Saudara
dan saudari terkasih,
Bacaan
Pertama hari ini, dari Kitab Kebijaksanaan (Keb 2:12,17-20) berbicara tentang
penganiayaan terhadap orang-orang saleh, orang-orang yang “kehadiran semata”
mengganggu orang-orang durhaka. Orang-orang durhaka digambarkan sebagai
orang-orang yang menindas orang-orang miskin, yang tidak memiliki belas kasihan
kepada para janda dan tidak menunjukkan rasa hormat kepada orang-orang lanjut
usia (bdk. 2:17-20). Orang-orang durhaka meminta untuk percaya bahwa
"kekuasaan adalah norma keadilan". Mereka menguasai orang-orang yang
lemah, menggunakan kekuasaan mereka untuk memaksakan suatu cara berpikir, suatu
ideologi, suatu pola pikir yang sedang berlaku. Mereka menggunakan kekerasan
atau penindasan untuk menundukkan orang-orang yang hanya dengan kehidupan sehari-hari
mereka yang jujur, terus terang, kerja keras, dan suka bergaul, menunjukkan
bahwa semacam dunia yang berbeda, semacam masyarakat yang berbeda, adalah
mungkin. Orang-orang durhaka tidak puas dengan melakukan apa pun yang mereka
sukai, menyerah pada setiap perubahan keinginan mereka yang mendadak; mereka
tidak menginginkan orang lain, dengan berbuat baik, menunjukkan siapa mereka.
Dalam diri orang-orang durhaka, kejahatan selalu berusaha menghancurkan
kebaikan.
Tujuh puluh lima tahun yang lalu, bangsa ini menyaksikan penghancuran terakhir perkampungan orang-orang Yahudi di Vilnius; inilah puncak dari pembunuhan ribuan orang Yahudi yang telah dimulai dua tahun sebelumnya. Seperti yang kita baca dalam Kitab Kebijaksanaan, orang-orang Yahudi mengalami penghinaan dan hukuman yang kejam. Marilah kita memikirkan kembali saat-saat itu, dan memohon kepada Tuhan untuk memberi kita karunia kearifan untuk mendapati secara tepat waktu timbulnya sikap merusak apapun itu, setiap endusan yang dapat mencemari hati angkatan-angkatan yang tidak mengalami masa-masa itu dan kadang-kadang bisa diperoleh dengan nada-nada yang menandakan ancaman tersebut.
Yesus
dalam Injil memberitahu kita tentang suatu godaan yang terhadapnya kita harus
sangat berhati-hati : keinginan untuk menjadi yang terutama dan menguasai orang
lain, yang dapat tinggal di dalam setiap hati manusia. Seberapa sering terjadi
bahwa satu bangsa menganggap dirinya paling unggul, dengan perolehan hak yang
lebih besar, dengan perlunya mempertahankan atau memperoleh keistimewaan hak
yang lebih besar. Apa penangkal yang diajukan Yesus ketika dorongan ini muncul
di dalam hati kita atau di dalam hati masyarakat atau negara mana pun? Menjadi
yang terakhir dari semua dan hamba dari semua; pergi ke tempat yang tak seorang
pun inginkan pergi, ke tempat yang tak seorang pun bepergian,
pinggiran-pinggiran yang terjauh; melayani dan datang untuk mengenal
orang-orang yang hina dan yang terlantar. Jika kekuasaan berkaitan dengan hal
ini, jika kita sudi memperkenankan Injil Yesus Kristus mencapai kedalaman hidup
kita, maka "mendunianya kesetiakawanan" akan menjadi kenyataan. “Di
dunia kita ini, khususnya di beberapa negara, pelbagai wujud perang dan
pertikaian bergejolak kembali, akan tetapi kita umat kristiani harus tetap
teguh dalam niat kita untuk menghormati orang lain, untuk menyembuhkan
luka-luka, untuk membangun jembatan-jembatan, untuk memperkuat
hubungan-hubungan pribadi dan untuk 'bertolong-tolonglah menanggung bebanmu'
(Gal 6:2)” (Evangelii Gaudium, 67).
Di sini di Lithuania, kalian memiliki sebuah bukit salib, di mana ribuan orang, selama berabad-abad, telah menanam tanda salib. Saya meminta kalian, ketika kita sekarang berdoa Malaikat Tuhan, memohon kepada Maria untuk membantu kita semua menanam salib kita sendiri, salib pelayanan kita dan bertanggung jawab terhadap kebutuhan orang lain, di bukit tempat orang miskin tinggal, tempat diperlukannya perhatian dan kepedulian terhadap orang-orang yang tercampakkan dan kaum minoritas tersebut. Dengan cara ini, kita bisa menjauhkan kehidupan kita dan budaya kita dari kemungkinan untuk saling menghancurkan, meminggirkan, terus mencampakkan apa pun yang kita anggap merepotkan atau tidak nyaman.
Yesus
menempatkan seorang anak kecil di tengah-tengah kita, pada jarak yang sama dari
kita masing-masing, sehingga kita semua dapat merasa tertantang untuk
menanggapi. Ketika kita mengingat "ya" yang diucapkan oleh Maria,
marilah kita mohon kepadanya untuk menjadikan "ya" kita sama
berlimpah dan berbuah seperti "ya"-nya.
[Pendarasan doa Malaikat Tuhan]
Selamat hari Minggu! Selamat menikmati makan siang! – Gražaus sekmadienio! Skaniu pietu!
[Setelah pendarasan doa Malaikat
Tuhan]
Saudara dan saudari terkasih,
Saya ingin mengambil kesempatan ini untuk mengucapkan terima kasih kepada Yang Terhormat Presiden Republik Lithuania dan pihak berwenang Lithuania lainnya, serta juga kepada para uskup dan orang-orang yang telah membantu mereka dalam mempersiapkan kunjungan saya; saya menyampaikan terima kasih kepada semua orang yang dengan berbagai cara, dan tentu saja dengan doa-doa mereka, telah memberikan peran serta mereka.
Saya
ingin mendedikasikan pemikiran khusus pada hari-hari ini kepada komunitas
Yahudi. Sore ini saya akan berdoa di depan Monumen Korban Perkampuangan
Orang-orang Yahudi di Vilnius, pada peringatan tujuh puluh lima tahun
kehancurannya. Semoga Allah yang Mahatinggi memberkati dialog dan tanggung
jawab bersama untuk keadilan dan perdamaian.