Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA RATU SURGA 28 Mei 2023 : TENTANG HARI RAYA PENTAKOSTA

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Hari ini, Hari Raya Pentakosta, Injil membawa kita ke ruang atas, tempat para rasul berlindung setelah kematian Yesus (Yoh 20:19-23). Yesus yang bangkit, pada Paskah petang, menampakkan diri-Nya persis dalam situasi ketakutan dan kesedihan tersebut serta, mengembusi mereka, berkata: "Terimalah Roh Kudus" (ayat 22). Dengan cara ini, dengan karunia Roh, Yesus ingin membebaskan para murid dari rasa takut, dari rasa takut yang mengurung mereka di rumah, dan Ia membebaskan mereka sehingga mereka dapat berangkat serta menjadi saksi dan pewarta Injil. Marilah kita sedikit memikirkan apa yang dilakukan Roh : Ia membebaskan dari rasa takut.

 

Murid-murid telah menutup pintu-pintu, kata Injil, “karena takut” (ayat 19). Kematian Yesus mengejutkan mereka, impian mereka hancur, harapan mereka sirna. Dan mereka menutup diri. Bukan hanya di dalam ruangan itu, tetapi di dalam diri mereka, di dalam hati mereka. Saya ingin menggarisbawahi hal ini : tertutup di dalam diri mereka. Seberapa sering kita terlalu mengurung diri? Seberapa sering, karena suatu situasi yang sulit, karena suatu masalah pribadi atau keluarga, karena suatu penderitaan yang melanda kita atau kejahatan yang dihembuskan di sekitar kita, kita berisiko perlahan-lahan kehilangan harapan dan kurang berani untuk melanjutkan? Ini terjadi berkali-kali. Dan kemudian, seperti para rasul, kita mengurung diri, membarikade diri kita dalam labirin kekhawatiran.

 

Saudara-,saudari, “menutup diri” ini terjadi ketika, dalam situasi yang paling sulit, kita membiarkan rasa takut mengambil alih dan membiarkan suaranya yang keras menguasai diri kita. Oleh karena itu, penyebabnya adalah rasa takut: rasa takut tidak mampu mengatasi, menghadapi pertempuran sehari-hari sendirian, mengambil risiko dan kemudian kecewa, membuat keputusan yang salah. Saudara, saudari, rasa takut menghadang, rasa takut melumpuhkan. Dan rasa takut juga mengasingkan : pikirkan rasa takut orang lain, orang-orang asing, orang-orang yang berbeda, orang-orang yang berpikir dengan cara lain. Dan bahkan bisa ada rasa takut akan Allah: rasa takut Ia akan menghukumku, rasa takut Ia akan marah kepadaku … Jika kita memberi ruang bagi rasa takut palsu ini, pintu akan tertutup : pintu hati, pintu masyarakat, dan bahkan pintu Gereja! Di mana ada rasa takut, di situ ada ketertutupan. Dan hal ini tidak akan berhasil.

 

Tetapi, bacaan Injil menawarkan kepada kita obat Yesus yang bangkit : Roh Kudus. Ia membebaskan kita dari penjara ketakutan. Ketika mereka menerima Roh, para rasul – kita merayakannya hari ini – keluar dari ruang atas dan pergi ke dunia untuk mengampuni dosa dan mewartakan kabar baik. Berkat Dia, ketakutan diatasi dan pintu terbuka. Karena inilah yang dilakukan Roh : Ia membuat kita merasakan Allah yang dekat, dan dengan demikian kasih-Nya mengenyahkan rasa takut, menerangi jalan, menghibur, menopang dalam kesulitan. Berhadapan dengan ketakutan dan ketertutupan, marilah kita memohonkan Roh Kudus untuk kita, Gereja dan seluruh dunia : biarlah Pentakosta baru mengentahkan rasa takut yang menyerang kita dan menghidupkan kembali nyala kasih Allah.

 

Semoga Santa Maria, orang pertama yang dipenuhi Roh Kudus, menjadi pengantara kita.

 

[Setelah pendarasan doa Ratu Surga]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Tanggal 22 Mei lalu diperingati 150 tahun wafatnya salah satu tokoh sastra terkemuka, Alessandro Manzoni. Melalui karya-karyanya, ia berbicara untuk para korban dan orang-orang kecil : mereka selalu berada di bawah perlindungan Penyelenggaraan ilahi, yang “menciptakan dan membunuh, yang menghukum kemudian menyembuhkan dalam kasih”; dan didukung juga oleh kedekatan para gembala Gereja yang setia, yang hadir di halaman-halaman mahakarya Manzoni.

 

Saya mengundangmu untuk mendoakan penduduk yang tinggal di perbatasan antara Myanmar dan Bangladesh, yang dilanda badai topan : lebih dari delapan ratus ribu orang, selain banyak rakyat Rohingya yang sudah hidup dalam kondisi genting. Saat saya menegaskan kembali kedekatan saya dengan penduduk ini, saya berbicara kepada para pemimpin, agar mereka dapat memfasilitasi akses bantuan kemanusiaan, serta saya mengimbau rasa kesetiakawanan manusiawi dan gerejawi untuk datang membantu saudara-saudari kita ini.

 

Dengan hangat saya menyapa kamu semua, umat Roma dan para peziarah dari Italia dan banyak negara, terutama umat dari Panama dan peziarahan Keuskupan Agung Tulancingo, Meksiko, yang sedang merayakan Nuestra Señora de los Angeles; serta rombongan dari Novellana, Spanyol. Saya juga menyapa umat Celeseo, Padua, dan Bari, serta saya menyampaikan berkat saya kepada mereka yang telah berkumpul di Rumah Sakit Gemelli untuk mempromosikan prakarsa persaudaraan dengan orang-orang sakit.

 

Rabu depan, pada akhir bulan Mei, momen doa direncanakan di tempat-tempat suci Maria di seluruh dunia untuk mendukung persiapan Sidang Biasa Sinode Para Uskup berikutnya. Kita memohon Perawan Maria untuk menyertai tahapan penting Sinode ini dengan perlindungan keibuannya. Dan kepadanya kita juga mempercayakan keinginan untuk perdamaian begitu banyak penduduk di seluruh dunia, terutama Ukraina yang terkepung.

 

Kepada kamu semua saya mengucapkan selamat hari Minggu. Dan jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siang dan selamat tinggal!
_____

(Peter Suriadi - Bogor, 28 Mei 2023)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 24 Mei 2023 : HASRAT PENGINJILAN : SEMANGAT KERASULAN ORANG PERCAYA (BAGIAN 14) - SAKSI-SAKSI : SANTO ANDREAS KIM TAE-GON

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Dalam rangkaian katekese yang kita lakukan ini, kita menempatkan diri kita di sekolah beberapa orang kudus yang, sebagai saksi-saksi keteladanan, mengajari kita semangat kerasulan. Marilah kita ingat bahwa kita berbicara tentang semangat kerasulan, yang harus kita miliki untuk mewartakan Injil.

 

Hari ini kita akan menemukan teladan yang luar biasa dari seorang santo yang memiliki hasrat penginjilan di negeri nun jauh, yaitu Gereja Korea. Marilah kita melihat sang martir Korea dan imam pertama Santo Andreas Kim Tae-gon.

 

Tetapi, imam Korea pertama : kamu tahu sesuatu? Penginjilan Korea dilakukan oleh kaum awam! Awam yang dibaptis yang meneruskan iman, tidak ada imam, karena mereka tidak memilikinya. Kemudian, kelak ... tetapi penginjilan pertama dilakukan oleh kaum awam. Akankah kita mampu melakukan hal seperti itu? Marilah kita memikirkannya : ini menarik. Dan inilah salah seorang imam pertama, Santo Andreas. Hidupnya telah dan tetap menjadi kesaksian yang mengesankan tentang pewartaan Injil, semangat untuk hal ini.

 

Sekitar 200 tahun yang lalu, tanah Korea menjadi tempat penganiayaan yang sangat kejam : umat kristiani dianiaya dan dibinasakan. Di Korea, pada saat itu, percaya kepada Yesus Kristus berarti siap menjadi saksi bahkan sampai mati. Khususnya dari keteladanan Santo Andreas Kim, kita dapat menarik dua aspek nyata kehidupannya.

 

Aspek pertama adalah cara ia biasa bertemu dengan umat beriman. Mengingat konteks yang sangat mengintimidasi, orang kudus itu terpaksa mendekati umat Kristiani secara diam-diam, dan selalu di hadapan orang lain, seolah-olah mereka telah saling berbicara untuk sementara waktu. Kemudian, untuk menegaskan jatidiri kristiani dari lawan bicaranya, Santo Andreas akan menerapkan perangkat ini : pertama, ada tanda pengakuan yang disepakati sebelumnya : “Kamu akan bertemu dengan umat Kristiani ini dan ia akan memiliki tanda ini di pakaiannya atau di tangannya”. Dan setelah itu, ia secara diam-diam akan mengajukan pertanyaan — tetapi semua ini secara diam-diam, eh? — “Apakah kamu murid Yesus?” Karena orang lain menyaksikan percakapan itu, orang kudius itu harus berbicara dengan suara pelan, hanya mengucapkan beberapa kata, kata-kata yang paling penting. Jadi, bagi Andreas Kim, ungkapan yang merangkum seluruh jatidiri umat kristiani adalah “murid Kristus”. “Apakah kamu murid Kristus?” — tetapi dengan suara lembut karena berbahaya. Menjadi orang Kristiani tidak diperbolehkan di sana.

 

Memang, menjadi murid Tuhan berarti mengikuti Dia, mengikuti jalan-Nya. Dan orang kristiani pada dasarnya adalah orang yang mewartakan dan bersaksi tentang Yesus. Setiap komunitas Kristiani menerima jatidiri ini dari Roh Kudus, demikian pula seluruh Gereja, sejak hari Pentakosta (bdk. Dekrit Konsili Vatikan II, Ad gentes, 2). Dari Roh Kudus inilah kita menerima hasrat, hasrat penginjilan, semangat kerasulan yang luar biasa ini; karunia yang diberikan Roh Kudus. Dan bahkan jika konteks sekitarnya tidak menguntungkan —seperti konteks Korea Andreas Kim — hasrat tersebut tidak berubah; justru menjadi semakin berharga. Santo Andreas Kim dan umat beriman Korea lainnya telah menunjukkan bahwa bersaksi tentang Injil pada saat penganiayaan dapat berbuah banyak bagi iman.

 

Sekarang marilah kita lihat teladan nyata yang kedua. Ketika ia masih seorang seminaris, Santo Andreas harus menemukan cara untuk secara diam-diam menyambut para imam misionaris dari luar negeri. Ini bukanlah tugas yang mudah, karena rezim saat itu melarang keras semua orang asing memasuki wilayah tersebut. Itulah mengapa, sebelum ini, sangat sulit menemukan seorang imam yang dapat datang untuk melakukan karya misioner : kaum awamlah yang menjalankan misi.

 

Suatu kali — pikirkanlah tentang apa yang dilakukan Santo Andrew — suatu kali, ia berjalan di atas salju, tanpa makan, begitu lama hingga ia jatuh ke tanah kelelahan, mempertaruhkan ketidaksadaran dan kedinginan. Pada saat itu, ia tiba-tiba mendengar suara, “Bangunlah, berjalanlah!” Mendengar suara itu, Andreas sadar, melihat sekilas sesuatu seperti bayangan seseorang yang membimbingnya.

 

Pengalaman kesaksian Korea yang luar biasa ini membuat kita memahami aspek yang sangat penting semangat kerasulan; yaitu, keberanian untuk bangkit kembali ketika kita jatuh.

 

Tetapi apakah orang-orang kudus jatuh? Ya! Memang, sejak dulu. Pikirkanlah Santo Petrus : ia melakukan dosa besar, eh? Tetapi ia menemukan kekuatan dalam kerahiman Allah dan bangun kembali. Dan dalam diri Santo Andreas kita melihat kekuatan ini : ia telah jatuh secara fisik tetapi ia memiliki kekuatan untuk maju, maju, maju menyampaikan pesan.

 

Tidak peduli betapa sulitnya situasi — dan memang, kadang-kadang tampaknya tidak ada ruang untuk pesan Injil — kita tidak boleh menyerah dan kita tidak boleh urung mengejar apa yang penting dalam kehidupan kristiani kita : yaitu penginjilan.

 

Inilah jalannya. Dan kita masing-masing dapat berpikir : “Tetapi bagaimana denganku, bagaimana aku dapat menginjili?” Tetapi kamu melihat orang-orang yang luar biasa ini dan kamu memikirkan kekecilanmu, kita memikirkan kekecilan kita : menginjili keluarga, menginjili sahabat, berbicara tentang Yesus— tetapi berbicara tentang Yesus dan menginjili dengan hati yang penuh sukacita, penuh kekuatan. Dan ini diberikan oleh Roh Kudus. Marilah kita mempersiapkan diri untuk menerima Roh Kudus pada Pentakosta yang akan datang ini, dan memohonkan kepada-Nya rahmat tersebut, rahmat keberanian kerasulan, rahmat untuk menginjili, untuk selalu meneruskan pesan Yesus. Terima kasih.

 

[Seruan]

 

Hari ini adalah Hari Doa Sedunia untuk Gereja Katolik di Tiongkok. Hari ini bertepatan dengan Pesta Santa Perawan Maria Pertolongan Umat Kristiani, yang dihormati dan dimohonkan di Gua Maria dari Sheshan di Shanghai. Pada kesempatan ini, saya ingin menawarkan jaminan ingatan saya dan mengungkapkan kedekatan saya dengan saudara dan saudari kita di Tiongkok, ambil bagian dalam sukacita dan harapan mereka. Saya mengarahkan pikiran saya terutama kepada semua orang yang menderita, para imam dan umat beriman, agar dalam persekutuan dan kesetiakawanan Gereja semesta mereka dapat mengalami penghiburan dan dorongan. Dan saya mengundang semua orang untuk memanjatkan doa kepada Allah agar Kabar Baik Kristus yang disalibkan dan bangkit dapat diwartakan secara penuh, indah, dan bebas, menghasilkan buah untuk kebaikan Gereja Katolik dan seluruh masyarakat Tiongkok.

 

Saya menyampaikan sapaan hangat kepada para peziarah berbahasa Italia. Secara khusus, saya menyapa Misionaris Cinta Kasih, Komite Penyelenggara Acara Khusus Roma, Kelompok Onkologi Anak Poliklinik Bari, dan Sekolah Penyelenggaraan Ilahi Roma.

 

Terakhir, seperti biasa, saya menyapa kaum muda, orang-orang sakit, kaum lanjut usia, dan para pengantin baru. Hari ini adalah Pesta Bunda Maria yang dihormati dengan gelar "Maria Pertolongan Umat Kristiani". Semoga Maria menolongmu, kaum muda yang terkasih, untuk memperkuat kesetiaanmu kepada Kristus setiap hari. Semoga ia mendapatkan kenyamanan dan ketenangan untukmu, kaum tua dan orang-orang sakit yang terkasih. Semoga ia mendorongmu, para pengantin baru yang terkasih, untuk menerjemahkan perintah kasih ke dalam kehidupan sehari-harimu. Pesta Maria Pertolongan Umat Kristiani adalah panggilan Maria yang sangat disukai Don Bosco : sebuah salam dan pengingat bagi Keluarga Salesian, mengucap syukur atas semua yang mereka lakukan untuk Gereja.

 

Dan sekali lagi kesedihan datang kepada kita semua karena Ukraina yang tersiksa : ada begitu banyak penderitaan di sana. Janganlah kita melupakan mereka. Hari ini marilah kita berdoa kepada Maria Pertolongan Umat Kristiani agar ia dekat dengan rakyat Ukraina.

 

Saya memberkati kamu semua.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya mengucapkan selamat datang kepada para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang mengikuti Audiensi hari ini, terutama kelompok dari Inggris, India, Indonesia, Malaysia, Kanada dan Amerika Serikat. Saat kita bersiap untuk merayakan Hari Raya Pentakosta, saya memohonkan atasmu dan keluargamu pencurahan karunia Roh Kudus yang melimpah. Semoga Tuhan memberkati kamu semua!

 

[Ringkasan dalam Bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih : Dalam katekese lanjutan kita tentang semangat kerasulan, kita sekarang beralih ke Santo Andreas Kim Tae-gon, imam pribumi pertama Korea dan martir iman. Pada saat penganiayaan sengit, Santo Andreas dengan berani mencari kawanan dombanya yang tercerai-berai, karena takut ditangkap, terpaksa merahasiakan jatidiri mereka. Sebagai seorang seminaris muda, Andreas membantu para imam misionaris dari luar negeri, yang secara diam-diam memasuki negara itu untuk melayani penduduknya. Ia menanggung kesulitan luar biasa demi Injil. Suatu kali, di tengah perjalanan panjang melewati salju, ia terjatuh ke tanah karena kelelahan dan berisiko meninggal karena terpapar. Tiba-tiba ia mendengar suara berkata : "Bangunlah dan teruslah berjalan!" Ia menyadari bahwa, dalam kesaksiannya terhadap Injil, ia tidak sendirian, dan Tuhan tidak akan pernah meninggalkannya. Pada akhirnya, ketekunannya dalam mengikuti Kristus dan melayani umat-Nya menyebabkan ia wafat sebagai martir. Terinspirasi oleh teladan Santo Andreas Kim Tae-gon, semoga kita bertekun dalam panggilan baptis kita untuk menjadi murid misioner, berbagi sukacita Injil dengan orang lain, percaya pada kekuatan yang dianugerahkan Tuhan kepada kita tanpa henti.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 24 Mei 2023)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA RATU SURGA 21 Mei 2023 : MENGAPA MERAYAKAN KENAIKAN YESUS KE SURGA?

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Hari ini, di Italia dan banyak negara lain, Hari Raya Kenaikan Tuhan dirayakan. Hari Raya Kenaikan Tuhan kita kenal dengan baik, tetapi dapat menimbulkan beberapa pertanyaan - setidaknya ada dua pertanyaan. Pertanyaan pertama : Mengapa merayakan kepergian Yesus dari bumi? Tampaknya kepergian Yesus akan menjadi saat yang menyedihkan, bukan sesuatu yang patut disyukuri! Mengapa merayakan kepergian? Pertanyaan pertama. Pertanyaan kedua : Apa yang dilakukan Yesus sekarang di surga? Pertanyaan pertama : Mengapa merayakan? Pertanyaan kedua : Apa yang dilakukan Yesus di surga?

 

Mengapa kita merayakan. Karena dengan Kenaikan Yesus ke surga, sesuatu yang baru dan indah terjadi : Yesus membawa kemanusiaan kita, daging kita, ke surga – ini adalah pertama kalinya – yaitu, Ia membawanya di dalam Allah. Kemanusiaan yang Ia tanggung di bumi itu tidak tetap di sini. Yesus yang bangkit bukanlah roh, bukan. Ia memiliki tubuh manusiawi, daging dan tulang, semuanya. Ia akan ada di dalam Allah. Kita dapat mengatakan bahwa sejak hari Kenaikan, Allah sendiri "berubah" - sejak saat itu, Ia bukan hanya roh, tetapi kasih-Nya kepada kita sedemikian rupa sehingga Ia membawa daging kita di dalam diri-Nya, kemanusiaan kita! Tempat yang menanti kita telah ditunjukkan; itulah takdir kita. Demikian dituliskan seorang Bapa zaman dahulu dalam iman : “Sungguh berita yang luar biasa! Ia yang menjadi manusia demi kita […] untuk menjadikan kita saudara-saudara-Nya, menghadirkan diri-Nya sebagai manusia di hadapan Bapa untuk menanggung bersama diri-Nya semua orang yang bergabung dengan-Nya” (Santo Gregorius dari Nyssa, Pengajaran tentang Kebangkitan Kristus, 1) . Hari ini, kita merayakan “penaklukan surga” – Yesus, yang kembali kepada Bapa, tetapi dengan kemanusiaan kita. Jadi, surga sedikit sudah menjadi milik kita. Yesus telah membuka pintu dan tubuh-Nya ada di sana.

 

Pertanyaan kedua : Jadi, apa yang dilakukan Yesus di surga? Ia ada untuk kita di hadapan Bapa, terus-menerus menunjukkan kemanusiaan kita kepada-Nya – menunjukkan luka-luka-Nya. Saya suka berpikir bahwa Yesus, berdoa seperti ini di hadapan Bapa – membuat Bapa melihat luka-luka-Nya. “Inilah yang Kuderita demi umat manusia : Perbuatlah sesuatu!” Iia menunjukkan kepada Bapa harga penebusan kita. Bapa tergerak. Ini adalah sesuatu yang saya suka pikirkan. Tetapi pikirkanlah sendiri. Beginilah cara Yesus berdoa. Ia tidak meninggalkan kita sendirian. Sesungguhnya, sebelum naik ke surga, Ia memberitahu kita, sebagaimana dikatakan Bacaan Injil hari ini, "Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman" (Mat 28:20). Ia senantiasa bersama kita, memandang kita, dan “Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara” (Ibr 7:25) demi kita. Membuat Bapa melihat luka-luka-Nya, demi kita. Singkatnya, Yesus menjadi Pengantara. Ia berada di “tempat” yang lebih baik, di hadapan Bapa-Nya dan Bapa kita, untuk menjadi pengantara kita.

 

Pengantaraan hakiki. Keyakinan ini juga membantu kita – tidak kehilangan harapan, tidak putus asa. Di hadapan Bapa, ada seseorang yang membuat Bapa melihat luka-lukanya dan menjadi pengantara. Semoga Ratu Surga membantu kita menjadi pengantara dengan kekuatan doa.

 

[Setelah pendarasan doa Ratu Surga]

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Menyedihkan, tetapi sebulan setelah pecahnya kekerasan di Sudan, situasi terus menjadi gawat. Sambil mendorong kesepakatan parsial yang telah dicapai sejauh ini, dengan tulus saya kembali menyerukan untuk melakukan gencetan senjata, dan saya meminta masyarakat internasional untuk tidak menyia-nyiakan upaya mewujudkan dialog dan meringankan penderitaan rakyat. Dan marilah kita terus berada di dekat rakyat Ukraina yang terkepung.

 

Hari Komunikasi Sedunia diperingati dengan tema Berbicara dengan Hati. Hatilah yang menggerakkan kita menuju komunikasi yang terbuka dan mudah memahami. Saya menyapa para jurnalis, pakar komunikasi, berterima kasih atas karya mereka. Dan saya berharap mereka selalu bekerja untuk melayani kebenaran dan kebaikan bersama. Tepuk tangan meriah untuk semua jurnalis!

 

Hari ini, Pekan Laudato Si’ dimulai. Saya berterima kasih kepada Dikasteri karena Mempromosikan Pembangunan Manusia Seutuhnya dan banyak organisasi yang berpartisipasi. Dan saya mengajak semuanya untuk bekerjasama dalam merawat rumah kita bersama. Ada kebutuhan untuk menyatukan kemampuan dan kreativitas kita! Bencana baru-baru ini mengingatkan kita akan hal ini, seperti banjir yang melanda penduduk Emiglia Romagna akhir-akhir ini, yang kepada mereka, dengan sepenuh hati, saya memperbaharui kedekatan saya. Hari ini, buklet tentang Laudato Si', yang telah disiapkan Dikasteri bekerjasama dengan Institut Lingkungan Stockholm, akan dibagikan di Lapangan [Santo Petrus].

 

Saya menyapa kamu semua, umat Roma dan para peziarah dari Italia dan banyak negara Рsaya melihat banyak bendera di sana, selamat datang! Saya secara khusus menyapa para Suster Fransiskan Santa Elisabet dari Indonesia Рdari jauh; umat dari Malta, Mali, Argentina, Pulau Karibia Cura̤ao, dan kelompok musik dari Puerto Rico. Kita ingin mendengarmu bermain setelahnya!

 

Selain itu, saya menyapa peziarahan Keuskupan Alessandria; para calon penerima krisma dari Keuskupan Genoa yang saya temui kemarin. Kemarin, saya bertemu dengan mereka, dengan topi merah di sana, di Santa Marta – mereka luar biasa!; kelompok paroki dari Molise, Scandicci, Grotte dan Grumo Nevano; lembaga yang berkomitmen untuk melindungi kehidupan manusia; paduan suara kaum muda “Emil Komel” dari Gorizia; sekolah “Katarina Santa Rose” dan “Santa Ursula” dari Roma; dan umat bersama Immacolata.

 

Kepada kamu semua saya mengucapkan selamat hari Minggu. Tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Tolong jangan lupa. Selamat menikmati makan siangmu dan sampai jumpa!

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 21 Mei 2023)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 17 Mei 2023 : HASRAT PENGINJILAN : SEMANGAT KERASULAN ORANG PERCAYA (BAGIAN 13) - SAKSI-SAKSI : SANTO FRANSISKUS XAVERIUS

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Melanjutkan perjalanan katekese kita dengan beberapa model semangat kerasulan yang patut diteladani, hari ini kita mengingat, kita sedang berbicara tentang penginjilan, tentang semangat kerasulan, tentang menyandang nama Yesus. Dan ada banyak orang dalam sejarah yang telah melakukan hal ini dengan cara yang patut diteladani. Hari ini, misalnya, kita memilih sebagai teladan, Santo Fransiskus Xaverius, yang menurut beberapa orang dianggap sebagai misionaris terbesar di zaman modern. Tetapi tidak mungkin mengatakan siapa yang terbesar, siapa yang terkecil. Ada begitu banyak misionaris tersembunyi yang, bahkan hari ini, melakukan lebih dari Santo Fransiskus Xaverius. Dan Santo Fransiskus Xaverius adalah pelindung misi, seperti Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus. Dan seorang misionaris hebat ketika ia berangkat. Dan ada banyak, banyak imam, kaum awam, biarawati yang berangkat bermisi … bahkan dari Italia. Banyak dari kamu, saya melihat contohnya, ketika sebuah cerita datang tentang seorang imam yang menjadi calon uskup, yang menghabiskan sepuluh tahun sebagai misionaris di tempat itu. Ini luar biasa – meninggalkan negaramu untuk memberitakan Injil. Inilah semangat kerasulan. Inilah yang benar-benar perlu kita tanamkan. Dan melihat orang-orang ini, kita belajar.


Dan Santo Fransiskus Xaverius dilahirkan dalam keluarga bangsawan yang miskin di Navarre, Spanyol utara, pada tahun 1506. Ia belajar di Paris – ia adalah seorang pemuda duniawi, cerdas, luar biasa, duniawi. Di sana, ia bertemu Ignatius dari Loyola. Ia melakukan latihan rohani dan mengubah hidupnya. Dan ia meninggalkan segalanya, karir duniawinya, untuk menjadi seorang misionaris. Ia menjadi seorang Yesuit, mengucapkan kaul. Kemudian ia menjadi seorang imam, dan pergi menginjili, diutus ke Timur. Pada saat itu, perjalanan para misionaris ke Timur berarti mereka diutus ke dunia yang tidak dikenal. Dan ia berangkat, karena ia dipenuhi dengan semangat kerasulan.

 

Ia adalah orang pertama dari banyak misionaris yang bersemangat untuk berangkat, misionaris yang bersemangat di zaman modern, siap menanggung kesulitan dan bahaya yang luar biasa, untuk mencapai negeri-negeri serta bertemu orang-orang dari pelbagai budaya dan bahasa yang sama sekali tidak dikenal, semata terdorong oleh keinginan kuat untuk membuat Yesus Kristus dan Injil-Nya dikenal.

 

Hanya dalam waktu kurang dari sebelas tahun, ia menyelesaikan tugas yang luar biasa. Ia adalah seorang misionaris selama kurang lebih sebelas tahun. Perjalanan pada waktu itu keras dan berbahaya. Banyak orang meninggal dalam perjalanan, karena karam atau penyakit. Sayangnya hari ini, mereka meninggal dunia karena mereka membiarkan diri meninggal di Mediterania. Fransiskus Xaverius menghabiskan lebih dari tiga setengah tahun di kapal, sepertiga dari seluruh kurun waktu misinya. Untuk sampai ke India, ia menghabiskan tiga setengah tahun di kapal; kemudian dari India menuju Jepang. Sangat menyentuh.

 

Ia tiba di Goa, India, ibu kota Portugis Timur, ibu kota budaya dan komersial. Dan Fransiskus Xaverius mendirikan markasnya, tetapi tidak berhenti di situ. Selanjutnya ia menginjili para nelayan miskin di pantai selatan India, mengajarkan katekismus dan doa kepada anak-anak, membaptis dan merawat yang sakit. Kemudian, saat berdoa suatu malam di makam rasul Santo Bartolomus, ia merasa perlu berangkat ke luar India. Ia meninggalkan karya yang telah ia mulai dengan baik – ini bagus, organisasi – dan dengan berani berlayar ke Maluku, pulau terjauh di kepulauan Indonesia. Tidak ada cakrawala bagi orang-orang itu, mereka melampaui… Betapa beraninya para misionaris suci ini! Dan juga para misionaris dewasa ini. Tentu saja, mereka tidak menghabiskan tiga bulan di kapal, tetapi naik pesawat selama dua puluh empat jam. Tetapi ada kesamaan. Mereka perlu menetap di sana, dan melakukan perjalanan beberapa kilometer dan membenamkan diri di hutan. Seperti inilah rasanya…. Jadi, di Maluku, ia menerjemahkan katekismus ke dalam bahasa setempat dan mengajari mereka cara melantunkan katekismus, ia masuk melalui nyanyian. Kita memahami apa yang ia rasakan dari surat-suratnya. Ia menulis: “Bahaya dan penderitaan, yang diterima dengan sukarela dan semata-mata demi mengasihi dan melayani Allah Tuhan kita, adalah harta yang kaya akan penghiburan rohani yang luar biasa. Di sini, dalam beberapa tahun, seseorang bisa kehilangan matanya karena begitu banyak air mata kebahagiaan” (20 Januari 1548). Ia menangis penuh sukacita saat memperhatikan karya Allah.

 

Suatu hari, di India, ia bertemu seseorang dari Jepang yang berbicara kepadanya tentang negaranya yang jauh, di mana tidak ada misionaris Eropa yang pernah berkelana. Fransiskus Xaverius merasakan kegelisahan untuk merasul, untuk pergi ke tempat lain, lebih jauh, dan ia memutuskan untuk berangkat secepat mungkin, dan tiba di sana setelah perjalanan yang penuh petualangan dengan sebuah kapal milik seorang Tiongkok. Tiga tahun di Jepang cukup sulit, karena iklim, pertentangan, dan ketidaktahuannya tentang bahasa. Namun di sini juga, benih yang ditanam akan menghasilkan buah yang besar.

 

Seorang pemimpi besar, di Jepang, ia mengerti bahwa negara yang menentukan untuk misinya di Asia adalah negara lain : Tiongkok. Dengan budaya, sejarah, ukurannya, secara de facto Tiongkok menguasai dunia. Bahkan saat ini, Tiongkok adalah pusat budaya dengan sejarah yang panjang, sejarah yang indah…. Jadi, ia kembali ke Goa, dan tak lama kemudian berangkat lagi, berharap bisa masuk ke Tiongkok. Tetapi rencananya gagal – ia meninggal di gerbang Tiongkok, di sebuah pulau, pulau kecil Sancian, di depan garis pantai Tiongkok, menunggu dengan sia-sia untuk mendarat di daratan dekat Kanton. Pada tanggal 3 Desember 1552, ia meninggal dalam keadaan benar-benar terlantar, dengan hanya seorang Tiongkok yang berdiri di sampingnya untuk menjaganya. Maka berakhirlah perjalanan duniawi Fransiskus Xaverius. Ia telah menghabiskan hidupnya dengan bersemangat dalam misi. Ia meninggalkan Spanyol, negara yang sangat maju, dan tiba di negara paling maju saat itu – Tiongkok – dan meninggal di gerbang Tiongkok yang luar biasa, ditemani oleh seorang Tiongkok. Sangat simbolis, sangat simbolis.

 

Kegiatannya yang intens selalu dibarengi dengan doa, persatuan dengan Allah, mistik dan kontemplatif. Ia tidak pernah meninggalkan doa karena ia tahu di sanalah ia mendapatkan kekuatan. Ke mana pun ia pergi, ia sangat memperhatikan orang sakit, orang miskin dan anak-anak. Ia bukan seorang misionaris “bangsawan”. Ia selalu pergi dengan yang paling membutuhkan, anak-anak yang paling membutuhkan pengajaran, katekese. Orang miskin, orang sakit… Secara khusus ia pergi ke “perbatasan” ketika tiba saat untuk merawat. Dan di sana, ia bertumbuh dalam kebesaran. Dan kasih Kristus adalah kekuatan yang mendorongnya ke perbatasan terjauh, dengan kerja keras dan bahaya yang terus-menerus, mengatasi rintangan, kekecewaan dan keputusasaan; memang, ia diberi penghiburan dan sukacita ketika mengikuti dan melayani Kristus sampai akhir.

 

Santo Fransiskus Xaverius yang melakukan semua hal besar ini, dalam kemiskinan yang sungguh-sungguh, dengan keberanian yang sungguh-sungguh, yang dapat memberi kita sedikit semangat ini, semangat untuk hidup demi Injil, untuk mewartakan Injil. Begitu banyak kaum muda, begitu banyak kaum muda saat ini memiliki sesuatu… kegelisahan… dan mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan kegelisahan itu. Lihatlah Fransiskus Xaverius, lihatlah cakrawala dunia, lihatlah orang-orang yang sangat membutuhkan, lihatlah berapa banyak orang yang sedang menderita, begitu banyak orang yang membutuhkan Yesus. Dan milikilah keberanian untuk berangkat. Hari ini juga, ada kaum muda yang berani. Saya memikirkan banyak misionaris, misalnya, di Papua Nugini, para sahabat nuda saya yang berada di Keuskupan Vanimo, dan banyak lainnya yang telah berangkat – kaum muda – untuk menginjili dalam langkah-langkah Fransiskus Xaverius. Semoga Tuhan menganugerahkan kita sukacita untuk menginjili, sukacita untuk menyampaikan pesan ini, yang begitu indah, yang membuat kita, dan semua orang, bahagia. Terima kasih!

 

[Sapaan Khusus]

 

Dengan hangat saya menyapa para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang ikut serta dalam Audiensi hari ini, terutama kelompok dari Inggris, Skotlandia, India, india, Korea, Taiwan, Kanada, dan Amerika Serikat. Dalam sukacita Kristus yang bangkit, saya memohonkan atasmu dan keluargamu kerahiman Allah Bapa kita yang penuh kasih. Semoga Tuhan memberkati kamu semua!

 

[Ringkasan dalam Bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih: Dalam katekese lanjutan kita tentang semangat kerasulan, kita sekarang beralih ke Santo Fransiskus Xaverius, pelindung misi Katolik. Lahir di Spanyol, Fransiskus belajar di Paris, di mana ia bertemu dengan Santo Ignatius dari Loyola dan, bersama dengan beberapa rekannya, membentuk Serikat Yesus, menempatkan diri mereka untuk melayani Paus demi kebutuhan Gereja yang paling mendesak pada masanya. Abad keenam belas, zaman penemuan, menyerukan penjangkauan misioner yang besar. Fransiskus berangkat ke Hindia Timur, di mana, mulai dari Goa, ia melakukan kegiatan yang intens untuk berkhotbah, membaptis, melakukan katekese, dan merawat orang sakit. Dari India ia melanjutkan ke Kepulauan Maluku dan dari sana ke Jepang. Tidak sempat menggapai mimpinya untuk memasuki Tiongkok, Fransiskus meninggal, pada usia empat puluh enam tahun, di pulau terdekat Shangchuan. Semangat heroiknya untuk penginjilan adalah buah dari kehidupan doa yang dalam dan persatuan penuh kasih dengan pribadi Yesus Kristus. Semoga teladan Santo Fransiskus Xaverius mengilhami upaya kita untuk mengembangkan misi Gereja, sebagai saksi-saksi penuh sukacita bagi Tuhan yang bangkit dan sabda-Nya yang menyelamatkan.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 17 Mei 2023)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA RATU SURGA 14 Mei 2023 : ROH KUDUS ADALAH PENGHIBUR DAN PEMBELA KITA


Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Bacaan Injil hari ini, Hari Minggu Paskah VI, berbicara kepada kita tentang Roh Kudus, yang disebut Yesus Sang Penghibur (bdk. Yoh 14:15-17). Parakletos adalah kata yang berasal dari bahasa Yunani, yang berarti penghibur dan juga pembela. Artinya Roh Kudus tidak pernah meninggalkan kita sendirian, Ia dekat dengan kita, seperti seorang pembela yang membantu terdakwa, berdiri di sampingnya. Dan Ia menyarankan kepada kita bagaimana membela diri dari orang-orang yang mendakwa kita. Marilah kita ingat bahwa pendakwa besar selalu iblis, yang meletakkan dosa di dalam dirimu, keinginan untuk berbuat dosa, kejahatan. Marilah kita renungkan dua aspek ini : kedekatan-Nya dengan kita, dan pertolongan-Nya terhadap orang-orang yang mendakwa kita.

 

Kedekatan-Nya : Roh Kudus, Yesus berkata, "menyertai kamu dan akan tinggal di dalam kamu" (bdk. ayat 17). Ia tidak pernah meninggalkan kita. Roh Kudus ingin tinggal bersama kita : Ia bukan tamu yang lewat yang datang untuk mengunjungi kita. Ia adalah pendamping hidup, kehadiran yang terus menerus. Ia adalah Roh dan ingin tinggal di dalam roh kita. Ia sabar dan tetap bersama kita bahkan ketika kita jatuh. Ia bertahan karena Ia benar-benar menngasihi kita; Ia tidak berpura-pura mengasihi kita, lalu meninggalkan kita sendirian saat keadaan menjadi sulit. Tidak. Ia setia, Ia terus terang, Ia sahih.

 

Di sisi lain! Jika kita menemukan diri kita dalam saat pencobaan, Roh Kudus menghibur kita, memberi kita pengampunan dan kekuatan Allah. Dan ketika Ia menempatkan kesalahan kita di hadapan kita dan mengoreksi kita, Ia melakukannya dengan lembut – selalu ada nada kelembutan dan kehangatan kasih dalam suara-Nya yang berbicara ke hati. Tentu saja, Sang Roh, Sang Penghibur, sangat menuntut, karena Ia adalah sahabat sejati yang setia, yang tidak menyembunyikan apa pun, yang menyarankan apa yang perlu diubah dan di mana pertumbuhan perlu dilakukan. Tetapi ketika Ia mengoreksi kita, Ia tidak pernah mempermalukan kita, dan tidak pernah menanamkan ketidakpercayaan. Ia justru menyampaikan kepastian bahwa bersama Allah, kita selalu bisa mewujudkannya. Ini adalah kedekatan-Nya. Ini adalah kepastian yang indah.

 

Roh Kudus sebagai Parakletos adalah aspek kedua. Ia adalah pembela kita dan Ia menjaga kita. Ia menjaga kita dari orang-orang yang mendakwa kita: dari diri kita ketika kita tidak menghargai dan mengampuni diri kita, ketika kita melangkah lebih jauh dengan mengatakan kepada diri kita bahwa kita telah gagal, kita sama sekali tidak berguna; dari dunia yang mencampakkan orang-orang yang tidak sesuai dengan perintah dan polanya; terutama dari iblis yang merupakan sang "pendakwa" dan pemecah belah (bdk. Why 12:10), serta melakukan segalanya untuk membuat kita merasa tidak mampu dan tidak bahagia.

 

Berhadapan dengan segenap pikiran yang mendakwa ini, Roh Kudus menyarankan kepada kita bagaimana menanggapinya. Bagaimana? Sang Penolong, kata Yesus, adalah sosok yang “mengingatkan kita akan segala sesuatu yang dikatakan Yesus kepada kita” (bdk. Yoh 14:26). Oleh karena itu, Ia mengingatkan kita kata-kata Injil, dan dengan demikian memampukan kita untuk menanggapi iblis yang mendakwa, bukan dengan kata-kata kita, tetapi dengan kata-kata Tuhan sendiri. Ia mengingatkan kita, terutama, bahwa Yesus selalu berbicara tentang Bapa yang ada di surga, Ia memperkenalkan Bapa kepada kita, dan mengungkapkan kasih Bapa bagi kita, bahwa kita adalah anak-anak-Nya. Jika kita memanggil Roh Kudus, kita akan belajar merangkul dan mengingat kebenaran hidup yang paling penting yang melindungi kita dari dakwaan si jahat. Dan apa kebenaran terpenting dalam hidup? Kita adalah anak-anak Allah yang terkasih. Kita adalah anak-anak yang dikasihi Allah: ini adalah kebenaran terpenting, dan Roh Kudus mengingatkan kita akan hal ini.

 

Saudara-saudari, marilah kita bertanya pada diri kita hari ini : Apakah kita memanggil Roh Kudus? Apakah kita sering berdoa kepada-Nya? Janganlah kita melupakan sosok yang dekat dengan kita, atau lebih tepatnya, yang ada di dalam diri kita! Lalu : apakah kita mendengarkan suara-Nya, baik ketika Ia menyemangati kita maupun ketika Ia mengoreksi kita? Apakah kita menanggapi dengan kata-kata Yesus terhadap dakwaan si jahat, terhadap “pengadilan” kehidupan? Apakah kita ingat bahwa kita adalah anak-anak Allah yang terkasih? Semoga Maria menjadikan kita taat pada suara Roh Kudus dan peka terhadap kehadiran-Nya.

 

[Setelah pendarasan doa Ratu Surga]

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Dalam beberapa hari terakhir, kita sekali lagi menyaksikan pertikaian bersenjata antara Israel dan Palestina di mana orang-orang tak berdosa kehilangan nyawanya, termasuk perempuan dan anak-anak. Saya berharap gencatan senjata yang baru-baru ini tercapai menjadi berkesinambungan, senjata dibungkam, karena keamanan dan stabilitas tidak pernah diperoleh melalui penggunaan senjata, bahkan setiap harapan perdamaian akan terus dihancurkan.

Dengan tulus saya menyapa kamu semua, umat Roma dan para peziarah dari Italia dan banyak negara lainnya, khususnya umat dari Kanada, Singapura, Malaysia dan Spanyol.

 

Saya menyapa para pemimpin Komunitas Saint Egidio dari 25 negara Afrika, serta Administrasi dan Profesor dari Universitas Radom Polandia. Saya menyapa Karitas International yang sedang melakukan rapat dan telah memilih presiden baru. Dengan keteguhan hati bergerak majulah di jalan reformasi!

 

Saya menyapa umat Scandicci dan Torrita di Siena; anak-anak dari Decanato Appiano Gentile, Pramuka Agesci dari Alghero, dan kaum muda dari Senigallia; Institut Skolastika “Yohanes XXIII” dari Cammarata; dan para peserta estafet untuk mendukung kehidupan Yayasan Antikanker.

 

Hari Ibu dirayakan di banyak negara hari ini. Marilah dengan penuh syukur dan kasih sayang kita mengingat semua ibu – mereka yang masih bersama kita dan mereka yang telah pergi ke surga – marilah kita mempercayakan mereka kepada Maria, bunda Yesus. Marilah kita beri mereka tepuk tangan meriah!

 

Marilah kita berpaling kepadanya memohon untuk meringankan penderitaan Ukraina yang babak belur serta semua bangsa yang terluka oleh perang dan kekerasan.

 

Saya mengharapkan kamu semua menikmati hari Minggu. Dan saya menyapa kelompok Immaculata, yang luar biasa! Tolong jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siangmu dan sampai jumpa!
__________

(Peter Suriadi - Bogor, 14 Mei 2023)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA RATU SURGA 7 Mei 2023 : KE MANA KITA HARUS PERGI DAN BAGAIMANA MENUJU KE SANA?

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Bacaan Injil liturgi hari ini (Yoh 14:1-12) diambil dari wejangan terakhir Yesus sebelum wafat-Nya. Hati para murid gelisah, tetapi Tuhan mengucapkan kata-kata yang meyakinkan mereka, mengajak mereka untuk tidak takut, jangan takut. Ia tidak meninggalkan mereka, tetapi akan menyiapkan tempat bagi mereka dan membimbing mereka menuju tujuan tersebut. Oleh karena itu hari ini Tuhan menunjukkan kepada kita semua tempat yang indah untuk dikunjungi, dan, pada saat yang sama, memberitahu kita bagaimana menuju ke sana, menunjukkan jalan kepada kita. Ia memberitahu kita ke mana harus pergi dan bagaimana menuju ke sana.

 

Pertama-tama, ke mana harus pergi. Yesus melihat kesusahan para murid, Ia melihat mereka takut akan ditinggalkan, seperti yang terjadi pada kita ketika kita terpaksa berpisah dari seseorang yang kita sayangi. Maka, Ia berkata, “Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu ... supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada” (ayat 2-3). Yesus menggunakan gambaran umum tentang rumah, tempat hubungan dan keintiman. Di rumah Bapa – kata-Nya kepada para sahabat-Nya, dan kepada kita masing-masing – ada ruang untukmu, selamat datang, kamu akan senantiasa diterima dengan kehangatan pelukan, dan Aku berada di Surga untuk menyiapkan tempat bagimu! Ia mempersiapkan kita untuk berpelukan dengan Bapa, tempat untuk segenap keabadian.

 

Saudara-saudari, Sabda ini adalah sumber penghiburan, dan sumber pengharapan kita. Yesus tidak berpisah dari kita, tetapi telah membuka jalan bagi kita, mengantisipasi tujuan akhir kita : perjumpaan dengan Allah Bapa, yang di dalam hati-Nya kita masing-masing mendapat tempat. Jadi, ketika kita mengalami kelelahan, kebingungan bahkan kegagalan, marilah kita ingat ke mana arah hidup kita. Kita tidak boleh melupakan tujuan tersebut, bahkan ketika kita berisiko mengabaikannya, melupakan pertanyaan-pertanyaan akhir, pertanyaan-pertanyaan penting : ke mana aku akan pergi? Ke arah mana aku akan berjalan? Apakah menuju hidup yang layak? Tanpa pertanyaan-pertanyaan ini, kita memadatkan hidup kita ke masa kini, kita berpikir bahwa kita harus menikmatinya semaksimal mungkin dan mengakhiri hidup hari demi hari, tanpa arah, tanpa tujuan. Sebaliknya, tanah air kita terdapat di dalam surga (bdk. Flp 3:20); janganlah kita melupakan keagungan dan keindahan tujuan kita!

 

Begitu kita menemukan sasaran, kita juga, seperti rasul Tomas dalam Bacaan Injil hari ini, bertanya-tanya : bagaimana kita bisa sampai ke sana, apa jalannya? Kadang-kadang, khususnya ketika ada masalah besar yang harus dihadapi dan ada perasaan bahwa kejahatan lebih kuat, kita bertanya pada diri kita : apa yang harus kuperbuat, jalan apa yang harus kuikuti? Marilah kita mendengarkan jawaban Yesus : “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6). “Akulah jalan”. Yesus sendiri adalah jalan yang harus kita ikuti untuk hidup dalam kebenaran dan memiliki hidup yang berkelimpahan. Ia adalah jalan dan oleh karena itu beriman kepada-Nya bukanlah "seperangkat gagasan" untuk dipercaya, melainkan jalan yang harus dilalui, perjalanan yang harus dilakukan, sebuah jalan bersama-Nya. Beriman kepada Yesus adalah mengikuti-Nya, karena Ia adalah jalan menuju kebahagiaan yang tak berkesudahan. Mengikuti Yesus dan meneladan-Nya, terutama dengan perbuatan kedekatan dan belas kasih terhadap sesama. Inilah penunjuk arah untuk mencapai Surga : mengasihi Yesus, Sang Jalan, menjadi tanda-tanda mengasihi-Nya di bumi.

 

Saudara-saudari, marilah kita menjalani masa kini, marilah kita menggenggam masa kini, tetapi janganlah kita kewalahan; marilah kita memandang ke atas, marilah kita memandang ke Surga, marilah kita mengingat tujuan, marilah kita berpikir bahwa kita dipanggil menuju keabadian, menuju perjumpaan dengan Allah. Dan, dari Surga menuju hati, marilah hari ini kita memperbaharui pilihan Yesus, pilihan untuk mengasihi Dia dan berjalan di belakang Dia. Semoga Perawan Maria, yang mengikuti Yesus dan telah tiba di tujuan, menopang pengharapan kita.

 

[Setelah pendarasan doa Ratu Surga]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Kemarin dua Beatifikasi dirayakan. Di Montevideo, di Uruguay, Uskup Jacinto Vera, yang hidup pada abad kesembilan belas, dibeatifikasi. Seorang imam yang merawat umatnya, ia menjadi saksi Injil dengan semangat misioner yang berlimpah, mempromosikan rekonsiliasi sosial dalam suasana ketegangan perang saudara. Di Granada, Spanyol, Maria de la Concepción Barrechegurn y García belia dibeatifikasi. Terbaring di tempat tidur karena sakit parah, ia menanggung penderitaannya dengan ketabahan rohani yang besar, menginspirasi kekaguman dan penghiburan dalam segala hal. Ia meninggal pada tahun 1927 dalam usia 22 tahun. Tepuk tangan meriah untuk Beato dan Beata tersebut!

 

Dengan tulus saya menyapa kamu semua, umat Roma dan para peziarah dari Italia dan banyak negara, khususnya umat dari Australia, Spanyol, Inggris dan mahasiswa dari Kolose Santo Thomas Lisbon.

 

Saya menyapa Lembaga Meter dan pendirinya Don Fortunato Di Noto, yang melanjutkan ketetapan hati mereka untuk mencegah dan memberantas kekerasan terhadap anak di bawah umur; hari ini mereka merayakan Hari Korban Anak ke-27; selama 30 tahun mereka telah menjaga anak-anak dari pelecehan dan kekerasan. Saya dekat denganmu, saudara-saudari, dan saya menyertaimu dengan doa dan kasih sayang. Jangan pernah lelah berada di pihak korban, ada Kanak Kristus yang menunggumu, terima kasih!

 

Saya menyapa kelompok pasien fibromyalgia Wilayah Medis Vikariat Roma; para Suster Santo Yosef Benediktus Cottolengo; Lembaga Kerahiman Awam; Keluarga Kamillian Awam; umat Pozzuoli, Caraglio dan Valle Grana; serta paduan suara Empoli dan Ponte Buggianese.

 

Sapaan khusus tertuju kepada para anggota baru Garda Swiss, keluarga dan sahabat-sahabat mereka, dan pemerintah Swiss yang ambil bagian dalam perayaan Korps yang terhormat ini. Tepuk tangan meriah untuk Garda Swiss, semuanya!

 

Besok di Pompeii Permohonan tradisional kepada Bunda Rosario akan dipanjatkan, di Tempat Suci yang ingin dipersembahkan Beato Bartolo Longo untuk perdamaian. Di bulan Mei ini marilah kita berdoa Rosario, memohonkan kepada Santa Perawan Maria karunia perdamaian, terutama untuk Ukraina yang terkepung. Semoga para pemimpin bangsa mendengarkan keinginan rakyat yang menderita dan yang menginginkan perdamaian!

Kepada semuanya saya mengucapkan selamat hari Minggu. Tolong jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makananmu, dan sampai jumpa!
______

(Peter Suriadi - Bogor, 7 Mei 2023)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 3 Mei 2023 : PERJALANAN KE HUNGARIA

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Tiga hari yang lalu saya kembali dari perjalanan saya ke Hungaria. Saya ingin berterima kasih kepada semua orang yang mempersiapkan dan menyertai kunjungan ini dengan doa, dan saya kembali mengungkapkan rasa terima kasih saya kepada pemerintah, Gereja setempat, dan rakyat Hungaria, rakyat pemberani, yang kaya akan kenangan. Selama tinggal di Budapest saya bisa merasakan kasih sayang dari seluruh warga Hungaria. Hari ini saya ingin menceritakan kepadamu kunjungan ini melalui dua gambaran : akar dan jembatan.

Akar. Saya pergi sebagai seorang peziarah ke sebuah bangsa yang sejarahnya — sebagaimana dikatakan Santo Yohanes Paulus II — ditandai dengan “banyak orang kudus dan pahlawan, dikelilingi oleh kumpulan orang-orang yang rendah hati dan pekerja keras” (Pidato pada upacara penyambutan, Budapest, 6 September 1996). Memang benar : saya telah melihat begitu banyak orang yang rendah hati dan pekerja keras dengan bangga menghargai ikatan dengan akar mereka. Dan di antara akar ini, sebagaimana dijelaskan oleh kesaksian-kesaksian selama pertemuan dengan Gereja setempat dan kaum muda, pertama-tama dan terutama ada orang-orang kudus : orang-orang kudus yang memberikan hidup mereka untuk orang-orang, orang-orang kudus yang memberi kesaksian tentang Injil kasih dan yang menjadi terang di saat kegelapan; begitu banyak orang kudus di masa lalu yang hari ini menasihati kita untuk mengatasi risiko kekalahan dan ketakutan akan hari esok, mengingatkan bahwa Kristus adalah masa depan kita. Orang-orang kudus tersebut mengingatkan kita akan hal ini : Kristus adalah masa depan kita.

 

Tetapi, akar Kristiani yang kuat rakyat Hungaria telah teruji. Iman mereka diuji dengan api. Memang, selama penganiayaan oleh kaum ateis di abad ke-20, umat Kristiani dilanda kekejaman, dengan para uskup, para imam, para biarawan dan biarawati, serta kaum awam dibunuh atau kebebasan mereka dirampas. Dan sementara diupayakan untuk menebang pohon iman, akarnya tetap utuh : tetap ada Gereja yang tersembunyi, bahkan tetap hidup, kuat, dengan kekuatan Injil. Dan di Hungaria penganiayaan ini, penindasan oleh kaum komunis ini didahului oleh penindasan NAZI, dengan deportasi tragis sejumlah besar penduduk Yahudi. Tetapi dalam genosida yang mengerikan itu, kebanyakan dari mereka membedakan diri dengan melakukan perlawanan dan mampu melindungi para korban; dan hal ini dimungkinkan karena akar hidup bersama yang kuat tersebut. Kita di Roma memiliki seorang penyair Hungaria yang hebat yang telah melalui seluruh pencobaan ini dan memberitahu kaum muda tentang perlunya memperjuangkan cita-cita, tidak dikalahkan oleh penganiayaan, oleh keputusasaan. Penyair ini berusia 92 tahun hari ini : Selamat ulang tahun, Edith Bruck!

 

Tetapi bahkan hari ini, sebagaimana muncul dalam pertemuan dengan kaum muda dan dunia budaya, kebebasan berada di bawah ancaman. Bagaimana? Terutama dengan sarung tangan anak-anak, oleh konsumerisme yang membius, di mana kita puas dengan sedikit kesejahteraan materi dan, melupakan masa lalu, kita "mengapung" di dalam masa kini yang dibuat sesuai ukuran individu. Ini adalah penganiayaan berbahaya terhadap keduniawian, yang ditimbulkan oleh konsumerisme. Tetapi ketika memikirkan diri sendiri dan melakukan apa yang disukai merupakan satu-satunya hal yang penting, akar mati lemas. Ini adalah masalah di seluruh Eropa, di mana mendedikasikan diri untuk orang lain, merasakan kebersamaan, merasakan indahnya bermimpi bersama dan menciptakan keluarga besar berada dalam krisis. Seluruh Eropa berada dalam krisis. Maka marilah kita renungkan pentingnya menjaga akar, karena hanya dengan masuk ke dalam barulah cabang tumbuh ke atas dan berbuah. Kita masing-masing dapat bertanya pada diri kita sendiri, bahkan sebagai sebuah bangsa, kita masing-masing : apa akar terpenting dalam hidupku? Di mana aku berakar? Apakah aku mengingatnya, apakah aku peduli terhadapnya?

 

Setelah akar muncul gambaran kedua : jembatan. Budapest, lahir 150 tahun lalu dari penyatuan tiga kota, terkenal dengan jembatan yang melintasinya dan menyatukan ketiganya. Hal ini mengingatkan, terutama dalam pertemuan dengan pihak pemerintah, pentingnya membangun jembatan perdamaian antarbangsa. Hal ini, khususnya, merupakan panggilan Eropa, yang disebut sebagai "jembatan perdamaian", untuk menyertakan perbedaan dan menyambut orang-orang yang mengetuk pintunya. Dalam pengertian ini, jembatan kemanusiaan yang dibuat untuk begitu banyak pengungsi dari negara tetangga Ukraina, yang dapat saya temui seraya mengagumi jaringan amal kasih Gereja Hungaria yang luar biasa, sangatlah indah.

 

Negara ini juga sangat berketetapan hati membangun “jembatan untuk masa depan” : ada kepedulian besar terhadap pemeliharaan ekologi — dan ini adalah hal yang sangat, sangat indah tentang Hungaria — pemeliharaan ekologi dan masa depan yang berkelanjutan, serta karya yang sedang dilakukan untuk membangun jembatan antargenerasi, antara kaum tua dan kaum muda, sebuah tantangan yang tidak bisa ditinggalkan oleh siapa pun saat ini. Ada juga jembatan-jembatan yang memanggil Gereja, seperti yang muncul pada pertemuan khusus, untuk merentangkannya ke arah orang-orang dewasa ini, karena pewartaan Kristus tidak hanya berupa pengulangan masa lalu, tetapi selalu perlu diperbarui, untuk membantu manusia di zaman kita untuk menemukan kembali Yesus. Dan, akhirnya, mengenang dengan rasa syukur saat-saat liturgi yang indah, doa bersama komunitas Katolik-Yunani dan Perayaan Ekaristi yang khusyuk yang dihadiri begitu banyak orang, saya berpikir tentang keindahan membangun jembatan antarumat beriman: Misa hari Minggu dihadiri umat Kristiani dari berbagai ritus dan negara, dan denominasi berbeda, yang bekerjasama dengan baik di Hungaria. Membangun jembatan, jembatan kerukunan dan jembatan persatuan.

Pada kunjungan ini saya terkesan oleh pentingnya musik, yang merupakan ciri khas budaya Hungaria.

 

Akhirnya, saya ingin mengingatkan kembali, di awal bulan Mei, betapa sangat berdevosinya rakyat Hungaria kepada Bunda Suci Allah. Dipersembahkan kepadanya oleh raja pertama, Santo Stefanus, mereka biasa memanggilnya tanpa menyebutkan namanya, karena rasa hormat, memanggilnya hanya dengan gelar Ratu. Oleh karena itu, kepada Ratu Hungaria, kita mempercayakan negara tercinta itu; kepada Ratu Damai, kita mempercayakan pembangunan jembatan di dunia; kepada Ratu Surga, yang kita elu-elukan pada masa Paskah ini, kita mempercayakan hati kita agar berakar pada kasih Allah.

 

[Salam Khusus]

 

Saya menyampaikan sapaan hangat kepada para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang ikut serta dalam Audiensi hari ini, terutama kelompok dari Chad, Nigeria, Uganda, Selandia Baru, India, Indonesia, Filipina, Kanada, dan Amerika Serikat. Dalam sukacita Kristus yang bangkit, saya memohonkan atasmu dan keluargamu kerahiman Allah Bapa kita yang penuh kasih. Semoga Tuhan memberkati kamu semua!

 

[Ringkasan yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih : Dalam perjalanan apostolik saya baru-baru ini ke Hungaria, saya bertemu dengan orang-orang pemberani, yang sadar akan akar kekristenan mereka yang dalam dan terbuka untuk masa depan yang penuh harapan. Sejarah panjang kekudusan bangsa tersebut dimahkotai pada abad ke-20 oleh kesaksian banyak orang percaya selama penganiayaan NAZI dan Komunis. Budapest, kota jembatan, melambangkan tantangan yang dihadapi Hungaria, dan bahkan seluruh Eropa, untuk terus membangun jembatan kesetiakawanan dan perdamaian antarbangsa. Di sana saya menyaksikan secara langsung “jembatan kemanusiaan” yang dibuat untuk menyambut banyak pengungsi dari Ukraina, serta upaya rakyat Hungaria untuk membangun “jembatan untuk masa depan” melalui kepedulian terhadap lingkungan alam dan manusia serta upaya untuk memastikan masa depan yang berkelanjutan. Pada Misa yang mengesankan yang mengakhiri kunjungan saya, saya menyaksikan daya hidup Gereja di Hungaria dan ketetapan hatinya untuk memperkuat jembatan persaudaraan yang mempersatukan umat Kristiani dari berbagai ritus dan pengakuan. Saat kita memulai bulan Mei ini, yang didedikasikan untuk Bunda Maria, saya memohon kepadanya, Ratu Hungaria, untuk menjadi perantara bagi rakyat Hungaria tercinta dan kita semua, sehingga, berakar dalam iman, kita dapat membangun jembatan persatuan dan kerukunan. di komunitas dan di dunia kita.
______

(Peter Suriadi - Bogor, 3 Mei 2023)