Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 24 Agustus 2022 : KATEKESE TENTANG USIA TUA (BAGIAN 17)

Saudara-saudari terkasih, selamat siang!

 

Kita baru-baru ini merayakan Kenaikan Bunda Yesus ke surga. Misteri ini menerangi penggenapan rahmat yang membentuk takdir Maria, dan juga menerangi tujuan kita, bukan? Tujuannya adalah surga. Dengan gambaran Perawan yang diangkat ke surga ini, saya ingin mengakhiri rangkaian katekese tentang usia tua. Di Barat, kita merenungkan ia terangkat dengan diselimuti cahaya yang mulia; di Timur ia digambarkan berbaring, tidur, dikelilingi oleh para Rasul dalam doa, sementara Tuhan yang bangkit menatangnya seperti anak kecil.

 

Teologi selalu mencerminkan hubungan 'kenaikan' tunggal ini dengan kematian, yang tidak didefinisikan oleh dogma. Saya pikir akan lebih penting untuk membuat tersurat hubungan misteri ini dengan kebangkitan Sang Putra, yang membuka jalan bagi generasi kehidupan bagi kita semua. Dalam tindakan ilahi mempersatukan kembali Maria dengan Kristus yang bangkit, lumrahnya kerusakan tubuh akibat kematian manusia, dan bukan hanya ini, tidak hanya dilampaui, pengangkatan tubuh berkenaan dengan kehidupan Allah diantisipasi. Sebenarnya, takdir kebangkitan yang berkaitan dengan kita telah diantisipasi: karena, menurut iman kristiani, Yesus yang bangkit adalah yang sulung dari banyak saudara dan saudari. Tuhan yang bangkit adalah orang yang pergi lebih dulu, pertama, yang bangkit lebih dulu, di tempat pertama; maka kita akan pergi, tetapi ini adalah takdir kita : bangkit kembali.

 

Kita dapat mengatakan — mengikuti kata-kata Yesus kepada Nikodemus — bahwa ini agak seperti kelahiran kedua (bdk. Yoh 3:3-8). Jika kelahiran pertama adalah kelahiran di bumi, kelahiran kedua adalah kelahiran di surga. Bukan kebetulan bahwa Rasul Paulus, dalam teks yang dibacakan di awal, berbicara tentang rasa sakit saat melahirkan (bdk. Rm 8:22). Sama seperti, pada saat kita keluar dari rahim ibu kita, kita masih menjadi diri kita sendiri, manusia yang sama yang ada di dalam rahim; jadi, setelah kematian, kita dilahirkan ke surga, ke ranah Allah, dan kita masih menjadi diri kita sendiri, yang berjalan di bumi ini. Hal ini analog dengan apa yang terjadi pada Yesus : Yesus yang bangkit tetaplah Yesus : Ia tidak kehilangan kemanusiaan-Nya, pengalaman-Nya, atau bahkan tubuh jasmani-Nya, tidak, karena tanpa itu Ia tidak akan lagi menjadi diri-Nya sendiri, Ia tidak akan menjadi Yesus : yaitu, dengan kemanusiaan-Nya, dengan pengalaman hidup-Nya.

 

Pengalaman para murid, yang kepada mereka Ia menampakkan diri selama empat puluh hari setelah kebangkitan-Nya, memberitahu kita hal ini. Tuhan menunjukkan kepada mereka luka-luka yang memetereikan pengorbanan-Nya; tetapi luka-luka tersebut bukan lagi keburukan dari aib yang diderita dengan menyakitkan, luka-luka tersebut sekarang menjadi bukti yang tak terhapuskan dari kasih setia-Nya sampai akhir. Yesus yang bangkit dengan tubuh-Nya hidup dalam keintiman Tritunggal Allah! Dan di dalamnya Ia tidak kehilangan ingatan-Nya, Ia tidak meninggalkan sejarah-Nya, Ia tidak memutuskan hubungan yang Ia jalani di bumi. Kepada para sahabat-Nya Ia berjanji, 'Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada' (Yoh 14:3). Dan Ia akan datang, tidak hanya Ia akan datang pada akhirnya untuk semua orang, Ia akan datang setiap saat untuk kita masing-masing. Ia akan datang mencari kita untuk membawa kita kepada-Nya. Dalam pengertian ini, kematian adalah semacam langkah menuju perjumpaan dengan Yesus yang sedang menunggu saya untuk membawa saya kepada-Nya.

 

Yesus yang bangkit tinggal di dunia Allah, di mana ada tempat untuk semua orang, di mana bumi baru sedang dibentuk, dan kota surgawi, tempat tinggal terakhir manusia, sedang dibangun. Kita tidak dapat membayangkan perubahan rupa tubuh fana kita ini, tetapi kita yakin bahwa itu akan membuat wajah kita dapat dikenali dan memungkinkan kita untuk tetap menjadi manusia di surga Allah. Ini akan memungkinkan kita untuk ikut serta, dengan perasaan yang luhur, dalam kegembiraan yang tak terbatas dan penuh kebahagiaan dari tindakan kreatif Allah, yang petualangan tanpa akhirnya akan kita alami secara langsung.

 

Ketika Yesus berbicara tentang Kerajaan Allah, Ia menggambarkannya sebagai perjamuan pernikahan; sebagai pesta, yaitu, seperti pesta, pesta dengan para sahabat menunggu kita; sebagai pekerjaan yang membuat rumah menjadi sempurna, dan kejutan yang membuat panen lebih berlimpah daripada menabur. Menganggap serius kata-kata Injil tentang Kerajaan memungkinkan kepekaan kita untuk menikmati karya dan kasih Allah yang kreatif, dan menempatkan kita selaras dengan tujuan yang belum pernah terjadi sebelumnya dari kehidupan yang kita tabur. Di usia tua kita, orang-orang sezaman saya yang terkasih – dan saya berbicara dengan pria dan wanita tua – di usia tua kita, pentingnya banyak 'rincian' yang membuat kehidupan - belaian, senyuman, gerakan, penghargaan usaha, kejutan yang tak terduga, keceriaan yang ramah, ikatan yang setia — menjadi lebih akut. Hal-hal penting dalam hidup, yang paling kita pegang saat kita mendekati perpisahan kita, menjadi sangat jelas bagi kita. Lihat : kebijaksanaan usia tua ini adalah tempat kehamilan kita, yang menerangi kehidupan anak-anak, orang muda, orang dewasa, seluruh komunitas. Kita, orang tua seharusnya menjadi hal ini untuk orang lain : terang untuk orang lain. Seluruh hidup kita tampak seperti benih yang harus dikubur agar bunga dan buahnya dapat lahir. Itu akan lahir, bersama dengan segala sesuatu yang lain di dunia. Bukan tanpa rasa sakit bersalin, bukan tanpa rasa sakit, tetapi akan lahir (bdk. Yoh 16:21-23). Dan kehidupan tubuh yang telah bangkit akan menjadi seratus ribu kali lebih hidup daripada yang telah kita rasakan di bumi ini (bdk. Mrk 10:28-31).

 

Saudara-saudari terkasih, Tuhan yang bangkit, tidak secara kebetulan, sambil menunggu para Rasul di tepi danau, memanggang beberapa ikan (bdk. Yoh 21:9) dan kemudian menawarkannya kepada mereka. Sikap kasih yang penuh perhatian ini memberi kita gambaran sekilas tentang apa yang menanti kita saat kita menyeberang ke pantai seberang. Ya, saudara-saudari terkasih, terutama kamu yang sudah lanjut usia, kehidupan terbaik belum datang. 'Tetapi kita sudah tua, apa lagi yang akan datang?' Yang terbaik, karena yang terbaik dari kehidupan belum datang. Marilah kita berharap, marilah kita berharap untuk kegenapan hidup yang menanti kita semua, ketika Tuhan memanggil kita. Semoga Bunda Tuhan dan Bunda kita, yang telah mendahului kita ke surga, mengembalikan kepada kita penantian yang penuh harap, karena itu bukan harapan yang terbius, itu bukan harapan yang membosankan, bukan, itu adalah harapan dengan penantian yang penuh harap. Itulah harapan : 'Kapan Tuhanku datang? Kapan aku bisa pergi ke sana?' Sedikit ketakutan, karena saya tidak tahu apa artinya bagian ini, dan melewati pintu itu menyebabkan sedikit ketakutan – tetapi selalu ada tangan Tuhan yang membawa kita maju, dan di balik pintu ada pesta.

 

Marilah kita berperhatian, orang-orang tua yang terkasih, orang-orang sezaman, marilah kita berperhatian. Ia sedang mengharapkan kita. Hanya satu bagian, dan kemudian pesta.

 

Terima kasih.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, terutama kelompok-kelompok dari Malta, Singapura dan Amerika Serikat. Atas kamu dan keluargamu, saya memohon sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus. Allah memberkatimu!

 

[Imbauan]

 

Saya memperbarui undangan saya untuk memohon perdamaian dari Tuhan bagi rakyat Ukraina yang terkasih yang hari ini selama enam bulan telah menderita kengerian perang. Saya berharap langkah-langkah nyata akan diambil untuk mengakhiri perang dan mencegah risiko bencana nuklir di Zaporizhzhia.

 

Saya membawa para tahanan dalam hati saya, terutama mereka yang berada dalam kondisi rapuh, dan saya meminta pihak berwenang untuk bekerja demi pembebasan mereka. Saya memikirkan anak-anak, begitu banyak yang meninggal … kemudian begitu banyak pengungsi – di sini di Italia ada banyak… begitu banyak yang terluka, begitu banyak anak-anak Ukraina dan anak-anak Rusia yang menjadi yatim piatu. Dan menjadi yatim piatu tidak memiliki kewarganegaraan, mereka telah kehilangan ayah atau ibu mereka, entah mereka orang Rusia atau Ukraina.

 

Saya memikirkan begitu banyak kekejaman, begitu banyak orang tak berdosa yang membayar kegilaan, kegilaan semua pihak, karena perang adalah kegilaan dan tidak seorang pun dalam perang dapat mengatakan: 'Tidak, saya tidak gila.' Kegilaan perang.

 

Saya memikirkan gadis malang yang diledakkan oleh bom di bawah kursi mobilnya di Moskow.

 

Orang tidak bersalah membayar untuk perang, orang tidak bersalah! Marilah kita berpikir tentang kenyataan ini dan berkata satu sama lain : perang adalah kegilaan.

 

Dan mereka yang mendapat keuntungan dari perang dan perdagangan senjata adalah penjahat yang membunuh umat manusia.

 

Dan kita memikirkan negara-negara lain yang telah lama berperang : lebih dari 10 tahun di Suriah; kita memikirkan perang di Yaman, di mana begitu banyak anak menderita kelaparan; kita memikirkan rakyat Rohingya yang berkeliling dunia karena ketidakadilan diusir dari tanah mereka.

 

Tetapi hari ini secara khusus, enam bulan setelah dimulainya perang, kita memikirkan Ukraina dan Rusia, saya mempersembahkan kedua negara itu kepada Hati Maria yang Tak Bernoda. Semoga ia, sebagai Bunda, mengalihkan pandangannya ke kedua negara tercinta ini : semoga ia memandang Ukraina, memandang Rusia, dan membawa perdamaian bagi kita! Kita membutuhkan perdamaian!

 

[Ringkasan dalam Bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari yang terkasih : Rangkaian katekese tentang hari tua dalam terang sabda Allah sekarang diakhiri dengan permenungan Perawan Maria Diangkat ke Surga, yang dirayakan pada hari-hari bulan Agustus ini. Pengangkatan Bunda Maria, jiwa dan raganya, ke surga terkait erat dengan kebangkitan Yesus Putranya dan dengan janjinya tentang kebangkitan tubuh kita di akhir zaman. Setelah kebangkitan-Nya, Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya dan menunjukkan kepada mereka tanda-tanda sengsara dan kematian-Nya. Ia mengungkapkan bahwa, dalam kehidupan yang akan datang, “daging” jatidiri pribadi kita, ingatan, pengalaman dan sejarah pribadi kita, akan bertahan dan diubah rupa dalam hadirat Allah yang hidup. Tuhan kita menggambarkan kehidupan kebangkitan dengan gambaran sukacita dan penggenapan, karena kita, dan dunia kita, akan “dilahirkan kembali”, dan benih yang telah kita tabur di bumi akan menghasilkan buah yang kekal. Masa kehidupan yang kita sebut “usia tua” dengan demikian adalah waktu yang istimewa untuk bertumbuh dalam hikmat yang lahir dari iman, melihat hidup kita dalam sudut pandang yang tepat, melalui mata Allah, dan melihat ke depan dengan sukacita untuk penggenapan harapan kita. dalam kemuliaan surga, dalam persekutuan dengan Bunda Maria dan semua orang kudus.

_______

(Peter Suriadi - Bogor, 25 Agustus 2022)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 21 Agustus 2022 : MEMASUKI PINTU YANG SESAK DENGAN MELAYANI ALLAH DAN SESAMA

Saudara-saudari terkasih, selamat hari Minggu!

 

Dalam perikop Injil Lukas untuk liturgi hari Minggu ini, seorang bertanya kepada Yesus, “Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?” Dan Tuhan menjawab, “Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu!” (Luk 13:24). Pintu yang sesak … ini adalah gambaran yang bisa membuat kita takut, seolah-olah keselamatan hanya diperuntukkan bagi segelintir orang-orang pilihan, atau orang-orang yang sempurna. Tetapi hal ini bertentangan dengan apa yang diajarkan Yesus kepada kita di dalam banyak kesempatan lain. Dan sebenarnya, sedikit lebih jauh ke depan, Ia menegaskan, “Orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah” (ayat 29). Oleh karena itu, pintu ini sesak, tetapi terbuka untuk semua orang! Jangan melupakan hal ini. Pintu terbuka untuk semua orang!

 

Tetapi untuk lebih memahami, apa pintu yang sesak ini, kita perlu bertanya apa yang sesungguhnya. Yesus menggunakan gambaran dari kehidupan masa itu, kemungkinan besar mengacu pada fakta bahwa, ketika malam akan tiba, pintu-pintu kota akan ditutup dan hanya satu pintu, yang paling kecil dan paling sesak, yang akan tetap terbuka. Untuk pulang ke rumah, seseorang hanya bisa melslui pintu itu.

 

Sekarang marilah kita pikirkan ketika Yesus berkata, “Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat” (Yoh 10:9). Ia ingin memberitahu kita bahwa untuk masuk ke dalam kehidupan Allah, ke dalam keselamatan, kita perlu melewati Dia, bukan melalui orang lain, melalui Dia; menyambut Dia dan Sabda-Nya. Sama seperti untuk masuk ke kota, seseorang harus "mengukur" dirinya sama dengan satu-satunya pintu sesak yang ada, demikian juga pintu kristiani adalah kehidupan yang "ukurannya adalah Kristus", didirikan dan dimodelkan pada diri-Nya. Ini berarti bahwa kaidah ukuran adalah Yesus dan Injil-Nya – bukan apa yang kita pikirkan, tetapi apa yang Ia katakan kepada kita. Jadi, kita berbicara tentang pintu yang sesak bukan karena hanya sedikit yang ditakdirkan untuk melewatinya, bukan, tetapi karena menjadi milik Kristus berarti mengikuti Dia, menjalani hidup dalam kasih, dalam pelayanan, dan dalam memberikan diri sebagaimana yang Ia lakukan, yang melewati pintu sesak salib. Memasuki rancangan yang ditawarkan Allah untuk hidup kita mengharuskan kita membatasi ruang egoisme, mengurangi anggapan kecukupan diri, menurunkan ketinggian kesombongan dan keangkuhan, serta mengatasi kemalasan, agar melintasi risiko kasih, bahkan ketika melibatkan salib.

 

Marilah kita memikirkan, secara nyata, tindakan kasih sehari-hari yang kita perjuangkan untuk dilakukan : marilah kita pikirkan para orangtua yang mendedikasikan diri mereka untuk anak-anak mereka, berkorban dan mengorbankan waktu untuk diri mereka sendiri; orang-orang yang melibatkan diri mereka bagi orang lain dan tidak hanya bagi kepentingan mereka sendiri (berapa banyak orang baik seperti ini); marilah kita pikirkan orang-orang yang menghabiskan diri mereka untuk melayani kaum lansia, kaum yang paling miskin dan paling rentan; marilah kita pikirkan orang-orang yang terus berkomitmen untuk bekerja, bertahan dengan ketidaknyamanan dan, mungkin, dengan kesalahpahaman; marilah kita pikirkan orang-orang yang menderita oleh karena iman mereka, tetapi yang terus berdoa dan mengasihi; marilah kita pikirkan orang-orang yang, alih-alih mengikuti naluri mereka, menanggapi kejahatan dengan kebaikan, menemukan kekuatan untuk mengampuni dan keberanian untuk memulai kembali. Ini hanyalah beberapa contoh orang yang tidak memilih pintu yang lebar untuk kenyamanan mereka sendiri, tetapi pintu sesak Yesus, pintu kehidupan yang dihabiskan dalam kasih. Hari ini Tuhan berkata bahwa Bapa akan mengenali mereka melebihi orang-orang yang meyakini diri mereka telah diselamatkan padahal sesungguhnya mereka adalah para "pelaku kejahatan" (Luk 13:27) dalam kehidupan.

 

Saudara-saudara, kita ingin berada di pihak yang mana? Apakah kita lebih memilih cara berpikir yang mudah hanya tentang diri kita sendiri, atau apakah kita memilih pintu sesak Injil yang menempatkan keegoisan kita ke dalam krisis, tetapi yang membuat kita mampu menyambut kehidupan sejati yang datang dari Allah dan membuat kita bahagia? Kita berada di pihak yang mana? Semoga Bunda Maria, yang mengikuti Yesus sampai ke kaki salib, membantu kita untuk mengukur hidup kita dengan Yesus untuk masuk ke dalam kepenuhan hidup yang kekal.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari,

 

Saya sedang mengikuti dengan seksama, dengan keprihatinan dan kesedihan, situasi yang tercipta di Nikaragua yang melibatkan orang-orang dan lembaga-lembaga. Saya ingin mengungkapkan keyakinan dan harapan saya bahwa, melalui dialog yang terbuka dan tulus, dasar untuk hidup berdampingan secara penuh hormat dan damai masih dapat ditemukan. Marilah kita memohon kepada Tuhan, melalui perantaraan Purísima, untuk mengilhami hati setiap orang dengan kehendak nyata ini.

 

Saudara-saudari, saya menyapa kamu semua, umat dari Roma dan para peziarah dari berbagai negara – keluarga, kelompok paroki, lembaga. Secara khusus, saya menyapa komunitas dari Kolose Kepausan Amerika Utara, terutama para seminaris baru yang baru saja tiba, dan saya mendorong mereka dalam komitmen rohani mereka, serta mendorong mereka untuk setia kepada Injil dan Gereja. Saya menyapa para biarawati tarekat Virginum, dan saya mendorong mereka untuk bersaksi tentang sukacita kasih Kristus.

 

Saya menyapa umat dari Verona, Trevignano, Pratissolo, kaum muda dari Paternò, Lequile dan orang-orang yang sedang ikut serta dalam Via lucis yang, terilhami oleh teladan para orang kudus “pintu sebelah”, akan bertemu dengan orang miskin yang tinggal di dekat stasiun kereta api. Dan salam untuk kaum muda Immaculata.

 

Marilah kita bertekun dalam kedekatan kita dan dalam doa untuk rakyat Ukraina terkasih yang sedang mengalami kekejaman yang tidak berperikemanusiaan.

 

Kepada kamu semua saya mengucapkan selamat hari Minggu. Dan, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siang dan sampai jumpa!
______

(Peter Suriadi - Bogor, 21 Agustus 2022)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 17 Agustus 2022 : KATEKESE TENTANG USIA TUA (BAGIAN 16)

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Kata-kata yang kita dengar tentang mimpi Daniel membangkitkan penglihatan tentang Allah yang misterius, dan pada saat yang sama, mulia. Penglihatan yang diperoleh di awal Kitab Wahyu ini mengacu pada Yesus yang bangkit, yang muncul kepada sang pelihat, sebagai Mesias, Imam dan Raja, kekal, mahatahu dan tidak berubah (1:12-15). Ia meletakkan tangan-Nya di bahu sang pelihat dan meyakinkannya, “Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya” (ayat 17-18). Dengan demikian hilanglah penghalang terakhir ketakutan dan penderitaan yang senantiasa dipicu oleh teofani. Yang Hidup meyakinkan kita, Ia memberi kita jaminan. Ia juga wafat, tetapi sekarang menempati tempat yang ditakdirkan untuknya – Tempat Awal dan Akhir.

 

Dalam jalinan lambang-lambang ini – ada banyak lambang di sini – ada aspek yang mungkin dapat membantu kita untuk semakin memahami hubungan teofani ini, penampakan Allah ini, dengan siklus kehidupan, waktu historis, ketuhanan Allah atas dunia ciptaan. Dan aspek ini secara khusus berhubungan dengan usia tua. Bagaimana aspek ini terhubung? Marilah kita lihat.

 

Penglihatan menyampaikan kesan semangat dan kekuatan, keluhuran, keindahan dan pesona. Pakaian-Nya, mata-Nya, suara-Nya, kaki-Nya – semuanya mulia dalam penglihatan ini : ini semua tentang sebuah penglihatan! Namun, rambut-Nya putih – seperti wol, seperti salju – seperti rambut orang tua. Istilah biblis yang paling banyak digunakan untuk menunjukkan seorang lelaki tua adalah "zaqen", yang berasal dari "zaqan", dan berarti "jenggot". Rambut seputih salju adalah lambang kuno dari waktu yang sangat lama, sejak dahulu kala, dari keberadaan yang kekal. Kita tidak perlu mendemitologikan segala sesuatu kepada anak-anak – gambar sosok Allah, yang sedang mengawasi segala sesuatu dengan rambut seputih salju, bukan lambang yang konyol, tetapi gambar biblis, gambar yang mulia, bahkan gambar yang lembut. Sosok dalam Kitab Wahyu yang berdiri di tengah-tengah kaki dian dari emas tumpang tindih dengan "Yang Lanjut Usia" dalam nubuat Daniel. Ia setua seluruh umat manusia, tetapi bahkan lebih tua. Ia sama kuno dan barunya dengan kekekalan Allah. Karena kekekalan Allah adalah seperti ini, kuno dan baru, karena Allah mengejutkan kita dengan kebaruan-Nya, Ia senantiasa datang menemui kita setiap hari secara istimewa, pada saat itu. Ia senantiasa sedang memperbaharui diri-Nya : Allah itu kekal, Ia berasal dari segala zaman, tetapi kita tidak dapat mengatakan bahwa ada seperti seorang lanjut tua bersama Allah, karena Ia kekal, Ia memperbarui diri-Nya.

 

Di Gereja-Gereja Timur, Pesta Yesus dipersembahkan di Bait Allah, yang dirayakan pada tanggal 2 Februari, adalah salah satu dari dua belas hari raya besar tahun liturgi. Pesta ini menekankan pertemuan Yesus dengan Simeon yang sudah tua di Bait Allah, pesta ini menekankan pertemuan antara umat manusia, yang diwakili oleh Simeon sang penanti, dan Hana, dengan Kristus Tuhan yang masih kecil, Putra Allah yang kekal, yang menjadi manusia. Ikon yang sangat indah dari pemandangan ini dapat kita kagumi di sini di Roma di antara mosaik-mosaik Basilika Santa Maria, Trastevere.

 

Dalam liturgi Bizantium, Uskup berdoa bersama Simeon : “Ia adalah Sang Putra yang lahir dari Perawan Maria. Ia adalah Sang Sabda dan Allah dari Allah, Yang Esa, yang demi kita telah menjelma dan menyelamatkan manusia”. Dan berlanjut, “Pintu surga dibuka hari ini : Sabda Bapa yang kekal, setelah mengambil kodrat fana, tanpa melepaskan keilahian-Nya, dipersembahkan atas kehendak-Nya di Bait Allah di bawah Hukum oleh Perawan Maria, dan sang penanti menatang-Nya”. Kata-kata ini mengungkapkan pengakuan iman dari empat Konsili Ekumenis pertama, yang kudus bagi seluruh Gereja. Tetapi tindakan Simeon juga merupakan ikon terindah untuk panggilan khusus hari tua. Melihat Simeon, kita melihat ikon yang paling indah dari usia tua – menghadirkan anak-anak yang datang ke dunia sebagai karunia Allah yang tidak pernah terputus, memahami bahwa salah satu karunia tersebut adalah Sang Putra yang dihasilkan dalam keintiman Allah sendiri, sebelum segala zaman.

 

Usia tua, dalam perjalanannya ke dunia yang di dalamnya cinta yang telah ditanamkan Allah ke dalam Ciptaan akhirnya akan terpancar tanpa hambatan, harus menyelesaikan gerakan yang dilakukan oleh Simeon dan Hana, sebelum meninggalkannya. Usia tua harus menjadi saksi – bagi saya ini adalah intinya, aspek paling utama dari usia tua – usia tua harus memberi kesaksian kepada anak-anak bahwa mereka adalah berkat. Kesaksian ini berupa inisiasi mereka – indah dan sulit – ke dalam misteri tujuan hidup kita yang tidak dapat dibinasakan oleh siapa pun, bahkan oleh kematian. Memberikan kesaksian iman di hadapan seorang anak berarti menabur kehidupan. Memberikan kesaksian kemanusiaan juga, dan kesaksian iman, adalah panggilan orang tua. Memberi anak-anak kenyataan bahwa mereka telah hidup sebagai saksi, menjadi saksi. Kita orang tua dipanggil untuk hal ini, untuk memberi kesaksian, sehingga mereka dapat berkembang.

 

Kesaksian orang tua dapat dipercaya oleh anak-anak. Orang muda dan orang dewasa tidak mampu memberikan kesaksian dengan cara yang sangat otentik, lembut, dan memilukan, seperti yang dapat dilakukan oleh orang tua. Sungguh tak tertahankan ketika orang tua memberkati kehidupan yang datang dengan cara mereka, menyingkirkan kebencian apa pun terhadap kehidupan saat ia pergi. Tidak ada kepahitan karena waktu terus berjalan dan ia akan terus berjalan. Tidak. Ada sukacita anggur yang baik, anggur yang telah menua dengan baik selama bertahun-tahun. Kesaksian orang tua menyatukan generasi-generasi kehidupan, sama dengan dimensi waktu : masa lalu, masa sekarang dan masa depan, karena dimensi waktu bukan hanya ingatan, dimensi waktu adalah masa kini sekaligus janji. Sangat menyakitkan – dan berbahaya – melihat usia kehidupan dipahami sebagai dunia yang terpisah, dalam persaingan di antara mereka sendiri, masing-masing berusaha untuk hidup dengan mengorbankan yang lain : ini tidak benar. Kemanusiaan itu kuno, sangat kuno, jika kita menganggap waktu diukur dengan jam. Tetapi Putra Allah, yang lahir dari seorang perempuan, adalah Yang Awal dan Yang Akhir untuk setiap waktu. Ini berarti bahwa tidak seorang pun berada di luar generasi-Nya yang kekal, di luar keagungan-Nya, di luar kedekatan kasih-Nya.

 

Persekutuan – dan saya katakan persekutuan – persekutuan antara orang tua dan anak-anak akan menyelamatkan keluarga manusia. Ada masa depan di mana anak-anak, di mana orang muda berbicara dengan orang tua. Jika dialog antara orang tua dan orang muda ini tidak terjadi, masa depan tidak dapat dilihat dengan jelas. Persekutuan antara orang tua dan anak-anak akan menyelamatkan keluarga manusia. Bisakah kita memberikan kembali kepada anak-anak, yang perlu belajar untuk dilahirkan, kesaksian lembut dari orang tua yang memiliki kebijaksanaan kematian? Akankah umat manusia ini, yang dengan segala kemajuannya tampak seperti remaja yang lahir kemarin, dapat mengambil kembali rahmat usia tua yang memegang teguh cakrawala tujuan kita? Kematian tentu saja merupakan perjalanan kehidupan yang sulit bagi kita semua, kematian adalah perjalanan yang sulit. Kita semua harus pergi ke sana, tetapi itu tidak mudah. Tetapi kematian juga merupakan bagian yang mengakhiri waktu ketidakpastian dan menyingkirkan waktu. Ini sulit karena ini adalah perjalanan kematian. Karena bagian hidup yang indah, yang tidak memiliki tenggat waktu lagi, dimulai tepat saat itu. Tetapi hidup dimulai dari kebijaksanaan pria dan wanita tersebut, orang tua, yang mampu memberi kesaksian kepada orang muda. Marilah kita berpikir tentang dialog, tentang persekutuan antara orang tua dan anak-anak, orang tua dengan orang muda, dan marilah kita berbuat sedemikian rupa sehingga ikatan ini tidak terputus. Semoga orang tua memiliki sukacita berbicara, mengungkapkan diri mereka dengan orang muda, dan semoga orang muda mencari orang tua untuk menerima kebijaksanaan hidup dari mereka.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini. Atas kamu dan keluargamu, saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus. Allah memberkatimu!

 

[Ringkasan dalam Bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih : Dalam katekese lanjutan kita tentang usia tua dalam terang sabda Allah, sekarang kita beralih ke sosok misterius "Yang Lanjut Usia", yang disajikan dalam penglihatan Nabi Daniel (Dan 7:9) dan digemakan dalam Kitab Wahyu (bdk. Why 1:13-14). Gambar Allah Bapa ini, terhormat dalam usia dan otoritas, mengungkapkan transendensi Allah, kekekalan-Nya dan perhatian-Nya yang terus-menerus terhadap dunia ini dan sejarahnya. Sosok "seorang serupa Putra Manusia" menubuatkan Yesus, Putra Bapa yang kekal, yang diutus ke dunia kita untuk menyelamatkan kita. Pada saat Ia dipersembahkan di Bait Allah, kanak Yesus dipeluk oleh Simeon dan Hana, dua orang lanjut usia yang mengenali dalam diri-Nya penggenapan janji-janji Allah yang telah lama dinanti. Kehadiran suani istri yang telah berusia lanjut tersebut berbicara kepada kita tentang panggilan khusus kaum lansia : menyambut kaum muda ke dalam dunia kita, merayakan hidup mereka sebagai berkat dan memberi kesaksian tentang kesatuan antargenerasi dalam pengungkapan rencana penyelamatan Allah. Orang tua memainkan peran yang sangat diperlukan dalam membantu orang muda untuk menjadi dewasa dalam hikmat, berakar pada kesinambungan dengan masa lalu dan memandang masa depan dengan harapan bahwa Allah, "Yang Lanjut Usia", tersingkap di hadapan kita semua.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 17 Agustus 2022)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 15 Agustus 2022 : MARIA MENGGANDENG TANGAN KITA, MENGUNDANG KITA UNTUK BERSUKACITA

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi! Selamat Hari Raya!

 

Hari ini, Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat Ke Surga, Bacaan Injil menawarkan kepada kita dialog antara Maria dan sepupunya Elisabet. Ketika Maria memasuki rumah dan menyapa Elisabet, Elisabet berkata: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu” (Luk 1:42). Kata-kata ini, yang penuh iman dan sukacita serta keheranan, telah menjadi bagian dari doa “Salam Maria”. Setiap kali kita mendarasjan doa ini, yang sangat indah dan akrab, kita melakukan seperti yang dilakukan Elisabet : kita menyapa Maria dan kita memberkatinya, karena ia membawa Yesus kepada kita.

 

Maria menerima berkat Elisabet dan membalas dengan kidung, karunia bagi kita, bagi segenap sejarah : Magnificat. Magnificat adalah lagu pujian. Kita dapat mendefinisikannya sebagai "kidung harapan". Magnificat adalah madah pujian dan kegembiraan untuk hal-hal besar yang telah dilaksanakan Tuhan di dalam dirinya, tetapi Maria melangkah lebih jauh : ia merenungkan karya Allah dalam seluruh sejarah umat-Nya. Ia berkata, misalnya, bahwa Tuhan “menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa” (ayat 52-53). Ketika kita mendengarkan kata-kata ini, kita mungkin bertanya pada diri kita sendiri : apakah Perawan Maria tidak melebih-lebihkan, mungkin, menggambarkan dunia yang tidak ada? Memang, apa yang dikatakannya tampaknya tidak sesuai dengan kenyataan; sementara ia berbicara, orang berkuasa ketika itu belum diturunkan : Herodes yang menakutkan, misalnya, masih kokoh di atas takhta. Dan orang miskin dan lapar tetap demikian, sementara orang kaya terus makmur.

 

Apa yang dimaksud dengan kidung Maria itu? Apa artinya? Ia tidak bermaksud untuk mencatat tarikh waktu – ia bukan seorang jurnalis – tetapi untuk memberitahu kita sesuatu yang jauh lebih penting : bahwa Allah, melalui diri Maria, telah mecanangkan titik balik sejarah, Ia secara definitif telah menetapkan tatanan baru. Maria, sederhana dan rendah hati, telah diangkat dan – kita merayakannya hari ini – dibawa ke kemuliaan Surga, sementara orang berkuasa di dunia ditakdirkan untuk tetap dengan tangan kosong. Pikirkanlah perumpamaan tentang orang kaya yang mendapati seorang pengemis, Lazarus, di depan pintunya. Bagaimana ia berakhir? Tangan kosong. Bunda Maria, dengan kata lain, mengumumkan perubahan radikal, pembalikan nilai. Sementara ia berbicara dengan Elisabet, membawa Yesus di dalam rahimnya, ia mengantisipasi apa yang akan dikatakan Putranya, ketika Ia akan mengumumkan memberkati orang miskin dan rendah hati, serta memperingatkan orang kaya dan orang yang mendasarkan diri pada kemampuan diri. Perawan Maria, kemudian, bernubuat dengan kidung ini, dengan doa ini : ia bernubuat bahwa bukan kekuatan, kesuksesan, dan uang yang akan menang, melainkan pelayanan, kerendahan hati, dan cinta yang akan menang. Dan saat kita melihatnya, dalam kemuliaan, kita memahami bahwa kekuatan sejati adalah pelayanan – janganlah kita melupakan hal ini : kekuatan sejati adalah pelayanan – dan memerintah berarti mencintai. Dan ini adalah jalan menuju Surga. Hal ini.

 

Jadi, marilah kita melihat diri kita, dan marilh kita bertanya pada diri kita : apakah pembalikan kenabian yang diumumkan Maria ini akan mempengaruhi hidupku? Apakah aku percaya bahwa mencintai adalah memerintah, dan melayani adalah kekuatan? Apakah aku percaya bahwa tujuan hidupku adalah Surga, tujuan hidupku adalah firdaus? Menghabiskannya dengan baik di sini. Atau apakah aku hanya peduli dengan hal-hal duniawi dan materi? Sekali lagi, ketika aku mengamati peristiwa-peristiwa dunia, apakah aku membiarkan diriku terperangkap oleh pesimisme atau, seperti Perawan Maria, apakah aku dapat melihat karya Allah yang, melalui kelembutan dan kekecilan, mencapai hal-hal besar? Saudara-saudari, Maria hari ini menyanyikan harapan dan menyalakan kembali harapan di dalam diri kita. Maria hari ini menyanyikan harapan dan menyalakan kembali harapan di dalam diri kita: di dalam dirinya, kita melihat tujuan perjalanan kita. Ia adalah makhluk pertama yang, dengan seluruh dirinya, tubuh dan jiwanya, dengan penuh kemenangan melintasi garis finis Surga. Ia menunjukkan kepada kita bahwa Surga ada dalam jangkauan. Bagaimana bisa? Ya, Surga ada dalam jangkauan, jika kita juga tidak menyerah pada dosa, jika kita memuji Allah dalam kerendahan hati dan melayani orang lain dengan murah hati. Jangan menyerah pada dosa. Tetapi beberapa orang mungkin berkata, “Tetapi, Bapa, aku lemah” – “Tetapi Tuhan selalu ada di dekatmu, karena Ia penuh belas kasihan”. Jangan lupakan gaya Allah : kedekatan, kasih sayang dan kelembutan. Selalu dekat dengan kita, dengan gaya-Nya. Bunda kita memegang tangan kita, ia menemani kita menuju kemuliaan, ia mengundang kita untuk bersukacita saat kita memikirkan surga. Marilah kita memberkati Maria dengan doa kita, dan marilah kita memohon kepadanya untuk mampu memandang Surga di bumi.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Saya menyapa kamu semua, umat Roma dan para peziarah dari berbagai negara : keluarga, kelompok paroki, lembaga. Secara khusus, saya menyapa kaum muda Keuskupan Verona yang sibuk di kamp sekolah. Dan kaum muda Immacolata.

 

Saya mengucapkan Selamat Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat Ke Surga kepadamu yang hadir di sini, kepada mereka yang sedang berlibur, dan juga kepada banyak orang yang tidak mampu untuk bersantai, kepada yang kesepian dan yang sakit. Jangan sampai kita melupakan mereka! Dan saya memikirkan dengan rasa syukur pada hari-hari ini mereka yang memastikan pelayanan yang sangat diperlukan bagi masyarakat. Terima kasih atas karyamu untuk kita.

 

Dan pada hari yang didedikasikan untuk Bunda Maria ini, saya mendorong mereka yang memiliki kesempatan untuk mengunjungi gua Maria untuk memuliakan Bunda surgawi kita. Banyak umat Roma dan para peziarah pergi ke Basilika Santa Maria Maggiore untuk berdoa di hadapan Salus Populi Romani. Ada juga patung Perawan Maria Ratu Damai, yang ditempatkan di sana oleh Paus Benediktus XV. Marilah kita terus memohon pengantaraan Bunda Maria, agar Allah memberikan perdamaian dunia, dan marilah kita berdoa secara khusus untuk rakyat Ukraina.

 

Selamat Hari Raya untuk kamu semua! Jangan lupa untuk mendoakan saya ya. Selamat menikmati makananmu, dan sampai jumpa!

______

(Peter Suriadi - Bogor, 16 Agustus 2022)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 14 Agustus 2022 : NYALAKANLAH KEMBALI API IMAN

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Dalam Bacaan Injil liturgi hari ini terdapat ungkapan Yesus yang selalu melanda dan menantang kita. Saat Ia berjalan bersama murid-murid-Nya, Ia berkata, ”"Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakah Aku harapkan, api itu telah menyala!" (Luk 12:49). Api apakah yang sedang Ia bicarakan? Dan apa arti kata-kata ini bagi kita hari ini, api yang dibawa Yesus ini?

 

Sebagaimana kita ketahui, Yesus datang untuk membawa Injil ke dunia, yaitu kabar baik tentang kasih Allah bagi kita masing-masing. Oleh karena itu, Ia mengatakan kepada kita bahwa Injil itu bagaikan api, karena merupakan pesan yang, ketika meletus ke dalam sejarah, membakar keseimbangan hidup yang lama, membakar keseimbangan hidup yang lama, menantang kita untuk keluar dari individualisme kita, menantang kita untuk mengatasi keegoisan, menantang kita untuk beralih dari perbudakan dosa dan kematian kepada kehidupan baru Dia yang bangkit, Yesus yang bangkit. Dengan kata lain, Injil tidak membiarkan segala sesuatu sebagaimana adanya; ketika Injil melintas, serta didengarkan dan diterima, segala sesuatunya tidak tetap seperti apa adanya. Injil menghasut perubahan dan mengundang pertobatan. Injil tidak memberikan kedamaian intimistis palsu, tetapi memicu kegelisahan yang menggerakkan kita, dan mendorong kita untuk terbuka kepada Allah dan saudara-saudara kita. Injil bagaikan api : seraya menghangatkan kita dengan kasih Allah, Injil ingin membakar keegoisan kita, menerangi sisi gelap kehidupan – kita semua memilikinya, eh! – menghabiskan berhala-berhala palsu yang memperbudak kita.

 

Setelah zaman para nabi biblis – pikirkanlah, misalnya, Elia dan Yeremia – Yesus dikobarkan oleh kasih Allah dan, menyebarkannya ke seluruh dunia, Ia mengorbankan diri-Nya secara pribadi, mengasihi sampai kesudahan, yaitu, wafat, dan wafat di kayu salib (bdk. Flp 2:8). Ia dipenuhi dengan Roh Kudus, yang dibandingkan dengan api, serta dengan terang dan kekuatan-Nya, ia menyingkapkan wajah Allah yang misterius dan memberikan kepenuhan kepada mereka yang dianggap hilang, meruntuhkan penghalang keterpinggiran, menyembuhkan luka-luka tubuh dan jiwa, serta memperbaharui keagamaan yang merosot menjadi praktik lahiriah. Inilah sebabnya mengapa Ia adalah api : Ia mengubah, memurnikan.

 

Jadi, apa arti kata Yesus itu bagi kita, bagi kita masing-masing – bagi saya, bagimu, bagimu – apa arti kata Yesus ini, tentang api bagi kita? Kata Yesus mengundang kita untuk menyalakan kembali api iman, sehingga tidak menjadi masalah sekunder, atau sarana untuk kesejahteraan individu, memungkinkan kita untuk menghindari tantangan hidup atau komitmen di dalam Gereja dan masyarakat. Memang - sebagaimana dikatakan seorang teolog - iman kepada Allah "menenangkan kita - tetapi tidak pada tingkatan kita, atau malahan menghasilkan khayalan yang melumpuhkan, atau kepuasan yang terpuaskan, tetapi memungkinkan kita untuk bertindak" (De Lubac, Pencaharian Allah). Singkatnya, iman bukanlah “nina bobo” yang meninabobokan kita. Iman sejati adalah api, nyala api yang hidup untuk membuat kita tetap terjaga dan aktif bahkan di malam hari!

 

Dan kemudian, kita mungkin bertanya-tanya : apakah aku bergairah berkenaan dengan Injil? Apakah aku sering membaca Injil? Apakah aku membawanya bersamaku? Apakah iman yang kuanut dan rayakan membawaku kepada ketenangan yang terpuaskan ataukah menyalakan api kesaksian dalam diriku? Kita juga bisa mengajukan pada diri kita sendiri pertanyaan ini sebagai Gereja : dalam komunitas kita, apakah api Roh menyala, dengan semangat doa dan amal, serta sukacita iman? Atau apakah kita menyeret diri kita dalam kelelahan dan kebiasaan, dengan wajah tertunduk, dan ratapan di bibir kita, dan bergunjing setiap hari? Saudara-saudari, marilah kita memeriksa diri kita mengenai hal ini, sehingga kita juga dapat berkata, seperti Yesus : kita berkobar dengan api kasih Allah, dan kita ingin menyebarkannya ke seluruh dunia, membawanya kepada semua orang, sehingga setiap pribadi dapat menemukan kelembutan Bapa dan mengalami sukacita Yesus, yang membesarkan hati – dan Yesus membesarkan hati! - serta membuat hidup menjadi indah. Marilah kita berdoa kepada Santa Perawan untuk hal ini : semoga ia, yang menyambut api Roh Kudus, menjadi perantara kita.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Saya ingin kamu memberi perhatian kepada krisis kemanusiaan yang parah yang menimpa Somalia dan berbagai wilayah di negara-negara yang bertetangga. Penduduk di wilayah ini, yang sudah hidup dalam kondisi yang sangat genting, sekarang menemukan diri mereka dalam bahaya maut akibat kekeringan. Saya berharap kesetiakawanan internasional dapat menanggapi keadaan darurat ini secara efektif. Sayangnya, perang mengalihkan perhatian dan sumber daya, tetapi ini adalah tujuan yang menuntut komitmen penuh : perang menentang kelaparan, kesehatan, dan pendidikan.

 

Saya menyampaikan salam hangat kepadamu, umat Roma dan para peziarah dari berbagai negara. Saya melihat bendera Polandia, Ukraina, Prancis, Italia, dan Argentina! Begitu banyak peziarah. Saya menyapa, khususnya, para pendidik dan para katekis dari satuan pastoral Codevigo, Padua, mahasiswa Gerakan Kaum Muda Salesian Triveneto, dan kaum muda satuan pastoral Villafranca, Verona.

 

Dan sebuah pemikiran khusus tertuju kepada banyak peziarah yang berkumpul hari ini di Tempat Kudus Kerahiman Ilahi di Krakow, di mana dua puluh tahun yang lalu Santo Yohanes Paulus II melakukan Tindakan Mempercayakan Dunia kepada Kerahiman Ilahi. Lebih dari sebelumnya, kita melihat hari ini arti dari gerakan itu, yang harus kita perbarui dalam doa dan kesaksian hidup. Kerahiman adalah jalan keselamatan bagi kita masing-masing, dan bagi seluruh dunia. Dan marilah kita memohon kerahiman, kerahiman, dan belas kasihan khusus kepada Tuhan bagi rakyat Ukraina yang menjadi martir.

 

Kepada kamu semua saya mengucapkan selamat hari Minggu. Dan tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siang, dan sampai jumpa, juga kaum muda Immaculata.

_____

*(Peter Suriadi - Bogor, 15 Agustus 2022)*

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 10 Agustus 2022 : KATEKESE TENTANG USIA TUA (BAGIAN 15)

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Kita sekarang berada pada katekese terakhir yang didedikasikan untuk usia tua. Hari ini kita memasuki keintiman yang mengharukan pada saat perpisahan Yesus dengan para pengikut-Nya, yang panjang lebar diceritakan dalam Injil Yohanes. Khotbah perpisahan dimulai dengan kata-kata penghiburan dan janji : "Janganlah gelisah hatimu" (Yoh 14:1). "Apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada" (14:3). Indahnya, kata-kata Tuhan ini.

 

Sesaat sebelumnya, Yesus telah mengatakan kepada Petrus, "Kelak engkau akan mengikuti Aku" (13:36), mengingatkannya akan perjalanan melalui kerapuhan imannya. Masa hidup yang tersisa bagi para murid, tak terelakkan, akan menjadi perjalanan melalui kerapuhan kesaksian dan melalui tantangan persaudaraan. Tetapi juga akan menjadi perjalanan melalui berkat iman yang menggembirakan : "Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu" (14:12). Pikirkanlah alangkah menjanjikannya hal ini! Saya tidak tahu apakah kita memikirkannya sepenuhnya jika kita percaya sepenuhnya! Saya tidak tahu, kadang-kadang saya pikir tidak.

 

Usia tua adalah waktu yang tepat untuk kesaksian pengharapan yang mengharukan dan penuh sukacita. Orang tua sedang menunggu, menunggu sebuah perjumpaan. Di usia tua, pekerjaan iman, yang membawa kita dan sesama semakin dekat kepada Kerajaan Allah, sekarang mengatasi daya energi, kata-kata, dan dorongan masa muda dan kedewasaan. Tetapi justru dengan cara ini orang tua membuat janji tentang tujuan hidup yang sebenarnya menjadi lebih transparan. Dan apa tujuan hidup yang sebenarnya? Sebuah tempat berada semeja dengan Allah, di dunia Allah. Akan menarik untuk melihat apakah di dalam Gereja-Gereja lokal ada acuan khusus yang dimaksudkan untuk merevitalisasi pelayanan khusus menunggu Tuhan ini - sebuah pelayanan, pelayanan menunggu Tuhan - mendorong karisma individu dan kualitas komunitas orang lanjut usia.

 

Usia tua yang dihabiskan dalam kesedihan kesempatan yang terlewatkan membawa keputusasaan bagi diri sendiri dan sesama. Sebaliknya, usia tua yang dijalani dengan kelembutan, dihayati dengan menghormati kehidupan nyata, secara pasti meniadakan kesalahpahaman tentang Gereja yang menyesuaikan diri dengan kondisi duniawi, dengan berpikir bahwa dengan melakukan hal itu Gereja dapat secara pasti mengelola kesempurnaan dan penggenapannya. Ketika kita membebaskan diri kita dari anggapan ini, masa penuaan yang dianugerahkan Allah kepada kita dengan sendirinya sudah menjadi salah satu pekerjaan yang "lebih besar" yang dibicarakan Yesus. Sesungguhnya, bukan tugas yang diberikan kepada Yesus untuk digenapi : wafat-Nya, kebangkitan-Nya dan kenaikan-Nya ke surga dimungkinkan bagi kita! Marilah kita ingat bahwa "waktu lebih unggul dari ruang". Hukum inisiasi. Hidup kita tidak dibuat untuk terbungkus dalam dirinya sendiri, dalam kesempurnaan duniawi yang imajiner : hidup ditakdirkan untuk melampaui, melalui perjalanan kematian - karena kematian adalah sebuah perjalanan. Memang, tempat kita yang tetap, tujuan kita bukan di sini, di sisi Tuhan, tempat Ia bersemayam selamanya.

 

Di sini, di bumi, proses "novisiat" kita dimulai; kita adalah pemagang kehidupan, yang - di tengah seribu kesulitan - belajar untuk menghargai karunia Allah, menghormati tanggung jawab untuk membagikannya dan membuatnya berbuah bagi semua orang. Waktu kehidupan di bumi adalah rahmat perjalanan ini. Keangkuhan untuk menghentikan waktu - menginginkan masa muda yang abadi, kesejahteraan tanpa batas, kekuatan mutlak - bukan hanya tidak mungkin, tetapi juga bersifat khayalan.

 

Keberadaan kita di bumi adalah saat inisiasi kehidupan; keberadaan tersebut adalah kehidupan, tetapi kehidupan yang menuntunmu menuju kehidupan yang semakin penuh, inisiasi kehidupan yang semakin penuh; kehidupan yang menemukan penggenapannya hanya di dalam Allah. Kita tidak sempurna sejak awal, dan kita tetap tidak sempurna sampai akhir. Dalam penggenapan janji Allah, hubungan terbalik : lingkup Allah, yang dipersiapkan Yesus untuk kita dengan sangat peduli, jauh mengatasi waktu kehidupan kita yang fana. Oleh karena itu : usia tua mendekatkan harapan kepada penggenapan ini. Usia tua tahu pasti, sekarang, arti waktu dan batasan tempat di mana kita menghidupi inisiasi kita. Inilah sebabnya mengapa orang tua bijaksana : orang tua bijaksana karena alasan ini. Inilah sebabnya mengapa dapat dipercaya ketika kita diajak bersukacita dengan berlalunya waktu : berlalunya waktu bukan ancaman, berlalunya waktu merupakan sebuah janji. Usia tua itu mulia, tidak perlu mempercantik diri untuk menunjukkan keluhurannya. Mungkin penyamaran datang ketika tidak adanya keluhuran. Usia tua dapat dipercaya ketika mengundang kita untuk bersukacita dalam berlalunya waktu : meski waktu berlalu ... Ya, tetapi hal ini bukan ancaman, sebuah janji. Usia tua yang menemukan kembali kedalaman pandangan iman pada dasarnya tidak konservatif, seperti yang dikatakan orang! Dunia Allah adalah ruang tanpa batas, di mana perjalanan waktu tidak lagi membawa beban. Dan justru pada Perjamuan Terakhir itulah Yesus memproyeksikan diri-Nya ke arah tujuan ini, ketika Ia mengatakan kepada murid-murid-Nya : " Aku berkata kepadamu : mulai dari sekarang Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, bersama-sama dengan kamu dalam Kerajaan Bapa-Ku" (Mat 26:29). Ia melampaui. Dalam khotbah kita, surga seringkali benar-benar penuh dengan sabda bahagia, cahaya, cinta. Mungkin kurang sedikit kehidupan. Yesus, dalam perumpamaan, berbicara tentang kerajaan Allah dengan memberikan lebih banyak kehidupan ke dalamnya. Apakah kita sudah tidak mampu akan hal ini? Kehidupan yang terus berlanjut...

 

Saudara-saudari terkasih, usia tua, hidup dalam pengharapan akan Tuhan, dapat menjadi "apologia" iman yang tergenapi, yang memberikan dasar, bagi semua orang, untuk seluruh harapan kita (bdk. 1 Ptr 3:15). Karena usia tua membuat janji Yesus menjadi transparan, mengarah ke Kota Suci yang dibicarakan oleh Kitab Wahyu (bab 21-22). Usia tua adalah tahapan kehidupan yang paling cocok untuk menyebarkan kabar sukacita bahwa hidup adalah inisiasi menuju penggenapan akhir. Orang tua adalah janji, saksi janji. Dan yang terbaik belum tiba. Yang terbaik belum tiba; sebagaimana dipesankan orang-orang percaya yang sudah lanjut usia, yang terbaik belum tiba. Semoga Allah menganugerahkan kita semua usia tua yang mampu akan hal ini! Terima kasih.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini. Atas kamu dan keluargamu, saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus. Allah memberkatimu!

 

[Ringkasan dalam Bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih : Dalam katekese lanjutan kita tentang usia tua, kita sekarang membahas kata-kata perpisahan Yesus kepada murid-murid-Nya, sebagaimana dicatat dalam kisah Perjamuan Terakhir menurut Santo Yohanes (Yoh 14:1-3). Menjelang wafat-Nya, Tuhan kita mendorong para murid untuk bertekun dalam iman dan meyakinkan mereka bahwa Ia akan menyediakan tempat bagi mereka di rumah Bapa. Sebagaimana para murid perdana, para pengikut Kristus di setiap zaman hidup dalam pengharapan yang penuh sukacita akan penggenapan janji itu. Usia tua dapat menjadi waktu yang sangat bermanfaat untuk memberikan kesaksian tentang pesan harapan yang diwartakan oleh Injil. Dengan iman dan kepercayaan mereka yang teduh kepada janji-janji Kristus, orang tua dapat menunjukkan kepada kita bahwa waktu kita di bumi dimaksudkan untuk dijalani sebagai persiapan untuk sesuatu yang jauh lebih besar : sukacita hidup kekal dalam persekutuan dengan Tuhan kita dan semua orang kudus di Yerusalem surgawi. Dengan demikian berlalunya tahun demi tahun dapat menjadi berkat, bukan ancaman, dan kesaksian tentang kabar baik bahwa kehidupan, pada setiap tahapannya, menunjukkan melampaui dirinya sendiri menuju penggenapan yang merupakan karunia Allah yang murah hati bagi anak-anak-Nya yang terkasih.

______

(Peter Suriadi - Bogor, 10 Agustus 2022)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 7 Agustus 2022 : JANGANLAH TAKUT DAN BERSIAP SEDIALAH

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Dalam Bacaan Injil liturgi hari ini, Yesus berbicara kepada para murid untuk meyakinkan mereka terhadap ketakutan apa pun dan mengajak mereka untuk berjaga-jaga. Ia menyampaikan dua nasihat dasariah kepada mereka : nasihat yang pertama adalah, "Janganlah takut, hai kamu kawanan kecil!" (Luk 12:32); nasihat yang kedua adalah, "Bersiap sedialah" [terjemahan literal ayat 35 dipergunakan dalam bahasa Italia asli]. “Janganlah takut” dan “bersiap sedialah”. Kedua kata tersebut adalah kunci untuk menaklukkan ketakutan yang terkadang melumpuhkan kita, dan mengatasi godaan kehidupan yang pasif dan tertidur. "Janganlah takut" dan "Bersiap sedialah". Marilah kita melihat kedua ajakan ini.

 

Janganlah takut. Pertama-tama, Yesus mendorong para murid. Ia baru saja selesai berbicara kepada mereka tentang pemeliharaan Bapa yang penuh kasih, yang memelihara bunga bakung di ladang dan burung-burung di langit, dan oleh karena itu, terlebih lagi untuk anak-anak-Nya. Jadi tidak perlu khawatir dan resah karena hidup kita sungguh berada di tangan Allah. Kita berbesar hati dengan ajakan Yesus untuk tidak takut. Memang, terkadang kita merasa terpenjara oleh perasaan tidak percaya dan cemas. Rasa takut gagal, tidak diakui dan dicintai, takut tidak mampu mewujudkan rencana kita, tidak pernah bahagia, dan sebagainya. Jadi, kita berjuang untuk menemukan solusi, menemukan ruang untuk keluar dari siklus, mengumpulkan harta dan kekayaan, mendapatkan keamanan. Dan ke mana hal ini membawa kita? Kita akhirnya hidup dengan cemas dan terus-menerus khawatir. Sebaliknya, Yesus meyakinkan kita : Janganlah takut! Percayalah kepada Bapa yang ingin memberi kamu semua yang benar-benar kamu butuhkan. Ia telah memberimu Putra-Nya, Kerajaan-Nya, dan Ia akan selalu menyertaimu dengan pemeliharaan-Nya, menjagamu setiap hari. Janganlah takut - ini adalah kepastian bahwa hatimu harus terikat! Janganlah takut – hati yang terikat pada kepastian ini. Janganlah takut.

 

Tetapi memahami bahwa Tuhan menjaga kita dengan cinta tidak membuat kita terlelap, membiarkan diri kita menyerah pada kemalasan! Sebaliknya, kita harus waspada, berjaga-jaga. Memang, mencintai berarti memperhatikan orang lain, menyadari kebutuhannya, bersedia mendengarkan dan menyambut, siap sedia.

 

Kata kedua. Bersiap sedialah. Ini adalah ajakan kedua hari ini. Ini adalah kebijaksanaan kristiani. Yesus mengulangi ajakan ini beberapa kali. Dan hari ini Ia melakukannya melalui tiga perumpamaan singkat, yang pertama berpusat pada seorang tuan yang secara tak terduga pulang dari perjamuan perkawinan; yang kedua, tidak ingin dikejutkan oleh pencuri; dan yang ketiga, pulang dari perjalanan panjang. Pesan ketiga perumpamaan tersebut adalah tentang perlunya tetap terjaga-jaga, tidak tertidur, yaitu, tidak dibingungkan, tidak menyerah pada kemalasan batin, karena Tuhan bahkan datang dalam situasi yang tidak kita harapkan. Berperhatian kepada Tuhan, bukan tertidur. Kita harus tetap berjaga-jaga.

 

Dan di akhir hayat kita, Ia akan memanggil kita untuk mempertanggungjawabkan barang-barang yang telah Ia titipkan kepada kita. Oleh karena itu, berjaga-jaga juga berarti bertanggung jawab, yaitu menjaga dan mengelola barang-barang tersebut dengan setia. Kita telah menerima begitu banyak : kehidupan, iman, keluarga, hubungan, pekerjaan, tetapi juga tempat di mana kita tinggal, kota kita, penciptaan. Kita telah menerima begitu banyak hal. Marilah kita mencoba bertanya pada diri kita sendiri : Apakah kita menjaga warisan yang ditinggalkan Tuhan untuk kita ini? Apakah kita menjaga keindahannya atau apakah kita menggunakan barang-barang hanya untuk diri kita sendiri dan kenyamanan kita? Kita harus sedikit berpikir tentang hal ini – apakah kita penjaga ciptaan yang telah diberikan kepada kita?

 

Saudara-saudari, marilah kita berjalan tanpa rasa takut, dalam kepastian bahwa Tuhan selalu menyertai kita. Dan marilah kita tetap terjaga agar kita tidak tertidur ketika Tuhan lewat. Santo Agustinus pernah berkata, “Aku takut Tuhan akan lewat dan aku tidak akan memperhatikannya”. Tertidur, dan tidak menyadari bahwa Tuhan lewat. Tetaplah berjaga-jaga! Semoga Perawan Maria membantu kita, yang menyambut kunjungan Tuhan serta dengan siap sedia dan murah hati berkata, "Ini aku".

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Saya ingin menyambut dengan kepuasan keberangkatan kapal pertama yang memuat biji-bijian dari pelabuhan Ukraina. Langkah ini menunjukkan bahwa adalah mungkin untuk berdialog dan mencapai hasil nyata untuk kepentingan semua orang. Oleh karena itu, peristiwa ini juga menampilkan dirinya sebagai tanda harapan, dan saya sangat berharap, dengan mengikuti arah ini, pertempuran dapat diakhiri serta perdamaian yang adil dan abadi dapat tercapai.

 

Saya sedih mengetahui kecelakaan otomotif yang terjadi kemarin pagi di Kroasia. Beberapa peziarah yang pergi ke Medjugorje kehilangan nyawa dan yang lainnya terluka. Semoga Bunda Maria menjadi perantara bagi mereka semua dan kerabat mereka.

 

Hari ini adalah hari terakhir Peziarahan Kaum Muda Eropa ke Santiago de Compostela yang ditunda sejak Tahun Suci Compostela tahun lalu. Dengan sukacita, saya dengan hormat memberkati setiap orang muda yang telah ikut serta, serta saya memberkati juga semua orang yang bekerja untuk mengelola dan menemani acara ini. Semoga hidupmu selalu menjadi perjalanan, perjalanan bersama Yesus, perjalanan menuju Allah dan saudara-saudarimu, perjalanan dalam pelayanan dan dalam sukacita!

 

Dan sekarang saya menyampaikan salam saya kepadamu, umat Roma dan para peziarah dari berbagai negara, terutama umat Malta. Saya menyapa kelompok dari Crevalcore, kaum muda dari Keuskupan Verona, dan umat Oratorium “Don Bosco” dari Tollmezzo.

 

Kepada kamu semua saya mengucapkan selamat hari Minggu. Tolong jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makananmu dan sampai jumpa!
_____

(Peter Suriadi)