Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 29 NOVEMBER 2020 : TENTANG MASA ADVEN


Saudara dan saudari terkasih, selamat siang!

 

Hari ini, Hari Minggu Adven I, tahun liturgi baru dimulai. Di dalamnya, Gereja menandai berlalunya waktu dengan perayaan peristiwa-peristiwa utama dalam kehidupan Yesus dan kisah keselamatan. Dengan melakukan hal itu, sebagai Ibu, Gereja menerangi jalan keberadaan kita, mendukung kita dalam pekerjaan sehari-hari dan membimbing kita menuju perjumpaan terakhir dengan Kristus. Liturgi hari ini mengundang kita untuk menjalani “Masa penting” pertama, yaitu Masa Adven, awal tahun liturgi, Adven, yang mempersiapkan kita untuk Natal, dan oleh karena itu Adven adalah saat pengharapan dan saat harapan. Pengharapan dan harapan.

 

Santo Paulus (lihat 1 Kor 1:3-9) menunjukkan sasaran pengharapan kita. Apa itu? "Pernyataan Tuhan" (ayat 7). Rasul Paulus mengundang jemaat Kristiani di Korintus, dan kita juga, untuk memusatkan perhatian kita pada perjumpaan dengan Yesus. Bagi seorang Kristiani, hal yang paling penting adalah perjumpaan terus menerus dengan Tuhan, berada bersama Tuhan. Dan dengan cara ini, terbiasa tinggal bersama Tuhan Sang Empunya Kehidupan, kita mempersiapkan diri untuk perjumpaan itu, untuk bersama Tuhan selama-lamanya. Dan perjumpaan yang menentukan ini akan tiba di kesudahan dunia. Tetapi Tuhan datang setiap hari, sehingga, dengan rahmat-Nya, kita dapat mencapai kebaikan dalam hidup kita sendiri dan dalam kehidupan orang lain. Allah kita adalah Allah yang datang, jangan lupakan hal ini : Allah adalah Allah yang datang, yang senantiasa datang. Penantian kita tidak akan dikecewakan oleh-Nya! Tuhan tidak pernah mengecewakan. Ia mungkin akan membuat kita menunggu, Ia akan membuat kita menunggu beberapa saat dalam kegelapan untuk membiarkan pengharapan kita matang, tetapi Dia tidak pernah mengecewakan. Tuhan selalu datang, Dia selalu di sisi kita. Kadang-kadang Dia tidak membuat diri-Nya terlihat, tetapi Ia senantiasa datang. Ia datang pada saat yang tepat dalam sejarah dan menjadi manusia untuk menanggung dosa-dosa kita - pesta Kelahiran memperingati kedatangan Yesus yang pertama dalam saat yang bersejarah -; Ia akan datang di akhir zaman sebagai hakim semesta; Ia datang setiap hari untuk mengunjungi umat-Nya, mengunjungi setiap pria dan wanita yang menerima-Nya dalam Sabda, dalam Sakramen, di dalam diri saudara dan saudari mereka. Yesus, Kitab Suci mengatakan kepada kita, ada di depan pintu dan mengetuk. Setiap hari. Ia ada di depan pintu hati kita. Ia mengetuk. Tahukah kamu bagaimana mendengarkan Tuhan yang mengetuk, yang telah datang hari ini untuk mengunjungimu, yang mengetuk hatimu dengan gelisah, dengan sebuah gagasan, dengan ilham? Ia datang ke Betlehem, Ia akan datang di akhir dunia, tetapi setiap hari Ia datang kepada kita. Camkan, lihat apa yang kamu rasakan dalam hatimu saat Tuhan mengetuk.

 

Kita sangat menyadari bahwa hidup terdiri dari pasang surut, terang dan bayang-bayang. Kita masing-masing mengalami saat-saat kecewa, gagal dan tersesat. Selain itu, situasi yang kita jalani, ditandai dengan pandemi, menimbulkan kekhawatiran, ketakutan, dan keputusasaan pada banyak orang; kita beresiko jatuh ke dalam pesimisme, beresiko jatuh ke dalam ketertutupan dan sikap acuh tak acuh. Bagaimana seharusnya reaksi kita dalam menghadapi semua ini? Mazmur hari ini menyarankan : “Jiwa kita menanti-nantikan Tuhan. Dialah penolong kita dan perisai kita! Ya, karena Dia hati kita bersukacita, sebab kepada nama-Nya yang kudus kita percaya” (Mzm 33:20-21). Artinya, jiwa yang menunggu, dengan percaya diri menunggu Tuhan, memungkinkan kita untuk menemukan kenyamanan dan keberanian di saat-saat gelap hidup kita. Dan apa yang membangkitkan keberanian dan janji yang dapat dipercaya ini? Keduanya berasal dari mana? Keduanya lahir dari harapan. Dan harapan tidak mengecewakan, kebajikan yang menuntun kita ke depan, memandang perjumpaan dengan Tuhan.

 

Adven adalah panggilan terus menerus untuk berharap : Adven mengingatkan kita bahwa Allah hadir dalam sejarah untuk menuntunnya ke tujuan akhirnya dan menuntun kita menuju kegenapannya, yaitu Tuhan, Tuhan Yesus Kristus. Allah hadir dalam sejarah umat manusia, Ia adalah “Allah beserta kita”, Allah tidak jauh, Ia senantiasa beserta kita, sejauh itu Ia sangat sering mengetuk pintu hati kita. Allah berjalan di samping kita untuk mendukung kita. Allah tidak meninggalkan kita; Ia menyertai kita melalui peristiwa-peristiwa dalam hidup kita untuk membantu kita menemukan makna perjalanan makna kehidupan sehari-hari, untuk memberi kita keberanian ketika kita berada di bawah tekanan atau ketika kita menderita. Di tengah badai kehidupan, Allah senantiasa mengulurkan tangan-Nya kepada kita dan membebaskan kita dari berbagai ancaman. Ini indah! Dalam kitab Ulangan ada bagian yang sangat indah, yang di dalamnya Nabi Musa berkata kepada orang-orang : "Sebab bangsa besar manakah yang mempunyai allah yang demikian dekat kepadanya seperti Tuhan, Allah kita, setiap kali kita memanggil kepada-Nya?" Tidak seorang pun, hanya kita yang memiliki rahmat memiliki Allah yang dekat dengan kita ini. Kita menantikan Allah, kita berharap Ia mewujudkan diri-Nya, tetapi Ia juga berharap kita mewujudkan diri kita kepada-Nya!

 

Semoga Santa Maria, perempuan pengharapan, menyertai langkah kita di awal tahun liturgi baru ini, dan membantu kita memenuhi tugas murid-murid Yesus, yang ditunjukkan oleh Rasul Petrus : Dan apa tugas ini? Mempertanggungjawabkan pengharapan yang ada di dalam diri kita (lihat 1 Ptr 3:15).

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara dan saudari yang terkasih,

 

Saya ingin mengungkapkan kedekatan saya dengan penduduk Amerika Tengah yang dilanda angin topan yang kuat. Secara khusus saya mengingat Pulau San Andrés, Providencia dan Santa Catalina, serta pantai Pasifik di utara Kolombia. Saya mendoakan semua negara yang sedang menderita akibat bencana ini.

 

Dengan hangat saya kembali menyapa kalian, umat Roma dan para peziarah dari berbagai negara. Secara khusus, saya menyapa orang-orang yang, sayangnya dalam jumlah yang sangat terbatas, telah datang pada kesempatan pengangkatan para kardinal baru, yang berlangsung kemarin sore. Marilah kita mendoakan tiga belas orang anggota baru Dewan Kardinal tersebut.

 

Kepada kalian semua saya mengucapkan bahagia hari Minggu dan bahagia perjalanan Adven. Marilah kita mencoba membawa kebaikan bahkan dari situasi sulit yang ditimbulkan oleh pandemi pada kita : ketenangan yang semakin besar, bijaksana dan hormat kepada orang lain yang mungkin membutuhkan, juga beberapa saat doa di dalam keluarga, dengan kesederhanaan. Ketiga hal ini akan sangat membantu kita : ketenangan hati yang semakin besar, bijaksana dan hormat kepada orang lain yang mungkin membutuhkan, dan, yang paling penting, juga beberapa saat doa di dalam keluarga, dengan kesederhanaan. Tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siang, dan sampai jumpa.

KHOTBAH PAUS FRANSISKUS DALAM KONSISTORI PENGANGKATAN 13 KARDINAL BARU 28 November 2020 : HATI KITA HARUS SENANTIASA BERSAMA KRISTUS; JANGAN MENJADI PEMBESAR SEKULER


Jalan. Jalan adalah latar dari adegan yang baru saja dilukiskan oleh Penginjil Markus (10:32-45). Jalan juga senantiasa menjadi latar perjalanan Gereja : jalan kehidupan dan sejarah, yang merupakan sejarah keselamatan sejauh dilalui bersama Kristus dan menuntun pada misteri paskah-Nya. Yerusalem senantiasa ada di depan kita. Salib dan kebangkitan adalah bagian sejarah kita; keduanya adalah "hari ini" kita tetapi juga dan senantiasa menjadi tujuan perjalanan kita.

 

Bacaan Injil ini sering kali menyertai konsistori pengangkatan para kardinal baru. Bacaan Injil bukan sekedar “latar belakang” tetapi juga “rambu jalan” bagi kita yang dewasa ini sedang melakukan perjalanan bersama Yesus. Karena Ia adalah kekuatan kita, yang memberi makna bagi kehidupan dan pelayanan kita.

 

Oleh karena itu, saudara-saudara yang terkasih, kita perlu mempertimbangkan dengan cermat kata-kata yang baru saja kita dengar.

 

Markus menekankan bahwa, di jalan, para murid "cemas" dan "takut" (ayat 32). Mengapa? Karena mereka tahu apa yang terbentang di depan mereka di Yerusalem. Lebih dari sekali, secara terbuka Yesus telah berbicara kepada mereka tentang hal itu. Tuhan tahu apa yang sedang dialami para pengikut-Nya, ia juga tidak acuh tak acuh terhadapnya. Yesus tidak pernah meninggalkan sahabat-sahabat-Nya; Ia tidak pernah mengabaikan mereka. Meskipun tampaknya Ia menempuh jalan-Nya sendiri, Ia senantiasa melakukannya demi kita. Ia melakukan semuanya itu demi kita dan demi keselamatan kita. Terutama berkaitan dengan kedua belas murid-Nya, Ia melakukan hal ini untuk mempersiapkan mereka bagi pencobaan yang akan datang, agar mereka dapat bersama-Nya, sekarang dan terutama nanti, ketika Ia tidak lagi berada di tengah-tengah mereka. Sehingga mereka bisa senantiasa bersama-Nya, di jalan-Nya.

 

Mengetahui bahwa hati para murid-Nya cemas, Yesus "sekali lagi" memanggil kedua belas murid-Nya dan memberitahu mereka "apa yang akan terjadi atas diri-Nya" (ayat 32). Kita sendiri baru saja mendengarnya : pemberitaan ketiga tentang sengsara, wafat, dan kebangkitan-Nya. Inilah jalan yang ditempuh Putra Allah. Jalan yang ditempuh Hamba Tuhan. Yesus mengidentifikasikan diri-Nya dengan jalan ini, sedemikian rupa sehingga ia sendiri adalah jalannya. “Akulah jalannya” (Yoh 14:6), kata-Nya. Jalam ini, dan tidak ada jalan lain.

 

Pada titik ini, tiba-tiba terjadi pergeseran, yang memungkinkan Yesus untuk mengungkapkan kepada Yakobus dan Yohanes - tetapi sebenarnya kepada semua Rasul - nasib yang menanti mereka. Marilah kita bayangkan adegannya : sekali lagi setelah menjelaskan apa yang akan terjadi pada diri-Nya di Yerusalem, Yesus menatap langsung mata kedua belas murid-Nya, seolah-olah mengatakan : "Apakah hal ini jelas?" Kemudian Ia melanjutkan perjalanan-Nya, berjalan di depan rombongan. Dua murid-Nya memisahkan diri dari murid-murid lainnya : Yakobus dan Yohanes. Mereka mendekati Yesus dan mengatakan kepada-Nya apa yang mereka inginkan : “Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang lagi di sebelah kanan-Mu dan yang seorang di sebelah kiri-Mu” (ayat 37). Mereka ingin mengambil jalan yang berbeda. Bukan jalan Yesus, tetapi jalan yang berbeda. Jalan orang-orang yang, bahkan mungkin tanpa disadari, "menggunakan" Tuhan untuk kemajuan mereka sendiri. Mereka yang - seperti yang dikatakan Santo Paulus - mencari kepentingan mereka sendiri dan bukan kepentingan Kristus (bdk. Flp 2:21). Santo Agustinus membicarakan hal ini dalam khotbahnya yang luar biasa tentang para gembala (No. 46). Sebuah khotbah yang senantiasa kita nikmati saat membaca ulang Ibadat Harian.

 

Yesus mendengarkan Yakobus dan Yohanes. Ia tidak terkesima atau marah. Kesabaran-Nya memang tak terbatas. Ia mengatakan kepada mereka : "Kamu tidak tahu apa yang kamu minta" (ayat 38). Di satu sisi, Ia mengampuni mereka, sementara pada saat yang sama mencela mereka : “Kamu tidak menyadari bahwa kamu telah keluar dari jalan”. Segera setelah ini, sepuluh rasul lainnya menunjukkan, dengan memarahi kedua putra Zebedeus itu, betapa keduanya tergoda untuk menyimpang.

 

Saudara-saudara yang terkasih, kita semua mengasihi Yesus, kita semua ingin mengikuti-Nya, namun kita harus senantiasa berhati-hati untuk tetap berada di jalan. Karena tubuh kita bisa bersama-Nya, tetapi hati kita bisa berkelana jauh dan menuntun kita keluar dari jalan. Warna merah jubah seorang kardinal, yang merupakan warna darah, dapat, bagi roh duniawi, menjadi warna "kebesaran" sekuler.

 

Dalam Bacaan Injil ini, kita senantiasa dikejutkan oleh perbedaan tajam antara Yesus dan murid-murid-Nya. Yesus menyadari hal ini; Ia mengetahuinya dan Ia menerimanya. Namun perbedaannya masih ada : Yesus berada di jalan, sementara mereka keluar dari jalan. Dua jalan yang tidak bisa bertemu. Hanya Tuhan, melalui salib dan kebangkitan-Nya, yang dapat menyelamatkan sahabat-sahabat-Nya yang menyimpang yang beresiko tersesat. Demi mereka, dan juga demi murid-murid lainnya, Yesus melakukan perjalanan ke Yerusalem. Demi mereka, dan demi semua orang, Ia sudi memperkenankan tubuh-Nya hancur dan darah-Nya tertumpah. Demi mereka, dan demi semua orang, Ia sudi bangkit dari kematian, serta mengampuni dan mengubah rupa mereka dengan karunia Roh. Ia akhirnya akan menempatkan kembali mereka ke jalan-Nya.

 

Santo Markus - seperti Matius dan Lukas - memasukkan cerita ini ke dalam Injilnya karena mengandung kebenaran yang menyelamatkan yang diperlukan Gereja di setiap zaman. Meskipun dua belas murid ditampilkan buruk, teks ini masuk ke dalam kanon Kitab Suci karena mengungkapkan kebenaran tentang Yesus dan kita. Bagi kita juga, di zaman kita, teks adalah pesan keselamatan. Kita juga, Paus dan para kardinal, harus senantiasa melihat diri kita tercermin dalam sabda kebenaran ini. sabda tersebut adalah pedang yang diasah; sabda tersebut memotong, sabda tersebut terbukti menyakitkan, tetapi juga menyembuhkan, membebaskan dan menobatkan kita. Karena pertobatan berarti persis seperti ini : kita lewat dari perjalanan yang menyimpang ke perjalanan di jalan Allah.

 

Semoga Roh Kudus memberi kita rahmat ini, hari ini dan selama-lamanya.

_____

 

(Peter Suriadi - Bogor, 28 November 2020)

 

 

Berikut adalah daftar 13 kardinal baru tersebut:

 

1.       Mgr. Mario Grech (Sekretaris Jendral Sinode Para Uskup), asal Malta, usia 63 tahun.

2.     Mgr. Marcello Semeraro (Ketua Kongregasi Penyebab Orang Kudus), asal Italia, usia 73 tahun.

3.      Mgr. Antoine Kambanda (Uskup Agung Kigali, Rwanda), usia 62 tahun.

4.     Mgr. Wilton Gregory (Uskup Agung Washington, Amerika Serikat), usia 73 tahun.

5.     Mgr. Jose Fuerte Advincula (Uskup Agung Capiz, Filipina), usia 68 tahun.

6.     Mgr. Celestino Aós Braco (Uskup Agung Santiago, Cili), usia 75 tahun.

7.     Mgr. Cornelius Sim (Vikaris Apostolik Brunei), usia 69 tahun.

8.     Mgr. Augusto Paolo Lojudice (Uskup Agung Siena, Italia), usia 56 tahun.

9.     Rahib Mauro Gambetti (Pamong Biara Asisi), asal Italia, usia 55 tahun.

10.  Mgr. Felipe Arizmendi Esquivel (Uskup San Cristobal de las Casas, Chiapas, Meksiko), usia 80 tahun.

11.    Mgr. Silvano Maria Tomasi (Nuncio Apostolik), usia 80 tahun.

12.  Pastor Rainiero Cantalamessa, OFMCap (Pengkhotbah Rumah Tangga Kepausan), asal Italia, usia 86 tahun.

13.   Pastor Enrico Feroci (Mantan Direktur Caritas Roma), asal Italia, usia 80 tahun.

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 25 November 2020 : KATEKESE TENTANG DOA (BAGIAN 16)


Saudara dan saudari terkasih, selamat pagi!

 

Langkah pertama Gereja di dunia diselingi dengan doa. Tulisan-tulisan para rasul dan pemaparan luar biasa dari Kisah Para Rasul memberi kita gambaran tentang Gereja yang aktif, Gereja yang sedang bergerak, namun, berkumpul dalam doa, menemukan dasar dan dorongan untuk tindakan misioner. Gambaran jemaat perdana Yerusalem adalah titik acuan untuk setiap pengalaman Kristiani lainnya. Lukas menulis dalam Kitab Kisah Para Rasul : "Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa" (2:42). Jemaat bertekun dalam doa.

 

Kita menemukan di sini empat ciri khas penting dari kehidupan gerejawi : pertama, mendengarkan pengajaran para rasul; kedua, memelihara persekutuan timbal balik; ketiga, memecahkan roti; dan keempat, berdoa. Keempatnya mengingatkan kita bahwa keberadaan Gereja memiliki makna jika tetap bersatu dengan Kristus, yaitu dalam jemaat, dalam sabda-Nya, dalam Ekaristi dan dalam doa - cara kita mempersatukan diri dengan Kristus. Khotbah dan katekese menjadi kesaksian atas perkataan dan perbuatan Sang Guru; terus-menerus mengusahakan persekutuan persaudaraan melindungi kita dari keegoisan dan partikularisme; memecahkan roti menggenapi sakramen kehadiran Yesus di antara kita. Ia tidak akan pernah tidak hadir - khususnya dalam Ekaristi, Ia ada di sana. Ia hidup dan berjalan bersama kita. Dan terakhir, doa, yang merupakan ranah dialog dengan Bapa, melalui Kristus di dalam Roh Kudus.

 

Segala sesuatu dalam Gereja yang tumbuh di luar "koordinat" ini tidak memiliki landasan. Untuk membedakan suatu situasi, kita perlu bertanya pada diri sendiri tentang keempat koordinat ini : bagaimana dalam situasi ini keempat koordinat ini hadir - khotbah, pengusahaan terus menerus untuk persekutuan persaudaraan, amal, pemecahan roti (yaitu, kehidupan Ekaristi) , dan doa. Setiap situasi perlu dievaluasi berdasarkan keempat koordinat ini. Apa pun yang bukan bagian dari koordinat ini bukan kegerejawian, tidak gerejawi. Tuhanlah yang menciptakan Gereja, bukan hiruk-pikuk pekerjaan. Gereja bukanlah pasar; Gereja bukanlah sekelompok pebisnis yang berjalan maju dengan bisnis baru. Gereja adalah karya Roh Kudus yang diutus Yesus kepada kita untuk mengumpulkan kita. Gereja tepatnya adalah karya Roh dalam jemaat Kristiani, dalam kehidupan jemaat, dalam Ekaristi, dalam doa… selalu. Dan segala sesuatu yang tumbuh di luar koordinat ini tidak memiliki landasan, seperti rumah yang dibangun di atas pasir (lihat Mat 7:24-27). Allahlah yang menciptakan Gereja, bukan hiruk-pikuk pekerjaan. Kata-kata Yesuslah yang memenuhi upaya kita dengan makna. Dalam kerendahan hati kita membangun masa depan dunia. Kadang-kadang, saya merasakan kesedihan yang luar biasa ketika saya melihat jemaat yang berkehendak baik, tetapi mengambil jalan yang salah karena menganggap bahwa Gereja dibangun dalam pertemuan-pertemuan, seolah-olah partai politik. “Tetapi, mayoritas, minoritas, apa yang mereka pikirkan tentang ini, itu dan yang lainnya… Dan ini seperti Sinode, jalan sinode yang harus kita ambil…” Saya bertanya pada diri saya sendiri : “Tetapi di sana di manakah Roh Kudus? Di manakah doa? Di manakah kasih jemaat? Di manakah Ekaristi?” Tanpa empat koordinat ini, Gereja menjadi masyarakat manusia, sebuah partai politik - mayoritas, minoritas - perubahan dibuat seolah-olah sebuah perkumpulan, berdasarkan mayoritas atau minoritas… Tetapi Roh Kudus tidak ada di sana. Dan kehadiran Roh Kudus justru dijamin oleh empat koordinat ini. Untuk mengevaluasi apakah suatu situasi gerejawi atau bukan, marilah kita menanyakan pada diri kita sendiri tentang empat koordinat ini : hidup dalam jemaat, doa, Ekaristi… bagaimana kehidupan berkembang di sepanjang keempat koordinat ini. Jika ini tidak ada, Roh Kudus tidak ada, dan jika Roh Kudus tidak ada, kita adalah organisasi yang indah, pengasih sesama, melakukan hal-hal yang baik, baik, baik… bahkan partai gerejawi, marilah kita menempatkannya demikian. Tetapi ini bukan Gereja. Karena alasan inilah Gereja tidak bertumbuh dengan hal-hal ini : Gereja tidak bertumbuh melalui penyebaran agama, sebagaimana perkumpulan lain mana pun, Gereja bertumbuh melalui ketertarikan. Dan siapa yang memicu ketertarikan? Roh Kudus. Janganlah kita melupakan kata-kata Benediktus XVI : “Gereja tidak bertumbuh melalui penyebaran agama, Gereja bertumbuh oleh ketertarikan”. Jika Roh Kudus tidak ada, siapa yang menarik [orang-orang] kepada Yesus, Gereja tidak ada di sana. Mungkin ada klub persahabatan yang indah, bagus, dengan niat baik, tetapi bukan Gereja, bukan sinodalitas.

 

Dengan membaca Kisah Para Rasul, kita kemudian menemukan betapa kuatnya kekuatan pendorong penginjilan pertemuan doa, di mana mereka yang ikut serta benar-benar mengalami kehadiran Yesus dan dijamah oleh Roh. Anggota-anggota jemaat perdana - meskipun hal ini selalu berlaku, bahkan bagi kita hari ini - perasaan bahwa paparan perjumpaan dengan Yesus tidak berhenti pada saat Kenaikan, tetapi berlanjut dalam kehidupan mereka. Dengan menceritakan apa yang telah dikatakan dan dilakukan Tuhan - mendengarkan Sabda - dengan berdoa masuk ke dalam persekutuan dengan-Nya, semuanya menjadi hidup. Doa memompakan terang dan kehangatan : karunia Roh memberkati mereka dengan kegairahan.

 

Karena alasan ini, Katekismus mengandung sebuah ungkapan yang sangat hakiki. Katekismus mengatakan hal ini : “Roh Kudus yang memperingatkan Gereja-Nya yang berdoa kepada Kristus, mengantar dia juga ke dalam seluruh kebenaran. Ia mengajak, agar mengungkapkan secara baru misteri Kristus yang tidak terduga, yang sedang bekerja dalam kehidupan, dalam Sakramen-sakramen dan dalam perutusan Gereja” (no. 2625). Inilah karya Roh dalam Gereja : membuat kita mengingat Yesus. Dan Yesus sendiri mengatakannya : Ia akan mengajarimu dan mengingatkanmu. Perutusan-Nya adalah mengingatkan Yesus, tetapi bukan sebagai latihan yang membantu ingatan. Umat ​​Kristiani, berjalan di jalan perutusan, mengingat Yesus saat mereka menghadirkan-Nya sekali lagi; dan dari Dia, dari Roh-Nya, mereka menerima "dorongan" untuk pergi, memberitakan, melayani. Dalam doa, umat Kristiani membenamkan diri dalam misteri Allah, misteri yang mengasihi setiap orang, Allah yang menghendaki agar Injil diberitakan kepada setiap orang. Allah adalah Allah bagi semua orang, dan di dalam Yesus setiap tembok pemisah pasti telah rubuh : sebagaimana dikatakan Santo Paulus, Ia adalah damai sejahtera kita, yaitu, “Dialah yang telah mempersatukan kedua pihak” (Ef 2:14). Yesus menciptakan persatuan, persatuan.

 

Dengan cara ini kehidupan Gereja perdana berirama penerusan sebuah perayaan, pertemuan, saat-saat doa bersama jemaat maupun pribadi. Dan Rohlah yang memberikan kekuatan kepada para pengkhotbah yang memulai perjalanan, dan yang, karena mengasihi Yesus, mengarungi lautan, menghadapi marabahaya, merendahkan diri mereka.

 

Allah memberi kasih, Allah meminta kasih. Inilah akar mistik seluruh kehidupan umat beriman. Dalam doa, jemaat Kristiani perdana - dan kita juga, yang datang berabad-abad setelahnya - kita semua menjalani pengalaman yang sama. Roh mengilhami segalanya. Dan setiap orang Kristiani yang tidak takut untuk mengabdikan waktu untuk berdoa dapat mengucapkan kata-kata Rasul Paulus, yang mengatakan hal ini : “Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” (Gal 2:20). Doa membuat kamu menyadari hal ini. Hanya dalam keheningan penyembahan kita mengalami seluruh kebenaran dari kata-kata ini. Dan kita harus menangkap kembali citarasa penyembahan ini. Menyembah, menyembah Allah, menyembah Yesus, menyeembah Roh. Bapa, Putra dan Roh : menyembah. Dalam keheningan. Doa penyembahan adalah doa yang membuat kita mengenali Allah sebagai awal dan akhir dari seluruh sejarah. Dan doa-doa ini adalah nyala api Roh yang memberikan kekuatan untuk bersaksi dan melakukan perutusan. Terima kasih.

 

[Sapaan khusus]

 

Dengan hormat saya menyapa umat berbahasa Inggris. Saat kita bersiap untuk memulai perjalanan Adven, semoga terang Kristus menerangi jalan kita dan mengenyahkan segala kegelapan dari hati kita. Atas kalian dan keluarga kalian, saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus. Tuhan memberkati kalian!

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara dan saudari yang terkasih, dalam lanjutan katekese kita tentang doa, sekarang kita bercermin pada bagaimana doa yang terus-menerus menjadi kekuatan pendorong kegiatan misioner umat Kristiani perdana. Santo Lukas memberitahu kita bahwa mereka “bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa” (Kis 2:42). Hari ini juga kehidupan Gereja berpusat pada doa, yang mempersatukan kita dengan Kristus, dan mengilhami kesaksian kita terhadap Injil dan pelayanan amal kita kepada mereka yang membutuhkan. Dalam doa, kita mengalami kehidupan Yesus yang bangkit yang, dalam kuasa Roh, terus hadir ke dunia kita, terutama dalam pengajaran dan sakramen-sakramen Gereja, dan upaya kita untuk mengembangkan kerajaan pendamaian, keadilan dan damai-Nya. Katekismus mengajarkan bahwa Roh Kudus “memperingatkan Gereja-Nya yang berdoa kepada Kristus” (no. 2625), serta memberikan keberanian dan keyakinan kepada seluruh misionaris, yang, di zaman kita juga, menghadapi perjalanan yang sulit, marabahaya dan penganiayaan demi Injil. Seperti umat Kristiani perdana, semoga kita belajar, melalui pengembangan doa pribadi dan komunal, untuk sungguh semakin erat dipersatukan dengan Allah kasih Tritunggal, dan membawa kasih yang sama itu ke dunia di sekitar kita.

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 22 November 2020 : HARI RAYA TUHAN KITA YESUS KRISTUS RAJA SEMESTA ALAM


Saudara dan saudari yang terkasih, selamat siang!

 

Hari ini kita merayakan Hari Raya Tuhan kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam. Perumpamaan luar biasa yang menutup tahun liturgi mengungkapkan misteri Kristus, seluruh tahun liturgi. Ia adalah Alfa dan Omega, awal dan akhir sejarah; serta liturgi hari ini berfokus pada “Omega”, yaitu tujuan akhir. Makna sejarah dipahami dengan menjaga puncaknya di depan mata kita : tujuan akhirnya juga. Dan justru hal inilah yang dilakukan Matius dalam Bacaan Injil hari Minggu ini (25:31-46), menempatkan pengajaran Yesus tentang penghakiman universal di akhir kehidupan duniawi-Nya: Ia, yang dianggap sebagai manusia yang terkutuk, pada kenyataannya, Sang Hakim tertinggi. Dalam wafat dan kebangkitan-Nya, Yesus akan mewujudkan diri-Nya sebagai Tuhan atas sejarah, Raja Semesta Alam, Hakim atas segalanya. Tetapi paradoks Kristiani yakni Sang Hakim tidak terikat pada perangkap kerajaan yang penuh ketakutan, tetapi gembala yang dipenuhi dengan kelembutan dan belas kasih.

 

Yesus, pada kenyataannya, dalam perumpamaan tentang penghakiman terakhir ini, menggunakan gambaran seorang gembala, Ia mengambil gambaran ini dari nabi Yehezkiel yang telah berbicara tentang campur tangan Allah demi kepentingan umat-Nya melawan para gembala Israel yang jahat (lihat 34:1-10). Mereka telah menjadi pengeksploitasi yang kejam, lebih suka memberi makan diri mereka sendiri ketimbang kawanan domba mereka; oleh karena itu, Allah sendiri berjanji untuk secara pribadi memelihara kawanan domba-Nya, melindunginya dari ketidakadilan dan pelecehan. Janji yang dibuat Allah atas nama umat-Nya ini sepenuhnya tercapai di dalam Yesus Kristus, Sang Gembala : Ia sendiri adalah Gembala yang baik. Ia sendiri bahkan mengatakan tentang diri-Nya sendiri : “Akulah Gembala yang baik” (Yoh 10:11,14).

 

Dalam perikop Injil hari ini, Yesus mengidentifikasi diri-Nya tidak hanya dengan gembala-raja, tetapi juga dengan domba-domba yang hilang, kita dapat berbicara tentang jatidiri ganda : raja-gembala, serta juga Yesus dan domba-domba-Nya : yaitu, Ia mengidentifikasi diri-Nya dengan yang paling hina dan saudara-saudari-Nya yangpaling membutuhkan. Dan Ia, dengan demikian, menunjukkan kriteria penghakiman : kriterianya dibuat atas dasar kasih nyata yang diberikan atau disangkal kepada orang-orang ini, karena Ia sendiri, Sang Hakim, hadir di dalam diri masing-masing orang itu. Ia adalah Sang Hakim. Ia adalah Allah dan Manusia, tetapi Ia juga orang miskin, Ia tersembunyi dan hadir dalam pribadi orang-orang miskin yang disebutkan-Nya : tepat di sana. Yesus berkata : “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan (atau tidak) untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya (kamu tidak melakukannya) untuk Aku” (ayat 40, 45). Kita akan dihakimi berdasarkan kasih. Penghakiman berdasarkan kasih, bukan berdasarkan perasaan, tidak : kita akan dihakimi berdasarkan karya, berdasarkan belas kasih yang menjadi kedekatan dan pertolongan yang murah hati. Sudahkah aku mendekat kepada Yesus yang hadir dalam diri orang-orang yang sakit, yang miskin, yang menderita, yang dipenjarakan, mereka yang lapar dan haus akan keadilan? Apakah aku mendekati Yesus yang hadir di sana? Ini adalah pertanyaan untuk hari ini.

 

Oleh karena itu, di akhir dunia, Tuhan akan memeriksa kawanan domba, dan Ia akan melakukannya tidak hanya dari sudut pandang gembala, tetapi juga dari sudut pandang domba, yang diidentifikasi oleh Yesus sebagai diri-Nya. Dan Ia akan bertanya kepada kita : "Apakah kamu sedikit seperti seorang gembala seperti Aku?" "Di manakah kamu seorang gembala bagi-Ku yang hadir dalam diri orang-orang yang membutuhkan, atau apakah kamu acuh tak acuh?" Saudara dan saudari, marilah kita melihat nalar ketidakpedulian, nalar mereka yang langsung terlintas dalam pikiran. Memalingkan wajah saat kita melihat sebuah masalah. Marilah kita mengingat perumpamaan tentang Orang Samaria yang Baik. Orang yang malang itu, terluka oleh para penyamun, tercampak ke tanah, antara hidup dan mati, ia sendirian. Seorang imam lewat, melihat, dan melanjutkan perjalanannya. Ia melihat ke arah lain. Seorang Lewi lewat, melihat dan memandang ke arah lain. Saya, di hadapan saudara dan saudari saya yang membutuhkan, apakah aku acuh tak acuh seperti imam, seperti orang Lewi dan melihat ke arah lain? Saya akan dinilai berdasarkan hal ini : bagaimana aku mendekat, bagaimana aku memandang Yesus yang hadir dalam diri mereka yang membutuhkan. Inilah nalarnya, dan saya tidak sedang mengatakannya : Yesus mengatakannya. “Apa yang kamu lakukan terhadap orang itu dan orang itu dan orang itu, kamu melakukannya untuk-Ku. Dan apa yang tidak kamu lakukan terhadap orang itu dan orang itu dan orang itu, kamu tidak melakukannya untuk-Ku, karena Aku ada di sana”. Semoga Yesus mengajari kita nalar ini, nalar kedekatan ini, mendekat kepada-Nya, dengan kasih, kepada orang-orang yang paling menderita.

 

Marilah kita memohon Perawan Maria untuk mengajari kita memerintah dengan melayani. Bunda Maria, diangkat ke Surga, menerima mahkota kerajaan dari Putranya karena ia mengikuti-Nya dengan setia - ia adalah murid pertama - di jalan kasih. Marilah kita belajar daripadanya untuk memasuki Kerajaan Allah bahkan sekarang melalui pintu pelayanan yang rendah hati dan murah hati. Dan marilah kita pulang ke rumah hanya dengan kalimat ini : “Aku hadir di sana. Terima kasih, atau Engkau melupakanku”.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara dan saudari yang terkasih,

 

Saya ingin menyampaikan pemikiran khusus kepada penduduk Campania dan Basilicata empat puluh tahun setelah gempa bumi dahsyat yang pusatnya berada di Irpinia dan menabur kematian dan kehancuran. Sudah empat puluh tahun. Peristiwa dramatis itu, yang luka-lukanya belum sembuh, menyoroti kemurahan hati dan kesetiakawanan rakyat Italia. Kesaksian dari hal ini adalah banyaknya kembaran antara daerah-daerah yang terkena gempa bumi dan daerah-daerah di Italia Utara dan Tengah, yang ikatannya masih bertahan. Prakarsa ini mendukung perjalanan pemulihan yang sulit, dan terutama persaudaraan di antara berbagai komunitas di Semenanjung tersebut.

 

Dan saya menyapa kalian semua, umat Roma, para peziarah, yang terlepas dari kesulitan saat ini dan selalu menghormati aturan, datang ke Lapangan Santo Petrus.

 

Sapaan khusus untuk keluarga-keluarga dalam kurun ini yang sedang berjuang. Mengenai hal ini, pikirkanlah banyak keluarga yang mengalami kesulitan saat ini, karena tidak memiliki pekerjaan, kehilangan pekerjaan, memiliki satu atau dua anak… Dan terkadang, dengan sedikit rasa malu, tidak tahu apa yang menjadikan hal ini. Tetapi kalian adalah orang-orang yang perlu pergi dan mencari di mana ada kebutuhan. Di mana Yesus berada, di mana Yesus membutuhkan. Lakukanlah hal ini!

 

Kepada kalian semua, saya mengucapkan selamat berhari Minggu. Dan kalian banyak dari “Immacolata”. Terima kasih!

 

 

Dan jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat makan siang dan sampai jumpa!

____


(Peter Suriadi - Bogor, 22 November 2020)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 18 November 2020 : KATEKESE TENTANG DOA (BAGIAN 15)


Saudara dan saudari terkasih, selamat pagi!

 

Dalam perjalanan katekese tentang doa, hari ini kita bertemu dengan Perawan Maria sebagai perempuan pendoa. Madonna berdoa. Ketika dunia masih tidak tahu apa-apa tentang dia, ketika ia adalah seorang gadis sederhana yang bertunangan dengan seorang lelaki dari keluarga Daud, Maria berdoa. Kita bisa membayangkan gadis belia dari Nazaret tersebut terbungkus dalam keheningan, dalam dialog terus-menerus dengan Allah yang akan segera memercayakan kepadanya sebuah perutusan. Ia telah penuh rahmat dan tak bernoda sejak ia dikandung; tetapi ia belum tahu apa-apa tentang panggilannya yang mengejutkan dan luar biasa serta lautan badai yang harus ia seberangi. Satu hal yang pasti : Maria termasuk dalam kumpulan besar orang yang rendah hati yang tidak pernah dimasukkan oleh sejarawan resmi ke dalam buku mereka, tetapi bersamanya Allah mempersiapkan kedatangan Putra-Nya.

 

Maria tidak otomatis menjalankan hidupnya : ia menunggu Allah untuk mengambil kendali jalannya dan membimbingnya ke tempat yang Ia inginkan. Ia taat, dan dengan kesediaannya ia mempersiapkan peristiwa-peristiwa besar yang di dalamnya Allah ambil bagian dalam dunia. Katekismus mengenang kehadirannya yang terus menerus dan penuh perhatian dalam rancangan Bapa yang penuh kebajikan sepanjang perjalanan hidup Yesus (lihat KGK, 2617-2618).

 

Maria sedang berdoa ketika malaikat Gabriel datang untuk menyampaikan pesan kepadanya di Nazaret. "Inilah Aku" yang kecil namun besar, yang membuat semua makhluk melompat kegirangan pada saat itu, di sepanjang sejarah keselamatan didahului oleh banyak "Inilah Aku" lainnya, oleh banyak ketaatan yang penuh keyakinan, oleh banyak orang yang terbuka terhadap kehendak Allah. Tidak ada cara yang lebih baik untuk berdoa selain menempatkan diri dalam sikap terbuka, hati yang terbuka terhadap Allah : “Tuhan, apa, kapan, dan bagaimana yang Engkau inginkan”. Yakni, dengan hati yang terbuka terhadap kehendak Allah. Dan Allah selalu menanggapi. Berapa banyak orang percaya yang menjalankan doa mereka seperti ini! Orang-orang yang paling rendah hati berdoa seperti ini : dengan kerendahan hati yang hakiki, marilah kita menempatkannya seperti itu; dengan kerendahan hati yang sederhana : “Tuhan, apa yang Engkau inginkan, kapan yang Engkau inginkan, dan bagaimana yang Engkau inginkan”. Mereka berdoa seperti ini dan tidak terganggu ketika masalah mengisi hari-hari mereka, tetapi mereka terus menghadapi kenyataan dan memahami bahwa dalam cinta yang rendah hati, dalam cinta yang ditawarkan dalam setiap situasi, kita menjadi sarana rahmat Allah. “Tuhan, apa yang Engkau inginkan, kapan yang Engkau inginkan, dan bagaimana yang Engkau inginkan”. Doa yang sederhana, tetapi doa yang di dalamnya kita menempatkan diri kita di tangan Tuhan sehingga Ia dapat membimbing kita. Kita semua bisa berdoa seperti ini, hampir tanpa kata-kata.

 

Doa tahu bagaimana menenangkan kegelisahan. Kita gelisah, kita selalu menginginkan sesuatu sebelum memintanya, dan kita menginginkannya segera. Kegelisahan ini merugikan kita. Dan doa tahu bagaimana menenangkan kegelisahan, tahu bagaimana mengubah rupanya menjadi ketersediaan. Ketika kita gelisah, saya berdoa dan doa membuka hati saya dan membuat saya terbuka terhadap kehendak Allah. Dalam beberapa saat Kabar Sukacita itu, Perawan Maria tahu bagaimana menolak rasa takut, bahkan ketika merasa bahwa "ya"-nya akan membawa pencobaan yang sangat sulit baginya. Jika dalam doa kita memahami bahwa masing-masing hari yang diberikan Allah adalah sebuah panggilan, kemudian hati kita akan melebar dan kita akan menerima semuanya. Kita akan belajar bagaimana mengatakan : “Apa yang Engkau inginkan, Tuhan. Berjanjilah padaku bahwa Engkau akan hadir di setiap langkahku semata”. Ini penting : meminta Tuhan untuk hadir di setiap langkah kita : agar Ia tidak meninggalkan kita sendirian, agar Ia tidak meninggalkan kita dalam pencobaan, agar Ia tidak meninggalkan kita di saat-saat buruk. Doa Bapa Kami berakhir seperti ini : rahmat untuk meminta kepada Tuhan tersebut diajarkan Yesus sendiri kepada kita.

 

Maria menemani seluruh hidup Yesus dalam doa, hingga wafat dan kebangkitan-Nya; dan pada akhirnya, ia melanjutkan dan ia menyertai langkah-langkah awal Gereja yang baru lahir (lihat Kis 1:14). Maria berdoa bersama para murid yang telah memberikan kesaksian tentang skandal salib. Ia berdoa bersama Petrus yang telah menyerah pada rasa takut dan menangis dengan penuh penyesalan. Maria ada di sana, bersama para murid, di tengah-tengah laki-laki dan perempuan yang dipanggil Putranya untuk membentuk jemaat-Nya. Maria tidak bertindak seperti seorang imam di antara mereka, tidak! Ia adalah Bunda Yesus yang berdoa bersama mereka, dalam jemaat, sebagai anggota jemaat. Ia berdoa bersama mereka dan mendoakan mereka. Dan, sekali lagi, doanya mengantisipasi masa depan yang akan segera digenapi : dengan karya Roh Kudus ia menjadi Bunda Allah, dan dengan karya Roh Kudus ia menjadi Bunda Gereja. Berdoa bersama Gereja yang baru lahir, ia menjadi Bunda Gereja, menemani para murid di langkah-langkah awal Gereja dalam doa, menantikan Roh Kudus. Dalam keheningan, selalu tanpa suara. Doa Maria hening. Injil hanya menceritakan satu doa Maria di Kana, ketika ia meminta Putranya demi orang-orang yang malang yang akan membuat kesan buruk selama perjamuan. Jadi, marilah kita bayangkan : ada pesta pernikahan dan akan berakhir dengan susu karena tidak ada anggur! Sebuah kesan yang luar biasa! Dan ia berdoa dan meminta Putranya untuk menyelesaikan masalah itu. Di dalam dan dari dirinya, kehadiran Maria adalah doa, dan kehadirannya di antara para murid di Ruang Atas, menantikan Roh Kudus, adalah dalam doa. Jadi Maria melahirkan Gereja, ia adalah Bunda Gereja. Katekismus menjelaskan : “Dalam iman hamba-Nya yang rendah hati, anugerah Allah”, yaitu Roh Kudus, “diterima atas cara yang ia nantikan sejak awal segala waktu" (KGK, 2617).

 

Dalam diri Perawan Maria, gerak batin feminin alami ditinggikan oleh persatuannya yang tiada duanya dengan Allah dalam doa. Inilah sebabnya, saat membaca Injil, kita melihat bahwa ia kadang-kadang menghilang, hanya muncul kembali untuk saat-saat penting : Maria terbuka terhadap suara Allah yang membimbing hatinya, yang membimbing langkahnya di mana kehadirannya dibutuhkan. Kehadirannya yang hening sebagai ibu dan sebagai murid. Maria hadir karena ia adalah Ibu, tetapi ia juga hadir karena ia adalah murid pertama, murid yang paling baik mempelajari cara-cara Yesus. Maria tidak pernah berkata : "Ayo, aku akan mengurus semuanya". Sebaliknya ia berkata : "Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!", selalu menunjukkan jarinya pada Yesus. Perilaku ini adalah ciri khas seorang murid, dan ia adalah murid yang pertama : ia berdoa sebagai Ibu dan ia berdoa sebagai seorang murid.

 

“Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya” (Luk 2:19). Jadi penginjil Lukas menggambarkan Bunda Tuhan dalam narasi masa kanak-kanak dalam Injilnya. Segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya akhirnya tercermin di dalam lubuk hatinya : hari-hari yang dipenuhi dengan sukacita, serta saat-saat tergelap bahkan ketika ia berjuang untuk memahami dengan jalan mana Penebusan harus dilalui. Semuanya berakhir di dalam hatinya sehingga bisa melewati saringan doa dan diubah rupa olehnya : entah pemberian para Majus, entah pelarian ke Mesir, hingga sengsara Jumat yang menggerikan. Bunda Maria menyimpan segala perkara dan membawanya berdialog dengan Allah. Seseorang telah membandingkan hati Maria dengan mutiara kemegahan yang tak tertandingi, yang dibentuk dan dihaluskan oleh kesabaran menerima kehendak Allah melalui misteri-misteri Yesus yang direnungkan dalam doa. Alangkah indahnya jika kita juga bisa sedikit seperti Bunda kita! Dengan hati yang terbuka terhadap Sabda Allah, dengan hati yang hening, dengan hati yang taat, dengan hati yang memahami bagaimana menerima Sabda Allah dan yang memungkinkan hati itu tumbuh dengan benih kebaikan bagi Gereja.

 

[Sapaan Khusus]

 

Dengan hormat saya menyapa umat yang berbahasa Inggris. Di bulan November ini, marilah kita terus mendoakan orang-orang-orang terkasih kita yang telah meninggal, dan semua orang yang telah meninggal, agar Tuhan dalam kerahiman-Nya sudi menyambut mereka ke dalam Kerajaan Surga. Atas kalian dan keluarga kalian, saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus. Tuhan memberkati kalian!

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara dan saudari yang terkasih, dalam katekese lanjutan kita tentang doa, sekarang kita memikirkan Bunda Maria sebagai perempuan pendoa dan teladan bagi kehidupan doa kita. Sejak masa mudanya Maria selalu berdoa dengan kerendahan hati, terbuka ke mana pun Tuhan akan membimbingnya. Kita mendapatinya dalam doa ketika malaikat Gabriel mengumumkan bahwa ia akan menjadi Bunda Putra Allah. Perkataannya yang sederhana, "Jadilah padaku menurut perkataanmu itu", adalah model untuk semua doa, yang berupa keterbukaan penuh keyakinan terhadap kehendak Allah. Maria tetap dekat dengan Putranya dalam doa pada saat-saat kritis dalam hidup-Nya, bahkan di kaki salib. Dalam sukacita kebangkitan, ia dengan penuh doa menyertai Gereja yang baru lahir. Melalui keterbukaannya terhadap kuasa Roh Kudus, Bunda Allah juga menjadi Bunda Gereja. Santo Lukas memberitahu kita bahwa Maria “menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya” (2:19). Dalam persatuan dengan hatinya yang tak bernoda, semoga hati kita juga terbuka terhadap kehendak Allah melalui permenungan kita tentang misteri kehidupan dan karya penyelamatan Yesus Kristus.

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 15 November 2020 : PERUMPAMAAN TENTANG TALENTA


Saudara-saudari yang terkasih, selamat siang!

 

Pada hari Minggu sebelum akhir tahun liturgi ini, Injil menyajikan kepada kita perumpamaan yang terkenal tentang talenta (bdk. Mat 25:14-30). Perumpamaan tersebut adalah bagian pengajaran Yesus tentang akhir zaman, yang mendahului sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Perumpamaan tersebut menggambarkan seorang yang kaya raya yang harus bepergian dan, karena sudah memperkirakan akan tidak berada di tempat dalam waktu yang lama, memercayakan hartanya kepada tiga orang hambanya : kepada hamba yang pertama ia memercayakan lima talenta; kepada hamba yang kedua, dua talenta; kepada hamba yang ketiga, satu talenta. Yesus memastikan bahwa pembagian dibuat "masing-masing menurut kesanggupannya" (ayat 15). Tuhan melakukannya dengan kita semua : Ia mengenal kita dengan baik; Ia tahu kita semua tidak sama dan tidak ingin berpihak kepada siapa pun sehingga merugikan pihak lain, tetapi memercayakan jumlah tertentu kepada masing-masing hamba sesuai dengan kesanggupannya.

 

Selama ketidakhadiran tuannya, dua hamba yang pertama sangat sibuk, hingga titik menggandakan jumlah talenta yang dipercayakan kepada mereka. Tidak demikian halnya dengan hamba yang ketiga, yang menyembunyikan talentanya dalam lubang : untuk menghindari resiko, ia meninggalkannya di sana, aman dari pencuri, tetapi tanpa menjadikannya berbuah. Tiba saatnya sang tuan pulang, yang memanggil para hamba untuk membereskan perhitungan. Dua hamba yang pertama menyajikan buah yang baik dari usaha mereka; mereka telah bekerja dan sang tuan memuji mereka, memberi imbalan kepada mereka dan mengundang mereka untuk ambil bagian dalam pesta, dalam sukacitanya. Namun, hamba yang ketiga, menyadari bahwa ia bersalah, segera mulai membenarkan dirinya sendiri, dengan mengatakan : “Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam. Karena itu aku takut dan pergi menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan!” (ayat 24-25). Ia membela kemalasannya dengan menuduh tuannya "kejam". Ini adalah sikap yang kita miliki juga : kita membela diri, berkali-kali, dengan menuduh orang lain. Padahal mereka tidak bersalah : kesalahan itu milik kita; aib itu milik kita. Dan hamba ini menuduh orang lain, ia menuduh tuannya untuk membenarkan diri. Kita juga, berkali-kali, melakukan hal yang sama. Maka sang tuan menegurnya : ia menyebut hamba itu "jahat dan malas" (ayat 26); talenta yang ia miliki diambil daripadanya dan menyuruh hamba itu dicampakkan dari rumahnya.

 

Perumpamaan ini berlaku untuk semua orang tetapi, seperti biasa, terutama untuk umat Kristiani. Hari ini juga, sangat sesuai tema : hari ini adalah Hari Orang Miskin Sedunia, di mana Gereja memberitahu kita umat Kristiani : “Ulurkan tangan kepada orang miskin. Jangkaulah orang miskin. Kamu tidak sendirian dalam hidup : ada orang yang membutuhkanmu. Jangan egois; ulurkan tangan untuk orang miskin. Kita semua telah menerima dari Allah suatu “warisan” sebagai umat manusia, kekayaan manusiawi, apapun itu. Dan sebagai murid Kristus kita juga telah menerima iman, Injil, Roh Kudus, Sakramen-sakramen, dan banyak hal lainnya. Karunia-karunia ini perlu digunakan untuk berbuat baik, berbuat baik dalam hidup ini, dalam pelayanan kepada Allah dan saudara-saudari kita. Dan hari ini Gereja memberitahumu, ia memberitahu kita : “Gunakan apa yang telah diberikan Allah kepadamu dan lihatlah orang miskin. Lihatlah : ada banyak sekali; bahkan di kota kita, di tengah kota kita, ada banyak. Berbuat baiklah!”.

 

Kadang-kadang, kita berpikir bahwa menjadi orang Kristiani berarti tidak menyakiti. Dan tidak merugikan itu baik. Tetapi tidak berbuat baik itu tidak baik. Kita harus berbuat baik, keluar dari diri kita sendiri dan melihat, memandang mereka yang lebih membutuhkan. Ada begitu banyak kelaparan, bahkan di jantung kota kita; dan sering kali kita masuk ke dalam nalar ketidakpedulian : orang miskin ada di sana, dan kita melihat ke arah lain. Ulurkan tanganmu kepada orang miskin : itu adalah Kristus. Beberapa orang berkata : “Tetapi para imam ini, para uskup ini yang berbicara tentang orang miskin, orang miskin .... Kami ingin mereka berbicara kepada kami tentang kehidupan kekal!”. Lihatlah, saudara dan saudari, orang miskin adalah pusat Injil; Yesuslah yang mengajari kita berbicara kepada orang miskin; Yesuslah yang datang kepada orang miskin. Ulurkan tanganmu kepada orang miskin. Kamu telah menerima banyak hal, dan kamu membiarkan saudaramu, saudarimu mati kelaparan?

 

Saudara dan saudari yang terkasih, semoga masing-masing orang mengatakan dalam hatinya apa yang dikatakan Yesus kepada kita hari ini; ulangi dalam hatimu : “ulurkan tanganmu kepada orang miskin”. Dan Yesus memberitahu kita hal lain : “Kamu tahu, Aku adalah orang miskin. Aku adalah kaum miskin”.

 

Perawan Maria menerima karunia yang luar biasa : Yesus sendiri, tetapi ia tidak menyimpan-Nya untuk dirinya sendiri; ia memberikan-Nya kepada dunia, kepada umat-Nya. Marilah kita belajar daripadanya untuk mengulurkan tangan kepada orang miskin.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara dan saudari terkasih! Saya dekat dalam doa dengan penduduk Filipina, yang sedang menderita karena kehancuran dan terutama banjir yang disebabkan oleh topan yang kuat. Saya mengungkapkan kesetiakawanan saya kepada keluarga-keluarga yang paling miskin yang menjadi korban bencana ini, dan dukungan saya kepada orang-orang yang berusaha membantu mereka.

 

Pikiran saya juga tertuju ke Pantai Gading, yang hari ini memperingati Hari Perdamaian Nasional, dalam konteks ketegangan sosial dan politik yang sayangnya telah menimbulkan banyak korban. Saya bergabung dalam doa untuk mendapatkan karunia kerukunan nasional dari Tuhan, dan saya mendesak semua putra dan putri negara yang terkasih itu untuk bekerjasama secara bertanggung jawab untuk rekonsiliasi dan hidup berdampingan secara damai. Saya mendorong khususnya para aktor politik untuk membangun kembali iklim saling percaya dan dialog, dalam mengusahakan penyelesaian yang adil yang melindungi dan mempromosikan kebaikan bersama.

 

Kemarin, di sebuah fasilitas rumah sakit di Rumania, di mana berbagai pasien yang terkena virus Corona dirawat, terjadi kebakaran yang menewaskan beberapa korban. Saya mengungkapkan kedekatan saya dan mendoakan mereka. Marilah kita mendoakan mereka.

 

Saya menyapa kalian semua, umat Roma dan para peziarah dari berbagai negara. Jangan lupa, hari ini, suara Gereja berdering di hati kita : “Ulurkan tanganmu kepada orang miskin. Karena, kamu tahu, orang miskin adalah Kristus ”. Saya senang, khususnya, atas kehadiran paduan suara anak-anak Hösel (Jerman). Terima kasih atas lagu kalian!

 

Kepada semuanya, saya mengucapkan selamat hari Minggu. Tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siang! Sampai jumpa!