Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 27 April 2022 : KATEKESE TENTANG USIA TUA (BAGIAN 7)

Naomi, persekutuan antargenerasi yang membuka masa depan

 

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi dan selamat datang!

 

Hari ini kita akan terus berkaca pada orang tua, pada kakek-nenek, pada usia tua – kata yang tampaknya jelek tetapi tidak, orang tua itu luar biasa, mereka ciamik! Dan hari ini kita akan memperkenankan diri kita terinspirasi oleh Kitab Rut yang megah, sebuah permata Kitab Suci. Perumpamaan Rut menjelaskan indahnya ikatan keluarga : yang dihasilkan oleh hubungan pasangan suami-istri, bahkan lebih dari itu. Ikatan kasih mampu menjadi sama kuatnya, yang di dalamnya kesempurnaan polihedron kasih sayang dasariah yang membentuk tata bahasa kasih keluarga bersinar. Tata bahasa ini membawa getah bening vital dan kebijaksanaan generatif kepada seperangkat hubungan yang membangun komunitas. Berkenaan dengan Kidung Agung, Kitab Rut adalah seperti panel lain dalam lukisan kasih pernikahan. Sama pentingnya, sama hakikinya, Kitab Rut memang merayakan kekuatan dan puisi yang harus menghuni ikatan antargenerasi, kekerabatan, pengabdian dan kesetiaan yang melibatkan seluruh rasi keluarga. Dan yang bahkan memampukan, dalam krisis dramatis kehidupan pasangan suami-istri, membawa kekuatan kasih yang tak terbayangkan, mampu meluncurkan kembali harapan dan masa depan.

 

Kita tahu bahwa klise tentang ikatan kekerabatan yang diciptakan oleh pernikahan, terutama hubungan ibu mertua, hubungan antara ibu dan menantu, berbicara bertentangan dengan sudut pandang ini. Namun, justru karena alasan inilah, sabda Allah menjadi berharga. Inspirasi iman dapat membuka cakrawala kesaksian yang menentang prasangka paling umum, cakrawala yang berharga bagi seluruh komunitas manusia. Saya mengundangmu untuk menemukan kembali Kitab Rut! Terutama dalam meditasi tentang kasih dan katekese tentang keluarga.

 

Kitab pendek ini juga berisi ajaran berharga tentang persekutuan antargenerasi : di mana orang muda mengungkapkan dirinya mampu mengembalikan antusiasme kepada usia dewasa - ini penting : ketika orang muda mengembalikan antusiasme kepada orang tua - dan di mana usia tua menemukan dirinya mampu membuka kembali masa depan bagi orang muda yang terluka. Pada awalnya, Naomi yang sudah tua, meskipun tergerak oleh kasih sayang terhadap kedua menantu perempuannya, yang menjanda akibat kedua putranya, pesimis dengan nasib mereka dalam penduduk yang bukan bangsa mereka. Oleh karena itu, ia dengan penuh kasih mendorong kedua perempuan muda tersebut untuk kembali kepada keluarga mereka guna membangun kembali kehidupan mereka – kedua janda ini masih muda. Ia berkata, "Aku tidak bisa melakukan apa pun untukmu". Ini sudah tampak sebagai tindakan kasih : perempuan tua, tanpa suami dan tanpa putra, bersikeras agar kedua menantu perempuannya meninggalkannya. Tetapi, itu juga semacam pengunduran diri : tidak ada masa depan yang mungkin bagi para janda asing, tanpa perlindungan seorang suami. Rut mengetahui hal ini, dan menolak tawaran murah hati ini – ia tidak ingin pulang. Ikatan yang terjalin antara ibu dan menantu perempuan diberkati oleh Allah : Naomi tidak bisa meminta untuk ditinggalkan. Pada awalnya, Naomi tampak lebih pasrah ketimbang senang dengan tawaran ini : mungkin ia berpikir bahwa ikatan yang ak lazim ini akan memperburuk risiko bagi mereka berdua. Dalam beberapa kasus, kecenderungan orang tua terhadap pesimisme perlu ditentang dengan tekanan ikasih sayang dari kaum muda.

 

Memang, Naomi, yang tergerak oleh pengabdian Rut, akan muncul dari pesimismenya dan bahkan mengambil prakarsa, membuka masa depan baru bagi Rut. Ia memerintahkan dan mendorong Rut, janda putranya, untuk mendapatkan suami baru di Israel. Boas, sang calon, menunjukkan kebangsawanannya, membela Rut dari orang-orang yang dipekerjakannya. Sayangnya, inilah risiko yang masih ada sampai sekarang.

 

Pernikahan baru Ruth dirayakan dan dunia kembali tenang. Para perempuan Israel memberitahu Naomi bahwa Rut, orang asing itu, bernilai "lebih dari tujuh anak laki-laki" dan bahwa pernikahan itu akan menjadi "berkat Tuhan". Naomi yang dulunya penuh dengan kepahitan bahkan menyebut namanya berarti kepahitan, di masa tuanya, akan mengenal sukacita menjadi bagian dari generasi kelahiran baru. Lihat betapa banyak “keajaiban” menyertai pertobatan perempuan tua ini! Ia beralih kepada ketetapan hati untuk membuat dirinya tersedia, dengan kasih, untuk masa depan generasi yang terluka oleh kehilangan dan berisiko ditinggalkan. Poin-poin rekonstruksi adalah poin-poin yang, atas dasar kemungkinan yang ditarik oleh prasangka-prasangka yang lazim, seharusnya menghasilkan keretakan yang tidak dapat diatasi. Sebaliknya, iman dan kasih memungkinkannya untuk diatasi : ibu mertua mengatasi kecemburuannya pada putranya sendiri, mengasihi ikatan baru Rut; para perempuan Israel mengatasi ketidakpercayaan mereka terhadap orang asing (dan jika perempuan mau melakukannya, semua orang akan melakukannya); kerentanan gadis yang sendirian, dihadapkan dengan kekuatan laki-laki, didamaikan dengan ikatan yang penuh kasih dan rasa hormat.

 

Dan semua ini karena Ruth muda bersikeras dalam kesetiaannya pada ikatan yang terpapar prasangka etnis dan agama. Dan saya kembali ke apa yang saya katakan di awal – hari ini ibu mertua adalah sosok mitos : saya tidak akan mengatakan bahwa kita memikirkan ibu mertua sebagai iblis tetapi ia selalu dianggap sebagai sosok yang tidak menyenangkan. Tetapi ibu mertua adalah ibu suamimu, ia adalah ibu istrimu. Marilah hari ini kita memikirkan perasaan yang agak meluas ini bahwa semakin jauh daribibu mertua, semakin baik. Tidak! Ia adalah seorang ibu, ia sudah tua. Salah satu hal terindah tentang nenek adalah melihat cucu – ketika anak-anak mereka memiliki anak, mereka menjadi hidup kembali. Perhatikan baik-baik hubungan yang kamu miliki dengan ibu mertuamu : kadang-kadang mereka agak istimewa, tetapi mereka telah menjadi ibu bagi pasanganmu, mereka telah memberimu segalanya. Setidaknya kita harus membuat mereka bahagia, sehingga mereka menjalani hari tuanya dengan sukacita. Dan jika mereka memiliki beberapa kesalahan, kita hendaknya membantu mereka untuk memperbaikinya. Dan untuk kamu para ibu mertua, saya katakan : berhati-hatilah dengan lidahmu, karena penyalahgunaan lidah adalah salah satu dosa terburuk ibu mertua. Berhati-hatilah.

 

Dan Rut, dalam kitab ini, menerima ibu mertuanya dan membuatnya hidup kembali, serta Naomi yang sudah tua mengambil prakarsa untuk membuka kembali masa depan Rut, daripada membatasi diri untuk menikmati dukungannya. Jika orang muda membuka diri untuk bersyukur atas apa yang telah mereka terima, dan orang tua berprakarsa meluncurkan kembali masa depan mereka, tidak ada yang bisa menghentikan berkembangnya berkat Tuhan di antara bangsa-bangsa! Jangan lupa, semoga orang muda berbicara dengan kakek-nenek mereka, semoga orang muda berbicara dengan orang tua, semoga orang tua berbicara dengan orang muda. Jembatan ini harus dibangun kembali dengan kuat – ada arus keselamatan, kebahagiaan di sana. Semoga Tuhan membantu kita, melakukan hal ini, bertumbuh dalam kerukunan dengan keluarga, kerukunan yang membangun dari oang tertua hingga orang termuda, jembatan indah yang hendaknya kita lindungi dan jaga.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, terutama mereka yang berasal dari Inggris, Denmark dan Amerika Serikat. Dalam sukacita Kristus yang bangkit, saya memohon kepadakan atasmu dan keluargamu belas kasihan Allah Bapa kita. Semoga Tuhan memberkatimu!

 

[Ringkasan dalam Bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih, dalam katekese lanjutan kita tentang makna dan nilai usia tua, dalam terang sabda Allah, sekarang kita berkaca pada sosok janda Naomi sebagaimana disajikan Kitab Suci dalam Kitab Rut. Kisah pendek nan indah ini berbicara tentang hubungan kasih dan saling mendukung antara Naomi yang sudah lanjut usia dan menantu perempuannya, Rut. Naomi, yang tinggal di negeri asing, ditinggalkan sendirian ketika kedua putranya meninggal. Terlepas dari kesedihannya, ia mendorong kedua menantu perempuannya untuk tinggal di antara bangsa mereka saat ia kembali ke Betlehem, kota asalnya. Rut memilih untuk tidak meninggalkan ibu mertuanya yang tercinta, dan menemaninya ke Yehuda, dengan mengatakan kepadanya : “Bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku” (1:16). Kasih Rut mendukung Naomi, dan Naomi pada gilirannya membantu Rut menemukan suami baru, Boas. Allah memberkati pernikahan ini dengan seorang putra, Obed, yang adalah ayah Isai, ayah Daud. Kisah kedua perempuan yang setia ini menunjukkan kepada kita bahwa, dalam rancangan penyelenggaraan Allah, perjanjian kasih dan kesetiaan yang menyatukan generasi-generasi terbukti dapat sangat memperkaya keluarga kita dan pertumbuhan masyarakat yang menghormati martabat dan karunia setiap anggotanya, baik tua maupun muda.

_____


(Peter Suriadi - Bogor, 27 April 2022)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 20 April 2022 : KATEKESE TENTANG USIA TUA (BAGIAN 6)

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Hari ini, dengan pertolongan Sabda Allah yang telah kita dengar, kita membuka jalan melalui kerapuhan usia tua, yang terutama ditandai pengalaman kesimpangsiuran dan keputusasaan, kehilangan dan pengabaian, kekecewaan dan keraguan. Tentu saja, pengalaman kerapuhan kita dalam menghadapi situasi kehidupan yang dramatis - terkadang tragis - dapat terjadi pada setiap tahap kehidupan. Namun, di usia tua pengalaman tersebut dapat menghasilkan lebih sedikit kesan dan menimbulkan semacam pembiasaan pada orang lain, bahkan gangguan. Berapa kali kita mendengar atau berpikir : 'Orang tua adalah pengganggu'' – 'Tetapi, orang tua ini selalu mengganggu' : jangan menyangkalnya, begitulah adanya... Kita telah mengatakannya, kita telah memikirkannya… Luka-luka masa kanak-kanak dan remaja yang lebih berat sungguh memancing rasa ketidakadilan dan pemberontakan, kekuatan untuk bereaksi dan melawan. Di sisi lain, luka-luka, bahkan luka-luka berat, dari usia tua pasti disertai dengan perasaan bahwa, bagaimanapun juga, hidup tidak bertentangan dengan dirinya sendiri, oleh karena itu telah dijalani. Jadi orang tua agak tersingkir dari pengalaman kita : kita ingin menjauhkan mereka.

 

Dalam pengalaman manusiawi pada umumnya, cinta - sebagaimana dikatakan – turun-temurun : cinta tidak kembali pada kehidupan terdahulu dengan kekuatan yang sama dengan yang dicurahkannya pada kehidupan yang masih ada di hadapan kita. Kecuma-cumaan cinta juga tampak dalam hal ini : para orangtua selalu mengetahui hal ini, orang tua segera mempelajarinya. Namun demikian, pewahyuan membuka cara untuk membalas cinta dengan cara yang berbeda : cara menghormati orang-orang yang telah mendahului kita, cara menghormati orang yang datang sebelum kita, cara menghormati orang tua.

 

Cinta khusus ini yang membuka jalan dalam bentuk penghargaan – yaitu kelembutan sekaligus rasa hormat – yang ditujukan kepada orang tua ini dimeteraikan oleh perintah Allah. "Hormatilah ayah dan ibumu" sungguh merupakan ketetapan hati, "loh batu" pertama Dasa Firman. Bukan hanya tentang ayah dan ibu kita, tetapi tentang generasi mereka dan generasi sebelumnya, yang kepergiannya juga bisa lambat dan berkepanjangan, menciptakan waktu dan ruang hidup berdampingan yang langgeng dengan usia kehidupan lainnya. Dengan kata lain, tentang usia tua kehidupan, usia tua ...

 

Penghargaan adalah kata yang tepat untuk membingkai aspek membalas cinta berkenaan usia tua. Artinya, kita telah menerima cinta orangtua, kakek-nenek, dan sekarang kita mengembalikan cinta ini kepada mereka, kepada orang tua, kepada kakek-nenek kita. Hari ini kita telah menemukan kembali istilah 'martabat', untuk menunjukkan nilai menghormati dan peduli terhadap usia [kehidupan] setiap orang. Martabat di sini pada dasarnya setara dengan penghargaan : menghormati ayah dan ibu, menghormati orang tua, dan mengakui martabat yang mereka miliki.

 

Marilah kita pikirkan baik-baik tentang ungkapan cinta yang indah ini yang merupakan penghargaan. Bahkan kepedulian terhadap orang sakit, dukungan terhadap orang-orang yang tidak berkecukupan, jaminan nafkah, bisa jadi kurang dihargai. Kurang dihargai terjadi ketika rasa percaya diri berlebihan, alih-alih diungkapkan sebagai kelembutan dan kasih sayang, kelembutan dan rasa hormat, justru berubah menjadi sikap kasar dan pelecehan. Ini terjadi ketika kelemahan disesalkan, dan bahkan dihukum, seolah-olah merupakan sebuah kesalahan, dan ketika kebingungan dan kesimpangsiuran menjadi celah untuk cemoohan dan penyerangan. Semuanya bisa terjadi bahkan di rumah, di panti jompo, serta di kantor atau di ruang terbuka kota. Mendorong orang muda, bahkan secara tidak langsung, bersikap merendahkan - dan bahkan menghina - orang tua, kelemahan dan kegentingan mereka, menghasilkan hal-hal yang mengerikan. Jalan menuju akibat yang tak terbayangkan terbuka. Orang muda yang membakar selimut “gelandangan” – kita telah melihat hal ini, bukan? – karena mereka melihatnya sebagai manusia yang tolol, dan kita sering berpikir bahwa orang tua adalah sampah, atau kita mencampakkannya di tempat sampah; orang muda yang membakar selimut gelandangan ini adalah puncak gunung es, yaitu penghinaan terhadap kehidupan yang, jauh dari daya tarik dan dorongan orang muda, tampaknya sudah menjadi kehidupan yang harus disingkirkan. 'Menolak' adalah kata yang tepat, bukan? Membenci orang tua dan mencampakkan mereka dari kehidupan, menyingkirkan mereka, merendahkan mereka.

 

Penghinaan ini, yang tidak menghormati orang tua, sebenarnya tidak menghormati kita semua. Jika saya tidak menghormati orang tua, saya tidak menghormati diri saya sendiri. Perikop dari Kitab Sirakh, yang kita dengar di awal, sungguh keras berkenaan penghinaan ini, yang menyerukan pembalasan di hadapan Allah. Ada bagian dalam kisah Nuh yang sangat penuh ungkapan dalam hal ini – saya tidak tahu apakah kamu memikirkannya. Nuh yang sudah tua, pahlawan air bah dan masih seorang pekerja keras, terbaring tak sadarkan diri setelah minum terlalu banyak. Ia sudah tua, tetapi ia terlalu banyak minum. Putra-putranya, agar tidak membangunkannya dan mempermalukannya, dengan lembut menutupinya, melihat ke samping, dengan penuh hormat. Teks ini sangat indah dan mengatakan segala sesuatu tentang menghargai orang tua. Menutupi kelemahan orang tua agar tidak merasa malu. Sebuah teks yang sangat membantu kita.

 

Terlepas dari semua persediaan materi yang disediakan oleh masyarakat yang lebih kaya dan lebih terorganisir untuk hari tua - yang tentu saja bisa kita banggakan - perjuangan untuk memulihkan bentuk cinta khusus yang merupakan penghargaan itu tampaknya masih rapuh dan belum matang. Kita harus melakukan semua yang kita bisa untuk mendukung dan mendorongnya, menawarkan dukungan sosial dan budaya yang lebih baik kepada mereka yang peka terhadap bentuk 'peradaban cinta' yang menentukan ini.

 

Dan pada titik ini, perkenankan saya untuk menawarkan beberapa saran kepada para orang tua: tolong, bawa anak-anakmu, anak-anak muda, lebih dekat dengan orangtua, selalu dekatkan mereka. Dan ketika orang tua sakit, sedikit pikun, dekatilah mereka selalu : beritahu mereka bahwa inilah daging kita, bahwa inilah yang memungkinkan kita berada di sini. Tolong jangan menyingkirkan orang tua. Dan jika tidak ada pilihan lain selain mengirim mereka ke panti jompo, silakan kunjungi mereka dan bawa anak-anak untuk menjenguk mereka : mereka adalah penghargaan terhadap peradaban kita, orang tua yang membuka pintu. Dan seringkali, anak-anak melupakan hal ini.

 

Saya akan memberitahumu sesuatu yang bersifat pribadi : Saya dulu suka mengunjungi panti jompo di Buenos Aires. Saya sering pergi. Saya sering pergi, saya mengunjungi masing-masing panti jompo... Dan saya ingat suatu kali saya bertanya kepada seorang wanita : 'Dan berapa banyak anak yang kamu miliki?' – 'Saya memiliki empat anak, semuanya sudah menikah, dan memiliki cucu ...,' dan ia mulai berbicara kepada saya tentang keluarga. 'Dan apakah mereka datang [untuk mengunjungi]?' – 'Ya, [ia berkata,] 'mereka selalu datang!' Ketika saya meninggalkan ruangan, perawat, yang telah mendengarkan, berkata kepada saya : 'Bapa, ia berbohong untuk menutupi anak-anaknya. Tidak ada seorang pun yang datang selama enam bulan!’ Ini adalah mencampakkan orang tua, berpikir bahwa orang tua adalah sampah. Tolong : itu adalah dosa berat. Ini adalah perintah agung pertama, dan satu-satunya perintah yang menyebutkan ganjaran : 'Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu'. Perintah untuk menghormati orang tua ini memberi kita berkat, yang terungkap dengan cara ini : 'Supaya lanjut umurmu'. Tolong hargailah orang tua. Dan [bahkan] jika mereka sudah pikun, hargailah orang tua. Karena mereka adalah kehadiran sejarah, kehadiran keluarga saya, dan berkat mereka saya ada di sini, kita semua dapat mengatakan : terima kasih bagimu, kakek dan nenek, saya hidup. Tolong jangan tinggalkan mereka sendirian. Dan ini, merawat orang tua, bukan masalah kosmetik dan operasi plastik, bukan. Sebaliknya, ini adalah masalah penghargaan, yang harus mengubah cara kita mendidik kaum muda tentang kehidupan dan tahapannya. Kita pada umumnya mencintai pribadi manusia, termasuk menghargai kehidupan yang dijalani, bukan masalah orang tua. Bahkan sebuah ambisi yang akan membawa pancaran bagi orang muda yang mewarisi kualitas terbaiknya. Semoga hikmat Roh Allah memberi kita energi yang diperlukan untuk membuka cakrawala revolusi budaya sejati ini. Terima kasih.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, terutama mereka yang berasal dari Inggris, Myanmar dan Amerika Serikat. Dalam sukacita Kristus yang bangkit, saya memohonkan atasmu dan keluargamu belas kasihan Allah Bapa kita. Allah memberkati kamu semua!

 

[Ringkasan dalam Bahasa Inggris]

 

Saudara-saudari terkasih : Dengan pertolongan Sabda Allah, hari ini kita berfokus pada kerapuhan usia tua. Meskipun pengingat akan kerapuhan kita dapat terjadi kapan saja dalam hidup, tampaknya hal itu hanya memicu reaksi keras jika terjadi pada orang muda. Dalam hal ini, pengalaman kita bersama membayangkan cinta sebagai sesuatu yang “turun menurun”, karunia yang diberikan secara cuma-cuma oleh orangtua dan orang tua kepada generasi muda. Tetapi, wahyu ilahi menunjukkan kepada kita cara lain untuk mencintai : menghargai mereka yang datang sebelum kita. Cinta khusus ini disakralkan oleh Allah melalui penyertaan-Nya dalam Dasa Firman. Perintah itu tidak terbatas hanya pada ayah atau ibu kita tetapi meluas kepada semua generasi yang datang sebelum kita. Rasa hormat terhadap orang tua tidak boleh dilupakan terlepas dari kondisi fisik atau mental mereka, sebagaimana diingatkan perikop Kitab Suci, Kitab Sirakh, hari ini. Pelajaran ini juga terlihat dari cara Nuh diperlakukan oleh anak-anaknya setelah ia terlalu banyak minum. Di tengah semua sumber daya masa kini yang didedikasikan untuk perawatan orang tua, kita harus selalu berusaha untuk menawarkan kepada mereka bentuk cinta khusus itu, rasa hormat itu, yang menjadi hak mereka.

_____

 

(Peter Suriadi - Bogor, 20 April 2022)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA RATU SURGA 18 April 2022 : JANGAN TAKUT, PERGI DAN KATAKANLAH!

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Hari-hari Oktaf Paskah bagaikan satu hari di mana sukacita Kebangkitan diperpanjang. Jadi, Bacaan Injil liturgi hari ini terus menceritakan kepada kita tentang Dia Yang Bangkit, penampakan-Nya kepada para perempuan yang pergi ke kubur (bdk. Mat 28:8-15). Yesus pergi menemui mereka dan menyapa mereka. Kemudian Tuhan mengatakan dua hal, dua nasihat yang baik juga untuk kita sambut sebagai karunia Paskah.

 

Hal pertama, Ia meyakinkan mereka dengan kata-kata sederhana : "Jangan takut" (ayat 10). Tuhan tahu bahwa ketakutan kita adalah musuh kita sehari-hari. Ia juga tahu bahwa ketakutan kita bersembunyi dari ketakutan besar, ketakutan akan kematian : ketakutan memudar, kehilangan orang yang dikasihi, menderita sakit, tidak mampu mengatasi lebih lanjut ... Tetapi pada Paskah Yesus menaklukkan kematian. Jadi, tidak ada seorang pun yang dapat memberitahu kita dengan cara yang lebih meyakinkan : “Jangan takut”. Tuhan mengatakan ini persis di sebelah kubur tempat Ia keluar sebagai pemenang. Ia mengundang kita untuk keluar dari kubur ketakutan kita. Dengarkan baik-baik : keluarlah dari kubur ketakutan kita, karena ketakutan kita seperti kubur, ia mengubur kita. Ia tahu bahwa ketakutan selalu mengintai di pintu hati kita, dan kita perlu mendengar diri kita sendiri mengatakan jangan takut, jangan takut pada fajar Paskah seperti pada fajar setiap hari, "jangan takut". kuatkan hati. Saudara, saudari, yang percaya kepada Kristus, jangan takut! Yesus berkata : "Aku merasakan kematian untukmu, aku menanggung penderitaanmu. Kini Aku telah bangkit untuk memberitahumu. Aku di sini bersamamu selamanya. Jangan takut!" Jangan takut.

 

Tetapi bagaimana kita bisa melawan rasa takut? Hal kedua yang dikatakan Yesus kepada para perempuan dapat membantu kita : ”Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku” (ayat 10) Pergi dan katakanlah. Ketakutan selalu membuat kita tertutup dalam diri kita sendiri, sementara Yesus malah membuat kita berangkat dan mengutus kita kepada sesama kita. Inilah solusinya. Kita mungkin berkata kepada diri kita sendiri, tetapi aku tidak mampu melakukan hal ini! Tetapi pikirkan saja, para perempuan mungkin bukan yang paling cocok dan siap untuk mewartakan kebangkitan, tetapi itu tidak masalah bagi Tuhan. Ia peduli agar kita berangkat dan mewartakan. Pergi dan katakanlah. Karena sukacita Paskah tidak disimpan untuk diri sendiri. Sukacita Kristus diperkuat dengan memberikannya, dilipatgandakan dengan membagikannya. Jika kita membuka diri dan membawa Injil, hati kita akan terbuka dan mengatasi rasa takut. Inilah rahasianya : kita mewartakan dan mengatasi rasa takut.

 

Teks hari ini menceritakan bahwa pewartaan dapat menemui hambatan : kepalsuan. Injil menceritakan sebuah "pewartaan tandingan", pewartaan para serdadu yang menjaga kubur Yesus. Bacaan Injil mengatakan bahwa mereka diberikan "sejumlah besar uang uang" (ayat 12), jumlah yang layak, dan menerima perintah ini: "Beritahu orang-orang, 'Murid-murid-Nya datang pada malam hari dan mencurinya ketika kami sedang tidur.'" (ay. 13) 'Kamu sedang tidur? Apakah Anda melihat selama tidur Anda bagaimana mereka mencuri tubuh?’ Ada kontradiksi di sana, tetapi kontradiksi yang diyakini semua orang karena uang terlibat. Kekuatan uang, tuan lain yang dikatakan Yesus tidak boleh kita layani. Inilah kepalsuan, nalar penyembunyian yang menentang pewartaan kebenaran. Pengingat bagi kita juga : kepalsuan – dalam perkataan dan dalam kehidupan – kepalsuan menodai pemberitahuan, kepalsuan merusak hati, membawa kembali ke kubur. Kepalsuan membawa kita mundur, kepalsuan membawa kita menuju kematian, menuju kubur. Dia Yang Bangkit malah ingin kita keluar dari kubur kepalsuan dan ketergantungan. Di hadapan Tuhan yang Bangkit, ada “tuan” lain – tuan uang yang mengotori dan menghancurkan segalanya, yang menutup pintu keselamatan. Godaan untuk menyembah tuan uang ini hadir di mana-mana dalam kehidupan sehari-hari.

 

Saudara-saudari yang terkasih, memang seharusnya kita terguncang ketika kita menemukan berita pengecohan dan kebohongan dalam kehidupan orang-orang dan masyarakat. Tetapi marilah kita juga memberi sebuah nama pada ketidakjelasan dan kepalsuan yang kita miliki dalam diri kita sendiri! Dan marilah kita menempatkan kegelapan dan kepalsuan kita di hadapan terang Yesus yang Bangkit. Ia ingin menyingkapkan hal-hal yang tersembunyi untuk menjadikan kita saksi-saksi yang berterus terang dan bercahaya bagi sukacita Injil, kebenaran yang akan memerdekakan kamu (bdk. Yoh 8:32).

 

Semoga Maria, Bunda Dia Yang Bangkit, membantu kita mengatasi ketakutan kita dan memberi kita semangat untuk kebenaran.

 

[Setelah pendarasan doa Ratu Surga]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Sekali lagi. selamat Paskah untuk kamu semua, umat Roma dan para peziarah dari berbagai negara!

 

Semoga rahmat Tuhan yang Bangkit memberikan penghiburan dan harapan kepada semua orang yang sedang menderita: semoga tidak ada seorang pun yang ditinggalkan! Semoga pertengkaran, perang dan perselisihan memberi jalan kepada pemahaman dan pendamaian. Tekankanlah selalu kata ini : pendamaian, karena apa yang dilakukan Yesus di Kalvari dan dengan kebangkitan-Nya adalah untuk mendamaikan kita semua dengan Bapa, Allah dan satu sama lain. Pendamaian.

 

Allah telah memenangkan pertempuran yang menentukan melawan roh jahat : perkenankan Ia menang! Marilah kita tinggalkan rencana manusiawi kita, marilah kita beralih kepada rencana-Nya untuk perdamaian dan keadilan.

 

Saya berterima kasih kepada semua orang yang telah mengirimi saya ucapan selamat dalam beberapa hari terakhir. Saya terutama berterima kasih atas doa-doamu! Saya memohon kepada Allah, melalui perantaraan Perawan Maria, untuk memberi ganjaran kepada setiap orang dengan karunia-Nya.

 

Sore ini, di lapangan (Santo Petrus) ini, saya akan menemui lebih dari lima puluh ribu remaja dari seluruh Italia. Sebuah tanda harapan yang indah! Dan sudah ada beberapa! Itulah sebabnya Lapangan dipersiapkan dengan cara ini.

 

Saya berharap semua orang menjalani hari-hari Paskah ini dalam damai sejahtera dan sukacita yang berasal dari Kristus yang Bangkit. Mohon terus mendoakan saya. Selamat menikmati makananmu dan sampai jumpa!

 

[Di Lapangan : Hidup Paus!]

 

Paus Fransiskus menjawab : Bravo untuk kaum muda Immacolata!

____

 

(Peter Suriadi - Bogor, 18 April 2022)

PESAN PASKAH DAN BERKAT URBI ET ORBI PAUS FRANSISKUS 17 April 2022

Saudara-saudari terkasih, selamat Paskah!

 

Yesus, Dia yang Tersalib, telah bangkit! Ia berdiri di tengah-tengah orang-orang yang meratapi-Nya, mengunci diri di balik pintu-pintu tertutup serta penuh ketakutan dan penderitaan. Ia datang kepada mereka dan berkata : "Damai sejahtera bagi kamu!" (Yoh 20:19). Ia memperlihatkan luka di tangan dan kaki-Nya, serta luka di lambung-Nya. Ia bukan hantu; sungguh Yesus, Yesus yang wafat di kayu salib dan dibaringkan di dalam kubur itu. Di depan mata para murid yang ragu, Ia mengulangi : "Damai sejahtera bagi kamu!" (ayat 21).

 

Mata kita juga meragukan Paskah peperangan ini. Kita telah melihat terlalu banyak darah, terlalu banyak kekerasan. Hati kita juga dipenuhi ketakutan dan kesedihan, karena begitu banyak saudara-saudari kita harus mengunci diri agar aman dari pengeboman. Kita bergumul untuk percaya bahwa Yesus sungguh telah bangkit, bahwa Ia sungguh telah menang atas maut. Mungkinkah sebuah khayalan? Sebuah isapan jempol imajinasi kita?

 

Tidak, bukan khayalan! Hari ini, melebihi sebelumnya, kita mendengar gema maklumat Paskah yang begitu digandrungi umat Kristiani Timur : “Kristus telah bangkit! Ia sungguh bangkit!” Hari ini, melebihi sebelumnya, kita membutuhkan-Nya, di akhir masa Prapaskah yang seakan-akan tidak ada habisnya. Kita muncul dari dua tahun pandemi, yang memakan banyak korban. Sudah waktunya bersama-sama muncul dari terowongan, bergandengan tangan, menyatukan kekuatan dan sumber daya kita... Sebaliknya, kita menunjukkan bahwa kita belum memiliki roh Yesus di dalam diri kita tetapi roh Kain, yang tidak melihat Habel sebagai saudara, tetapi sebagai saingan, dan memikirkan cara untuk menyingkirkannya. Kita membutuhkan Tuhan yang disalibkan dan bangkit agar kita dapat percaya pada kemenangan kasih, dan mengharapkan rekonsiliasi. Hari ini, melebihi sebelumnya, kita membutuhkan-Nya untuk berdiri di tengah-tengah kita dan mengulangi kepada kita : “Damai sejahtera bagi kamu!”

 

Hanya Dia yang bisa melakukannya. Hari ini, hanya Dia yang berhak berbicara kepada kita tentang perdamaian. Hanya Yesus, karena Ia menanggung luka-luka … luka-luka kita. Luka-luka-Nya memang luka-luka kita, karena dua alasan. Luka-luka-Nya adalah luka-luka kita karena kita menimpakannya kepada-Nya akibat dosa-dosa kita, kekerasan hati kita, kebencian kita yang membunuh persaudaraan. Luka-luka-Nya juga adalah luka-luka kita karena Ia menanggungnya demi kita; Ia tidak meniadakannya dari tubuh-Nya yang mulia; Ia memilih untuk menyimpannya selamanya. Luka-luka-Nya adalah meterei kasih-Nya yang tak terhapuskan demi kita, tindakan pengantaraan kekal, sehingga Bapa surgawi, dengan memandangnya, akan berbelas kasih kepada kita dan seluruh dunia. Luka-luka di tubuh Yesus yang bangkit adalah tanda pertempuran yang Ia perjuangkan dan menangkan demi kita, dimenangkan dengan senjata kasih, agar kita dapat memiliki damai sejahtera dan tinggal dalam damai sejahtera.

 

Saat kita merenungkan luka-luka yang mulia tersebut, mata kita yang ragu terbuka lebar; hati kita yang mengeras terbuka dan kita menyambut pesan Paskah : “Damai sejahtera bagi kamu!”

 

Saudara-saudari, marilah kita memperkenankan damai sejahtera Kristus memasuki hidup kita, rumah kita, negara kita!

 

Semoga ada perdamaian untuk Ukraina yang dilanda perang, yang begitu tersiksa dengan kekerasan dan kehancuran perang yang kejam dan tak berperikemanusiaan yang menyeretnya. Di malam penderitaan dan kematian yang mengerikan ini, semoga fajar pengharapan baru segera muncul! Biarlah ada keputusan untuk perdamaian. Semoga ada akhir sehingga orang-orang yang sedang menderita dapat melenturkan otot. Tolong, tolong, jangan biarkan kita terbiasa dengan perang! Marilah kita semua berketetapan hati untuk memohon perdamaian, dari balkon kita dan di jalan-jalan kita! Perdamaian! Semoga para pemimpin bangsa mendengarkan rakyat yang memohon perdamaian. Semoga mereka mendengarkan pertanyaan meresahkan yang diajukan oleh para ilmuwan hampir tujuh puluh tahun yang lalu : "Haruskah kita mengakhiri umat manusia, atau akankah umat manusia meninggalkan perang?" (Manifesto Russell-Einstein, 9 Juli 1955).

 

Saya menyimpan dalam hati saya seluruh korban Ukraina, jutaan pengungsi dan orang-orang terlantar, keluarga-keluarga yang tercerai-berai, para orang tua yang dibiarkan sendirian, kehidupan yang hancur dan kota-kota yang rata dengan tanah. Saya melihat wajah anak-anak yatim piatu yang melarikan diri dari perang. Saat kita melihat mereka, kita tidak bisa tidak mendengar jeritan penderitaan mereka, bersama dengan seluruh anak lain yang menderita di seluruh dunia : mereka yang mendekati ajal karena kelaparan atau kekurangan perawatan medis, mereka yang menjadi korban pelecehan dan kekerasan, dan mereka yang ditolak haknya untuk dilahirkan.

 

Di tengah penderitaan perang, ada juga tanda-tanda yang membesarkan hati, seperti pintu terbuka seluruh keluarga dan komunitas yang sedang menyambut para migran dan para pengungsi di seluruh Eropa. Semoga banyaknya perbuatan amal kasih ini menjadi berkat bagi masyarakat kita, yang terkadang dilecehkan oleh keegoisan dan individualisme, dan membantu membuat mereka menyambut semua orang.

 

Semoga pertikaian di Eropa juga membuat kita semakin peduli terhadap situasi pertikaian, penderitaan dan kesedihan lainnya, situasi yang mempengaruhi begitu banyak wilayah di dunia kita, situasi yang tidak dapat kita abaikan dan tidak ingin kita lupakan.

 

Semoga ada perdamaian di Timur Tengah, yang dilanda pertikaian dan perpecahan selama bertahun-tahun. Pada hari yang mulia ini, marilah kita memohon perdamaian di Yerusalem dan perdamaian bagi semua orang yang mengasihinya (bdk. Mzm 121 [122]), baik umat Kristiani, Yahudi, maupun Muslim. Semoga rakyat Israel, rakyat Palestina dan semua orang yang tinggal di Kota Suci, bersama dengan para peziarah, mengalami indahnya perdamaian, tinggal dalam persaudaraan dan menikmati akses gratis ke tempat-tempat suci dengan saling menghormati hak masing-masing.

 

Semoga ada perdamaian dan rekonsiliasi bagi rakyat Lebanon, Suriah dan Irak, dan khususnya bagi seluruh komunitas Kristiani di Timur Tengah.

 

Semoga ada perdamaian untuk Libya juga, sehingga dapat menemukan stabilitas setelah bertahun-tahun ketegangan, dan untuk Yaman, yang menderita akibat pertikaian yang terlupakan oleh semua orang, dengan korban terus menerus : semoga gencatan senjata yang ditandatangani dalam beberapa hari terakhir memulihkan pengharapan bagi rakyatnya.

 

Kita memohonkan kepada Tuhan yang bangkit karunia rekonsiliasi untuk Myanmar, di mana skenario dramatis kebencian dan kekerasan berlanjut, dan untuk Afghanistan, di mana ketegangan sosial yang berbahaya tidak mereda dan krisis kemanusiaan yang tragis membawa penderitaan besar bagi rakyatnya.

 

Semoga ada perdamaian untuk seluruh benua Afrika, sehingga eksploitasi yang dideritanya dan pendarahan yang disebabkan oleh serangan teroris – khususnya di wilayah Sahel – dapat terhenti, dan dapat menemukan dukungan nyata dalam persaudaraan bangsa-bangsa. Semoga jalan dialog dan rekonsiliasi dilakukan lagi di Etiopia, yang terkena dampak krisis kemanusiaan yang serius, dan semoga kekerasan di Republik Demokratik Kongo diakhiri. Semoga tidak ada ketiadaan doa dan kesetiakawanan bagi penduduk di bagian timur Afrika Selatan yang dilanda banjir bandang.

 

Semoga Kristus yang bangkit menyertai dan membantu rakyat Amerika Latin, yang dalam beberapa kasus telah melihat kondisi sosial mereka memburuk di masa pandemi yang sulit ini, diperburuk juga oleh kasus-kasus kejahatan, kekerasan, korupsi dan perdagangan narkoba.

 

Marilah kita memohon kepada Tuhan yang telah bangkit untuk menyertai perjalanan rekonsiliasi dengan masyarakat adat yang dilakukan Gereja Katolik di Kanada. Semoga Roh Kristus yang bangkit menyembuhkan luka masa lalu serta mengarahkan hati untuk mencari kebenaran dan persaudaraan.

 

Saudara-saudari terkasih, setiap perang membawa akibat yang mempengaruhi seluruh keluarga manusia : dari kesedihan dan duka hingga drama pengungsi, serta hingga krisis ekonomi dan pangan, tanda-tanda yang sudah kita lihat. Dihadapkan dengan tanda-tanda perang yang terus berlanjut, serta banyak kemerosotan hidup yang menyakitkan, Yesus Kristus, sang pemenang atas dosa, ketakutan dan maut, menasihati kita untuk tidak menyerah pada kejahatan dan kekerasan. Saudara-saudari, semoga kita dimenangkan berkat damai sejahtera Kristus! Perdamaian itu mungkin; perdamaian adalah kewajiban; perdamaian adalah tanggung jawab utama setiap orang!

______

 

(Peter Suriadi - Bogor, 17 April 2022)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 13 April 2022 : TENTANG PEKAN SUCI

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Kita berada di pertengahan Pekan Suci, yang berlangsung dari Hari Minggu Palma hingga Hari Minggu Paskah. Kedua hari Minggu ini berciri khas pesta yang berlangsung di sekitar Yesus. Tetapi keduanya adalah dua pesta yang berbeda.

 

Hari Minggu lalu, kita melihat Kristus dengan meriah memasuki Yerusalem, bagaikan sebuah pesta, disambut sebagai Mesias : pakaian (bdk. Luk 19:36) dan potongan ranting-ranting dari pohon-pohon (bdk. Mat 21:8) dihamparkan di hadapan-Nya. Orang banyak yang sangat besar jumlahnya yang bergembira dengan suara nyaring memberkati "Raja yang datang", dan berseru "Damai sejahtera di surga dan kemuliaan di tempat yang mahatinggi!" (Luk 19:38). Orang-orang di sana merayakannya karena mereka melihat masuknya Yesus sebagai kedatangan sang raja baru, yang akan membawa kedamaian dan kemuliaan. Itulah kedamaian yang sedang ditunggu-tunggu oleh orang-orang itu : kedamaian yang jaya, buah campur tangan rajawi, buah seorang mesias yang berkuasa yang akan membebaskan Yerusalem dari pendudukan Romawi. Yang lain mungkin memimpikan pembentukan kembali kedamaian sosial dan melihat Yesus sebagai raja yang ideal, yang akan memberi makan orang banyak dengan roti, sebagaimana yang telah Ia lakukan, dan akan melakukan mukjizat-mukjizat besar, sehingga membawa lebih banyak keadilan ke dunia.

 

Tetapi Yesus tidak pernah membicarakan hal ini. Ia memiliki Paskah yang berbeda di hadapan-Nya, bukan Paskah kemenangan. Satu-satunya hal yang Ia khawatirkan dalam persiapan-Nya memasuki Yerusalem adalah mengendarai "keledai muda yang tertambat yang belum pernah ditunggangi orang" (ayat 30). Beginilah cara Kristus membawa damai sejahtera ke dalam dunia : melalui kelemahlembutan, yang dilambangkan dengan keledai muda yang tertambat, yang belum pernah ditunggangi orang. Tak seorang pun, karena cara Allah melakukan sesuatu berbeda dengan dunia. Memang, tepat sebelum Paskah, Yesus menjelaskan kepada para murid-Nya, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu” (Yoh 14:27). Itulah dua pendekatan yang berbeda : cara dunia memberi kita damai sejahtera, dan cara Allah memberi kita damai sejahtera. Keduanya berbeda.

 

Damai sejahtera yang diberikan Yesus kepada kita pada Paskah bukanlah damai sejahtera yang mengikuti strategi dunia, yang percaya bahwa damai sejahtera tersebut dapat diperoleh melalui kekerasan, penaklukan dan dengan berbagai bentuk pemaksaan. Damai sejahtera ini, pada kenyataannya, hanyalah jeda di antara peperangan : kita sangat menyadari hal ini. Damai sejahtera Tuhan mengikuti jalan kelemahlembutan dan salib : damai sejahtera Tuhan bertanggung jawab terhadap orang lain. Memang, Kristus menanggung kejahatan, dosa, dan kematian kita. Ia menanggung semua ini. Dengan cara ini Ia membebaskan kita. Ia menebus kita. Damai sejahtera-Nya bukan buah dari suatu kompromi, melainkan lahir dari pemberian diri. Namun, damai sejahtera yang lemah lembut dan berani ini sulit diterima. Bahkan, orang banyak yang mengelu-elukan Yesus itu pun beberapa hari kemudian akan berteriak, “Salibkan Dia!” serta, takut dan kecewa, tidak akan mengacungkan jari untuk-Nya.

 

Dalam hal ini, kisah luar biasa karya Dostoevsky, yang berjudul Legenda Sang Imam Besar, selalu relevan. Karya tersebut menceritakan Yesus yang, setelah beberapa abad, kembali ke bumi. Ia segera disambut oleh orang banyak yang bersukacita, yang mengenali dan mengelu-elukan-Nya. “Ah, Engkau telah kembali! Marilah, ikutlah kami!”. Tetapi kemudian Ia ditangkap oleh sang imam besar, yang mewakili nalar duniawi. Sang imam besar menginterogasi-Nya dan mengecam-Nya dengan kejam. Alasan terakhir sang pengecam yaitu Kristus, meskipun Ia bisa, tidak pernah ingin menjadi Kaisar, raja terbesar di dunia ini, lebih memilih untuk membebaskan umat manusia ketimbang menaklukkannya dan menyelesaikan masalahnya dengan paksa. Ia bisa saja membangun damai sejahtera di dunia, menaklukkan hati manusia yang bebas tetapi berbahaya dengan kekuatan dari kekuasaan yang lebih tinggi, tetapi Ia memilih untuk tidak melakukannya : Ia menghormati kebebasan kita. “Seandainya Engkau menerima dunia dan ungu Kaisar, Engkau akan mendirikan negara semesta dan memberikan damai sejahtera semesta” (Karamazov Bersaudara, Milan 2012, 345); dan dengan kalimat cacian ia menyimpulkan, “Karena itu, Engkaulah yang pantas mendapatkan bara kami” (348). Inilah penipuan yang berulang sepanjang sejarah, godaan akan damai sejahtera palsu, berdasarkan kekuasaan, yang kemudian mengarah pada kebencian dan pengkhianatan terhadap Allah, dan banyak kepahitan di dalam jiwa.

 

Pada akhirnya, menurut cerita, sang imam besar “merindukan [Yesus] untuk mengatakan sesuatu, betapapun pahit dan mengerikannya”. Tetapi Yesus bereaksi dengan gerakan yang lembut dan nyata : “Ia tiba-tiba mendekati orang tua itu dalam diam dan dengan lembut mencium bibirnya yang menua dan tidak berdarah” (352). Damai sejahtera Yesus tidak mengalahkan orang lain; damai sejahtera Yesus bukan damai sejahtera bersenjata, tidak pernah! Senjata Injil adalah doa, kelemahlembutan, pengampunan dan kasih yang diberikan secara cuma-cuma kepada sesama kita, kasih kepada setiap sesama. Beginilah cara damai sejahtera Allah dibawa ke dunia. Inilah sebabnya mengapa agresi bersenjata akhir-akhir ini, seperti setiap perang, mewakili kemarahan terhadap Allah, pengkhianatan penuh hujatan terhadap Tuhan Paskah, kecenderungan terhadap wajah ilah palsu dunia ini daripada wajah-Nya yang lemah lembut. Perang selalu merupakan tindakan manusia, untuk mewujudkan penyembahan berhala kekuasaan.

 

Sebelum Paskah terakhir-Nya, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya : “Janganlah gelisah dan gentar hatimu” (Yoh 14:27). Ya, karena sementara kekuatan duniawi hanya meninggalkan kehancuran dan kematian di belakangnya – kita telah melihat hal ini dalam beberapa hari terakhir – damai sejahtera-Nya membangun sejarah, mulai dari hati setiap orang yang menyambut kita. Oleh karena itu Paskah adalah hari raya Allah dan umat manusia yang sesungguhnya, karena damai sejahtera yang diperoleh Kristus di kayu salib dengan memberikan diri-Nya dibagikan kepada kita. Oleh karena itu, Kristus yang bangkit, pada Hari Raya Paskah, menampakkan diri kepada para murid, dan bagaimana Ia menyapa mereka? "Damai sejahtera bagi kamu!" (Yoh 20:19-21). Inilah salam Kristus yang menang, Kristus yang bangkit.

 

Saudara-saudari, Paskah berarti "perlintasan". Terutama, tahun ini adalah kesempatan yang berbahagia untuk beralih dari ilah duniawi menuju Allah Kristiani, dari keserakahan yang kita bawa dalam diri kita menuju amal kasih yang membebaskan kita, dari harapan damai sejahtera yang dibawa dengan paksa menuju ketetapan hati untuk menjadi saksi damai sejahtera Yesus yang sesungguhnya. Saudara-saudari, marilah kita menempatkan diri kita di hadapan Kristus yang tersalib, sumber damai sejahtera kita, dan memohon kepada-Nya damai sejahtera hati dan damai sejahtera di dunia.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, terutama mereka yang berasal dari Amerika Serikat. Semoga perayaan Paskah menjadi saat rahmat dan pembaruan bagi semua orang. Atas kamu masing-masing, dan keluargamu, saya memohonkan sukacita dan damai sejahtera dalam Tuhan kita Yesus Kristus.

 

[Ringkasan dalam Bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih : Selama Pekan Suci ini, Gereja merayakan misteri sengsara, wafat, dan kebangkitan Tuhan kita. Hari Minggu lalu kita mengenangkan masuknya Yesus ke Yerusalem. Orang banyak mengelu-elukan-Nya sebagai Mesias yang akan membawa damai sejahtera yang jaya dengan membebaskan Yerusalem dari pendudukan Romawi. Namun damai sejahtera yang dibawa Yesus tidak menggunakan strategi dunia. Alih-alih menggunakan kekerasan, damai sejahtera datang melalui kerendahan hati dan kelemahlembutan yang membawa-Nya menuju Salib. Dengan wafat untuk dosa-dosa kita, Kristus telah membebaskan kita. Dalam novel karya Dostoyevsky, Karamazov Bersaudara, Imam Besar menuduh Yesus tidak menggunakan kekuatan-Nya untuk membangun damai sejahtera, melainkan menghormati kebebasan pribadi manusia. Memang, damai sejahtera yang dibawa Yesus tidak menggunakan kekuatan, tetapi hanya menggunakan "senjata" Injil : doa, pengampunan, dan belas kasihan untuk seluruh sesama kita. Ini, bukan kekerasan perang yang menghujat, adalah damai sejahtera Paskah; damai sejahtera yang mengubah sejarah dan hati semua orang yang menerimanya. Pekan ini, marilah kita mendekat kepada Kristus, yang disalibkan dan dibangkitkan, serta memohon karunia damai sejahtera-Nya di dalam hati kita dan dunia.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 13 April 2022)