Malam Paska adalah perayaan Paska yang sesungguhnya.
Pada abad-abad pertama sejarah Gereja yang dirayakan hanyalah malam atau vigili
Paska. Kebiasaan ini oleh Gereja diambil alih dari agama Yahudi (bdk. Kel
12:42: "Malam itu adalah malam berjaga-jaga bagi Tuhan"). Malam ini
merupakan fase terakhir dari masa puasa dan sekaligus awal dari perayaan Paska.
Maka malam ini terdiri dari bagian renungan dan mawas diri (bacaan mengenai penciptaan
manusia (Kej 1), imam Abraham (Kej 22), pembebasan dari Mesir melalui air Laut
Merah (Kel 14), mengenai belaskasihan Tuhan (Yes 54), ajakan untuk datang
kepada air hidup (Yes 55), janji kemuliaan (Barukh 3-4), pembersihan dengan air
(Yeh 36) - semuanya tujuh bacaan dari Perjanjian Lama, lalu datang perayaan
Paska sesungguhnya dengan bacaan dari Rm 6 mengenai permandian dan Injil
kebangkitan. Sebelum dirayakan Kamis Putih dan Jumat Agung dalam bagian
pertama, yang mengisi seluruh malam, juga dibacakan kisah sengsara. Dan yang
merupakan inti perayaan adalah peralihan dari dosa dan maut kepada rahmat
kehidupan.
Berpangkal pada Bacaan-bacaan
Baru dalam abad ke-4 ditambahkan bukan hanya
Trihari Suci, tetapi juga upacara lilin (termasuk pemberkatan api) dan upacara
permandian. Yang pertama tentu mempunyai alasan praktis: karena mereka
berkumpul seluruh malam, dan karena belum ada listrik, maka dibutuhkan lilin
yang besar. Dan dalam kerangka perayaan Paska, lilin itu kemudian dihormati
sebagai lambang Kristus, cahaya dunia. Upacara permandian dengan sendirinya
juga membawa serta pemberkatan air permandian, dan kemudian juga pembaharuan
janji permandian untuk mereka yang sudah dibaptis. Namun inti seluruh perayaan
malam Paska adalah tetap bacaan-bacaan; semua yang lain merupakan perkembangan
dan tambahan. Dan oleh karena sembilan bacaan (tujuh plus dua) dalam praktek sering
terasa terlampau banyak, maka ditetapkan sebagai minimum dua bacaan dari Perjanjian
Lama (termasuk Kel 14) dan dua dari Perjanjian Baru (surat dan Injil). Pokok
adalah tentu Injil mengenai makam kosong dan bacaan mengenai permandian, baik
permandian kristiani (Rm 6) maupun lambangnya, yakni "permandian" umat
Yahudi dalam Laut Merah (Kel 14). Tetapi pembatasan pada minimum ini tidak
berarti bahwa yang lain tidak penting. Semua tambahan dan perkembangan
dimaksudkan untuk menunjang dan menekankan yang pokok itu. Begitu juga lambang api,
cahaya dan air terang berfungsi sebagai simbol dari Kristus, yang membersihkan,
menerangi dan menghangatkan kita. Dan puncak seluruh perayaan sekarang adalah
tentu liturgi Ekaristi sendiri, yang berpusat pada pengenangan wafat dan
kebangkitan Kristus. Semua itu akhirnya harus mempersatukan hati kita dengan
misteri Kristus, yang mengambil bagian dalam kematian kita guna mengangkat kita
kepada kemuliaan hidup ilahi. Kita mengambil bagian dalam perayaan penuh simbol
dan renungan, agar supaya hidup Kristus yang mulia menjadi kekuatan hidup kita
yang dinyatakan dalam tugas dan kewajiban sehari-hari. Kita merayakan peralihan
Kristus dari kematian kepada kehidupan, tetapi dengan maksud supaya menyadari
bahwa dengan misteri hidup Kristus itu hidup kita sendiri dibebaskan dari
kematian dosa untuk mendapat kekuatan baru dalam hidup rahmat yang oleh
permandian dituangkan ke dalam hati kita.
Peralihan dari maut
kepada kehidupan
Tema pokok perayaan Paska adalah
peralihan dari maut kepada kehidupan, baik bagi Yesus sendiri maupun untuk kita
"yang telah dibaptis dalam Kristus" (Rm 6:3). Pembebasan Israel dari
Mesir (Kel 14:15-15,1) tidak hanya merupakan dasar dan titik awal perayaan
Paska Yahudi, tetapi juga melambangkan pembebasan kita. Melalui air permandian
kita pun dibebaskan dari perbudakan setan dan dosa. Perjalanan Israel melalui
Laut Merah merupakan awal hidup baru bagi seluruh bangsa Tetapi di dalam kisah
itu kentara sekali bahwa semua itu adalah karya dan anugerah Tuhan melulu.
Tanpa pertolongan Tuhan, Israel pasti menemukan kehancuran dalam Laut Merah,
ketika dikejar oleh tentara Firaun. Semua ini adalah lambang permandian. Dan
rasul Paulus juga tidak ragu-ragu berkata bahwa "mereka semua telah di baptis
dalam laut" (1 Kor 10,2). Tetapi ia menambahkan: "sesungguhpun
demikian Allah tidak berkenan kepada bagian terbesar dari mereka" (ayat 5).
Dan maksudnya amat jelas: "Semua itu telah terjadi sebagai contoh bagi
kita untuk memperingatkan kita" (ayat 6).
Maka uraiannya mengenai permandian juga diakhiri
Paulus dengan nasihat: "Hendaknya kamu menganggap dirimu mati terhadap
dosa, tetapi hidup unluk Allah dalam Kristus Yesus, Tuhan kita" (Rm 6:11)
Juga bagi kita berlaku bahwa permandian bukanlah jaminan. Memang benar, oieh permandian
"manusia-lama kita telah turut disalibkan. supaya tubuh-dosa kita hilang
kuasanya", tetapi daripada itu harus ditarik konsekuensi “agar jangan kita
menghambakan diri lagi kepada dosa" (ayat 6). Kita harus hidup sesuai
dengan janji baptis kita. Dan pihak kita. permandian adalah pernyataan iman
kita akan rahmat Allah yang menguatkan kita untuk mengikuti jejak Kristus.
Pertama-tama pada jalan salib, supaya selanjutnya "sama seperti Kristus telah
dibangkitkan dan antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan
hidup dalam hidup yang baru" (ayat 4).
Hidup yang baru itu sekarang ini masih
"tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah" (Kol 3:3). Maka
kita membutuhkan tanda hidup baru itu. Dan itu diberikan dalam Injil, khususnya
dalam kisah pcnampakan Yesus kepada wanita-wanita. Dalam perjumpaan mereka
dengan Yesus kata yang paling penting adalah sabda penghiburan "Jangan takut”.
Keyakinan akan kebangkitan dan kemuliaan Yesus harus merupakan dasar dan pegangan
bagi iman kita akan karya Allah dalam hidup kita sendiri. "Karena kita tahu,
bahwa Ia, yang telah membangkitkan Tuhan Yesus, akan membangkitkan kita juga,
bersama-sama dengan Yesus" (2Kor 4:14).