Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 24 April 2019 : TENTANG DOA BAPA KAMI - SEPERTI KAMI PUN MENGAMPUNI YANG BERSALAH KEPADA KAMI (bdk. Mat 18:21-22)

Saudara dan saudari yang terkasih, selamat pagi!

Hari ini kita menyelesaikan katekese yang berkenaan dengan pertanyaan kelima dari doa "Bapa Kami", berhenti pada ungkapan "seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami" (Mat 6:12). Kita telah melihat bahwa manusia layak berhutang di hadapan Allah : kita telah menerima segalanya dari Dia, dalam hal kodrat dan rahmat. Hidup kita tidak hanya dikehendaki tetapi juga dikasihi oleh Allah. Sungguh tidak ada ruang untuk menduga-duga ketika kita mengatupkan tangan untuk berdoa. "Manusia yang dijadikan sendiri" tidak ada di dalam Gereja - manusia yang menjadikan diri mereka sendiri. Kita semua adalah orang yang berhutang kepada Allah dan kepada banyak orang yang telah memberi kita kondisi kehidupan yang menyenangkan. Jatidiri kita dibangun dari kebaikan yang diterima. Yang pertama adalah kehidupan.


Orang yang berdoa belajar untuk mengatakan "terima kasih". Dan kita begitu sering lupa mengatakan "terima kasih". Kita egois. Orang yang berdoa belajar untuk mengatakan, "terima kasih", dan memohon kepada Allah untuk bermurah hati kepadanya. Berusaha sebaik mungkin pun, hutang yang sangat besar masih ada di hadapan Allah, yang tidak akan pernah bisa kita pulihkan : Ia mengasihi kita tanpa batas melebihi kita mengasihi-Nya. Dan kemudian, berusaha sekuat tenaga untuk hidup sesuai dengan ajaran Kristiani pun akan selalu ada sesuatu dalam hidup kita yang dimohonkan pengampunan : kita memikirkan hari-hari yang dihabiskan dengan bermalas-malasan, saat-saat di mana kebencian memenuhi hati kita, dan seterusnya. Sayangnya, pengalaman-pengalaman ini tidak jarang, yang membuat kita memohon : "Tuhan, Bapa, ampunilah kesalahan kami". Jadi kita memohon pengampunan kepada Allah.

Jika kita berpikir sebagaimana mestinya, permohonan juga dapat dibatasi pada bagian pertama ini; akan ada baiknya. Sebaliknya, Yesus melengkapinya dengan ungkapan kedua yang secara keseluruhan menjadi satu dengan ungkapan yang pertama. Hubungan tegak lurus kemurahan hati di pihak Allah dibiaskan dan kita dipanggil untuk menerjemahkannya ke dalam hubungan baru yang kita jalani dengan saudara-saudara kita : hubungan mendatar. Allah yang baik mengundang kita untuk menjadi sama sekali baik. Dua bagian dari permohonan ini saling terkait erat tanpa kenal ampun satu sama lain : kita memohon kepada Tuhan untuk mengampuni kesalahan kita, dosa kita “seperti” kita pun mengampuni teman-teman kita, orang-orang yang hidup bersama kita, sesama kita, orang-orang yang telah melakukan sesuatu yang buruk terhadap kita.

Setiap umat Kristiani mengetahui bahwa pengampunan dosa ada untuknya; kita semua mengetahui hal ini : Allah mengampuni segalanya dan selalu mengampuni. Ketika Yesus memberitahu wajah Allah kepada para murid-Nya, Ia menguraikannya dengan ungkapan belas kasihan yang lembut. Ia mengatakan bahwa ada sukacita di surga karena satu orang berdosa yang bertobat lebih daripada sukacita karena sejumlah besar orang benar yang tidak memerlukan pertobatan (bdk. Luk 15:7.10). Keempat Injil tidak memperkenankan kita berburuk sangka bahwa Allah tidak mengampuni dosa orang yang bersikap baik dan memohon untuk kembali dirangkul.

Namun, rahmat Allah, yang begitu berlimpah, selalu menantang. Orang yang telah menerima begitu banyak rahmat harus belajar untuk memberikan sebanyak-banyaknya dan tidak mempertahankan untuk dirinya sendiri apa yang telah ia terima. Orang yang telah menerima banyak harus belajar memberi banyak. Bukan kebetulan bahwa Injil Matius, segera setelah memberikan teks doa “Bapa Kami”, berhenti sejenak, di antara tujuh ungkapan yang digunakan, untuk menekankan kenyataan tentang pengampunan persaudaraan itu : "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu" (Mat 6:14-15). Tetapi hal ini kuat! Saya pikir : kadang-kadang saya pernah mendengar orang-orang yang mengatakan : "Aku tidak akan pernah mengampuni orang itu! Aku tidak akan pernah mengampuni apa yang telah mereka lakukan terhadapku!” Namun, jika kamu tidak mengampuni, Allah tidak akan mengampunimu. Kamu menutup pintu. Marilah kita berpikir entah kita mampu mengampuni atau entah kita tidak mengampuni. Ketika saya berada di keuskupan lain, dengan gelisah seorang imam mengatakan kepada saya bahwa ia telah pergi untuk memberikan sakramen terakhir kepada seorang perempuan tua yang sedang menghadapi ajal. Ibu yang malang itu tidak bisa berbicara. Dan imam itu mengatakan kepadanya, “Ibu, apakah kamu menyesal atas dosa-dosamu?” Ibu itu menjawab ya; ia tidak bisa mendengar pengakuannya tetapi ibu itu menjawab ya. Itu cukup. Dan kemudian ia bertanya lagi, “Apakah kamu mengampuni orang lain?” Dan ibu itu, yang sedang menghadapi ajal, berkata : “Tidak”. Imam itu tetap gelisah. Jika kamu tidak mengampuni, Allah tidak akan mengampunimu. Marilah kita berpikir, kita yang ada di sini, entah kita mengampuni atau entah kita tidak mampu mengampuni. "Bapa, aku tidak bisa melakukannya, karena orang-orang itu telah berbuat begitu banyak kepadaku". Namun, jika kamu tidak bisa melakukannya, mintalah kepada Tuhan untuk memberimu kekuatan untuk melakukannya : Tuhan, tolonglah aku untuk mengampuni. Di sana kita menemukan kembali tergalangnya kasih kepada Allah dengan kasih kepada sesama kita. Kasih memanggil kasih, pengampunan memanggil pengampunan. Dalam Injil Matius kita kembali menemukan sebuah perumpamaan yang sangat luar biasa yang dikhususkan untuk pengampunan persaudaraan (bdk. 18:21-35). Marilah kita mendengarkannya.

Ada seorang hamba yang telah berhutang besar kepada rajanya : sepuluh ribu talenta! Jumlah yang tidak mungkin dikembalikan; saya tidak tahu akan menjadi berapa jumlahnya hari ini, tetapi ratusan juta. Namun, mukjizat terjadi, dan diterima hamba itu - bukan penundaan pelunasan, tetapi penghapusan sepenuhnya - rahmat yang tak terduga! Namun, lihatlah bagaimana, pada kenyataannya, hamba tersebut, segera setelah itu, mendatangi saudaranya yang berhutang seratus dinar - hal yang kecil -, dan, meskipun hamba ini mudah didatangi, ia tidak menerima berbagai alasan atau permohonan. Oleh karena itu, pada akhirnya, sang tuan memanggilnya kembali dan menghukumnya. Karena, jika kamu tidak berusaha untuk mengampuni, kamu tidak akan diampuni; jika kamu tidak berusaha untuk mengasihi, kamu tidak akan dikasihi.

Dalam hubungan manusiawi Yesus memasukkan kekuatan pengampunan. Dalam kehidupan tidak semuanya diselesaikan dengan keadilan. Terutama, untuk menghentikan kejahatan, kita harus mengasihi melebihi apa yang seharusnya, memulai kembali sejarah rahmat. Kejahatan mengenal balas dendam, dan tidak putus-putusnya; resikonya adalah kejahatan mencekik kuat seluruh dunia. Bagi hukum pembalasan - apa yang kamu perbuat terhadapku, aku perbuat terhadapmu. Yesus menggantikannya dengan hukum kasih : apa yang telah diperbuat Allah terhadapku, aku perbuat terhadapmu! Marilah kita berpikir hari ini, dalam pekan Paskah yang indah ini, apakah kita mampu mengampuni. Dan jika kita tidak merasa mampu, kita harus memohon kepada Tuhan untuk memberi kita rahmat untuk mengampuni, karena rahmatlah yang membuat kita dapat mengampuni.

Allah memberi setiap umat Kristiani rahmat untuk menulis sebuah kisah kebaikan dalam kehidupan saudara-saudaranya, terutama mereka yang telah melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan atau salah. Dengan sebuah kata, sebuah rangkulan, sebuah senyuman, kita dapat meneruskan kepada orang lain apa yang paling berharga dari yang kita terima. Apa hal yang berharga yang telah kita terima? <Hal yang paling berharga adalah> pengampunan, yang harus mampu kita berikan juga kepada orang lain.

[Sambutan dalam bahasa Italia]

Saya menyambut para peziarah berbahasa Italia dengan penuh kasih sayang.

Secara khusus, saya menerima dengan gembira para pra-remaja Milan, yang didampingi oleh Uskup Agung mereka, Monsinyur Mario Delpini, dan oleh para imam dan para pendidik mereka. Para remaja yang terkasih, saya mendorong kalian untuk bertumbuh dalam iman dan dalam amal kasih, berketetapan hati untuk menghasilkan buah yang baik. Semoga Injil menjadi kaidah hidup kalian, seperti halnya para kudus kalian : Santo Ambrosius dan Santo Charles, yang mengubah dunia mereka dengan kasih.

Saya memikirkan khususnya para penerima sakramen krisma dari Keuskupan Treviso, yang berkumpul di sini dengan gembala mereka, Monsinyur Gianfranco Gardin; dengan kekuatan Roh Kudus, jadilah saksi Kristus yang murah hati.

Saya menyambut umat dari berbagai Oratori dan Paroki, terutama umat dari Lecce, Cava dei Tirreni dan Magione; para diakon Serikat Yesus yang baru bersama para kerabat mereka; para biarawan dan biarawati; berbagai institut dan lembaga sekolah, khususnya, Yayasan Kota Harapan Monte di Malo.

Saya memikirkan khususnya kaum muda, kaum tua, orang-orang sakit, dan para pengantin baru. Bagi semuanya saya memohonkan sukacita dan harapan yang berasal dari Paskah Kristus. Semoga kalian dapat memiliki pengalaman akan Yesus yang hidup, menerima karunia damai-Nya dan menjadi saksi-saksi-Nya di dunia.

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

Saudara dan saudari terkasih : Dalam katekese lanjutan kita tentang doa "Bapa Kami", kita sekarang mengulas ungkapan : "seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami". Karena segala sesuatu yang kita miliki, termasuk keberadaan kita, merupakan karunia Allah, kita selalu berhutang kepada-Nya, karena kehidupan kita tidak hanya dikehendaki ada, tetapi juga dikasihi. Maka kita bisa meyakini bahwa Tuhan selalu sudi mengampuni kesalahan kita ketika kita memohon kepada-Nya dengan hati yang remuk-redam. Namun rahmat ini juga memanggil kita untuk mengampuni orang lain, sama seperti Allah telah mengampuni kita. Kita melihat hal ini dalam perumpamaan tentang hamba yang kejam, yang meskipun hutang yang sangat besar yang ia miliki telah dihapuskan, pada gilirannya menolak untuk menghapuskan hutang yang jauh lebih kecil dari orang yang berhutang kepadanya. Pesannya jelas : jika kamu menolak untuk mengampuni, maka kamu tidak akan diampuni. Namun, Allah menganugerahkan rahmat kepada setiap umat Kristiani untuk dapat meneruskan kepada orang lain karunia berharga dari pengampunan, yang bisa kita lakukan dengan sebuah kata, sebuah rangkulan, atau sebuah senyuman.

Saya menyapa para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi saat ini, terutama yang berasal dari Britania Raya, Irlandia, Finlandia, Belanda, Swedia, Australia, Selandia Baru, Hong Kong, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Amerika Serikat. Dalam sukacita Kristus yang bangkit, saya memohonkan atas kalian dan keluarga-keluarga kalian kerahiman Allah Bapa kita yang penuh kasih. Semoga Tuhan memberkati kalian semua!