosikan kebebasan memilih yang maksimal, tetapi pada saat yang sama itu mengecilkan keinginan, Anda ingin dipuaskan terus-menerus, yang sebagian besar direduksi menjadi keinginan saat ini. Dan kita harus berhati-hati agar tidak mengecilkan keinginan. Kita dibombardir oleh ribuan proposal, proyek, kemungkinan, yang berisiko mengalihkan perhatian kita dan tidak memungkinkan kita untuk dengan tenang mengevaluasi apa yang sebenarnya kita inginkan. Sering kali, kita menemukan orang, berpikir tentang kaum muda misalnya, dengan telepon di tangan mereka, melihatnya… “Tetapi apakah kamu berhenti untuk berpikir?” - "Tidak". Selalu menghadap ke luar, ke arah yang lain. Keinginan tidak dapat tumbuh dengan cara ini, kamu hidup pada saat ini, kenyang pada saat ini, dan keinginan tidak tumbuh.

 

Banyak orang menderita karena mereka tidak tahu apa yang mereka inginkan dari hidup mereka, banyak dari mereka; mereka mungkin tidak pernah berhubungan dengan keinginan terdalam mereka, mereka tidak pernah tahu: "Apa yang kamu inginkan dari hidupmu?" - "Aku tidak tahu". Karenanya risiko melewati keberadaan kita di antara berbagai usaya dan upaya, tidak pernah ke mana-mana, dan menyia-nyiakan peluang berharga. Dan perubahan tertentu, meskipun secara teoris diinginkan, ketika kesempatan muncul tidak pernah dilaksanakan, tidak ada keinginan kuat untuk mengejar sesuatu.

 

Jika Tuhan bertanya kepada kita, hari ini, misalnya, salah serorang dari kita, pertanyaan yang Ia ajukan kepada orang buta di Yerikho : "Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?" (Mrk 10:51) – marilah kita berpikir bahwa hari ini Tuhan bertanya kepada kita masing-masing : “Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?” - bagaimana kita akan menjawabnya? Mungkin kita akhirnya bisa meminta Dia untuk membantu kita mengetahui keinginan terdalam kita, yang telah ditempatkan Allah sendiri di dalam hati kita : “Tuhan, bolehkah aku mengetahui keinginanku, semoga aku menjadi seorang perempuan, seorang laki-laki dengan keinginan besar”; mungkin Tuhan akan memberi kita kekuatan untuk mewujudkannya. Sebuah rahmat yang luar biasa, dasar dari semua yang lain : memperkenankan Tuhan, seperti dalam Injil, untuk melakukan mukjizat bagi kita : "Berilah kami keinginan dan buatlah keinginan itu tumbuh, Tuhan".

 

Karena Ia juga memiliki keinginan yang besar untuk kita : membuat kita ambil bagian dalam kepenuhan hidup-Nya. Terima kasih.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa para peziarah berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, terutama yang berasal dari Inggris, Denmark, Finlandia, Norwegia, Belanda, Ghana, Vietnam dan Amerika Serikat. Atas kamu semua saya memohonkan sukacita dan damai sejahtera Kristus, Tuhan kita. Allah memberkatimu!

 

[Imbauan Bapa Suci]

 

Pada hari-hari ini hati saya selalu bersama rakyat Ukraina, terutama penduduk di tempat-tempat di mana pengeboman telah berkecamuk. Saya membawa dalam diri saya penderitaan mereka dan, dengan perantaraan Santa Bunda Allah, saya mempersembahkannya dalam doa kepada Tuhan. Ia selalu mendengarkan jeritan kaum miskin yang memanggil-Nya : semoga Roh-Nya mengubah hati orang-orang yang memegang hasil perang di tangan mereka, sehingga badai kekerasan dapat terhenti, dan hidup berdampingan secara damai, dalam keadilan, dapat terwujud. dibangun kembali.

[Ringkasan dalam Bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudara terkasih, dalam katekese lanjutan kita tentang pembedaan roh, kita telah membahas pentingnya doa dan pertumbuhan dalam pengenalan diri. Hari ini kita membahas unsur pembedaan roh yang diperlukan, yaitu keinginan, kerinduan mendalam akan kebahagiaan dan pemenuhan yang ada di dalam hati manusia. Dalam tradisi rohani kita, keinginan dilihat sebagai bukti kerinduan bawaan kita akan Allah dan kedamaian yang hanya dapat diberikan oleh-Nya : semacam kompas yang mengarahkan hidup kita ke tujuan akhir.

 

Dalam mencari Tuhan dan memercayai janji-janji-Nya, kita menemukan kekuatan untuk bertekun di tengah kesulitan, menerima pengorbanan dengan penuh sukacita, dan berjuang dalam segala hal untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Dalam Injil, Yesus sering bertanya kepada mereka yang mencari mukjizat apa yang mereka minta dari-Nya (yaitu, Mrk 10:51). Dialog kita dengan Tuhan dalam doa membantu kita untuk mengartikulasikan keinginan terdalam kita dan memungkinkan Dia untuk melakukan mukjizat rahmat dan penyembuhan dalam hidup kita. Karena itulah keinginan terbesar Yesus : membuat kita ikut ambil bagian dalam kehidupan ilahi-Nya dan memungkinkan kita menemukan, di dalam Dia, kebahagiaan dan pemenuhan kekal kita.

______

(Peter Suriadi - Bogor, 12 Oktober 2022)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 5 Oktober 2022 : KATEKESE TENTANG PEMBEDAAN ROH (BAGIAN 4) - UNSUR PEMBEDAAN ROH. PENGENALAN DIRI


Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Marilah kita terus menelaah tema pembedaan roh. Terakhir kali kita membahas doa, yang dipahami sebagai keakraban dan keyakinan dengan Allah, sebagai unsur yang sangat diperlukan. Doa, bukan seperti burung beo. Bukan : doa sebagai keakraban dan keyakinan dengan Allah; doa putra-putra Bapa; doa dengan hati terbuka. Kita melihat hal ini dalam katekese terakhir. Hari ini saya ingin, dengan cara yang hampir saling melengkapi, menekankan bahwa pembedaan roh yang baik juga membutuhkan pengetahuan diri. Pengetahuan diri. Dan ini tidak mudah, eh! Pembedaan roh memang melibatkan kemampuan manusiawi kita : ingatan, kecerdasan, kemauan, kasih sayang. Seringkali, kita tidak tahu bagaimana membedakan roh karena kita tidak cukup mengenal diri kita, sehingga kita tidak tahu apa yang sebenarnya kita inginkan. Kamu telah mendengar berkali-kali : “Tetapi orang itu, mengapa ia tidak menata hidupnya? Ia tidak pernah tahu apa yang ia inginkan…”. Ada orang yang… Dan kemudian, ya, hidupnya berjalan seperti itu, karena ia bahkan tidak tahu apa yang ia inginkan. Tanpa sampai pada ekstrim itu, terjadi pada diri kita juga bahwa kita tidak tahu dengan jelas apa yang kita inginkan, kita tidak mengenal diri kita dengan baik.

 

Mendasari keraguan spiritual dan krisis panggilan, tidak jarang terjadi dialog yang tidak memadai antara kehidupan beragama serta segi manusiawi, kognitif dan afektif kita. Seorang penulis spiritualitas mencatat berapa banyak kesulitan berkenaan dengan tema pembedaan roh yang menunjukkan masalah jenis lainnya, yang harus dikenali dan ditelaah. Penulis ini menulis: “Aku telah sampai pada keyakinan bahwa rintangan terbesar bagi pembedaan roh yang sesungguhnya (dan pertumbuhan yang sesungguhnya dalam doa) bukanlah kodrat Allah yang tak berwujud, tetapi kenyataan bahwa kita tidak cukup mengenal diri kita, dan bahkan tidak ingin memahami diri kita sendiri apa adanya. Hampir semua dari kita bersembunyi di balik topeng, tidak hanya di depan orang lain, tetapi juga ketika kita bercermin” (Th. Green, Ilalang di antara Gandum, 1992). Kita semua memiliki godaan untuk memakai topeng, bahkan di hadapan diri kita sendiri.

 

Melupakan akan kehadiran Allah dalam hidup kita berjalan seiring dengan ketidaktahuan akan diri kita – mengabaikan Allah dan mengabaikan diri kita – ketidaktahuan akan sifat-sifat kepribadian dan keinginan terdalam kita.

 

Mengenal diri sendiri tidaklah sulit, tetapi melelahkan : mengenal diri sendiri menyiratkan pencarian jiwa yang sabar. Mengenal diri sendiri membutuhkan kemampuan untuk berhenti, "menonaktifkan autopilot", memperoleh kesadaran tentang cara kita bertindak, perasaan yang ada di dalam diri kita, pikiran berulang yang mengkondisikan kita, dan seringkali secara tidak sadar. Mengenal diri sendiri juga mengharuskan kita membedakan antara emosi dan kemampuan spiritual. “Aku merasa” tidak sama dengan “aku yakin”; "Aku merasa seperti" tidak sama dengan "aku ingin". Jadi, kita menyadari bahwa pandangan yang kita miliki tentang diri kita dan tentang kenyataan yang kadang-kadang sedikit terputar balik. Menyadari hal ini adalah rahmat! Memang, sangat sering bisa terjadi bahwa keyakinan yang salah tentang kenyataan, berdasarkan pengalaman masa lalu, sangat memengaruhi kita, membatasi kebebasan kita untuk memperjuangkan apa yang benar-benar penting dalam hidup kita.

 

Hidup di era teknologi informasi, kita tahu betapa pentingnya mengetahui kata sandi untuk masuk ke program di mana informasi paling pribadi dan berharga tersimpan. Tetapi kehidupan rohani juga memiliki “kata sandi” : ada kata-kata yang menyentuh hati karena kata-kata itu juga merujuk pada apa yang paling peka bagi diri kita. Si penggoda, yaitu iblis, mengetahui kata sandi ini dengan baik, dan penting bagi kita untuk mengetahuinya juga, agar tidak menemukan diri kita di tempat yang tidak kita inginkan. Godaan tidak selalu menyarankan hal-hal buruk, tetapi seringkali hal-hal yang serampangan, disajikan dengan kepentingan yang berlebihan. Dengan cara ini ia menghipnotis kita dengan daya tarik agar hal-hal ini mengacaukan kita, hal-hal yang indah tetapi bersifat khayalan, yang tidak dapat memberikan apa yang mereka janjikan, dan oleh karena itu pada akhirnya meninggalkan kita dengan perasaan hampa dan sedih. Perasaan hampa dan sedih itu adalah tanda bahwa kita telah menempuh jalan yang tidak benar, yang telah membuat kita bingung. Misalnya, gelar, karier, hubungan, semua hal yang dalam dirinya patut dipuji, tetapi mengarahkan, jika kita tidak bebas, kita kepada risiko berlabuh pada harapan yang tidak nyata, seperti penegasan nilai kita. Misalnya, ketika kamu memikirkan studi yang kamu lakukan, apakah kamu berpikir hanya untuk mempromosikan dirimu, untuk kepentinganmu, atau juga untuk melayani masyarakat? Di sana, orang dapat melihat kesengajaan kita masing-masing. Dari kesalahpahaman ini seringkali muncul penderitaan yang paling besar, karena tidak satupun dari hal-hal tersebut yang dapat menjadi jaminan martabat kita.

 

Inilah sebabnya, saudara-saudari terkasih, pentingnya mengenal diri kita, mengetahui kata sandi hati kita, apa yang paling kita pekakan, melindungi diri kita dari mereka yang menampilkan diri dengan kata-kata menghasut untuk memanipulasi diri kita, tetapi juga mengenali apa yang benar-benar penting bagi kita, membedakannya dari mode saat ini atau slogan-slogan yang dangkal dan mencolok. Sering kali, apa yang dikatakan dalam program televisi, dalam beberapa iklan yang dibuat, menyentuh hati kita dan membuat kita menjalaninya tanpa kebebasan. Hati-hati dengan hal itu : apakah aku bebas, atau apakah aku membiarkan diriku terombang-ambing oleh perasaan saat ini, atau hasutan saat ini?

 

Berkenaan dengan hal ini, bantuannya adalah pemeriksaan batin, tetapi saya tidak berbicara tentang pemeriksaan batin yang kita semua lakukan ketika kita mengaku dosa, tidak. Hal ini adalah : “Tetapi aku berdosa dalam hal ini, hal itu…”. Tidak. Pemeriksaan batin secara umum hari ini : apa yang terjadi dalam hatiku hari ini? “Banyak hal yang terjadi…”. Yang mana? Mengapa? Jejak apa yang tertinggal di dalam hatiku? Melakukan pemeriksaan batin, yaitu kebiasaan baik membaca ulang dengan tenang apa yang terjadi di hari kita, belajar untuk belajar mencatat dalam evaluasi dan pilihan kita apa yang paling penting kita berikan, apa yang kita cari dan mengapa, dan apa yang pada akhirnya kita temukan. Terutama, belajar mengenali apa yang memuaskan hati. Apa yang memuaskan hatiku? Karena hanya Tuhan yang dapat memberi kita penegasan nilai kita. Ia memberitahu kita hal ini setiap hari dari salib : Ia wafat untuk kita, untuk menunjukkan kepada kita betapa berharganya kita di mata-Nya. Tidak ada rintangan atau kegagalan yang dapat menghalangi pelukan-Nya yang lembut. Pemeriksaan batin sangat membantu, karena dengan cara ini kita melihat bahwa hati kita bukanlah jalan di mana segala sesuatu berlalu tanpa kita sadari. Tidak. Melihat : apa yang berlalu hari ini? Apa yang terjadi? Apa yang membuatku bereaksi? Apa yang membuatku sedih? Apa yang membuatku bahagia? Apa yang buruk, dan apakah aku merugikan orang lain? Melihat rute yang diambil perasaan kita, daya tarik dalam hatiku sepanjang hari. Jangan lupa! Di lain hari kita berbicara tentang doa; hari ini kita berbicara tentang pengenalan diri.

 

Doa dan pengenalan diri memungkinkan kita untuk bertumbuh dalam kebebasan. Inilah bertumbuh dalam kebebasan! Keduanya adalah unsur dasar dari keberadaan Kristiani, unsur berharga untuk menemukan tempat kita dalam kehidupan. Terima kasih.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa para peziarah berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, terutama yang berasal dari Inggris, Skotlandia, Norwegia, Swedia, Australia, India, Vietnam dan Amerika Serikat. Saya menyampaikan salam khusus kepada para seminaris baru dari Kolose Kepausan Beda dan Lembaga Pengkhotbah Katolik Inggris. Atas kamu semua saya memohon sukacita dan damai sejahtera Kristus, Tuhan kita. Allah memberkatimu!

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih : Dalam katekese lanjut kita tentang pembedaan roh, kita telah membahas pentingnya pertumbuhan dalam doa. Hari ini kita membahas, sebagai pelengkap yang diperlukan untuk berdoa, kebutuhan kita untuk bertumbuh dalam pengetahuan diri. Mengenal diri kita tidaklah mudah; mengenal diri kita membutuhkan kejujuran dan kesabaran turun ke lubuk hati kita. Pengenalan diri itu sendiri adalah buah rahmat Allah, di mana kita dituntun untuk meninggalkan khayalan kita, memahami siapa diri kita yang aesungguhnya, dan merangkul hal-hal yang dapat membawa kita pada kebahagiaan sejati. Akibatnya, kita mempelajari "kata sandi" yang membuka portal ke diri kita yang terdalam dan jalan yang dapat membawa kita pada sukacita dan penggenapan spiritual yang langgeng, dalam ketaatan pada kehendak Allah yang murah hati. Pertolongan besar untuk wawasan penuh doa semacam itu ke dalam diri kita, dan dengan demikian pembedaan roh yang otentik, adalah praktik tradisional pemeriksaan batin setiap malam. Melalui doa dan pengenalan diri setiap hari, semoga kita lebih siap memahami rencana Tuhan bagi hidup kita, serta semakin menghargai martabat dan kebebasan kita sebagai putra-putra terkasih dari Bapa surgawi kita.
_______

(Peter Suriadi - Bogor, 6 Oktober 2022)