Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 13 Februari 2019 : TENTANG DOA BAPA KAMI - CARA YESUS BERDOA (LUKAS 10:21-22)

Saudara dan saudari yang terkasih, selamat pagi!

Kita melanjutkan perjalanan kita untuk belajar berdoa dengan lebih baik seperti yang diajarkan Yesus kepada kita. Kita harus berdoa sebagaimana yang Ia ajarkan kepada kita untuk dilakukan. Ia mengatakan : ketika kamu berdoa, masuklah dalam keheningan kamarmu, mundurlah dari dunia, dan berpalinglah kepada Allah dan memanggil-Nya “Bapa!”. Yesus ingin agar murid-murid-Nya tidak menjadi seperti orang-orang munafik, yang berdoa sambil berdiri tegak di lapangan supaya dikagumi oleh orang banyak (bdk. Mat 6:5). Yesus tidak menginginkan kemunafikan. Doa sejati adalah doa yang tercipta dalam rahasia hati nurani, rahasia hati : tak terselidiki, hanya dapat dilihat oleh Allah - Allah dan saya. Doa sejati menghindari kepalsuan : tidaklah mungkin berpura-pura dengan Allah. Tidaklah mungkin. Di hadapan Allah tidak ada trik yang memiliki kekuatan; Allah mengenal kita sedemikian rupa, telanjang dalam hati nurani, dan kita tidak dapat berpura-pura. Dialog dengan Allah berakar pada sebuah dialog yang hening, seperti temu pandang antara dua orang yang saling mencintai : manusia dan Allah : pandangan kita bertemu, dan inilah doa. Memandang Allah sama dengan membiarkan diri kita dipandang oleh Allah : inilah berdoa. "Tetapi Bapa, aku tidak mengatakan apa-apa ...". Pandanglah Allah dan biarkanlah Ia memandangmu: Itulah doa, doa yang indah!


Tetapi, meskipun doa seorang murid sepenuhnya bersifat rahasia, doa tersebut tidak pernah jatuh ke dalam "keintiman". Dalam rahasia hati nuraninya, orang Kristiani tidak meninggalkan dunia di luar pintu kamarnya tetapi membawa orang-orang dan berbagai situasi di dalam hatinya, berbagai permasalahan mereka, begitu banyak hal, semua dibawa ke dalam doa.

Ada ketidakhadiran yang mengesankan dalam teks doa “Bapa Kami”. Jika saya bertanya kepada kalian apa ketidakhadiran yang mengesankan dalam teks doa “Bapa Kami”? Tidak akan mudah dijawab. Ada sebuah kata yang hilang. Kalian semua berpikir : apa yang hilang dalam doa "Bapa Kami"?

Pikirkanlah apa yang hilang. Sebuah kata, sebuah kata yang ada di zaman kita - tetapi mungkin selalu - setiap orang memiliki perhatian yang besar. Apa kata yang tidak ada dalam "Bapa Kami" yang kita doakan setiap hari? Untuk menghemat waktu, saya akan mengatakannya : tidak ada kata "aku". "Aku" tidak pernah diucapkan. Yesus mengajarkan bahwa dalam berdoa kata pertama yang terucap di bibir kita adalah "Kamu", karena doa Kristiani adalah dialog : "Dimuliakanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu". Bukan namaku, kerajaanku, kehendakku. Bukan "aku", seharusnya tidak. Dan kemudian doa beralih ke kata "kami". Seluruh bagian kedua doa "Bapa Kami" mengerucut dalam bentuk orang pertama jamak : "berikanlah kami rejeki pada hari ini, dan ampunilah kesalahan kami, dan janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan, tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat”. Bahkan berbagai permohonan manusiawi yang paling dasariah - seperti meminta makanan untuk meredakan rasa lapar - semuanya ada dalam bentuk jamak. Dalam doa Kristiani, tidak ada orang yang meminta rejeki untuk dirinya sendiri : Berilah aku rejeki pada hari ini - tidak - berilah kami, ia memohon untuk semua orang, untuk semua orang miskin di dunia. Hal ini tidak boleh dilupakan, tidak ada kata "aku". Kita berdoa dengan "Kamu" dan dengan "kami". Sebuah ajaran Yesus yang baik; jangan melupakannya.

Mengapa? - karena dalam dialog dengan Allah tidak ada ruang untuk individualisme. Tidak ada peragaan berbagai permasalahan kita sendiri seolah-olah kita adalah satu-satunya yang menderita di dunia ini. Tidak ada doa yang dipanjatkan kepada Allah yang bukan doa umat, "doa kita" : kita berada dalam komunitas; kita adalah saudara dan saudari; kita adalah sebuah umat yang berdoa, “kita”. Suatu kali seorang imam penjara bertanya kepada saya : “Bapa, katakanlah kepada saya, apa lawan kata 'aku'?". Dan saya, dengan polos, mengatakan : "Kamu". "Inilah awal peperangan. Lawan kata ‘aku' adalah 'kita', ’di mana terletak kedamaian, bersama-sama”. Ini adalah ajaran yang baik yang saya terima dari imam tersebut. Dalam doa, orang Kristiani menanggung seluruh kesulitan orang-orang yang tinggal di sekitarnya : ketika malam tiba, ia memberitahu Allah tentang kesedihan yang telah ditemuinya hari itu : ia menempatkan di hadapan-Nya banyak wajah, dengan bersahabat dan juga bermusuhan, ia tidak menghalau banyak wajah tersebut sebagai gangguan yang berbahaya. Jika kita tidak menyadari bahwa di sekitar kita ada begitu banyak orang yang sedang menderita, jika kita tidak tergerak oleh air mata orang miskin dan terbiasa dengan segala sesuatu, maka apakah itu mengartikan bagaimana hatinya? Tidak, lebih buruk lagi, hatinya terbuat dari batu. Dalam hal ini, ada baiknya memohon kepada Tuhan untuk menjamah kita dengan Roh-Nya dan melembutkan hati kita. "Tuhan, lembutkanlah hatiku". Sebuah doa yang indah. "Tuhan, lembutkanlah hatiku. Agar aku dapat memahami dan mengambil alih seluruh permasalahan, seluruh kesedihan orang lain”. Dengan terpengaruh Kristus berlalu di samping kesengsaraan dunia : setiap kali Ia merasakan kesepian, penderitaan sakit tubuh atau roh, Ia merasakan kasih sayang yang kuat, seperti lubuk hati yang terdalam seorang ibu. “Perasaan belas kasihan” ini - janganlah kita melupakan kata yang sangat Kristiani ini : merasakan belas kasihan - salah satu kata kunci dari Injil : kata kunci tersebut yang mendorong orang Samaria yang baik hati untuk mendekati orang yang terluka di pinggir jalan, sebagai lawan dari orang lain yang memiliki hati yang keras.

Kita dapat bertanya pada diri sendiri : ketika saya berdoa, apakah saya membuka diri terhadap jeritan begitu banyak orang yang dekat dan jauh? Atau apakah saya menganggap doa sebagai semacam obat bius, agar bisa lebih tenang? Saya mengajukan pertanyaan di sana; masing-masing menjawab untuk dirinya sendiri. Dalam hal ini, saya akan menjadi korban sebuah kesalahan yang mengerikan. Doa saya tentu tidak lagi menjadi doa Kristiani, karena “kami” itu, yang diajarkan Yesus kepada kita, menghalangi saya untuk hidup dalam damai, dan membuat saya merasa bertanggung jawab atas saudara-saudari saya.

Ada orang-orang yang tampaknya tidak mencari Allah, tetapi Yesus membuat kita mendoakan mereka juga karena Allah mencari orang-orang ini. Yesus tidak datang untuk orang sehat tetapi untuk orang sakit dan orang berdosa (bdk. Luk 5:31) - yaitu, untuk semua orang, karena barangsiapa yang berpikir ia sehat pada kenyataannya tidaklah demikian. Jika kita bekerja untuk keadilan, janganlah kita merasa diri kita lebih baik daripada orang lain : Bapa menerbitkan matahari bagi orang yang baik dan orang yang jahat (bdk. Mat 5:45). Bapa mengasihi semua orang! Marilah kita belajar dari Allah yang selalu baik kepada semua orang, berbeda dengan kita yang hanya bisa baik hanya kepada beberapa orang, kepada seseorang yang kita sukai.

Saudara dan saudari, orang-orang kudus dan orang-orang berdosa, kita semua adalah saudara yang dikasihi oleh Bapa yang sama. Dan, di akhir kehidupan, kita akan dihakimi berdasarkan kasih, berdasarkan bagaimana kita mengasihi. Bukan hanya kasih yang terbawa perasaan, tetapi kasih sayang yang terwujud, seturut kaidah injili - jangan melupakannya! - “Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40). Demikianlah yang dikatakan Tuhan. Terima kasih.

[Sambutan dalam bahasa Italia, kepada para peziarah Polandia]

Dengan hangat saya menyambut umat Polandia. Mempertimbangkan pesan katekese hari ini, sering-seringlah mendaraskan doa Bapa Kami dan nikmatilah kedekatan Allah. Mohonkanlah rejeki hari ini, ingatlah tidak hanya diri kalian dan orang-orang yang kalian kasihi, tetapi juga orang-orang yang tidak dikenal, yang mengalami cobaan, yang terlupakan yang tinggal jauh, yang mungkin lebih membutuhkan kebaikan, kedamaian pikiran, keadilan, rejeki, pemahaman. Allah memberkati kalian.

[Sambutan dalam bahasa Italia]

Sambutan hangat tertuju kepada para peziarah berbahasa Italia.

Saya senang menerima para peserta dalam Kursus untuk orang-orang yang bertanggung jawab atas formasi tetap Klerus di Amerika Latin, yang diselenggarakan oleh Kongregasi untuk Klerus dan para Suster Rasul Hati Kudus Yesus.

Saya menyambut paroki-paroki, khususnya Paroki Lanciano dan Paroki San Giorgio, Sannio; kelompok jurnalis Askanews, yang sedang mengalami masa sulit; Institut Kanker Nasional; Institut Pemasyarakatan Remaja Airola; anak-anak sekolah, terutama Institut Roma <Campuran> dan Sekolah Sepak Bola Polla-Vallo, Diano.

Secara khusus saya memikirkan kaum muda, kaum tua, orang-orang sakit, dan para pengantin baru.

Besok kita merayakan Pesta Santo Sirilus dan Santo Metodius, penginjil bangsa-bangsa Slavia dan pelindung Eropa. Semoga keteladanan mereka membantu kita untuk menjadi, di setiap ranah kehidupan, murid dan misionaris bagi pertobatan orang-orang yang terasing, maupun orang-orang yang lebih dekat. Semoga kasih mereka bagi Tuhan memberi kita kekuatan untuk mendukung setiap pengorbanan, sehingga Injil menjadi pedoman dasariah kehidupan kita. Terima kasih.

Untuk memberikan berkat, saya ingin memakai stola ini, yang kemarin dibawa kepada saya oleh Kelompok Valdocco dan dibuat oleh para perempuan bangsa Wichis, bangsa pribumi dari sebuah budaya yang luar biasa.

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

Saudara dan saudari yang terkasih: Dalam katekese lanjutan kita tentang doa "Bapa Kami", marilah kita terus belajar dari Yesus bagaimana berdoa seperti yang diajarkan-Nya. Doa yang sejati tercipta di dalam lubuk hati yang intim yang hanya dapat dilihat oleh Allah. Doa yang sejati adalah sebuah dialog hening, seperti pandangan antara dua orang yang sedang jatuh cinta. Namun dengan cara ini, orang Kristiani tidak melupakan dunia, melainkan membawa umatnya dan kebutuhannya ke dalam doa. Kita memperhatikan tidak adanya kata "aku" dalam doa "Bapa Kami". Sebaliknya, Yesus mengajarkan kita untuk berdoa : "datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu". Paruh kedua doa "Bapa Kami" kemudian bergerak dari "milik-Mu" ke "milik kami" : "berilah kami rejeki pada hari ini; ampunilah kesalahan kami”. Penggunaan bentuk jamak ini menunjukkan bahwa doa orang Kristiani tidak pernah meminta rejeki hanya untuk satu orang, tetapi selalu atas nama orang lain. Kemudian, dalam doa kita, apakah kita membuka hati kita terhadap jeritan orang lain? Kita semua adalah anak-anak Allah, dan pada akhir hidup kita, kita akan dihakimi atas bagaimana kita telah mengasihi. Bukan kasih yang mnyentuh perasaan tetapi kasih yang berwujud dan berbelas kasih, seperti terlihat dalam sabda Allah : "Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku" (Mat 25:40).

Saya menyambut para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, terutama yang berasal dari Swedia, Australia, Hongkong, Korea Selatan, Filipina dan Amerika Serikat. Atas kalian semua dan keluarga-keluarga kalian, saya memohonkan berkat sukacita dan kedamaian Tuhan. Allah memberkati kalian!