Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 30 Mei 2021 : TENTANG HARI RAYA TRITUNGGAL MAHAKUDUS

Saudara dan saudari yang terkasih, selamat pagi!

 

Pada pesta yang di dalamnya kita merayakan Allah ini : misteri Allah yang satu. Dan Allah ini adalah Bapa dan Putra dan Roh Kudus. Tiga pribadi, tetapi satu Allah! Bapa adalah Allah; Putra adalah Allah; Roh Kudus adalah Allah. Tetapi mereka bukan tiga Allah : satu Allah dalam tiga Pribadi. Sebuah misteri yang diwahyukan Yesus Kristus kepada kita : Tritunggal Mahakudus. Hari ini kita berhenti untuk merayakan misteri ini, karena Pribadi-pribadi tersebut bukanlah kata sifat Allah, bukan. Mereka adalah Pribadi yang nyata, beragam, dan berbeda; mereka bukanlah - seperti yang dikatakan seorang filsuf - 'emanasi Allah', bukan, bukan! Mereka adalah Pribadi-pribadi. Ada Bapa yang kepada-Nya aku berdoa dengan Bapa Kami; ada Putra, yang memberi saya penebusan, pembenaran; ada Roh Kudus yang tinggal di dalam diri kita dan mendiami Gereja. Dan hal ini berbicara ke dalam hati kita karena kita menemukannya tercakup dalam ungkapan Santo Yohanes yang merangkum seluruh pewahyuan : “Allah adalah kasih” (1 Yoh 4:8,16). Bapa adalah kasih; Putra adalah kasih; Roh Kudus adalah kasih. Dan sejauh Ia adalah kasih, Allah, seraya menjadi satu semata, bukan kesendirian tetapi persekutuan, di antara Bapa, Putra dan Roh Kudus. Karena kasih pada dasarnya adalah pemberian diri, dan dalam kenyataan sesungguhnya dan tak terbatas, Bapalah yang memberikan diri-Nya dengan menurunkan Putra-Nya, yang pada gilirannya memberikan diri-Nya kepada Bapa, dan kasih timbal balik mereka adalah Roh Kudus, ikatan kesatuan mereka. Tidak mudah untuk memahaminya, tetapi kita bisa hidup dalam misteri ini, kita semua, kita bisa hidup melimpah.

 

Misteri Tritunggal ini diungkapkan kepada kita oleh Yesus sendiri. Ia menunjukkan kepada kita wajah Allah sebagai Bapa yang penuh belas kasih; Ia menampilkan diri-Nya, sungguh manusia, sebagai Putra Allah dan Sabda Bapa, Juruselamat yang memberikan nyawa-Nya untuk kita; dan Ia berbicara tentang Roh Kudus yang berasal dari Bapa dan Putra, Roh Kebenaran, Roh Parakletos - Minggu lalu kita berbicara tentang kata ini, 'Parakletos' - yang berarti Penghibur dan Pembela. Dan ketika Yesus menampakkan diri kepada para Rasul setelah Kebangkitan, Yesus mengundang mereka untuk menginjili "semua bangsa, membaptis mereka dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus" (Mat 28:19).

 

Oleh karena itu, perayaan hari ini membuat kita merenungkan misteri kasih dan terang yang luar biasa yang daripadanya kita berasal dan ke arahnya perjalanan duniawi kita dituntun.

 

Dalam pesan Injil dan dalam setiap bentuk perutusan Kristiani, kita tidak dapat mengabaikan kesatuan yang diserukan Yesus ini, di antara kita, mengikuti kesatuan Bapa, Putra dan Roh Kudus : kita tidak dapat mengabaikan kesatuan ini. Keindahan Injil meminta untuk dihayati - kesatuan - dan dibuktikan dalam kerukunan di antara kita yang begitu beragam! Dan kesatuan ini, saya berani mengatakan, penting bagi umat Kristiani : bukan sikap, cara berbicara, bukan; penting, karena itu adalah kesatuan itu lahir dari kasih, dari belas kasihan Allah, dari pembenaran Yesus Kristus dan dari kehadiran Roh Kudus di dalam hati kita.

 

Santa Maria, dalam kesederhanaan dan kerendahan hatinya, mencerminkan keindahan Allah Tritunggal, karena ia menyambut Yesus sepenuhnya ke dalam hidupnya. Semoga ia menopang iman kita; semoga ia menjadikan kita penyembah Allah dan hamba saudara-saudari kita.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara dan saudari terkasih! Kemarin di Astorga, Spanyol, María Pilar Gullón Yturriaga, Octavia Iglesias Blanco dan Olga Pérez-Monteserín Núñez dibeatifikasi. Ketiga wanita awam yang pemberani ini, meneladan orang Samaria yang baik, mengabdikan diri untuk merawat orang-orang yang terluka dalam perang, tanpa meninggalkan orang-orang itu pada saat bahaya; mereka mengambil resiko, dan mereka terbunuh karena kebencian terhadap iman mereka. Marilah kita memuji Tuhan atas kesaksian Injil mereka. Tepuk tangan meriah untuk ketiga beata baru.

 

Tanggal 1 Juli mendatang, di Vatikan, saya akan bertemu dengan para pemimpin utama komunitas Kristiani yang ada di Lebanon, dalam rangka hari untuk bercermin sehubungan situasi negara tersebut yang sedang bermasalah serta mendoakan bersama karunia perdamaian dan stabilitas.

  

Saya mempercayakan niat ini kepada perantaraan Bunda Allah, yang sangat dihormati di Tempat Suci Harissa, dan mulai saat ini saya meminta kalian untuk menyertai persiapan acara ini dengan dukungan doa, memohonkan masa depan yang lebih damai untuk negara tercinta itu.

 

Hari ini Hari Sklerosis Ganda Sedunia dirayakan dan, di Italia, Hari Bantuan Nasional. Saya mengucapkan terima kasih atas prakarsa ini; marilah kita mengingat bahwa kedekatan “adalah minyak urapan yang berharga yang memberikan dukungan dan penghiburan bagi orang sakit dalam penderitaan mereka” (Pesan untuk Hari Orang Sakit Sedunia 2021).

 

Pagi ini saya menerima sekelompok kecil umat yang membawakan saya terjemahan seluruh Kitab Suci dalam dialek mereka. Seseorang menerjemahkannya : delapan tahun kerja! Tertulis, ada delapan jilid, seluruhnya dalam dialek tersebut. Dan ia, yang hadir, mengatakan kepada saya bahwa ia membaca, berdoa dan menerjemahkan. Saya ingin mengucapkan terima kasih atas perilaku ini dan juga sekali lagi meminta kalian untuk membaca Sabda Allah, menemukan di dalamnya kekuatan hidup kita. Dan juga – dengan ini saya sendiri mengulangi – bawalah selalu Perjanjian Baru, Injil berukuran saku : di dompet kalian, di saku kalian, agar dapat dibaca kapan pun sepanjang hari. Dengan cara ini kita akan menemukan Yesus dalam Kitab Suci. Marilah kita belajar dari teladan orang yang bekerja selama delapan tahun untuk memahami hal ini. Dan ia berkata kepada saya : "Aku melakukannya dengan berdoa".

 

Saya menyampaikan salam tulus kepada kalian semua, mereka yang berasal dari Roma, dari Italia, dan negara-negara lain. Saya melihat ada orang Kanada, Kolombia…. Kita harus mendoakan Kolombia!

 

Dan ada juga orang Polandia, dan di sini orang-orang negara lain…. Saya menyapa kalian semua! Khususnya para penerima sakramen krisma dari Paroki Martir Roma Pertama yang kudus. Saya menyapa para peziarah Polandia dan mereka yang ikut serta dalam peziarahan agung ke Gua Maria Piekary ÅšlÄ…skie. Dan seperti biasa saya menyapa kaum muda Imakulata.

 

Kepada semuanya saya mengucapkan selamat hari Minggu. Dan tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siang. Sampai jumpa!

____


(Peter Suriadi - Bogor, 30 Mei 2021)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM DI LAPANGAN SAN DAMASO, ROMA, 26 Mei 2021 : KATEKESE TENTANG DOA (BAGIAN 34) - KEPASTIAN DIKABULKAN

Saudara dan saudari yang terkasih, selamat pagi!

 

Ada penolakan radikal terhadap doa, yang berasal dari pengamatan yang dilakukan kita semua : kita berdoa, kita memohon, namun terkadang doa kita sepertinya tidak didengar : apa yang kita mohon - entah untuk diri kita sendiri atau untuk orang lain - tidak terkabul. Kita memiliki pengalaman ini, sangat sering… Jika alasan yang kita doakan itu mulia (seperti perantaraan untuk kesehatan orang sakit, atau untuk berakhirnya perang, misalnya), ketidakterkabulan itu tampaknya memalukan. Misalnya, untuk perang : kita berdoa agar perang berakhir, perang di begitu banyak bagian dunia ini. Pikirkan Yaman, pikirkan Suriah, negara-negara yang telah berperang selama bertahun-tahun, selama bertahun-tahun, dilanda perang, dan kita berdoa, tetapi perang tidak kunjung berakhir. Tetapi bagaimana ini bisa terjadi? “Beberapa orang malahan berhenti berdoa, karena mereka berpikir bahwa doa mereka tidak dikabulkan” (Katekismus Gereja Katolik, no. 2734). Tetapi jika Allah adalah Bapa, mengapa Ia tidak mendengarkan kita? Ia yang telah meyakinkan kita bahwa Ia memberikan yang baik kepada anak-anak yang meminta kepada-Nya (bdk. Mat 7:11), mengapa Ia tidak menanggapi permintaan kita? Kita semua memiliki pengalaman berkenaan dengan hal ini : kita telah berdoa, mendoakan, penyakit sahabat, ayah, ibu, dan begitulah yang terjadi. Tetapi Allah tidak mengabulkan permintaan kita! Kita semua memiliki pengalaman tersebut.

 

Katekismus memberi kita ringkasan yang bagus tentang masalah ini. Katekismus membuat kita waspada terhadap resiko tidak menjalani pengalaman iman yang otentik, tetapi mengubah hubungan dengan Allah menjadi sesuatu yang bersifat sulap. Doa bukanlah tongkat sulap : doa adalah dialog dengan Allah. Memang, ketika kita berdoa kita bisa menyerah pada resiko bukan menjadi orang yang melayani Allah, tetapi mengharapkan Ia yang melayani kita (bdk. 2735). Jadi, inilah doa yang selalu menuntut, yang ingin mengarahkan peristiwa sesuai dengan rancangan kita, yang tidak mengakui rencana selain keinginan kita sendiri. Yesus, sebaliknya, memiliki hikmat yang besar dalam mengajari kita Doa Bapa Kami. Doa Bapa Kami adalah doa permohonan saja, sebagaimana yang kita kenal, tetapi yang pertama kita ucapkan semuanya ada di pihak Allah. Pengabulan permohonan-permohonan tersebut bukan berdasarkan rencana kita, tetapi kehendak-Nya bagi dunia. Lebih baik berserah kepada-Nya : "Dimuliakanlah nama-Mu, datanglah kerajaan-Mu, terjadilah kehendak-Mu" (Mat 6:9-10).

 

Dan Rasul Paulus mengingatkan kita bahwa kita bahkan tidak tahu apa yang pantas untuk dimohon (bdk. Rm 8:26). Kita memohon kebutuhan, keperluan kita, hal-hal yang kita inginkan : "Tetapi apakah ini lebih sesuai atau tidak?" Paulus memberitahu kita, kita bahkan tidak tahu apa yang pantas untuk diminta. Saat kita berdoa, kita perlu rendah hati : inilah sikap pertama dalam berdoa. Sama seperti sikap pergi berdoa di gereja yang ada di banyak tempat : para wanita memakai kerudung atau mengambil air suci untuk mulai berdoa, dengan cara ini kita harus memberitahu diri kita, sebelum berdoa, bahwa itulah cara yang benar; Allah akan memberiku apa yang pantas untuk diberikan. Ia tahu. Saat kita berdoa kita harus rendah hati, sehingga perkataan kita sungguh merupakan doa dan bukan hanya omong kosong yang tidak dikabulkan Allah. Kita juga bisa berdoa untuk alasan yang salah : seperti, untuk mengalahkan musuh dalam perang, tanpa bertanya pada diri kita sendiri apa yang dipikirkan Allah tentang perang semacam itu. Menulis “Allah beserta kita” di atas spanduk sangat mudah; banyak orang ingin memastikan bahwa Allah menyertai mereka, tetapi sedikit yang mau bersusah payah memeriksa apakah mereka benar-benar bersama Allah. Dalam doa, Allahlah yang harus mempertobatkan kita, bukan kita yang harus mempertobatkan Allah. Itulah kerendahan hati. Saya pergi berdoa tetapi Engkau, Tuhan, ubahlah hatiku agar memohon apa yang pantas, apa yang terbaik untuk kesehatan rohaniku.

 

Namun, skandal tetap ada : ketika orang-orang berdoa dengan hati yang tulus, ketika mereka meminta hal-hal yang sesuai dengan Kerajaan Allah, ketika seorang ibu berdoa untuk anaknya yang sakit, mengapa kadang-kadang tampaknya Allah tidak mendengarkan mereka? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu merenungkan Injil dengan tenang. Kisah kehidupan Yesus penuh dengan doa : banyak orang yang terluka jiwa dan raganya memohon kepada-Nya untuk disembuhkan; ada orang yang mendoakan sahabatnya yang tidak bisa lagi berjalan; ada ayah dan ibu yang membawa putra dan putri mereka yang sakit… Semuanya adalah doa yang dijiwai dengan penderitaan. Sebuah paduan suara yang luar biasa yang memohon : "Kasihanilah kami!".

 

Kita melihat bahwa kadang-kadang Yesus langsung menanggapi, sedangkan dalam beberapa kasus lain tertunda : tampaknya Allah tidak menjawab. Pikirkan perempuan Kanaan yang memohon kepada Yesus untuk putrinya : perempuan ini harus bersikeras lama untuk didengarkan (bdk. Mat 15:21-28). Ia bahkan memiliki kerendahan hati untuk mendengar sepatah kata dari Yesus yang tampaknya sedikit menyinggung perasaannya : kami tidak boleh melempar roti kepada anjing, kepada anjing belaka. Tetapi penghinaan ini tidak penting bagi perempuan itu : kesehatan putrinya adalah yang terpenting. Dan ia melanjutkan : “Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya", dan Yesus menyukai hal ini. Keberanian dalam doa. Atau pikirkan orang lumpuh yang dibawa oleh keempat sahabatnya : Yesus awalnya mengampuni dosa-dosanya dan baru kemudian menyembuhkan tubuhnya (bdk. Mrk 2:1-12). Oleh karena itu, pada beberapa kesempatan, solusi untuk masalah tersebut tidak langsung. Dalam hidup kita juga, kita masing-masing memiliki pengalaman ini. Marilah kita melihat sedikit ke belakang : berapa kali kita memohon rahmat, mukjizat, katakanlah, dan tidak ada yang terjadi. Kemudian, seiring waktu, segala sesuatunya telah terlaksana tetapi dengan cara Allah, cara ilahi, tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan pada saat itu. Waktu Allah bukanlah waktu kita.

 

Dari sudut pandang ini, kesembuhan putri Yairus patut mendapat perhatian khusus (bdk. Mrk 5:21-33). Ada seorang ayah yang sedang tergopoh-gopoh : putrinya sakit dan karena alasan ini ia memohon pertolongan Yesus. Sang Guru segera menyetujui, tetapi dalam perjalanan pulang kesembuhan lain terjadi, dan kemudian datang berita bahwa gadis itu telah meninggal. Kematian tersebut tampaknya merupakan akhir, tetapi Yesus berkata kepada si ayah : “Jangan takut, percaya saja!” (Mrk 5:36). “Teruslah beriman” : karena imanlah yang menopang doa. Dan memang, Yesus akan membangkitkan anak itu dari tidur kematian. Tetapi untuk sementara waktu, Yairus harus berjalan dalam kegelapan, hanya dengan nyala api iman. Tuhan, berilah aku iman! Semoga imanku tumbuh! Mohonkanlah rahmat ini, beriman. Yesus, dalam Injil, berkata bahwa iman memindahkan gunung. Tetapi, beriman sejati. Yesus, di hadapan iman kaum miskin-Nya, umat-Nya, dimenangkan; Ia merasakan kelembutan khusus, di hadapan iman itu. Dan Ia mendengarkan.

 

Doa yang dipanjatkan Yesus kepada Bapa di Taman Getsemani juga sepertinya tidak terdengar. “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku”. Sepertinya Bapa tidak mendengarkan-Nya. Sang Putra harus minum sepenuhnya dari cawan sengsara. Tetapi Sabtu Suci bukanlah bab terakhir, karena pada hari ketiga, hari Minggu, adalah Kebangkitan. Kejahatan adalah penguasa hari sebelum hari akhir : ingatlah hal ini dengan baik. Kejahatan tidak pernah menjadi penguasa hari akhir, tidak : hari sebelum hari akhir, saat malam paling gelap, tepat sebelum fajar. Kemudian, pada hari sebelum hari akhir, ada godaan, ketika iblis membuat kita berpikir bahwa ia telah menang : “Sudahkah kamu melihat? Aku menang!". Si jahat adalah penguasa hari sebelum hari akhir : pada hari akhir adalah Kebangkitan. Tetapi si jahat tidak pernah menjadi penguasa hari akhir : Allah adalah Tuhan hari akhir. Karena hari akhir milik Allah semata, dan hari akhir adalah hari di mana segenap kerinduan manusia akan keselamatan akan terpenuhi. Marilah kita mempelajari kesabaran yang rendah hati ini, menanti rahmat Tuhan, menanti hari akhir. Sangat sering, hari sebelum hari akhir sangat sulit, karena penderitaan manusia sangat berat. Tetapi Tuhan ada di sana. Dan di hari akhir, Ia menyelesaikan segalanya. Terima kasih.

 

[Sapaan Khusus]

 

Dengan hormat saya menyapa umat yang berbahasa Inggris. Bersatu dengan Bunda Maria di bulan Mei ini, semoga kita bertumbuh dalam kepastian bahwa Bapa surgawi selalu mendengarkan doa-doa kita. Atas kalian dan keluarga kalian, saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan. Semoga Tuhan memberkati kalian!

 

[Ringkasan dalam Bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara dan saudari yang terkasih, dalam katekese lanjutan kita tentang doa, sekarang kita meninjau saat-saat ketika doa kita tampaknya tidak dijawab. Kita meninjau, misalnya, doa yang dengan tulus kita ucapkan untuk anak-anak kita yang sakit, atau untuk sahabat-sahabat kita yang mengalami kepedihan yang luar biasa. Dalam kekecewaan kita, kita mungkin merasa bahwa Allah menutup telinga terhadap permintaan kita; kita bahkan mungkin tergoda untuk berhenti berdoa. Yesus, sang guru doa kita yang luar biasa, mengajar kita di dalam doa Bapa Kami untuk meminta banyak hal, tetapi terutama, terlaksananya kehendak Allah. Iman yang dewasa percaya akan pemeliharaan Tuhan, rencana-Nya yang lebih besar untuk kehidupan kita dan dunia kita, namun secara alami kita merasakan kekecewaan yang mendalam ketika permintaan kita tampaknya tidak didengar. Yesus menunjukkan kepada kita melalui teladan-Nya bahwa Allah memahami penderitaan kita, namun tidak selalu langsung mengabulkan keinginan kita. Di Taman Getsemani, Yesus memanjatkan doa yang sepertinya tidak dijawab; namun kepercayaan-Nya yang penuh terhadap kehendak Bapa menuntun pada keselamatan kita dan kemuliaan kebangkitan. Kejahatan tidak pernah memiliki kata akhir. Jika ada saat-saat ketika kita berjalan dalam kegelapan, hanya dituntun oleh cahaya iman, semoga kita tidak pernah meninggalkan kepercayaan kita pada kehendak Bapa untuk membuat semua hal bekerja bersama-sama demi kebaikan pamungkas kita.

_____


(Peter Suriadi - Bogor, 26 Mei 2021)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA RATU SURGA 23 Mei 2021 : TENTANG HARI RAYA PENTAKOSTA

Saudara dan saudari terkasih, selamat pagi!

 

Kitab Kisah Para Rasul (bdk. 2:1-11) menceritakan apa yang terjadi di Yerusalem 50 hari setelah Paskah Yesus. Para murid berkumpul di Ruang Atas, dan Perawan Maria bersama mereka. Tuhan yang bangkit telah memberitahu mereka untuk tetap tinggal di kota sampai menerima karunia Roh Kudus yang turun atas mereka. Dan ini terungkap dengan "bunyi" yang tiba-tiba mereka dengar datang dari surga, seperti "tiupan angin keras" yang memenuhi seluruh rumah mereka (bdk. ayat 2). Jadi, peristiwa tersebut menyangkut pengalaman nyata tetapi juga pengalaman simbolis. Sesuatu yang terjadi tetapi juga memberi kita pesan simbolis untuk seluruh hidup kita.

 

Pengalaman ini mengungkapkan bahwa Roh Kudus seperti angin yang mengalir kencang dan bebas; yaitu, Ia memberi kita kekuatan dan kebebasan : angin yang mengalir kencang dan bebas. Ia tidak bisa dikendalikan, dihentikan, atau diukur; arahnya juga tidak dapat diramalkan. Ia tidak dapat dipahami dalam kemendesakan manusiawi kita - kita selalu mencoba untuk membingkai sesuatu - Ia tidak memperkenankan diri-Nya terjebak dalam metode dan prasangka kita. Roh Kudus berasal dari Allah Bapa dan Putra-Nya Yesus Kristus serta tercurah ke atas Gereja; Ia tercurah ke atas diri kita masing-masing, memberikan kehidupan pada pikiran dan hati kita. Seperti dinyatakan dalam Syahadat : Ia adalah “Tuhan yang menghidupkan”. Ia memiliki kekuatan karena Ia adalah Allah, dan Ia memberi hidup.

 

Pada hari Pentakosta, murid-murid Yesus masih bingung dan takut. Mereka belum berani keluar di tempat terbuka. Kita juga, kadang-kadang, lebih suka tetap berada di dalam tembok pelindung lingkungan kita. Tetapi Tuhan tahu bagaimana menjangkau kita dan membukakan pintu bagi hati kita. Ke atas diri kita Ia mengutus Roh Kudus yang menyelimuti kita dan mengatasi seluruh keragu-raguan kita, meruntuhkan pertahanan kita, membongkar kepastian palsu kita. Roh Kudus menjadikan kita ciptaan baru, seperti yang hari itu dilakukan-Nya terhadap para Rasul : Ia memperbarui kita, ciptaan baru.

 

Setelah menerima Roh Kudus mereka tidak lagi seperti sebelumnya - Ia mengubah mereka, bahkan mereka pergi dan mulai memberitakan Yesus, memberitakan bahwa Yesus telah bangkit, bahwa Tuhan menyertai kita, sedemikian rupa sehingga masing-masing orang memahami mereka dalam bahasanya sendiri. Karena Roh Kudus bersifat universal; Ia tidak menghilangkan perbedaan budaya, perbedaan pemikiran, tidak. Ia untuk semua orang, tetapi masing-masing orang memahami-Nya dalam budayanya sendiri, dalam bahasanya sendiri. Roh Kudus mengubah hati, memperluas pandangan para murid. Ia memungkinkan mereka untuk menyampaikan kepada semua orang karya Allah yang agung dan tanpa batas, melampaui batasan budaya dan agama yang terbiasa mereka pikirkan dan hayati. Para Rasul, Ia memampukan mereka untuk menjangkau sesama, menghargai kemungkinan mereka untuk mendengarkan dan memahami, dalam budaya dan bahasa mereka masing-masing (ayat 5-11). Dengan kata lain, Roh Kudus menempatkan pelbagai bangsa dalam komunikasi, pencapaian kesatuan dan universalitas Gereja.

 

Dan hari ini kebenaran ini memberitahu kita begitu banyak, kenyataan Roh Kudus ini, di mana di dalam Gereja ada kelompok-kelompok kecil yang selalu mengusahakan perpecahan, memisahkan diri dari sesama. Ini bukan Roh Allah. Roh Allah adalah kerukunan, kesatuan, mempersatukan perbedaan. Seorang kardinal yang baik, yang merupakan Uskup Agung Genoa, berkata bahwa Gereja itu seperti sebuah sungai : yang penting adalah berada di dalam; kamu tidak penting ketika sedikit berada di tepian yang satu dan sedikit berada di tepian yang lainnya; Roh Kudus menciptakan kesatuan. Ia menggunakan sosok sungai. Yang penting adalah berada di dalam, dalam kesatuan Roh Kudus, dan tidak melihat kepicikan bahwa kamu sedikit berada tepian yang satu dan sedikit berada di tepian yang lainnya, kamu berdoa dengan cara ini atau cara lainnya …. Ini bukan berasal dari Allah. Gereja untuk semua orang, untuk semua orang, seperti ditunjukkan oleh Roh Kudus pada hari Pentakosta.

 

Hari ini marilah kita memohon perantaraan Perawan Maria, Bunda Gereja, agar Roh Kudus turun dalam kelimpahan, memenuhi hati umat beriman dan mengobarkan api kasih-Nya dalam diri setiap orang.

 

[Setelah pendarasan doa Ratu Surga]

 

Saudara dan saudari yang terkasih! Saya mempercayakan kepada segenap doa kalian situasi di Kolombia yang terus mengkhawatirkan. Pada Hari Raya Pentakosta ini, saya berdoa semoga rakyat Kolombia yang terkasih dapat menerima karunia-karunia Roh Kudus sehingga melalui dialog yang sungguh, mereka dapat menemukan solusi yang tepat untuk banyak masalah yang terutama diderita oleh kaum yang paling miskin, akibat pandemi. Saya mengimbau semua orang untuk menghindari, karena alasan kemanusiaan, perilaku yang merugikan penduduk dengan menggunakan hak untuk melakukan protes secara damai.

 

Marilah kita juga mendoakan penduduk kota Goma, di Republik Demokratik Kongo, yang terpaksa mengungsi akibat letusan dahsyat gunung berapi, Gunung Nyiragongo.

 

Besok umat Katolik di Tiongkok merayakan Pesta Santa Perawan Maria, Pertolongan Orang Kristen dan Pelindung surgawi negara besar mereka. Bunda Tuhan dan Gereja dihormati dengan devosi khusus di Gua Maria Sheshan di Shanghai, dan dengan tekun dipanggil oleh keluarga-keluarga Kristiani, dalam pencobaan dan harapan kehidupan sehari-hari. Alangkah baik dan pentingnya anggota keluarga dan komunitas Kristiani semakin bersatu dalam kasih dan iman! Dengan cara ini, orangtua dan anak-anak, kakek-nenek dan cucu, gembala dan umat dapat mengikuti teladan murid-murid perdana yang, pada hari raya Pentakosta, bersatu dalam doa dengan Maria saat mereka menantikan Roh Kudus. Oleh karena itu, dengan doa khidmat saya mengundang kalian untuk menyertai umat Kristiani di Tiongkok, saudara dan saudari yang paling kita sayangi, yang saya simpan di lubuk hati saya yang terdalam. Semoga Roh Kudus, tokoh utama perutusan Gereja di dunia, membimbing mereka dan membantu mereka menjadi pembawa pesan bahagia, saksi kebaikan dan amal kasih, serta pembangun keadilan dan perdamaian di negara mereka.

 

Dan berbicara tentang perayaan besok, Maria Pertolongan Orang Kristen, sebuah pemikiran tertuju kepada para pria dan wanita Salesian, yang sangat bekerja keras di dalam Gereja bagi orang-orang yang paling jauh, bagi orang-orang yang paling terpinggirkan, bagi kaum muda. Semoga Tuhan memberkati kalian dan menuntun kalian berkembang dengan banyak panggilan suci!

 

Besok "Tahun Laudato Si'" akan berakhir. Saya berterima kasih kepada mereka yang ikut serta dengan banyak prakarsa di seluruh dunia. Mendengarkan jeritan Bumi dan kaum miskin adalah sebuah perjalanan yang harus kita lanjutkan bersama. Karena alasan ini, "Serambi Laudato Si'", perjalanan yang terjadi selama tujuh tahun, akan segera dimulai untuk membimbing keluarga, komunitas paroki dan keuskupan, sekolah dan universitas, rumah sakit, dunia usaha, kelompok, gerakan, organisasi, lembaga keagamaan untuk mengadopsi gaya hidup berkelanjutan. Dan saya mengharapkan yang terbaik untuk seluruh animator yang saat ini menerima mandat untuk menyebarkan Injil Ciptaan dan menjaga rumah kita bersama.

 

Dengan hormat menyapa kalian semua, mereka yang berasal dari Roma, dari Italia, dan negara-negara lain. Saya melihat di sini orang Polandia, Meksiko, Cili, Panama, dan banyak lainnya…. Saya melihat bendera Kolombia di sana. Terima kasih telah hadir di sini! Secara khusus saya menyapa kaum muda Gerakan Focolare …. Mereka riuh rendah, para Focolari ini! Dan para peserta dalam "Jalan Persahabatan dengan Kekuatan Ordo".

 

Kepada semuanya, saya mengucapkan selamat hari Minggu. Dan tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siang! Sampai jumpa! Salam untuk kalian semua!

______


(Peter Suriadi - Bogor, 23 Mei 2021)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM DI LAPANGAN SAN DAMASO, ROMA, 19 Mei 2021 : KATEKESE TENTANG DOA (BAGIAN 33) - PIKIRAN MELAYANG, KEKERINGAN DAN KEJENUHAN

Saudara dan saudari yang terkasih, selamat pagi!

 

Melanjutkan alur Katekismus, dalam katekese ini kita mengacu pada penghayatan pengalaman doa, berusaha menunjukkan beberapa kesulitan yang sangat umum, yang harus dikenali dan diatasi. Berdoa tidaklah mudah : banyak kesulitan muncul dalam doa. Mengenal kesulitan-kesulitan tersebut, mengenali kesulitan-kesulitan tersebut dan mengatasinya adalah penting.

 

Masalah pertama yang muncul bagi orang-orang yang berdoa adalah pikiran melayang (bdk. KGK, 2729). Kamu mulai berdoa dan kemudian pikiranmu melayang, melayang ke mana-mana; hatimu ada di sini, pikiranmu ada di sana… pikiran melayang dari doa. Doa sering kali bersamaan dengan pikiran melayang. Memang, pikiran manusia sulit untuk berlama-lama memikirkan sesuatu. Kita semua mengalami pusaran gambar dan khayalan yang terus-menerus ini dalam gerakan tiada henti, yang bahkan menyertai tidur kita. Dan kita semua tahu bahwa mengikuti kecenderungan menuju ketidakteraturan ini tidak baik.

 

Perjuangan untuk mencapai dan mempertahankan konsentrasi tidak hanya berhubungan dengan doa. Jika kita tidak mencapai tingkat konsentrasi yang memadai, kita tidak dapat belajar secara bermanfaat, juga tidak dapat bekerja dengan baik. Para atlet menyadari bahwa pertandingan tidak hanya dimenangkan melalui latihan fisik, tetapi juga dengan disiplin mental : terutama, dengan kemampuan untuk berkonsentrasi dan tetap fokus.

 

Pikiran melayang bukan dosa, tetapi harus diperangi. Dalam khazanah iman kita ada keutamaan yang sering terlupakan, tetapi ada di dalam Injil. Ini disebut "kewaspadaan". Dan Yesus berkata, “Berjaga-jagalah dan berdoalah". Katekismus menyebutkannya secara eksplisit dalam petunjuknya berkenaan dengan doa (bdk. No. 2730). Yesus sering memanggil murid-murid-Nya untuk menjalani hidup apa adanya, dibimbing oleh pemikiran bahwa cepat atau lambat Ia akan kembali, seperti mempelai laki-laki kembali dari pernikahan atau tuan kembali dari perjalanan. Tetapi karena kita tidak tahu hari dan jam kembali-Nya, seluruh menit dalam kehidupan kita sangat berharga dan tidak boleh disia-siakan untuk pikiran melayang. Pada saat yang tidak kita ketahui, suara Tuhan kita akan bergema: pada hari itu, berbahagialah para hamba yang didapati-Nya tekun, masih berfokus pada apa yang sebenarnya penting. Mereka tidak tersesat dalam mengejar setiap daya tarik yang muncul di depan pikiran mereka, tetapi mencoba berjalan di jalan yang benar, melakukan kebaikan dan melakukan tugas mereka masing-masing. Inilah pikiran melayang : khayalan melayang, melayang dan melayang … Santa Teresa biasa menyebut khayalan yang melayang dalam doa ini sebagai “perempuan gila di dalam rumah”; khayalan tersebut seperti perempuan gila yang membawamu ke sana ke mari … Kita harus menghentikannya dan mengurungnya, dengan perhatian.

 

Saat kekeringan membutuhkan wacana yang berbeda. Katekismus menggambarkannya sebagai berikut : “Yang ini termasuk dalam doa batin, kalau hati kita seakan-akan terpisah dari Allah dan tanpa kerinduan akan pikiran, kenangan, dan perasaan rohani. Inilah saat-saat iman murni, yang tabah setia bersama Yesus dalam sakratul maut dan dalam makam” (KGK no. 2731). Kekeringan membuat kita memikirkan Jumat Agung, pada malam hari, dan Sabtu Suci, sepanjang hari : Yesus tidak ada di sana, Ia ada di dalam kubur; Yesus sudah mati, kita sendirian. Dan pikiran inilah yang menimbulkan kekeringan. Seringkali kita tidak tahu apa alasan kekeringan tersebut : mungkin tergantung pada diri kita masing-masing, tetapi juga pada Allah, yang memperkenankan situasi tertentu dalam kehidupan lahiriah maupun batiniah. Atau, kadang-kadang, bisa menjadi sakit kepala atau masalah hati yang membuat kita berhenti berdoa. Seringkali kita tidak benar-benar mengetahui alasannya. Para guru rohani menggambarkan pengalaman iman sebagai pergantian terus menerus saat penghiburan dan kesedihan; ada kalanya segala sesuatunya mudah, sementara lainnya ditandai dengan beban yang sangat berat. Sangat sering, ketika kita bertemu dengan seorang sahabat, kita berkata, "Apa kabar?" - "Hari ini saya terpuruk". Sangat sering kita "terpuruk", atau lebih tepatnya, kita tidak memiliki perasaan, kita tidak memiliki penghiburan, kita tidak mampu. Hari-hari kelabu … dan ada begitu banyak hari kelabu dalam hidup! Tetapi bahayanya adalah memiliki hati kelabu : ketika "perasaan terpuruk" ini mencapai hati dan memuakkan… dan ada orang-orang yang hidup dengan hati kelabu. Ini mengerikan : kita tidak dapat berdoa, tidak dapat merasakan penghiburan dengan hati kelabu! Atau, kita tidak dapat keluar dari kekeringan rohani dengan hati kelabu. Hati harus terbuka dan bercahaya, agar terang Tuhan bisa masuk. Dan jika terang itu tidak masuk, tunggu saja, dengan harapan. Tetapi jangan menutupinya dengan keabu-abuan.

 

Kemudian, hal lainnya adalah kejenuhan, godaan lainnya, sifat buruk lainnya, yang merupakan pencobaan nyata terhadap doa dan, secara lebih umum, terhadap kehidupan Kristiani, adalah masalah yang berbeda. Kejenuhan adalah "semacam depresi. Itu disebabkan oleh berkurangnya askese, menghilangnya kewaspadaan dan berkurangnya ketelitian hati" (KGK no. 2733). Kejenuhan adalah salah satu dari tujuh “dosa mematikan” karena, didorong oleh kesombongan, dapat menyebabkan kematian jiwa.

 

Jadi apa yang dapat kita lakukan dalam rangkaian antusiasme dan keputusasaan ini? Kita harus selalu belajar untuk maju. Kemajuan sejati dalam kehidupan rohani tidak berupa pelipatgandaan kegairahan yang luar biasa, tetapi mampu bertahan di masa-masa sulit : berjalan, berjalan, terus berjalan… dan jika kamu lelah, berhenti sebentar lalu mulailah berjalan lagi. Tetapi dengan ketekunan. Marilah kita mengingat perumpamaan Santo Fransiskus tentang sukacita yang sempurna : kemampuan seorang biarawan bukan diukur dengan keberuntungan tak terbatas yang turun dari Surga, tetapi dengan berjalan tegap, bahkan ketika ia tidak dikenali, bahkan ketika ia dianiaya, bahkan ketika segalanya telah kehilangan citarasa awalinya. Seluruh orang kudus telah melewati “lembah kelam” ini, dan janganlah kita terguncang jika, membaca buku harian mereka, kita menemukan catatan tentang doa malam yang lesu, hidup tak bergairah. Kita harus belajar untuk mengatakan : “Meskipun Engkau, Allahku, tampaknya melakukan segalanya untuk membuatku berhenti percaya kepada-Mu, aku tetap terus berdoa kepada-Mu”. Orang-orang beriman tidak pernah berhenti berdoa! Kadang-kadang mirip dengan doa Ayub, yang tidak menerima bahwa Allah memperlakukannya secara tidak adil, melakukan protes dan mendakwa-Nya. Tetapi, sangat sering, bahkan melakukan protes di hadapan Allah adalah sebuah cara berdoa atau, seperti kata seorang perempuan tua sederhana, "marah kepada Allah juga adalah sebuah cara berdoa", karena sering kali seorang anak marah kepada ayahnya : kemarahan tersebut adalah sebuah cara berhubungan dengan sang ayah; karena ia mengenalinya sebagai "ayah", ia menjadi marah ...

 

Dan kita juga, yang tidak jauh lebih kudus dan sabar daripada Ayub, tahu bahwa pada akhirnya, di akhir masa kehancuran ini, di mana kita telah melambungkan jeritan-jeritan bisu ke Surga dan berkali-kali bertanya "mengapa?", Allah akan menjawab kita. Jangan lupakan doa yang menanyakan “mengapa?”. Doa tersebut adalah doa anak-anak ketika mereka mulai tidak memahami sesuatu, yang oleh para psikolog disebut “tahapan mengapa”, karena anak bertanya kepada ayahnya, “Ayah, mengapa? Ayah mengapa? Ayah, mengapa?” Tetapi hati-hati : ia tidak mendengarkan jawaban ayahnya. Sang ayah mulai menjawab, tetapi ia menyela dengan “Mengapa?” ​​lainnya. Ia hanya ingin menarik perhatian ayahnya; dan ketika kita sedikit marah kepada Allah dan mulai bertanya mengapa, kita sedang menarik hati Bapa kita menuju kesengsaraan kita, menuju kesulitan kita, menuju hidup kita. Tetapi ya, memiliki keberanian untuk mengatakan kepada Allah : “Tetapi mengapa?”. Karena kadang-kadang, sedikit marah itu baik untukmu, karena membangunkan kembali hubungan ayah-anak yang harus kita miliki dengan Allah. Dan Ia akan menerima bahkan ungkapan kita yang paling keras dan paling pahit dengan kasih seorang ayah, dan akan menganggapnya sebagai sebuah tindakan iman, sebagai doa. Terima kasih.

 

[Salam Khusus]

 

Dengan hormat saya menyapa para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris. Saat kita bersiap untuk merayakan Hari Raya Pentakosta, saya memohonkan atasmu dan keluargamu karunia Roh Kudus. Semoga Allah memberkatimu!

 

[Ringkasan dalam Bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara dan saudari yang terkasih: Dalam katekese lanjutan kita tentang doa Kristiani, sekarang kita membahas beberapa kesulitan umum yang kita temui dalam praktek doa kita. Kesulitan yang pertama adalah pikiran melayang. Doa, seperti belajar dan bekerja, menuntut konsentrasi dan disiplin mental. Hal ini menuntut kita untuk mengembangkan keutamaan kewaspadaan sehingga kita memusatkan hidup kita untuk melakukan kehendak Allah setiap hari seraya mengharapkan kedatangan-Nya. Kesulitan kedua adalah pengalaman kekeringan rohani, saat-saat kekeringan ketika hati kita - sebagaimana diajarkan Katekismus - “tanpa kerinduan akan pikiran, kenangan, dan perasaan rohani” (No. 2731). Para guru rohani mengakui bahwa kehidupan iman melibatkan saat-saat penghiburan tetapi juga kesedihan, ketika kita ambil bagian dalam penderitaan Tuhan. Kesulitan yang ketiga adalah acedia atau kejenuhan, suatu bentuk kelelahan rohani yang mengarah pada godaan yang mematikan untuk meninggalkan doa sama sekali. Orang-orang kudus menghadapi kesulitan yang sama dalam doa mereka dan mereka mengajari kita bahwa kemajuan yang sesungguhnya dalam kehidupan rohani terjadi melalui ketekunan setiap hari, seperti yang dialami Ayub yang bahkan tetap bertahan di tengah banyak kemalangannya. Saat kita berusaha untuk bertumbuh dalam kehidupan doa, marilah kita memohon rahmat ketekunan, yakin bahwa Bapa kita yang penuh kasih akan memberikan kepada kita, melalui Putra dan dalam Roh, seluruh yang kita butuhkan untuk mendekatkan kita kepada-Nya.

_____


(Peter Suriadi - Bogor, 19 Mei 2021)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA RATU SURGA 16 Mei 2021 : KENAIKAN YESUS KE SURGA MEMBAWA SUKACITA BAGI KITA


Saudara dan saudari terkasih, selamat pagi!

 

Hari ini, di Italia dan di negara-negara lainnya, kami merayakan Hari Raya Kenaikan Tuhan. Bacaan Injil (Mrk 16:15-20) - penutup Injil Markus - menyajikan kepada kita perjumpaan terakhir Yesus yang bangkit dengan para murid-Nya sebelum Ia naik ke sisi kanan Bapa. Biasanya, sebagaimana kita ketahui, adegan perpisahan itu menyedihkan. Adegan tersebut menimbulkan perasaan kehilangan, perasaan ditinggalkan; tetapi para murid tidak mengalaminya. Kendati berpisah dari Tuhan, mereka tidak tampak putus asa, justru, mereka bersukacita dan siap untuk pergi ke dunia sebagai misionaris.

 

Mengapa para murid tidak sedih? Mengapa kita seharusnya sangat bersukacita melihat Yesus naik ke surga? Karena Kenaikan itu menyelesaikan perutusan Yesus di antara kita. Sungguh, jika demi kita Yesus turun dari surga, demi kita juga Ia naik ke sana. Setelah turun ke dalam kemanusiaan kita dan menebusnya - Allah, Putra Allah, turun dan menjadi manusia, mengambil kemanusiaan kita dan menebusnya - Ia sekarang naik ke surga, membawa daging kita bersama-Nya. Ia adalah manusia pertama yang masuk surga, karena Yesus adalah manusia, sungguh manusia; Ia adalah Allah, sungguh Allah; daging kita ada di surga dan ini memberi kita sukacita. Sekarang di sisi kanan Bapa duduk tubuh manusia, untuk pertama kalinya, tubuh Yesus, dan dalam misteri ini kita masing-masing merenungkan tujuan masa depan kita. Ini sama sekali bukan pelepasan; Yesus tinggal selamanya bersama para murid - bersama kita. Ia tinggal dalam doa, karena Ia, sebagai manusia, berdoa kepada Bapa, dan sebagai Allah, manusia dan Allah, menunjukkan kepada Bapa luka-luka-Nya, luka-luka yang dengannya Ia telah menebus kita. Doa Yesus ada di sana, bersama daging kita : Ia adalah salah seorang dari kita, Allah manusia, dan Ia mendoakan kita.

 

Dan ini harus memberi kita kepercayaan diri, atau lebih tepatnya sukacita, sukacita yang besar! Dan alasan kedua untuk bersukacita adalah janji Yesus. Ia mengatakan kepada kita : "Aku akan mengutus Roh Kudus". Dan di sana, bersama Roh Kudus, Ia memberikan perintah dalam perpisahan-Nya itu : "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk". Dan kuasa Roh Kudus menuntun kita ke dunia sana, untuk memberitakan Injil. Roh Kudus hari itu, yang dijanjikan Yesus, akan datang sembilan hari kemudian pada Hari Raya Pentakosta. Justru Roh Kuduslah yang memungkinkan kita menjadi seperti ini hari ini. Sukacita yang besar! Yesus pergi ke surga : manusia pertama di hadapan Bapa.

 

Ia pergi dengan luka-luka-Nya, yang merupakan harga keselamatan kita, dan Ia mendoakan kita. Dan kemudian Ia mengutus Roh Kudus kepada kita; Ia menjanjikan Roh Kudus kepada kita, untuk pergi menginjili. Inilah alasan sukacita hari ini; inilah alasan sukacita pada Hari Kenaikan Tuhan ini.

 

Saudara dan saudari, pada Hari Raya Kenaikan Tuhan ini, seraya kita merenungkan surga, tempat Kristus telah naik dan duduk di sisi kanan Bapa, marilah kita memohon kepada Maria, Sang Ratu Surga, untuk membantu kita menjadi saksi-saksi yang berani bagi Yesus yang bangkit di dunia, dalam situasi kehidupan nyata.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara dan saudari yang terkasih! Saya mengikuti dengan penuh perhatian apa yang sedang terjadi di Tanah Suci. Pada hari-hari ini, bentrokan bersenjata yang kejam antara Jalur Gaza dan Israel telah berada di atas angin, beresiko merosot menjadi pilinan kematian dan kehancuran. Banyak orang terluka dan banyak orang yang tidak bersalah meninggal. Di antara mereka bahkan ada anak-anak, dan ini mengerikan serta tidak bisa diterima. Kematian mereka adalah tanda bahwa mereka tidak ingin membangun masa depan, tetapi ingin menghancurkannya.

 

Selain itu, meningkatnya kebencian dan kekerasan yang melibatkan berbagai kota di Israel merupakan luka-luka serius bagi persaudaraan dan hidup berdampingan secara damai di antara warga negara, yang akan sulit disembuhkan jika kita tidak segera membuka diri untuk berdialog. Saya bertanya-tanya : kemana arah kebencian dan balas dendam? Apakah kita benar-benar berpikir kita bisa membangun perdamaian dengan menghancurkan orang lain? "Atas nama Allah yang telah menciptakan semua manusia yang setara dalam hak, kewajiban dan martabat, dan yang telah memanggil mereka untuk hidup bersama sebagai saudara dan saudari" (bdk. Dokumen Persaudaraan Manusia) saya mengimbau untuk tenang dan, kepada pihak yang bertanggung jawab, untuk menghentikan hiruk pikuk senjata dan mengikuti jalan perdamaian, bahkan dengan bantuan Komunitas Internasional.

 

Marilah kita berdoa terus-menerus agar Israel dan Palestina dapat menemukan jalan dialog dan pengampunan, bertekun untuk menjadi para pembangun perdamaian dan keadilan, menyingkap, langkah demi langkah, harapan bersama, hidup berdampingan di antara saudara dan saudari.

 

Marilah kita mendoakan para korban, khususnya anak-anak; marilah kita berdoa untuk perdamaian kepada Sang Ratu Damai. Salam Maria, penuh rahmat, Tuhan sertamu, terpujilah engkau di antara wanita, dan terpujilah buah tubuhmu, Yesus. Santa Maria, bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini sekarang dan waktu kami mati. Amin.

 

Hari ini “Pekan Laudato Si'" dimulai, untuk semakin mendidik guna mendengarkan jeritan Bumi dan jeritan kaum miskin. Saya berterima kasih kepada Dikasteri untuk Promosi Pembangunan Manusia Seutuhnya, Gerakan Iklim Global Katolik, Karitas Internasional dan banyak organisasi anggotanya, dan saya mengundang semua orang untuk ikut serta.

 

Saya menyapa para peziarah dari berbagai negara yang kemarin, di sini di Roma di Santo Yohanes Lateran, ambil bagian dalam beatifikasi seorang imam, Fransiskus Maria dari Salib, pendiri tarekat biarawan dan biarawati Salvatorian. Beliau adalah seorang pemberita Injil yang tak kenal lelah, menggunakan segala cara yang diilhami oleh kasih Kristus di dalam dirinya. Semoga semangat apostoliknya menjadi teladan dan panduan bagi mereka yang berada di dalam Gereja yang terpanggil untuk membawa sabda dan kasih Yesus ke dalam setiap lingkup. Tepuk tangan untuk sang beato baru! Ikonnya ada di sini di depan….

 

Dengan hormat saya menyapa kalian semua, mereka yang berasal dari Roma, dari Italia dan dari negara-negara lain, khususnya Kelompok AGESCI-Lupetti dari Paroki Santo Gregorius Agung, Roma; dan Seminari Redemptoris Mater dari Keuskupan Florence.

 

Saya mengucapkan selamat hari Minggu kepada semuanya, juga kepada kaum muda Immaculata. Dan tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siang. Sampai jumpa!

_____

 

(Peter Suriadi - Bogor, 16 Mei 2021)