Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 2 Januari 2019 : DOA BAPA KAMI - DOA HARUS DILAKUKAN DARI HATI (MATIUS 6:5-6)

Saudara dan saudari yang terkasih, selamat pagi dan selamat Tahun Baru!

Kita melanjutkan katekese kita tentang doa "Bapa Kami", diterangi oleh misteri Natal yang baru saja kita rayakan.

Injil Matius menempatkan teks doa "Bapa Kami" di titik strategis, pada pusat Khotbah di Bukit (bdk. 6:9-13). Sementara itu kita mengamati pemandangan itu : Yesus naik ke atas bukit dekat danau, Ia duduk; di sekelilingnya Ia memiliki lingkaran murid-murid terdekat-Nya, dan kemudian orang banyak berwajah tak dikenal. Kumpulan yang beraneka ragam ini yang pertama-tama menerima penyampaian doa “Bapa Kami”.


Penempatan, seperti yang saya katakan, sangat penting, karena dalam pengajaran yang panjang ini, yang bertuliskan "Khotbah di Bukit" (bdk. Mat 5:1-7,27), Yesus mengentalkan aspek-aspek dasariah pesan-Nya. Permulaan tersebut adalah seperti sebuah busur yang dihias secara meriah : Sabda Bahagia. Yesus memahkotai dengan kebahagiaan serangkaian kelompok orang yang, pada zaman-Nya - tetapi juga pada zaman kita! - tidak begitu dihargai. Berbahagialah orang yang miskin, lemah lembut, murah hati, rendah hati ... Inilah revolusi Injil. Di mana pun ada Injil, di sana ada revolusi. Injil tidak membuat kita diam, ia mendorong kita, ia bersifat revolusioner. Semua orang yang mampu mengasihi, para pencipta perdamaian yang sampai saat itu akhirnya berada di pinggiran sejarah, malahan adalah para pembangun Kerajaan Allah. Seolah-olah Yesus mengatakan : majulah kamu yang menanggung dalam hatimu misteri Allah yang telah mengungkapkan kemahakuasaan-Nya dalam kasih dan dalam pengampunan!

Dari pintu masuk ini, yang membalikkan nilai-nilai sejarah, muncul kebaruan Injil. Hukum tidak boleh dihapuskan tetapi membutuhkan penafsiran baru, yang membawanya kembali ke makna aslinya. Jika seseorang memiliki hati yang baik, cenderung mengasihi, maka ia memahami bahwa setiap sabda Allah harus dijelmakan hingga akibat-akibat akhirnya. Kasih tidak memiliki batas : kita dapat mengasihi pasangan kita, teman kita, dan bahkan musuh kita dari sudut pandang yang sama sekali baru. Yesus berkata, “Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar” (Mat 5:44-45). Inilah rahasia agung yang mendasari seluruh Khotbah di Bukit : jadilah anak-anak Bapamu yang di surga. Kiranya, bab-bab Injil Matius ini tampaknya merupakan sebuah khotbah moral; bab-bab tersebut tampaknya membangkitkan semacam etika yang menuntut sepertinya terlihat tidak mudah diterapkan, tetapi malahan kita mendapati bahwa bab-bab tersebut terutama adalah sebuah wacana teologis. Orang Kristiani bukanlah orang yang bertanggung jawab untuk menjadi lebih baik dari orang lain : ia tahu ia adalah orang berdosa seperti semua orang. Orang Kristiani hanyalah orang yang berhenti di depan Sang Semak Duri Yang Menyala yang baru, pewahyuan seorang Allah yang tidak menyandang teka-teki nama yang tidak dapat diucapkan, tetapi yang meminta anak-anak-Nya untuk memohon kepada-Nya dengan nama "Bapa", memperkenankan diri mereka diperbarui oleh kuasa-Nya dan mencerminkan sinar kebaikan-Nya bagi dunia ini yang begitu haus akan kebaikan, jadi dalam pengharapan akan Kabar Baik.

Karena itu, lihatlah bagaimana Yesus memperkenalkan ajaran doa “Bapa Kami”. Ia melakukannya, menjauhkan diri-Nya dari dua kelompok pada zaman-Nya - pertama-tama, orang-orang munafik. “Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang” (Mat 6:5). Ada orang-orang yang mampu menenun doa-doa ateis, tanpa Allah, dan mereka melakukannya untuk dikagumi oleh orang-orang. Dan seberapa sering kita melihat skandal orang-orang ini yang pergi ke gereja dan ada di sana sepanjang hari atau pergi ke sana setiap hari dan kemudian hidup membenci orang lain atau berbicara buruk tentang orang-orang. Ini adalah sebuah skandal! Sebaiknya tidak pergi ke gereja, jika kita hidup dengan cara ini, seolah-olah kita adalah seorang ateis.

Tetapi, jika kalian pergi ke gereja, hiduplah sebagai seorang putra, sebagai seorang saudara dan berikanlah kesaksian yang benar, bukan kesaksian yang bertentangan.

Doa Kristiani, sebaliknya, tidak memiliki saksi yang dapat dipercaya selain hati nurani kita, di mana dialog yang berkesinambungan dengan Bapa terjalin erat. “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi” (Mat 6:6).

Kemudian Yesus menjauhkan diri-Nya dari doa orang-orang yang tidak mengenal Allah. “Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele ... Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan" (Mat 6:7). Di sini, mungkin, Yesus menyinggung "captatio benevolentiae" tersebut, yang merupakan dasar pemikiran yang diperlukan oleh begitu banyak doa kuno : dengan cara tertentu keilahian harus disanjungkan oleh serangkaian pujian, juga doa, yang panjang. Kita memikirkan adegan di Gunung Karmel itu, ketika nabi Elia menantang para imam Baal. Mereka sedang berteriak-teriak, menari, meminta begitu banyak hal sehingga tuhan mereka sudi mendengarkan mereka. Dan, sebaliknya, Elia diam dan Tuhan menyatakan diri-Nya kepada Elia. Orang-orang yang tidak mengenal Allah berpikir bahwa kita berdoa dengan berbicara, berbicara, berbicara. Dan saya juga memikirkan begitu banyak orang Kristiani yang berpikir bahwa berdoa adalah - permisi - "berbicara kepada Allah seperti seekor burung beo". Tidak!

Doa dilakukan dari hati, dari dalam batin. Sebaliknya, Yesus mengatakan, berpalinglah kepada Allah seperti seorang putra kepada bapanya, "yang mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya" (bdk Mat 6:8).

Doa "Bapa Kami" juga bisa menjadi doa yang hening. Pada dasarnya, cukup menempatkan diri kita di bawah tatapan Allah, mengingat kasih-Nya sebagai Bapa, dan ini sudah cukup untuk didengar. Berpikir bahwa Allah kita tidak membutuhkan pengorbanan untuk mendapatkan perkenan-Nya adalah baik! Allah kita tidak membutuhkan apa-apa! Ia hanya meminta agar, dalam doa, kita memiliki saluran komunikasi yang terbuka terhadap-Nya, untuk mendapati diri kita sungguh anak-anak-Nya yang terkasih. Dan Ia sangat mengasihi kita.

[Sambutan dalam bahasa Italia]

Sambutan hangat tertuju kepada para peziarah berbahasa Italia.

Saya senang menerima para anggota Kapitel Kesatuan Santa Katarina dari Siena, para anggota Kapitel Para Misionaris Sekolah, dan para peserta Perkemahan yang diselenggarakan oleh Lembaga International Lions Club.

Saya menyambut kelompok-kelompok paroki, khususnya paroki Caserta; paroki Santa Croce di Torre del Greco dan paroki Santo Mikael Aprilia; para pemangku jabatan paroki Santo Bonaventura Cadoneghe - tetapi kalian begitu banyak -; para sahabat dan para relawan Fraterna Domus serta, secara khusus, saya ingin menyambut dan berterima kasih kepada Seniman Circus Kuba. Dengan pertunjukan mereka, mereka menghadirkan keindahan, keindahan yang membutuhkan begitu banyak upaya - kita melihatnya - begitu banyak pelajaran, begitu banyak yang terjadi ... Tetapi keindahan selalu mengangkat hati, keindahan membuat kita semua lebih baik. Keindahan menuntun kita menuju kebaikan; ia menuntun kita juga kepada Allah. Terima kasih banyak dan teruskan cara ini, menyampaikan keindahan ke seluruh dunia. Terima kasih!

Secara khusus saya memikirkan kaum muda, kaum tua, orang-orang sakit dan para pengantin baru. Hari Minggu depan kita akan merayakan Hari Raya Penampakan Tuhan. Seperti para Majus, kita juga mengangkat pandangan kita ke Surga; hanya dengan cara ini kita dapat melihat bintang yang mengundang kita mengikuti jalan kebaikan. Selamat Tahun untuk semua.

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh penutur]

Saudara dan saudari terkasih : Dalam sukacita masa Natal, kita sekarang melanjutkan katekese kita tentang Doa Bapa Kami. Dalam Injil Matius, Yesus memberi kita doa ini selama Khotbah di Bukit, yang dimulai dengan Sabda Bahagia. Dengan memberitakan orang yang berbahagia adalah orang yang miskin, lemah lembut, murah hati dan rendah hati, Yesus mengajarkan bahwa keempat hal itulah yang mengantar masuk Kerajaan Allah. Hukum Taurat, dengan perintah-perintahnya, dengan demikian, menemukan penggenapannya dalam Injil kasih dan pendamaian. Yesus, Sang Putra yang menjelma, menjadikan kita saudara dan saudari-Nya, putra dan putri Bapa surgawi kita. Namun, sebelum memberikan kita doa "Bapa Kami", Yesus pertama-tama memperingatkan kita akan dua perintang dalam berdoa. Perintang yang pertama adalah kemunafikan, penampilan lahiriah tanpa pertobatan batin dan kerendahan hati. Perintang yang kedua adalah formalitas dan keduniawian semata, menyampaikan permohonan tanpa teduhnya semangat keterbukaan terhadap kehendak Allah. Sebaliknya, doa kita harus merupakan doa putra dan putri, percaya kepada Bapa yang tahu apa yang kita butuhkan bahkan sebelum kita memohon kepada-Nya. Dengan semangat ini, kita dapat mengangkat pikiran dan hati kita kepada Bapa serta berani berdoa dengan kata-kata yang diberikan Putra-Nya kepada kita.

Saya menyambut para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang mengambil bagian dalam Audiensi hari ini, terutama yang berasal dari Irlandia, Australia, Korea Selatan, Kanada, dan Amerika Serikat. Saya berterima kasih kepada paduan suara atas pujian mereka kepada Allah dalam lagu. Semoga kalian dan keluarga-keluarga kalian menyimpan sukacita masa Natal ini dalam hati dan dalam doa mendekati Sang Juruselamat yang telah tinggal di antara kita. Allah memberkati kalian!