Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 17 Oktober 2018 : TENTANG PERINTAH JANGAN MEMBUNUH (BAGIAN 2)

Saudara dan saudari terkasih, selamat pagi!

Hari ini saya ingin melanjutkan katekese tentang perintah kelima dari Dasa Firman, “Jangan membunuh". Kita sudah menekankan bagaimana Perintah ini mengungkapkan bahwa di mata Allah kehidupan manusia itu berharga, sakral dan tak bisa diganggu gugat. Tidak ada seorangpun yang bisa menghina kehidupan orang lain atau kehidupan kita sendiri. Manusia, pada kenyataannya, menyandang citra Allah di dalam dirinya dan merupakan sasaran dari kasih-Nya yang tak terbatas, apa pun keadaannya, yang di dalamnya ia dipanggil untuk berada.


Dalam perikop Injil (Mat 5:21-24), yang kita dengar beberapa saat yang lalu, Yesus mengungkapkan kepada kita makna yang sungguh lebih mendalam dari Perintah ini. Ia menegaskan bahwa, di hadapan pengadilan Allah, bahkan kemarahan terhadap saudara adalah suatu bentuk pembunuhan. Oleh karena itu, Rasul Yohanes sudi menulis, ”Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia" (1Yoh 3:15). Namun, Yesus tidak berhenti di sini dan, dengan nalar yang sama, Ia menambahkan bahwa penistaan dan penghinaan juga dapat membunuh. Dan kita terbiasa menghina, itu benar. Dan penghinaan datang kepada kita bagaikan nafas. Dan Yesus berkata kepada kita : “Hentikanlah, karena penghinaan menyakiti, penghinaan membunuh”. Penghinaan. "Tetapi aku ... mencemooh orang-orang ini”. Dan inilah suatu cara untuk membunuh martabat seseorang. Akan ada baiknya jika ajaran Yesus ini memasuki pikiran dan hati, dan kita masing-masing berkata : “Aku tidak akan pernah menghina siapa pun”. Ini akan menjadi ketetapan hati yang baik, karena Yesus berkata kepada kita : “Waspadalah, jika kamu mencemooh, jika kamu menghina, jika kamu membenci, ini adalah pembunuhan".

Tidak ada peraturan manusia yang menyamaratakan berbagai tindakan, memberikan tingkat penilaian yang sama pada mereka. Dan, secara terus menerus, Yesus sebenarnya mengajak untuk menunda persembahan korban di Bait Suci jika kita ingat bahwa seorang saudara tersakiti ketika berseteru dengan kita, guna pergi mencarinya dan berdamai dengannya. Ketika kita pergi ke Misa, kita juga harus memiliki sikap berdamai dengan orang-orang yang bermasalah dengan kita, termasuk jika kita berpikir buruk tentang mereka, jika kita menghina mereka. Namun, sangat sering, ketika kita menunggu imam datang dan mempersembahkan Misa, ada sedikit pergunjingan, berbicara buruk tentang orang lain. Tetapi hal ini tidak bisa dilakukan. Marilah kita memikirkan bobot penistaan, penghinaan, kebencian : Yesus menempatkannya dalam garis pembunuhan.

Apa yang ingin dikatakan Yesus, dengan memperluas titik ini hingga ranah perintah kelima? Manusia memiliki kehidupan yang mulia, yang sangat peka, dan ia memiliki "aku" yang tak terpisahkan yang tidak kurang penting ketimbang keberadaan fisiknya. Bahkan, kalimat yang tidak tepat cukup untuk menyinggung perasaan seorang anak yang tak berdosa. Sikap dingin cukup untuk melukai seorang perempuan. Tidak mempercayai seorang muda sudah cukup untuk mematahkan hatinya. Mengabaikan seseorang sudah cukup untuk membinasakannya. Ketidakpedulian membunuh. Bagaikan mengatakan kepada orang lain : "Kamu adalah <orang> mati bagiku", karena hatimu telah terbunuh. Tidak mengasihi adalah langkah pertama untuk membunuh; dan tidak membunuh adalah langkah pertama untuk mengasihi. Di awal Kitab suci kita membaca kalimat yang mengerikan yang keluar dari mulut sang pembunuh pertama, Kain, setelah Tuhan bertanya kepadanya di manakah adiknya berada, Kain menjawab : “Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?” (Kej 4:9).[1] Para pembunuh berbicara demikian : "itu bukan urusanku", "itu urusanmu sendiri", dan hal-hal serupa. Marilah kita mencoba menjawab pertanyaan ini : apakah kita penjaga saudara-saudara kita? Kita tentu saja! Kita adalah para penjaga satu sama lain! Dan inilah jalan kehidupan; jalan kehidupan adalah jalan tidak melakukan pembunuhan.

Kehidupan manusiawi membutuhkan kasih. Dan apakah kasih sejati? Kasih sejati adalah apa yang ditunjukkan Yesus kepada kita, yaitu, belas kasih. Kasih yang dengannya kita tidak boleh gagal adalah kasih yang mengampuni, yang menerima orang yang telah menyakiti kita. Tidak seorang pun dari kita dapat bertahan hidup tanpa belas kasih; kita semua membutuhkan pengampunan. Oleh karena itu, jika membunuh berarti menghancurkan, menyingkirkan, mengenyahkan seseorang, maka jangan membunuh berarti merawat, menghargai, menyertakan dan juga mengampuni.

Tidak ada seorang pun yang bisa memperdaya dirinya sendiri berpikir : "Aku baik-baik saja karena aku tidak melakukan kejahatan apa pun”. Mineral dan tumbuhan memiliki semacam keberadaan ini, tetapi bukan seorang manusia - seseorang - seorang laki-laki atau seorang perempuan - tidak. Tentang seorang laki-laki atau seorang perempuan ditanyakan lebih lanjut. Ada baiknya dilakukan, dipersiapkan oleh kita masing-masing, masing-masing orang, yang membuat kita berlanjut hingga kesudahan.

"Jangan membunuh" adalah sebuah seruan untuk mengasihi dan berbelas kasih; "jangan membunuh" adalah sebuah panggilan untuk hidup sesuai dengan Tuhan Yesus, yang memberikan nyawa-Nya bagi kita dan dibangkitkan bagi kita. Kita semua pernah mengulangi bersama-sama, di sini di Lapangan Santo Petrus, kalimat seorang Santo tentang hal ini. Mungkin itu akan membantu kita : "Tidak melakukan kejahatan adalah hal yang baik, tetapi tidak melakukan kebaikan tidaklah baik". Kita harus selalu berbuat baik, melampauinya. Dialah, Tuhan, yang sedang menjelma, telah menguduskan keberadaan kita; Dialah, yang dengan darah-Nya, telah menjadikannya tak ternilai; Dialah, “Pemimpin kepada yang hidup” (Kis 3:15), berterima kasih kepada masing-masing orang adalah karunia Bapa. Di dalam Dia, kasih-Nya lebih kuat daripada kematian, dan oleh kuasa Roh yang diberikan Bapa kepada kita, kita dapat menerima firman “Jangan membunuh” sebagai seruan yang paling penting dan hakiki : yaitu, jangan membunuh adalah sebuah panggilan yang mengasihi.

[Sambutan dalam bahasa Italia]

Salam hangat disampaikan kepada para peziarah yang berbahasa Italia.

Saya dengan senang hati menerima para anggota Kapitel para misionaris Benediktin di Tutzing dan para peserta dalam Kongres Radio Maria Sedunia.

Saya menyambut kelompok-kelompok paroki; personil militer dan sipil dari Komando Logistik Aeronotika Militer; Delegasi "Umat Keluarga”; Pusat Manfaat Anak-anak Italia; Lembaga Haemopati Anak dan Komunitas Vila Santo Fransiskus.

Pemikiran khusus tertuju kepada kaum muda, kaum lanjut usia, orang-orang sakit, dan para pengantin baru. Hari ini adalah peringatan liturgi Santo Ignatius dari Antiokia, Uskup dan martir di Roma. Dari sang uskup Suriah dahulu kala yang kudus ini, kita belajar untuk memberikan kesaksian iman kita dengan berani. Melalui pengantaraannya, semoga Tuhan memberi kita masing-masing kekuatan untuk bertekun, kendati mengalami kesengsaraan dan penganiayaan.

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

Saudara dan saudari terkasih : Dalam katekese lanjutan kita tentang Dasa Firman, kita
sekarang beralih ke perintah yang kelima : “Jangan membunuh”, yang mengungkapkan betapa berharganya kehidupan manusia di mata Allah; kita diciptakan menurut citra-Nya karena kasih-Nya yang tak terbatas bagi kita. Tetapi kita belajar bahwa ada cara-cara lain untuk "membunuh" seseorang : kemurkaan, penghinaan, cibiran dan ketidakpedulian terhadap orang lain dapat membunuh, barangkali bukan tubuh jasmani mereka, tetapi lebih kepada roh yang tak terlihat di dalam diri mereka. Meskipun lawan dari pembunuhan mungkin tampaknya jangan membunuh, itu hanyalah langkah pertama menuju kasih. Kita perlu melakukan kebalikan dari apa yang dilakukan Kain terhadap Habel : kita masing-masing adalah para penjaga, para pelindung, dan para pamong orang lain. Untuk hal ini kita membutuhkan kasih dan belas kasih Kristus. Perintah jangan membunuh adalah panggilan untuk mengasihi dan berbelas kasih, panggilan untuk hidup sesuai dengan kehidupan Tuhan Yesus, yang memberi kita kehidupan dengan bangkit menuju kehidupan; kehidupan ini adalah karunia Bapa bagi kita masing-masing.



[1]bdk. Katekismus Gereja Katolik, 2259 : Dalam kisah pembunuhan Abel oleh saudaranya Kain, Alkitab mewahyukan bahwa di dalam manusia, sudah sejak awal sejarahnya, bekerja kemurkaan dan kecemburuan sebagai akibat dosa asal. Manusia telah menjadi musuh bagi sesama manusia. Allah menyatakan, betapa jahatnya pembunuhan saudara itu: "Apakah yang telah kau perbuat ini? Darah adikmu itu berteriak kepada-Ku dari tanah. Maka sekarang, terkutuklah engkau, terbuang jauh dari tanah yang mengangakan mulutnya untuk menerima darah adikmu itu dari tanganmu" (Kej 4:10-11).