Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 29 November 2023 : HASRAT PENGINJILAN : SEMANGAT KERASULAN ORANG PERCAYA (BAGIAN 28) - PEWARTAAN DITUJUKAN UNTUK HARI INI (3)

Saudara-saudari terkasih,

 

Dua pekan terakhir kita telah melihat pewartaan Kristiani adalah sebuah sukacita, dan ditujukan untuk semua orang; hari ini kita akan melihat aspek ketiga : pewartaan Kristiani ditujukan untuk hari ini.

 

Kita hampir selalu mendengar hal-hal buruk dibicarakan hari ini. Tentu saja, dengan adanya peperangan, perubahan iklim, ketidakadilan dan migrasi di seluruh dunia, krisis keluarga dan harapan, tidak ada kekurangan yang perlu dikhawatirkan. Secara umum, hari kini tampaknya dihuni oleh budaya yang menempatkan individu di atas segalanya dan teknologi sebagai pusat segalanya, dengan kemampuannya memecahkan banyak masalah dan kemajuan besar di berbagai bidang. Namun pada saat yang sama, budaya kemajuan teknis-individu ini mengarah pada penegasan kebebasan yang tidak ingin membatasi dirinya dan tidak peduli pada mereka yang tertinggal. Oleh karena itu, besarnya cita-cita manusia terbawa ke dalam nalar ekonomi yang seringkali rakus, dengan visi hidup yang tidak berpihak pada mereka yang tidak produktif dan bergumul untuk melihat melampaui hal-hal yang ada. Kita bahkan dapat mengatakan bahwa kita berada dalam peradaban pertama dalam sejarah yang secara global berupaya untuk mengelola masyarakat manusia tanpa kehadiran Allah, terkonsentrasi di kota-kota besar yang tetap mendatar meskipun terdapat gedung pencakar langit yang menjulang tinggi.

 

Kisah tentang kota Babel dan menaranya terlintas dalam pikiran (bdk. Kej 11:1-9). Kisah tersebut menceritakan sebuah proyek sosial yang melibatkan pengorbanan segenap individualitas demi efisiensi kolektif. Umat ​​​​manusia hanya berbicara dalam satu bahasa – kita dapat mengatakan bahwa ia memiliki “cara berpikir tunggal” – seolah-olah diselimuti semacam mantra umum yang menyerap keunikan masing-masing bahasa ke dalam gelembung keseragaman. Kemudian Allah mengacaukan bahasa-bahasa tersebut dengan menegakkan kembali perbedaan-perbedaan, menciptakan kembali kondisi-kondisi untuk mengembangkan keunikan, menghidupkan kembali keberagaman di mana ideologi ingin memaksakan ketunggalan. Tuhan juga mengalihkan perhatian umat manusia dari igauan kemahakuasaan : “Marilah kita mencari nama”, kata penduduk Babel (ayat 4) yang meninggikan derajat, yang ingin mencapai surga, untuk menempatkan diri mereka di tempat Allah. Namun hal ini adalah ambisi yang berbahaya, mengasingkan, dan merusak, dan Tuhan, dengan mengacaukan harapan-harapan ini, melindungi umat manusia, mencegah bencana yang akan datang. Kisah ini benar-benar tampak hangat : bahkan hari ini, keterpaduan, alih-alih persaudaraan dan perdamaian, sering kali berlandaskan ambisi, nasionalisme, persetujuan oleh pihak berwenang, dan tatanan tekno-ekonomi yang menanamkan keyakinan bahwa Allah tidak penting dan tidak berguna : karena kita tidak mencari semakin banyak pengetahuan, tetapi terutama demi semakin banyak kekuasaan. Sebuah godaan yang meliputi tantangan-tantangan besar dalam budaya hari kini.

 

Dalam Evangelii Gaudium saya mencoba menggambarkan hal-hal lain (bdk. no. 52-75), namun yang terpenting saya menyerukan “evangelisasi yang mampu memberi terang kepada cara-cara baru berelasi dengan Allah, dengan sesama serta dengan dunia sekitar kita, dan yang membangkitkan nilai-nilai dasar. Evangelisasi ini harus menjangkau tempat-tempat di mana narasi-narasi dan paradigma-paradigma baru sedang dibentuk, dengan membawa sabda Yesus kepada relung terdalam jiwa-jiwa di kota-kota kita” (no. 74). Dengan kata lain, Yesus hanya bisa diwartakan dengan cara hidup dalam budaya pada masa kita; dan selalu mencamkan kata-kata Rasul Paulus tentang hari ini : “Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu” (2 Kor 6:2). Oleh karena itu, tidak perlu membandingkan hari kini dengan visi-visi alternatif di masa lalu. Juga tidak cukup hanya sekadar mengulang-ulang keyakinan agama yang sudah ada, yang, betapapun benarnya, menjadi abstrak seiring berjalannya waktu. Suatu kebenaran menjadi semakin dapat dipercaya bukan karena kita meninggikan suara saat menyampaikannya, namun karena kebenaran tersebut dipersaksikan dalam kehidupan kita.

 

Semangat kerasulan bukan sekadar pengulangan gaya yang sudah ada, melainkan kesaksian bahwa Injil masih hidup bagi kita hari ini. Menyadari hal ini, marilah kita memandang usia dan budaya kita sebagai suatu karunia. Keduanya adalah milik kita, dan melakukan evangelisasii terhadap keduanya tidak berarti menghakimi mereka dari jauh, juga bukan berdiri di balkon dan meneriakkan nama Yesus, melainkan turun ke jalan, pergi ke tempat di mana kita tinggal, mengunjungi tempat-tempat di mana kita menderita, bekerja, belajar dan merenung, mendiami persimpangan jalan di mana umat manusia berbagi apa yang bermakna bagi hidup mereka. Itu berarti, sebagai Gereja, menjadi ragi bagi “dialog, perjumpaan, persatuan. Bagaimana pun rumusan keimanan kita merupakan buah dialog dan perjumpaan antarbudaya, komunitas, dan berbagai situasi. Kita tidak boleh takut akan dialog: sebaliknya, justru konfrontasi dan kritik yang membantu kita menjaga teologi agar tidak diubah menjadi ideologi” (Pidato pada Kongres Nasional V Gereja Italia, Florence, 10 November 2015).

 

Berdiri di persimpangan jalan hari ini penting. Meninggalkannya akan memiskinkan Injil dan menjadikan Gereja hanya sebuah sekte. Sebaliknya, dengan sering mengunjunginya, kita sebagai umat Kristiani akan terbantu untuk memahami dengan cara yang baru alasan-alasan pengharapan kita, mengekstrak dan berbagi dari perbendaharaan iman kita “harta yang baru dan apa yang lama” (Mat 13:52). Singkatnya, mengatasi keinginan untuk mempertobatkan dunia hari ini, kita perlu mengubah pelayanan pastoral agar dapat menjelmakan Injil dengan lebih baik pada hari kini (bdk. Evangelii gaudium, 25). Marilah kita menjadikan keinginan Yesus sebagai keinginan kita: membantu sesama musafir agar tidak kehilangan kerinduan akan Allah, membuka hati mereka kepada-Nya dan menemukan hanya Dia yang, hari ini dan selamanya, memberikan damai dan sukacita bagi umat manusia.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa dengan hangat para peziarah berbahasa Inggris, khususnya yang datang dari Australia, Malaysia dan Filipina. Saya berdoa agar kamu masing-masing dan keluargamu dapat mengalami Masa Adven yang terberkati, yang akan dimulai pada hari Minggu ini, sebagai persiapan datangnya, pada hari Natal, kelahiran Yesus, Putra Allah dan Raja Damai. Allah memberkatimu!

 

[Ringkasan dalam Bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih: Dalam katekese lanjutan kita tentang semangat kerasulan, kita merenungkan Seruan Apostolik Evangelii Gaudium dan seruannya untuk mewartakan “sukacita Injil” di sini dan sekarang ini, di zaman kita saat ini. Kita dapat mudah berkecil hati pada saat-saat ketika Allah tampaknya tidak memiliki tempat dan keinginan terdalam hati manusia sering kali tampak tertahan oleh obsesi terhadap uang dan kekuasaan. Namun Santo Paulus mengingatkan kita bahwa dalam rencana Allah, inilah waktu perkenanan, hari penyelamatan. Oleh karena itu, semangat kerasulan mendorong kita, yang telah mengenal rahmat sabda Allah yang sedang mengubah rupa dan sukacita Injil, untuk menemukan cara-cara baru membawa perbendaharaan itu ke tempat-tempat di mana kita tinggal, belajar dan bekerja, serta mewujudkannya dalam kehidupan kita. terutama melalui rasa hormat, kasih sayang, dan kelembutan kata-kata kita, kasih Yesus bagi setiap individu. Semoga kita, melalui perjumpaan kita sehari-hari, menjadi saksi-saksi pengharapan dan pembawa Injil, yang mengilhami semua orang yang kita temui untuk membuka lebar-lebar pintu bagi Dia yang mampu memberikan sukacita dan damai hari ini dan selamanya.
______

(Peter Suriadi - Bogor, 29 November 2023)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN DI CASA SANTA MARTA (VATIKAN) 26 November 2023 : ORANG YANG DIBERKATI

Saudara-saudari terkasih, hari Minggu yang terberkati!

 

Hari ini saya tidak dapat muncul di jendela karena saya mempunyai masalah radang paru-paru, dan Monsinyur Braida akan membacakan permenungan. Ia mengenalnya dengan baik karena dialah yang menulisnya, dan ia selalu melakukannya dengan sangat baik! Terima kasih banyak atas kehadiranmu.

 

Hari ini, hari Minggu terakhir tahun liturgi dan Hari Raya Tuhan kita Yesus Kristus Raja Alam Semesta, Bacaan Injil berbicara kepada kita tentang penghakiman terakhir (Mat 25:31-46) dan memberitahu kita penghakiman akan didasarkan pada kasih.

 

Pemandangan yang dihadirkan kepada kita adalah sebuah ruangan nan megah, di mana Yesus, “Anak Manusia” (ayat 31) bersemayam di atas takhta. Semua bangsa dikumpulkan di hadapan-Nya dan yang paling menonjol di antara mereka adalah “yang diberkati” (ayat 34), sahabat-sahabat Sang Raja. Tetapi siapa mereka? Apa keistimewaan sahabat-sahabat ini di mata Tuhan mereka? Menurut kriteria dunia, sahabat-sahabat raja haruslah mereka yang memberinya kekayaan dan kekuasaan, yang membantunya menaklukkan wilayah, memenangkan pertempuran, menjadikan dirinya hebat di antara penguasa lainnya, mungkin tampil sebagai bintang di dunia. halaman depan surat kabar atau media sosial, dan kepada mereka ia harus mengucapkan: “Terima kasih, karena engkau telah membuatku kaya dan terkenal, membuat aku iri dan gentar”. Ini sesuai dengan kriteria dunia.

 

Tetapi menurut kriteria Yesus, sahabat adalah bukan mereka: sahabat adalah orang yang telah melayani orang-orang yang paling lemah. Hal ini karena Anak Manusia adalah Raja yang sama sekali berbeda, yang menyebut orang miskin sebagai “saudara”, yang mengidentifikasikan diri dengan orang yang lapar, haus, orang asing, orang sakit, orang dalam penjara, dan berkata, “Segala sesuatu yang telah kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (ayat 40). Dia adalah Raja yang peka terhadap masalah kelaparan, kebutuhan akan tumpangan, penyakit dan pemenjaraan (bdk. ayat 35-36): semua kenyataan yang sayangnya terlalu aktual. Mereka yang kelaparan, tunawisma, sering kali berpakaian semampu mereka, memadati jalan-jalan kita: kita bertemu mereka setiap hari. Dan juga sehubungan dengan kelemahan dan pemenjaraan, kita semua tahu apa artinya sakit, melakukan kesalahan dan menanggung akibatnya.

 

Nah, Bacaan Injil hari ini memberitahu kita bahwa yang “diberkati” adalah mereka yang menanggapi bentuk-bentuk kemiskinan ini dengan kasih, dengan pelayanan: bukan dengan berpaling, tetapi dengan memberi makanan dan minuman, pakaian, tumpangan, berkunjung; singkatnya, dengan mendekati mereka yang membutuhkan. Dan ini adalah karena Yesus, Raja kita yang menyebut diri-Nya Anak Manusia, menemukan saudara-saudari kesayangan-Nya dalam diri pria dan wanita yang paling rapuh. “Pengadilan kerajaan”-Nya diadakan di mana ada orang-orang yang menderita dan membutuhkan bantuan. Ini adalah “pengadilan” Raja kita. Dan gaya yang digunakan oleh sahabat-sahabat-Nya, yaitu mereka yang memiliki Yesus sebagai Tuhan, untuk membedakan diri mereka adalah gaya-Nya : kasih sayang, belas kasihan, kelembutan. Mereka memuliakan hati dan turun seperti minyak ke atas luka orang-orang yang terluka oleh kehidupan.

 

Jadi, saudara-saudari, marilah kita bertanya pada diri kita : apakah kita percaya martabat raja yang sejati berupa belas kasihan? Apakah kita percaya pada kekuatan kasih? Apakah kita percaya amal kasih adalah perwujudan manusia yang paling rajawi, dan merupakan persyaratan yang sangat diperlukan bagi umat Kristiani? Dan yang terakhir, sebuah pertanyaan khusus: apakah aku adalah sahabat Raja, yaitu apakah aku secara pribadi merasa terlibat dalam kebutuhan orang-orang menderita yang kutemui di perjalananku?

Semoga Maria, Ratu Surga dan Bumi, membantu kita untuk mengasihi Yesus Raja kita di antara saudara-saudara-Nya yang paling hina.


[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Hari ini di Gereja-Gereja partikular kita merayakan Hari Orang Muda Sedunia ke-38, dengan tema "Bersukacita dalam Pengharapan". Saya memberkati mereka yang ambil bagian dalam prakarsa yang diselenggarakan di keuskupan-keuskupan, yang merupakan kelanjutan dari Hari Orang Muda Sedunia di Lisbon. Saya merangkul kaum muda, masa kini dan masa depan dunia, serta saya mendorong mereka untuk menjadi pelaku utama yang penuh sukacita dalam kehidupan Gereja.

 

Kemarin Ukraina yang tersiksa memperingati Holodomor, genosida yang dilakukan oleh rezim Soviet yang, 90 tahun lalu, menyebabkan jutaan orang mati kelaparan. Luka yang terkoyak itu, bukannya sembuh, malah menjadi semakin pedih dengan kekejaman perang yang terus menerus membuat bangsa tercinta ini menderita. Bagi semua orang yang terkoyak oleh pertikaian, marilah kita terus berdoa tanpa kenal lelah, karena doa adalah kekuatan perdamaian yang menghentikan jalinan kebencian, yang memutus siklus balas dendam dan membuka jalan rekonsiliasi yang tidak terduga. Hari ini marilah kita bersyukur kepada Allah karena pada akhirnya ada gencatan senjata antara Israel dan Palestina, serta beberapa sandera telah dibebaskan. Marilah kita berdoa agar mereka semua dibebaskan sesegera mungkin – pikirkanlah keluarga mereka! -, agar semakin banyak bantuan kemanusiaan dapat masuk ke Gaza, dan dialog harus dilakukan: dialog adalah satu-satunya cara, satu-satunya cara untuk mencapai perdamaian. Orang-orang yang tidak menginginkan dialog tidak menginginkan perdamaian.

Selain perang, dunia kita juga terancam oleh bahaya besar lainnya, yaitu bahaya iklim, yang membahayakan kehidupan di bumi, khususnya generasi mendatang. Dan ini bertentangan dengan rencana Allah yang menciptakan segala sesuatu untuk kehidupan. Oleh karena itu, akhir pekan depan, saya akan berangkat ke Uni Emirat Arab untuk berbicara di COP 28 di Dubai pada hari Sabtu.. Saya berterima kasih kepada semua orang yang menemani perjalanan ini dengan doa dan komitmen untuk menjaga kelestarian rumah bersama.

Saya menyapamu dengan penuh kasih sayang, para peziarah dari Italia dan belahan dunia lain, khususnya dari Pakistan, Polandia dan Portugal. Saya menyapa umat Civitavecchia, Tarquinia dan Piacenza, serta Deputazione San Vito Martire Lequile, Lecce. Saya menyapa calon penerima sakramen krisma dari Viserba, Rimini; Grup “Assisi nel vento”, dan Paduan Suara “Don Giorgio Trotta” dari Vieste.

 

Kepada kamu semua saya mengucapkan selamat hari Minggu. Dan tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat meniikmati makan siangmu, dan sampai jumpa!

______

(Peter Suriadi - Bogor, 27 November 2023)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 22 November 2023 : HASRAT PENGINJILAN : SEMANGAT KERASULAN ORANG PERCAYA (BAGIAN 27) - PEWARTAAN DITUJUKAN UNTUK SEMUA ORANG (2)

Saudara-saudari terkasih,


Setelah melihat, di masa lampau, pewartaan kristiani adalah sebuah sukacita, hari ini marilah kita berfokus pada aspek yang kedua : pewartaan kristiani ditujukan untuk semua orang, pewartaan kristiani adalah sebuah sukacita bagi semua orang. Ketika kita sungguh bertemu Tuhan Yesus, keajaiban perjumpaan ini merasuki hidup kita dan menuntut kita untuk melampaui diri kita. Ia menginginkan hal ini, agar Injil-Nya diperuntukkan bagi semua orang. Memang di dalamnya terdapat “kekuatan yang memanusiawikan”, kepenuhan hidup yang ditujukan untuk setiap manusia, karena Kristus telah lahir, wafat, dan bangkit kembali bagi semua orang. Bagi semua orang: tak seorang pun dikecualikan.

 

Dalam Evangelii Gaudium kita membaca semua orang mempunyai “hak untuk menerima Injil. Umat kristiani berkewajiban mewartakan Injil tanpa mengecualikan seorang pun, bukan sebagai orang yang memaksakan suatu kewajiban baru, melainkan sebagai orang yang berbagi sukacita, yang menunjukkan suatu cakrawala yang indah dan yang menawarkan suatu perjamuan menggiurkan. Gereja bertumbuh tidak melalui upaya penyebaran agama, tetapi 'melalui daya tarik'” (no. 14). Saudara-saudari, marilah kita merasa bahwa kita sedang melayani tujuan menjagat Injil, yaitu bagi semua orang; dan marilah kita menunjukkan keistimewaan kita berdasarkan kemampuan kita untuk keluar dari diri kita sendiri. Agar sebuah pewartaan menjadi kenyataan, kita harus meninggalkan keegoisan diri kita – dan perkenankanlah diri kita juga mempunyai kemampuan untuk melintasi segenap batas. Umat kristiani lebih sering berkumpul di pelataran gereja daripada di sakristi, dan pergi “ke segala jalan dan lorong kota” (Luk 14:21). Mereka harus terbuka dan ekspansif, umat Kristiani harus “ekstrovert”, dan karakter mereka ini berasal dari Yesus, yang menjadikan kehadiran-Nya di dunia sebagai perjalanan yang berkesinambungan, bertujuan untuk menjangkau semua orang, bahkan belajar dari beberapa perjumpaan-Nya.

 

Dalam pengertian ini, Injil melaporkan perjumpaan Yesus yang mengejutkan dengan seorang perempuan asing, seorang perempuan Kanaan yang memohon kepada-Nya untuk menyembuhkan putrinya yang sakit (bdk. Mat 15:21-28). Yesus menolak, dengan mengatakan bahwa Ia diutus hanya “kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel" dan “tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing” (ayat 24, 26). Tetapi perempuan itu, dengan desakan khas orang sederhana, menjawab bahwa “anjing itu juga makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya" (ayat 27). Yesus terkejut dengan jawaban tersebut dan berkata, “Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki" (ayat 28). Perjumpaan dengan perempuan ini memiliki sesuatu yang unik. Tidak hanya seseorang yang membuat Yesus berubah pikiran, dan seorang perempuan, seorang asing dan seorang kafir, tetapi Tuhan juga mendapat kepastian bahwa pewartaan-Nya tidak boleh terbatas pada para pengikut-Nya, tetapi terbuka bagi semua orang.

 

Kitab Suci menunjukkan kepada kita bahwa ketika Allah memanggil seseorang dan membuat perjanjian dengan beberapa dari mereka, kriterianya selalu seperti ini : memilih seseorang untuk menjangkau orang lain, inilah kriteria Allah, kriteria panggilan Allah. Seluruh sahabat Allah telah merasakan keindahan, tetapi juga tanggung jawab dan beban karena “dipilih” oleh-Nya. Dan setiap orang pernah merasakan keputusasaan ketika menghadapi kelemahannya atau kepastiannya hilang. Tetapi mungkin godaan terbesarnya adalah menganggap panggilan yang diterima sebagai suatu keistimewaan : tolong, jangan, sesungguhnya panggilan bukan suatu keistimewaan. Kita tidak bisa mengatakan bahwa kita mempunyai keistimewaan dibandingkan dengan orang lain – tidak. Panggilan ditujukan untuk suatu pelayanan. Dan Allah memilih kita untuk mengasihi semua orang, untuk menjangkau semua orang.

 

Godaan mengidentifikasikan kekristenan dengan suatu budaya, dengan suatu etnis, dengan suatu sistem, terhindari. Meskipun dengan cara ini sifat harfiah Katoliknya lenyap, atau justru lebih tepat, untuk semua orang, bersifat sejagat : bukan segelintir orang-orang pilihan kelas satu. Janganlah kita lupa : Allah memilih beberapa orang untuk mengasihi semua orang. Cakrawala kesejagatan ini. Injil bukan hanya untukku, tetapi untuk semua orang; janganlah kita melupakan hal ini. Terima kasih.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa dengan hangat para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris, khususnya rombongan dari Inggris, Finlandia, Belanda, Malaysia, Filipina, Korea dan Amerika Serikat. Kepada kamu semua saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus. Allah memberkatimu!

 

[Ringkasan dalam Bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Dalam katekese lanjutan kita mengenai semangat kerasulan, kita merenungkan Seruan Apostolik Evangelii Gaudium dan seruannya untuk mewartakan “sukacita Injil”. Sukacita itu dimaksudkan untuk semua orang, karena Tuhan yang bangkit ingin memanggil semua manusia untuk ikut ambil bagian dalam kepenuhan hidup. Sesuai dengan perutusan yang kita terima pada saat pembaptisan, kita mempunyai kewajiban untuk membagikan Injil kepada semua orang yang kita jumpai, tanpa kecuali, karena Kristus telah lahir, wafat, dan bangkit kembali untuk semua orang. Kitab Suci menyingkapkan bahwa ketika Allah memanggil seseorang untuk menjadi murid, Ia juga mengutus mereka sebagai saksi kasih-Nya yang menebus. Gereja sendiri bersifat “katolik”, sejagat, karena ia telah dipercayakan dengan perutusan memuridkan semua bangsa, sekaligus memupuk persatuan yang menghormati dan mendamaikan kekayaan sejarah dan budaya yang beraneka ragam. Semoga kita yang telah merasakan keindahan dan sukacita Injil menjadi semakin sadar bahwa pesannya adalah kabar baik bagi semua orang, dan berusaha untuk menunjukkan wajah Gereja yang menyambut dan merangkul semua orang.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 23 November 2023)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 19 November 2023 : DUA CARA MENDEKATI TUHAN

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Bacaan Injil hari ini menyajikan kepada kita perumpamaan tentang talenta (bdk. Mat 25:14-30). Seorang tuan bepergian melakukan perjalanan dan mempercayakan talentanya, atau lebih tepatnya harta bendanya, “modalnya”, kepada para hambanya: talenta adalah satuan moneter. Ia membagikannya sesuai dengan kesanggupan mereka. Sekembalinya, ia meminta penjelasan tentang apa yang telah mereka lakukan. Dua dari antara mereka telah melipatgandakan apa yang mereka terima, dan Tuhan memuji mereka, sementara yang ketiga, karena takut, mengubur talentanya dan cuma bisa mengembalikannya, katena alasan tersebut ia menerima teguran keras. Dengan melihat perumpamaan ini, kita dapat mempelajari dua cara yang berbeda dalam mendekati Allah.

 

Cara yang pertama adalah orang yang mengubur talenta yang diterimanya, yang tidak dapat melihat harta yang diberikan Allah kepadanya : ia tidak mempercayai tuannya maupun dirinya sendiri. Bahkan, ia berkata kepada tuannya : “Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat Tuan tidak menabur dan memungut dari tempat Tuan tidak menanam” (ayat 24). Ia takut kepadanya. Ia tidak melihat penghargaan, ia tidak melihat kepercayaan yang diberikan sang tuan kepadanya, tetapi hanya melihat tindakan sang tuan yang menuntut lebih dari yang ia berikan, tindakan seorang hakim. Inilah gambarannya tentang Allah : ia tidak bisa mempercayai kebaikan-Nya; ia tidak bisa mempercayai kebaikan Tuhan terhadapnya. Itu sebabnya ia terjebak dan tidak membiarkan dirinya terlibat dalam perutusan yang diterimanya.

 

Kita kemudian melihat cara kedua ini, pada dua tokoh utama lainnya, yang membalas kepercayaan tuan mereka dengan memercayainya.


Keduanya menginvestasikan semua yang telah mereka terima, meskipun mereka tidak tahu sejak awal apakah semuanya akan berjalan dengan baik: mereka belajar, melihat kemungkinan, dan dengan bijaksana mencari yang terbaik; mereka menerima risikonya  dan mempertaruhkan diri mereka. Mereka percaya, mereka belajar dan mengambil risiko. Dengan demikian, mereka mempunyai keberanian untuk bertindak bebas, kreatif, menghasilkan harta baru (bdk. ayat 20-23).


Saudara-saudari, inilah persimpangan jalan yang kita hadapi dengan Allah : ketakutan atau kepercayaan. Entah kamu takut di hadapan Allah, atau kamu percaya kepada Tuhan. Dan kita, seperti tokoh utama dalam perumpamaan ini – kita semua – telah menerima talenta, kita semua, yang jauh lebih berharga daripada uang. Tetapi sebagian besar cara kita menginvestasikannya bergantung pada kepercayaan kita kepada Tuhan, yang memerdekakan hati kita, menjadikan kita aktif dan kreatif dalam kebaikan. Jangan lupakan ini: kepercayaan selalu membebaskan; ketakutan melumpuhkan. Ingatlah : ketakutan melumpuhkan, kepercayaan membebaskan. Hal ini juga berlaku dalam pendidikan anak. Dan marilah kita bertanya pada diri kita : apakah aku percaya bahwa Allah adalah Bapa dan mempercayakan karunia kepadaku karena Ia mempercayaiku? Dan apakah aku percaya kepada-Nya sampai pada titik mempertaruhkan diriku, bahkan ketika hasilnya tidak pasti dan tidak bisa dianggap remeh? Sudikah aku berdoa setiap hari, “Tuhan, aku percaya kepada-Mu, berilah aku kekuatan untuk terus maju; aku percaya kepada-Mu, pada hal-hal yang telah Engkau berikan kepadaku: beritahu aku bagaimana cara meneruskannya”.

 

Yang terakhir, juga sebagai Gereja: apakah kita membina iklim saling percaya, saling menghargai di lingkungan kita, yang membantu kita bergerak maju bersama, yang tidak mengunci orang-orang dan merangsang kreativitas kasih dalam diri setiap orang? Marilah kita memikirkannya.

 

Dan semoga Perawan Maria membantu kita mengatasi ketakutan – jangan pernah takut pada Allah! Sungguh mempesona, ya; ketakutan, tidak – dan percayalah kepada Tuhan.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Kemarin Manuel Gonzales-Serna, imam diosesan, dan sembilan belas rekannya, para imam dan umat awam, yang terbunuh pada tahun 1936 dalam iklim penganiayaan agama pada Perang Saudara Spanyol, dibeatifikasi di Sevilla. Para martir ini memberikan kesaksian tentang Kristus sampai akhir. Semoga teladan mereka menghibur banyak umat kristiani yang didiskriminasi karena iman mereka di zaman kita. Tepuk tangan meriah untuk para beato baru!

 

Saya menegaskan kembali kedekatan saya dengan rakyat Myanmar tercinta, yang sayangnya terus menderita akibat kekerasan dan pelecehan. Saya berdoa agar mereka tidak putus asa dan selalu percaya pada pertolongan Tuhan.

 

Dan, saudara-saudari, marilah kita terus mendoakan Ukraina yang tersiksa – saya dapat melihat benderanya di sini – serta penduduk Palestina dan Israel. Perdamaian mungkin. Dibutuhkan niat baik. Perdamaian mungkin. Janganlah kita menyerah pada perang! Dan jangan lupa bahwa perang selalu, selalu, selalu merupakan kekalahan. Satu-satunya pihak yang diuntungkan adalah pemasok senjata.

 

Hari ini kita merayakan Hari Orang Miskin Sedunia VII, yang temanya pada tahun ini adalah : “Janganlah memalingkan mukamu dari orang miskin” (Tb 4:7). Saya berterima kasih kepada mereka yang berada di keuskupan dan paroki yang telah mengorganisir prakarsa kesetiakawanan dengan orang-orang dan keluarga-keluarga yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

 

Dan hari ini kita juga mengenang seluruh korban kecelakaan di jalan raya : marilah kita mendoakan mereka, sanak saudara mereka, dan marilah kita lakukan segala upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan.

 

Saya juga ingin menyebut Hari Perikanan Sedunia yang akan diadakan lusa.

 

Dengan penuh kasih sayang saya menyapa kamu semua, para peziarah dari Italia dan belahan dunia lainnya. Saya menyapa umat Madrid, Ibiza dan Warsawa, serta para anggota Dewan Persatuan Guru Katolik Sedunia. Saya menyapa kelompok Aprilia, San Ferdinando di Puglia dan Sant’Antimo; Lembaga FIDAS Orta Nova, dan para peserta “Hari Berbagi” Gerakan Apostolik Tunanetra. Sapaan khusus ditujukan kepada masyarakat Ekuador di Roma yang sedang merayakan Virgen del Quinche. Dan sapaan kepada generasi muda Immacolata.

 

Kepada kamu semua saya mengucapkan selamat hari Minggu. Tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siangmu, dan selamat siang!

______

(Peter Suriadi - Bogor, 20 November 2023)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 15 November 2023 : HASRAT PENGINJILAN : SEMANGAT KERASULAN ORANG PERCAYA (BAGIAN 26) - PEWARTAAN ADALAH SUKACITA (1)

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Setelah berjumpa beberapa saksi pewartaan Injil, saya mengusulkan untuk merangkum rangkaian katekese tentang semangat kerasulan ini dalam empat poin, yang diilhami oleh Seruan Apostolik Evangelii Gaudium, yang ulang tahunnya yang kesepuluh kita rayakan pada bulan ini. Poin pertama yang akan kita lihat hari ini, poin pertama dari empat poin, tidak dapat tidak berhubungan dengan sikap yang menjadi dasar hakikat gerakan penginjilan : sukacita. Sukacita. Pesan kristiani, sebagaimana telah kita dengar dari perkataan malaikat kepada para gembala, adalah pewartaan “sukacita yang besar” (Luk. 2:10). Dan alasannya? Kabar baik, kejutan, peristiwa yang indah? Terlebih lagi, Seseorang : Yesus! Dialah Allah yang menjadi manusia yang datang kepada kita. Oleh karena itu, pertanyaannya, saudara-saudari terkasih, bukan apakah akan mewartakannya, melainkan bagaimana cara mewartakannya, dan “bagaimana” ini adalah sukacita. Entah kita mewartakan Yesus dengan sukacita, maupun kita tidak mewartakan Dia, karena cara lain untuk mewartakan Dia tidak mampu membawa kenyataan Yesus yang sesungguhnya.

 

Inilah sebabnya mengapa seorang kristiani yang tidak senang, seorang kristiani yang sedih, seorang kristiani yang tidak puas, atau yang lebih buruk lagi, seorang kristiani yang penuh kebencian atau dendam, tidak dapat dipercaya. Orang ini akan berbicara tentang Yesus tetapi tidak seorang pun akan percaya kepadanya! Suatu kali seseorang berkata kepada saya, berbicara tentang orang-orang kristiani ini, “Tetapi mereka adalah orang-orang kristiani yang berwajah buruk!”, maksudnya, mereka tidak mengungkapkan apa pun, mereka memang seperti itu, dan sukacita itu penting. Penting untuk menjaga perasaan kita. Penginjilan bekerja secara cuma-cuma, karena berasal dari kepenuhan, bukan dari tekanan. Dan ketika kita melakukan penginjilan – kita mencoba melakukan hal ini, namun tidak berhasil – berdasarkan ideologi : Injil adalah sebuah pewartaan, sebuah pewartaan sukacita. Ideologi itu dingin, seluruhnya. Injil memiliki kehangatan sukacita. Ideologi tidak tahu bagaimana caranya tersenyum; Injil adalah senyuman, membuatmu tersenyum karena menyentuh jiwa dengan Kabar Baik.

 

Kelahiran Yesus, dalam sejarah maupun dalam kehidupan, adalah sumber sukacita: pikirkan apa yang terjadi pada kedua murid Emaus, yang tidak dapat mempercayai sukacita mereka, dan yang lainnya, kemudian, para murid bersama-sama, ketika Yesus pergi ke Ruang Atas, tidak dapat mempercayai sukacita mereka. Sukacita memiliki Yesus yang bangkit. Perjumpaan dengan Yesus selalu mendatangkan sukacita bagimu, dan jika hal ini tidak terjadi padamu, maka perjumpaan bukan perjumpaan yang sesungguhnya dengan Yesus.

 

Dan apa yang dilakukan Yesus terhadap para murid menunjukkan kepada kita bahwa orang pertama yang perlu menerima Injil adalah para murid. Orang yang pertama-tama perlu diinjili adalah kita: kita umat Kristiani. Dan hal ini sangat penting. Tenggelam dalam lingkungan yang serba cepat dan penuh kebingungan saat ini, kita juga mungkin mendapati diri kita menghayati iman kita dengan perasaan penolakan yang halus, terbujuk bahwa Injil tidak perlu lagi didengarkan dan tidak lagi layak diperjuangkan untuk diwartakan. Kita bahkan mungkin tergoda dengan gagasan membiarkan “orang lain” mengambil jalannya sendiri. Sebaliknya, justru inilah saat yang tepat untuk kembali kepada Injil dan menemukan bahwa Kristus “senantiasa muda dan merupakan sumber kebaruan yang tetap” (bdk. Evangelii Gaudium, 11).

 

Maka, seperti kedua murid Emaus, kita kembali ke kehidupan sehari-hari dengan antusiasme laksana orang yang telah menemukan harta karun : keduanya bersukacita, karena mereka telah menemukan Yesus, dan Ia mengubah hidup mereka. Dan kita menemukan bahwa umat manusia dipenuhi dengan saudara-saudari yang menunggu kata-kata pengharapan. Injil dinantikan bahkan sampai hari ini. Orang-orang masa kini sama seperti orang-orang sepanjang masa: mereka membutuhkannya. Bahkan peradaban ketidakpercayaan yang terprogram dan sekularitas yang dilembagakan; memang, khususnya masyarakat yang memperkenankan ruang makna keagamaan, membutuhkan Yesus. Inilah saat yang tepat untuk pewartaan Yesus. Oleh karena itu, saya ingin mengatakan sekali lagi kepada semua orang : “Sukacita Injil memenuhi hati dan hidup semua orang yang menjumpai Yesus. Mereka yang menerima tawaran penyelamatan-Nya dibebaskan dari dosa, penderitaan, kehampaan batin dan kesepian. Bersama Kristus sukacita senantiasa dilahirkan kembali".. Jangan lupakan hal ini. Dan jika seseorang tidak merasakan sukacita ini, ia harus bertanya pada dirinya sendiri apakah ia telah menemukan Yesus. Sebuah sukacita batin. Injil merupakan jalan sukacita, selalu merupakan pewartaan agung. “Saya mengajak seluruh umat Kristiani, di mana pun, pada saat ini juga, untuk membarui perjumpaan pribadi dengan Yesus Kristus" (Evangelii Gaudium, 1, 1.3). Kamu masing-masing, luangkan sedikit waktu dan berpikirlah : “Yesus, Engkau ada di dalam diriku. Aku ingin berjumpa-Mu setiap hari. Engkau adalah sesosok Pribadi, Engkau bukan suatu gagasan; Engkau adalah rekan seperjalanan, Engkau bukan sebuah program. Engkau, Yesus, adalah sumber sukacita. Engkau adalah awal mula penginjilan. Engkau, Yesus, adalah sumber sukacita!”. Amin.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa semua peziarah berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, khususnya peziarah dari Inggris, Malaysia, Filipina, Korea, dan Amerika Serikat. Atas kamu semua dan keluargamu, saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus. Allah memberkatimu!

 

[Ringkasan dalam Bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari yang terkasih,

 

Dalam katekese lanjutan kita mengenai semangat kerasulan, kita sekarang beralih ke Seruan Apostolik Evangelii Gaudium dan seruannya untuk memperbarui pewartaan “sukacita Injil”. Alasan sukacita itu, yang pertama kali diwartakan oleh para malaikat di Betlehem, adalah perjumpaan pribadi kita dengan Yesus, yang kini telah bangkit dari kematian, menawarkan kepada kita janji akan kehidupan baru dan kekal.

 

Kita melihat hal ini dalam kisah Injil tentang kedua murid yang bertemu dengan Tuhan yang bangkit di jalan menuju Emaus. Dengan hati yang berkobar-kobar oleh Sabda Allah yang Ia wartakan kepada mereka, mereka kemudian mengenali Dia saat memecah-mecahkan roti dan dengan penuh sukacita kembali ke Yerusalem untuk mewartakan kebangkitan-Nya kepada orang lain.

 

Seperti kedua murid itu, kita juga perlu berjumpa Tuhan secara baru dalam Sabda-Nya dan kehadiran sakramental-Nya, untuk membagikan pesan Injil yang memerdekakan kepada orang lain. Di dunia kita yang bermasalah, begitu banyak orang menunggu sebuah kata pengharapan. Semoga seluruh umat Kristiani menerima tantangan untuk berbagi sukacita perjumpaan mereka dengan Tuhan yang telah bangkit, kehidupan baru yang dianugerahkan oleh Roh-Nya, dan kebebasan yang lahir dari kepercayaan pada janji-janji-Nya.

______

 

(Peter Suriadi - Bogor, 15 November 2023)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 12 November 2023 : JANGAN LUPA MEMPERSIAPKAN MINYAK KEHIDUPAN BATIN

Saudara-saudari terkasih, selamat hari Minggu!


Bacaan Injil hari ini menawarkan kepada kita sebuah kisah tentang makna kehidupan setiap orang. Perumpamaan tentang sepuluh gadis yang dipanggil untuk pergi menyambut mempelai laki-laki (bdk. Mat 25:1-13). Hidup adalah hal ini : sebuah persiapan besar untuk hari di mana kita akan dipanggil untuk datang kepada Yesus! Tetapi, dalam perumpamaan sepuluh gadis tersebut, lima gadis bijaksana dan lima gadis bodoh. Marilah kita lihat apa yang dimaksud dengan kebijaksanaan dan kebodohan. Kebijaksanaan dalam kehidupan, dan kebodohan dalam kehidupan.


Semua mempelai perempuan ada di sana untuk menyambut mempelai laki-laki, yaitu, mereka ingin bertemu dengannya, sama seperti kita juga menginginkan pemenuhan kehidupan yang membahagiakan: oleh karena itu, perbedaan antara kebijaksanaan dan kebodohan bukan terletak pada niat baik. Juga bukan terletak pada ketepatan waktu mereka tiba di pertemuan: mereka semua ada di sana. Perbedaan antara gadis bijaksana dan gadis bodoh terletak pada hal selain itu semua : persiapan. Teks berbunyi : gadis-gadis yang bijaksana "membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka" (ayat 4); sedangkan gadis-gadis bodoh tidak membawanya. Inilah perbedaannya : minyak. Dan apa salah satu ciri khas minyak? Minyak tidak dapat dilihat : minyak ada di dalam lampu, minyak tidak kentara, tetapi tanpa minyak lampu tidak mempunyai cahaya.


Marilah kita lihat diri kita sendiri, dan kita akan melihat bahwa kehidupan kita mempunyai risiko yang sama: sering kali, kita sangat menjaga penampilan kita – yang penting menjaga citra diri kita dengan baik, untuk memberikan kesan yang baik di depan orang lain. Tetapi Yesus mengatakan bahwa kebijaksanaan hidup ada di tempat lain : menjaga yang tidak kasat mata, justru yang lebih penting menjaga hati. Memelihara kehidupan batin. Ini berarti memahami cara berhenti dan mendengarkan hati kita, mengawasi pikiran dan perasaan kita. Berapa kali kita tidak menyadari apa yang terjadi di dalam hati kita pada hari itu? Apa yang terjadi dalam diri kita masing-masing? Kebijaksanaan berarti memahami bagaimana memberikan ruang untuk keheningan, sehingga mampu mendengarkan diri sendiri dan orang lain. Artinya memahami bagaimana mengorbankan waktu yang dihabiskan di depan layar telepon untuk melihat cahaya di mata orang lain, di dalam hati kita, di dalam tatapan Allah atas diri kita. Artinya tidak terjerumus ke dalam perangkap aktivisme, tetapi mengabdikan waktu bagi Tuhan, mendengarkan sabda-Nya.


Dan Bacaan Injil memberi kita nasihat yang tepat agar kita tidak mengabaikan minyak kehidupan batin, “minyak jiwa” : Bacaan Injil memberitahu kita pentingnya mempersiapkan minyak tersebut. Dan dalam kisah tersebut, kita melihat, faktanya, gadis-gadis itu sudah memiliki pelita, tetapi mereka harus menyiapkan minyaknya: mereka harus pergi kepada penjual minyak, membelinya, menaruhnya di dalam pelita … (bdk. ayat 7-9). Hal yang sama juga berlaku bagi kita: kehidupan batin tidak dapat dijalani seadanya, kehidupan batin bukan persoalan sesaat, sekali-sekali, sekali dan selamanya; kehidupan batin harus dipersiapkan dengan mendedikasikan sedikit waktu setiap hari, dengan ketetapan hati, seperti yang kita lakukan untuk setiap hal penting.


Jadi, kita bisa bertanya pada diri kita sendiri : apa yang sedang kupersiapkan saat ini dalam kehidupan? Dalam diriku, apa yang sedang kupersiapkan? Mungkin aku mencoba menyisihkan sejumlah tabungan, aku memikirkan tentang rumah atau mobil baru, rencana-rencana nyata … Seluruhnya hal-hal yang baik; bukan hal-hal yang buruk. Seluruhnya hal-hal yang baik. Tetapi apakah aku juga berpikir untuk mendedikasikan waktu guna merawat hati, berdoa, melayani sesama, melayani Tuhan yang menjadi tujuan akhir kehidupan? Singkatnya, bagaimana minyak jiwaku? Kita masing-masing, marilah kita bertanya pada diri kita sendiri : bagaimana minyak jiwaku? Apakah aku memeliharanya, apakah aku menjaganya dengan baik?


Semoga Bunda Maria membantu kita menghargai minyak kehidupan batin.


[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]


Saudara-saudari terkasih!


Selama beberapa bulan Sudan berada dalam pergolakan perang saudara yang tidak kunjung menunjukkan tanda-tanda mereda, dan menyebabkan banyak korban, jutaan pengungsi di Sudan sendiri dan pengungsi di negara-negara tetangga, serta situasi kemanusiaan yang sangat buruk. Saya sangat dekat dengan penderitaan yang dialami masyarakat Sudan, dan saya menyampaikan permohonan yang tulus kepada para pemimpin setempat untuk memfasilitasi akses terhadap bantuan kemanusiaan dan, dengan kontribusi komunitas internasional, berupaya mencari penyelesaian damai. Jangan sampai kita melupakan saudara-saudari kita yang berada dalam kesusahan!

Dan pikiran kita setiap hari tertuju pada situasi yang sangat genting di Israel dan Palestina. Saya dekat dengan semua orang yang menderita, baik warga Palestina maupun Israel. Saya merangkul mereka di saat-saat kelam ini. Dan saya banyak mendoakan mereka. Semoga senjata dihentikan: senjata tidak akan pernah membawa perdamaian, dan semoga pertikaian tidak meluas! Cukup! Cukup, saudara-saudara! Di Gaza, semoga orang-orang yang terluka segera diselamatkan, semoga warga sipil dilindungi, semoga lebih banyak bantuan kemanusiaan diperkenankan menjangkau masyarakat yang terkena dampak.
Semoga para sandera dibebaskan, termasuk orang tua dan anak-anak. Setiap manusia, Nasrani, Yahudi, Islam, apapun bangsa atau agamanya, setiap manusia adalah kudus, berharga di mata Allah dan berhak hidup damai. Janganlah kita berputus asa: marilah kita berdoa dan bekerja tanpa mengenal lelah agar rasa kemanusiaan dapat mengalahkan kekerasan hati.


Dua tahun lalu, Serambi Tindakan Laudato Si’ diluncurkan. Saya berterima kasih kepada mereka yang telah bergabung dalam prakarsa ini dan mendorong mereka untuk melanjutkan jalur pertobatan ekologis. Sehubungan hal ini, marilah kita mendoakan Konferensi Perubahan Iklim Dubai, COP28, yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat.


Hari ini Gereja Italia merayakan Hari Ucapan Terima Kasih dengan tema “Pendekatan Kooperatif terhadap Pembangunan Pertanian”.
Saya menyapa kamu semua dengan penuh kasih sayang, para peziarah dari Italia dan pelbagai belahan dunia lainnya, khususnya para imam dari Keuskupan Agung Szczecin-Kamień, Polandia, dan kelompok-kelompok paroki dari Augsburg, Zara, Poreč, Pola, Porto dan Paris. Saya menyapa para anggota Komunitas Sant’Egidio dari negara-negara Asia, dan saya mendorong komitmen mereka terhadap penginjilan dan dukungan. Majulah terus, dengan berani! Dan kamu juga membantu menciptakan perdamaian.


Saya menyapa umat Volargne, Ozieri dan Cremona. Saya menyapa dengan penuh kasih sayang peziarahan umat Ukraina dan para biarawan Basilian – saya dapat melihat bendera Ukraina di sana – dari berbagai negara untuk merayakan empat abad kemartiran Santo Yosafat. Bersamamu saya mendoakan perdamaian di negaramu yang terkepung. Saudara-saudari, janganlah melupakan Ukraina yang tersiksa, janganlah melupakannya.


Dan saya mengucapkan selamat hari Minggu kepada kamu semua. Tolong, janganlah lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siangmu, dan sampai jumpa!

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 12 November 2023)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 8 November 2023 : HASRAT PENGINJILAN : SEMANGAT KERASULAN ORANG PERCAYA (BAGIAN 25) - MADELEINE DELBRÊL. SUKACITA IMAN DI KALANGAN ORANG-ORANG TIDAK PERCAYA

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!


Di antara banyak saksi semangat pewartaan Injil, para penginjil yang bersemangat, hari ini saya akan menghadirkan seorang perempuan Prancis abad ke-20, hamba Allah, Venerabilis Madeleine Delbrêl. Ia dilahirkan pada tahun 1904 dan meninggal pada tahun 1964, seorang pekerja sosial, penulis dan mistikus, dan tinggal selama lebih dari tiga puluh tahun di kalangan pekerja miskin di pinggiran Kota Paris. Terpesona oleh perjumpaannya dengan Tuhan, ia menulis : “Setelah kita mengenal sabda Allah, kita tidak mempunyai hak untuk tidak menerimanya; begitu kita menerimanya, kita tidak punya hak untuk tidak membiarkannya menjelma di dalam diri kita; begitu sabda Allah telah menjelma di dalam diri kita, kita tidak mempunyai hak untuk menyimpannya untuk diri kita sendiri : sejak saat itu, kita menjadi milik mereka yang menantikannya” (La santità della gente comune, Milan 2020, 71). Indah : indahnya apa yang ia tulis.

 

Setelah pada masa remaja ia menganut paham agnostisisme – ia tidak percaya pada apa pun – pada usia sekitar dua puluh tahun, Madeleine berjumpa Tuhan, dan ia terkejut dengan kesaksian beberapa sahabatnya yang beriman. Ia berangkat mencari Allah, menyuarakan kehausan mendalam yang ia rasakan di dalam dirinya, dan menyadari "kekosongan yang meneriakkan kesedihan di dalam dirinya” adalah Allah yang mencarinya (Abbagliata da Dio. Corrispondenza, 1910-1941, Milan 2007, 96). Sukacita iman menuntunnya untuk berevolusi menuju pilihan hidup yang sepenuhnya berserah kepada Allah, dalam hati Gereja dan dalam hati dunia, sungguh ikut serta dalam persaudaraan kehidupan “orang-orang jalanan”. Oleh karena itu, secara puitis ia berkata kepada Yesus : “Agar dapat bersama-Mu di jalan-Mu, kami harus pergi, bahkan ketika kemalasan kami meminta kami untuk tetap tinggal. Engkau telah memilih kami untuk tetap berada dalam keseimbangan yang tidak lazim, keseimbangan yang dapat dicapai dan dipertahankan hanya dalam gerakan, hanya dalam momentum. Mirip seperti sepeda, yang tidak akan bisa berdiri tegak jika rodanya tidak berputar … Kami dapat berdiri tegak hanya dengan maju, bergerak, dalam gelombang cinta kasih”. Inilah yang ia sebut sebagai “spiritualitas sepeda” (Umorismo nell’Amore. Meditazioni e poesie, Milan 2011, 56). Hanya dengan bergerak, dalam perjalanan, kita hidup dalam keseimbangan iman, yang merupakan ketidakseimbangan, tetapi memang seperti itu : seperti sepeda. Jika kamu berhenti, sepeda tidak akan berdiri tegak.

 

Madeleine mempunyai hati yang selalu ramah, dan ia membiarkan dirinya ditantang oleh jeritan kaum miskin. Ia merasa Allah yang hidup dalam Injil harus berkobar di dalam diri kita sampai kita membawa nama-Nya kepada mereka yang belum menemukannya. Dalam semangat ini, yang berorientasi pada gejolak dunia dan jeritan kaum miskin, Madeleine merasa terpanggil untuk “menghidupi kasih Yesus sepenuhnya dan seutuhnya, mulai dari minyak orang Samaria yang baik hati hingga cuka Golgota, sehingga memberi-Nya kasih demi kasih … karena, dengan mengasihi-Nya tanpa syarat dan membiarkan diri kita dikasihi sepenuhnya, dua perintah utama cinta kasih terwujud di dalam diri kita bahkan menjadi satu” (La vocation de la charité, 1, Œuvres complètes XIII, Bruyères-le-Châtel, 138-139).

 

Yang terakhir, Madeleine mengajarkan kita satu hal lagi : dengan menginjili kita diinjili: dengan menginjili kita diinjili. Oleh karena itu, ia sering berkata, menggemakan Santo Paulus : “Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil. aku tidak menginjili diriku”. Memang benar, menginjili berarti menginjili diri kita. Dan ini adalah ajaran yang indah.

 

Melihat kesaksian Injil ini, kita juga belajar bahwa dalam setiap pribadi atau situasi sosial atau keadaan hidup kita, Tuhan hadir dan memanggil kita untuk mengisi waktu kita, berbagi kehidupan kita dengan orang lain, berbaur dengan sukacita dan dukacita dunia. Secara khusus, ia mengajarkan kita bahwa bahkan lingkungan yang sekuler sekalipun dapat membantu terjadinya pertobatan, karena kontak dengan orang-orang yang tidak beriman akan mendorong orang-orang beriman untuk terus-menerus merevisi cara mereka beriman dan menemukan kembali iman sebagai yang hakiki (bdk. Noi dell estrade, Milan 1988 , 268).

 

Semoga Madeleine Delbrêl mengajari kita untuk menghayati iman “sedang bepergian” ini, bisa dikatakan demikian, iman yang berbuah ini yang menjadikan setiap tindakan iman sebagai tindakan cinta kasih dalam pewartaan Injil. Terima kasih.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa dengan hangat para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang mengikuti Audiensi hari ini, khususnya rombongan dari Inggris, Denmark, Australia, Indonesia, Malaysia, dan Amerika Serikat. Bagi kamu semua saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus. Allah memberkatimu!

 

[Ringkasan yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari yang terkasih: Dalam katekese kita tentang semangat kerasulan, kita telah merenungkan penyebaran Injil melalui kesaksian umat Kristiani di setiap waktu dan tempat. Hari ini kita beralih ke hamba Allah Madeleine Delbrêl, seorang pekerja sosial, penulis, dan mistikus asal Prancis abad ke-20. Setelah mengalami masa agnostisisme di masa mudanya, Madeleine berjumpa Kristus melalui kesaksian para sahabatnya dan, setelah bertobat, ia memilih untuk menjalani kehidupan yang sepenuhnya mengabdi kepada Allah, dalam hati Gereja dan dunia. Madeleine sangat tersentuh oleh penderitaan masyarakat miskin dan penderitaan mereka yang berjuang untuk menemukan makna kehidupan; ia melihat hal ini sebagai panggilan mendesak untuk membangkitkan kembali semangat misioner dalam Gereja dewasa ini. Selama lebih dari tiga dekade, ia tinggal, berdoa dan bekerja di kalangan masyarakat miskin di pinggiran Kota Paris. Teladan semangat apostolik Madeleine Delbrêl mengingatkan kita akan perutusan baptisan kita untuk berbagi sukacita Injil dengan orang lain, dan, dalam prosesnya, bertumbuh dalam kesetiaan terhadap dua perintah yaitu mengasihi Allah dan mengasihi seluruh saudara-saudari kita.

_______

(Peter Suriadi - Bogor, 8 November 2023)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 5 November 2023 : JARAK ANTARA PERKATAAN DAN PERBUATAN SERTA MENGUTAMAKAN LAHIRIAH DIBANDING BATINIAH

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!


Dari Bacaan Injil liturgi hari ini, kita mendengar beberapa perkataan Yesus tentang ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, para pemimpin agama bangsa Yahudi. Mengenai orang-orang yang berwenang ini, Yesus menggunakan kata-kata yang sangat keras, “Karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya” (Mat 23:3) dan “Semua perbuatan yang mereka lakukan hanya dimaksud untuk dilihat orang” (ayat 5). Inilah yang dikatakan Yesus – mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya serta semua perbuatan yang mereka lakukan hanya dimaksud untuk dilihat orang.


Maka, marilah kita berhenti sejenak pada dua aspek ini : jarak antara perkataan dan perbuatan, serta mengutamakan lahiriah dibanding batiniah.

 

Jarak antara perkataan dan perbuatan. Yesus menentang kepalsuan hidup para pengajar Israel ini, yang mengaku mengajarkan sabda Allah kepada orang lain dan dihormati sebagai pemegang kewenangan Bait Allah. Mereka mengajarkan satu hal, tetapi kemudian melakukan hal lain. Perkataan Yesus ini mengingatkan kita pada perkataan para nabi, khususnya nabi Yesaya: “Bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, sedangkan hatinya menjauh dari-Ku” (Yes 29:13). Inilah bahaya yang harus diwaspadai : sikap bermuka dua. Kita juga menghadapi bahaya ini. Kepalsuan hati ini membahayakan keaslian kesaksian kita serta juga kedapatdipercayaan kita sebagai pribadi dan umat kristiani.

 

Oleh karena kelemahan kita, kita semua mengalami jarak tertentu antara apa yang kita katakan dan apa yang kita lakukan. Tetapi memiliki hati yang bermuka dua adalah hal lain. Hidup dengan “satu kaki di kedua sisi pagar” tanpa masalah apa pun. Marilah kita mengingat hal ini, terutama ketika kita dipanggil untuk menjalankan peran tanggung jawab – dalam kehidupan, dalam masyarakat atau dalam Gereja – jangan bermuka dua! Aturan ini selalu berlaku bagi seorang imam, pekerja pastoral, politisi, guru, atau orangtua: berkomitmenlah untuk menghayati terlebih dahulu apa yang kamu katakan, apa yang kamu ajarkan kepada orang lain. Untuk menjadi guru yang sesungguhnya, pertama-tama kita perlu menjadi saksi-saksi yang dapat dipercaya.

 

Dampaknya adalah aspek kedua: mengutamakan lahiriah dibanding batiniah. Faktanya, karena hidup dengan sikap bermuka dua, ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi khawatir harus menyembunyikan ketidakkonsistenan mereka demi menyelamatkan reputasi lahiriah mereka. Memang benar, jika masyarakat mengetahui apa yang sebenarnya ada dalam hati mereka, mereka akan malu dan kehilangan kedapatdipercayaan. Jadi, mereka berbuat agar terlihat benar, untuk “menyelamatkan muka”, dapat kita katakan demikin. Trik ini sangat umum – mereka merias wajah mereka, merias kehidupan mereka, merias hati mereka … Dan orang-orang yang “membuat-buat” ini tidak tahu bagaimana menjalani kebenaran. Dan sering kali, bahkan kita mengalami godaan untuk bermuka dua.

 

Saudara-saudari, dengan menerima peringatan Yesus ini, marilah kita juga bertanya pada diri kita sendiri: Apakah kita mencoba melakukan apa yang kita ajarkan, atau apakah kita hidup dengan bermuka dua? Apakah kita mengatakan satu hal dan melakukan hal lain? Apakah kita hanya peduli menunjukkan betapa sempurnanya kita secara lahiriah, dibuat-buat, ataukah kita juga membina kehidupan batin kita dalam ketulusan hati?

 

Marilah kita beralih kepada Perawan Suci. Semoga Bunda yang hidup dalam keutuhan dan kerendahan hati seturut kehendak Allah membantu kita menjadi saksi-saksi Injil yang dapat dipercaya.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Saya terus memikirkan situasi genting di Palestina dan Israel di mana banyak sekali orang yang kehilangan nyawa. Demi Allah, saya mohon kepadamu untuk berhenti : berhentilah menggunakan senjata! Saya berharap jalan keluar akan diusahakan sehingga meluasnya pertikaian dapat dihindari, sehingga korban luka dapat diselamatkan dan bantuan dapat menjangkau penduduk Gaza di mana situasi kemanusiaan sangat genting. Semoga para sandera segera dibebaskan. Ada juga banyak anak di antara mereka – semoga mereka kembali ke keluarga mereka! Ya, marilah kita pikirkan anak-anak, semua anak yang terkena dampak perang ini, serta anak-anak di Ukraina dan pertikaian lainnya: dengan cara inilah masa depan mereka dibunuh. Marilah kita berdoa semoga ada kekuatan untuk mengatakan “cukup”.

 

Saya dekat dengan penduduk Nepal yang menderita karena gempa bumi, serta para pengungsi Afghanistan yang mencari perlindungan di Pakistan tetapi sekarang tidak tahu ke mana harus pergi. Saya juga mendoakan para korban badai dan banjir di Italia dan negara-negara lain.

 

Saya menyapa dengan hangat kamu semua, umat Roma dan para peziarah dari berbagai negara. Secara khusus, saya menyapa umat dari Wina dan Valencia, kelompok paroki dari Cagliari, Band dan Paduan Suara dari Longomoso, Upper Adige. Saya menyapa generasi muda dari Rodengo Saiano, Ome dan Padergnone; para katekis dari Cassina de’ Pecchi dan Paroki Santo Yohanes Bosco, Trieste; Saya menyapa Dewan “Hentikan Perang”.

Kepada kamu semua saya mengucapkan selamat hari Minggu. Tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makananmu dan sampai jumpa!

______

(Peter Suriadi - Bogor, 5 November 2023)