Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 21 Agustus 2019 : TENTANG KISAH PARA RASUL (Kis 4:32-35) – BAGIAN 5


Saudara-saudari yang terkasih, selamat pagi!

Umat Kristiani lahir dari pencurahan Roh Kudus yang berlimpah dan tumbuh berkat 'ragi' berbagi di antara saudara-saudari di dalam Kristus. Ada dinamika kesetiakawanan yang membangun Gereja sebagai keluarga Allah, di mana pusatnya adalah pengalaman koinonia. Apa artinya ini, kata yang asing ini? Kata Yunani ini berarti "menyatukan", "menempatkan bersama" menjadi sebuah umat, bukan mengasingkan diri. Inilah pengalaman umat Kristian perdana, yaitu, “berbagi”, “berkomunikasi,” “berpartisipasi”, bukan mengasingkan diri. Dalam Gereja, asal mulanya, koinonia ini, umat ini, terutama merujuk pada partisipasi dalam tubuh dan darah Kristus. Kita memasuki persekutuan dengan Yesus dan dari persekutuan dengan Yesus ini, kita tiba pada persekutuan dengan saudara-saudari kita. Dan persekutuan dengan tubuh dan darah Kristus ini, pada Misa Kudus, diterjemahkan menjadi kesatuan persaudaraan, dan oleh karena itu juga terhadap apa yang paling sulit bagi kita : mengumpulkan barang-barang dan uang kolekte untuk mendukung Gereja Induk di Yerusalem (Rm 12:13; 2Kor 8–9) dan gereja-gereja lain. Jika kamu ingin tahu apakah kamu orang Kristiani yang baik, kamu harus berdoa, bersekutu, dan menerima sakramen rekonsiliasi. Tetapi tanda bahwa hatimu telah bertobat, adalah ketika pertobatan tiba di sakumu masing-masing, menyentuh minat kita masing-masing : inilah tempat kita melihat apakah seseorang bermurah hati dengan sesamanya, jika mereka membantu orang-orang yang paling lemah, orang-orang yang paling miskin: Ketika pertobatan tiba di sana, kamu yakin itulah pertobatan sejati. Jika tetap hanya dalam kata-kata, itu bukan pertobatan yang baik.


Kehidupan Ekaristi, doa, khotbah para Rasul dan pengalaman persekutuan (Kis 2:42), membuat kumpulan orang yang telah percaya - dikatakan dalam kitab Kisah Para Rasul - "sehati dan sejiwa" dan "tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama" (Kis. 4:32). Sebuah model kehidupan yang kuat yang membantu kita menjadi murah hati dan tidak lelah. Sebab, “tidak ada seorang pun yang berkekurangan di antara mereka; karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa dan mereka letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya” (Kis. 4:34-35). Gereja selalu memiliki sikap Kristiani seperti ini yang melucuti diri mereka dari hal-hal yang mereka miliki, dan di samping itu, hal-hal yang tidak perlu, memberikannya kepada orang-orang yang membutuhkan. Dan bukan hanya uang : bahkan waktu.

Berapa banyak umat Kristiani - kamu, misalnya, di sini di Italia - berapa banyak umat Kristiani yang menjadi para sukarelawan! Hal ini indah! Itu Bersekutu, berbagi waktu dengan sesama, membantu orang-orang yang membutuhkan. Pelayanan yang bersifat sukarela, karya-karya amal, kunjungan kepada orang sakit. Kita harus selalu berbagi dengan sesama, dan tidak hanya memperhatikan kepentingan-kepentingan kita sendiri.

Umat, atau koinonia, dengan demikian menjadi hubungan baru di antara para murid Tuhan. Umat Kristiani mengalami cara baru berada di antara mereka sendiri, berperilaku. Dan itulah cara umat Kristiani, sampai-sampai orang-orang kafir memandang umat Kristiani dan berkata : "Lihat bagaimana mereka saling mencintai!" Cinta adalah caranya. Tetapi bukan cinta kata-kata, bukan cinta palsu : cinta karya, cinta saling membantu, cinta yang berwujud, mewujudnya cinta. Ikatan dengan Kristus membangun ikatan di antara saudara-saudara yang mengalir bersama dan mengungkapkan dirinya juga dalam pengumpulan barang-barang materi. Ya, cara kebersamaan ini, cara mencintai ini, mencapai saku, tidak lagi terhambat untuk memberikan uang kepada sesama, dan sekarang melihat melampaui minat kita. Menjadi anggota tubuh Kristus membuat orang-orang percaya saling bertanggung jawab. Menjadi orang-orang yang percaya kepada Yesus membuat kita semua saling bertanggung jawab. "Tetapi lihat orang itu, ia mempunyai masalah ini : aku tidak peduli ..." Tidak, di antara umat Kristiani, kita tidak bisa mengatakan hal itu, kita tidak bisa hanya mengatakan : "Orang yang malang, ia mempunyai masalah di rumah, ia sedang mengalami kesulitan keluarga. ”Aku harus berdoa, aku membawanya, aku tidak bisa acuh tak acuh”. Inilah menjadi orang Kristiani.

Inilah sebabnya yang kuat mendukung yang lemah (Rm. 15:1) dan tidak ada yang mengalami ketidakpedulian yang mempermalukan dan merusak martabat manusia, karena mereka hidup dalam rasa kebersamaan : sehati. Mereka saling mencintai. Inilah isyaratnya : cinta yang berwujud. Yakobus, Petrus, dan Yohanes, yakni tiga Rasul yang merupakan "sokoguru" Gereja Yerusalem, membangun secara komunal : Paulus dan Barnabas menginjili orang-orang bukan Yahudi sementara mereka menginjili orang-orang Yahudi, dan hanya meminta, Paulus dan Barnabas, sebagai syarat : harus tetap mengingat orang-orang miskin (Gal 2:9-10). Bukan hanya orang miskin, secara materi, tetapi secara rohani, orang-orang yang bermasalah dan membutuhkan kedekatan kita. Orang Kristiani selalu memulai dari dirinya sendiri, dari hatinya, dan mendekati sesama, seperti Yesus mendekati kita. Inilah umat Kristiani perdana. Sebuah teladan nyata berbagi dan bersama-sama memiliki barang-barang datang kepada kita dari kesaksian Barnabas : ia menjual ladang, miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul (Kis 4:36-37). Tetapi di samping keteladanannya yang baik, sayangnya, muncul hal buruk :: Ananias dan istrinya, Safira, setelah menjual ladangnya, memutuskan untuk menahan sebagian dari hasil penjualan itu dan sebagian lain dibawa dan diletakkannya di depan kaki rasul-rasul (Kis 5:1-2). Kecurangan ini mengganggu rantai berbagi dengan cuma-cuma, berbagi yang tentram dan tidak memihak. Dan akibatnya tragis, fatal (Kis 5:5,10). Rasul Petrus membeberkan ketidakwajaran Ananias dan istrinya, dan mengatakan kepadanya, “Mengapa hatimu dikuasai Iblis, sehingga engkau mendustai Roh Kudus dan menahan sebagian dari hasil penjualan tanah itu? [...] Engkau bukan mendustai manusia, tetapi mendustai Allah“ (Kis 5:3-4). Kita dapat mengatakan bahwa Ananias berdusta kepada Allah oleh karena hati nuraninya terasing, hati nuraninya munafik, yaitu oleh karena kepemilikan gerejawi yang “dinegosiasikan”, bersifat sebagian dan mencari-cari kesempatan. Kemunafikan adalah musuh terburuk dari umat Kristiani ini, dari cinta Kristiani ini : yang berpura-pura saling mencintai, tetapi hanya mengusahakan kepentingan dirii. Gagal dalam ketulusan berbagi, pada kenyataannya, atau gagal dalam ketulusan cinta, berarti menumbuhkan kemunafikan, menjauhkan diri dari kebenaran, menjadi egois, memadamkan api persekutuan dan mengubah diri menjadi dingin. kebekuann batin.

Orang-orang yang berperilaku dengan cara ini melewati Gereja sebagai pelancong. Ada begitu banyak pelancong di Gereja yang selalu lewat, tetapi tidak pernah memasuki Gereja : gereja adalah wisata rohani yang membuat mereka percaya bahwa mereka adalah umat Kristiani, sementara mereka hanya turis yang berasal dari katakombe. Tidak, kita tidak boleh menjadipelancong di dalam Gereja, tetapi saling bersaudara. Kehidupan yang hanya mengandalkan keuntungan semata dan mengambil keuntungan dari situasi tersebut dengan mengorbankan sesama, pasti menyebabkan kematian batin. Dan berapa banyak orang mengatakan bahwa mereka dekat dengan Gereja, sahabat para imam, para uskup, sementara mereka hanya mencari minat mereka sendiri. Inilah kemunafikan yang menghancurkan Gereja!

Semoga Tuhan - saya memohonkanya untuk kita semua - mencurahkan Roh kelembutan-Nya kepada kita, yang mengatasi segala kemunafikan dan mengedarkan kebenaran yang menyuburkan kesetiakawanan Kristiani, yang, jauh dari sekadar kegiatan bantuan sosial, merupakan sebuah ungkapan kodrat Gereja yang tidak dapat diganggu-gugat, ibu yang lembut bagi semua orang, terutama orang-orang yang paling miskin.

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

Saudara-saudari yang terkasih : Dalam katekese lanjutan kita tentang Kisah Para Rasul, kita sekarang mengulas bagaimana umat Kristiani dilahirkan dari pencurahan Roh Kudus dan tumbuh melalui saling berbagi kehidupan di antara para murid Tuhan. Kesetiakawanan antara umat Kristiani sangat penting dalam membangun keluarga Allah, dan persaudaraan ini dipupuk dengan menerima sakramen tubuh dan darah Kristus. Di sini kita melihat hubungan yang kuat dengan Yesus itu juga membangun ikatan kasih di antara para anggota tubuh-Nya, Gereja. Ikut serta dalam Ekaristi menuntun umat Kristiani perdana untuk menjadikan milik mereka sebagai milik bersama, yang memungkinkan mereka untuk peduli terhadap saudara-saudari mereka yang paling miskin. Dengan menjalankan amal kasih persaudaraan dengan tulus, kita juga dapat memelihara nyala api persekutuan, dan mengungkapkan jatidiri kita sebagai murid-murid Kristiani. Ketika kita berusaha untuk setia terhadap panggilan ini, semoga Tuhan mencurahkan Roh kelembutan-Nya kepada kita dan dengan demikian memperkuat kesetiakawanan kita, terutama dengan orang-orang yang paling membutuhkan.

Saya menyambut para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, terutama yang berasal dari Inggris, Malta, Jepang dan Amerika Serikat. Atas kalian dan keluarga-keluarga kalian, saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan. Semoga Allah memberkati kalian!