Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 25 September 2019 : TENTANG KISAH PARA RASUL (6:8-10.15) – BAGIAN 8


Saudara dan saudari yang terkasih, selamat pagi!

Kita terus mengikuti sebuah perjalanan melalui Kitab Kisah Para Rasul : perjalanan Injil di dunia. Santo Lukas menunjukkan dengan kenyataan yang luar biasa baik keberhasilan perjalanan ini maupun munculnya beberapa masalah di jantung komunitas Kristiani. Sejak awal, selalu ada masalah. Bagaimana kita dapat menyelaraskan perbedaan yang hidup bersama di dalamnya tanpa terjadinya pertentangan dan perpecahan? Komunitas itu tidak hanya menyambut orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani, yaitu, orang-orang dari diaspora, orang-orang bukan Yahudi, dengan budaya dan kepekaan mereka masing-masing serta dengan agama lain. Dewasa ini, kita mengatakan "orang-orang kafir." Dan ini disambut. Kehadiran ini menentukan keseimbangan yang rapuh dan genting, dan, dalam menghadapi kesulitan-kesulitan "lalang" muncul, dan apakah lalang yang terburuk yang menghancurkan sebuah komunitas? Lalang sungut-sungut, lalang pergunjingan : orang-orang Yunani bersungut-sungut oleh karena kurangnya perhatian komunitas terhadap para janda mereka.


Para Rasul memiliki sebuah proses kearifan, yang berupa memikirkan berbagai kesulitan secara menyeluruh dan, bersama-sama, mencari penyelesaian. Mereka menemukan jalan keluar dengan berbagi tugas demi pertumbuhan yang tenang dari seluruh tubuh gerejawi dan untuk menghindari terabaikannya “perjalanan” Injil atau kepedulian terhadap para anggota yang paling miskin.

Para Rasul senantiasa semakin menyadari bahwa panggilan utama mereka adalah doa dan pewartaan sabda Allah : berdoa dan memberitakan Injil, dan mereka menyelesaikan pertanyaan dengan mengangkat untuk tugas itu pangkal “tujuh orang dari antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat” (Kis 6:3), yang, setelah menerima penumpangan tangan, akan memperhatikan pelayanan meja. Mereka adalah para diakon yang diangkat untuk hal ini, untuk pelayanan. Diakon dalam Gereja bukanlah imam kelas dua, ia adalah sesuatu yang lain; ia bukan untuk altar, tetapi untuk pelayanan. Ia adalah pawang pelayanan dalam Gereja. Ketika seorang diakon suka terlalu sering pergi ke altar, ia keliru. Ini bukan caranya. Keselarasan antara pelayanan terhadap Sabda dan pelayanan terhadap amal mewakili ragi yang membuat tubuh gerejawi bertumbuh. Dan para Rasul mengangkat tujuh diakon, dan di antara tujuh “diakon” tersebut, Stefanus dan Filipus dibedakan dengan cara tertentu. Stefanus menginjili dengan kuasa dan tanpa basa basi, tetapi perkataannya menemui perlawanan yang paling gigih. Tidak menemukan cara lain untuk membuatnya berhenti, apa yang dilakukan para penentangnya? Mereka memilih penyelesaian yang paling buruk untuk membinasakan seorang manusia : yaitu, fitnah dan kesaksian palsu. Dan kamu tahu bahwa fitnah selalu membunuh. "Kanker yang sangat jahat" ini, yang berasal dari kehendak untuk menghancurkan nama baik seseorang, juga menyerang seluruh tubuh gerejawi dan merusaknya ketika, karena kepentingan kecil atau untuk menutupi kegagalan kita, ada permufakatan untuk mencoreng seseorang.

Dibawa ke Mahkamah Agama dan dituduh dengan kesaksian palsu - mereka melakukan hal yang sama dengan Yesus dan mereka melakukan hal yang sama dengan semua martir melalui kesaksian palsu dan fitnah - untuk membela diri, Stefanus memberitakan dengan membaca ulang sejarah suci yang berpusat dalam Kristus. Dan Paskah wafat dan kebangkitan Yesus adalah kunci dari seluruh sejarah Perjanjian. Dalam menghadapi melimpahnya karunia ilahi ini, Stefanus dengan berani mencela kemunafikan yang dengannya para nabi dan Kristus sendiri diperlakukan. Dan ia mengingatkan mereka tentang sejarah, dengan mengatakan, “Siapakah dari nabi-nabi yang tidak dianiaya oleh nenek moyangmu? Bahkan mereka membunuh orang-orang yang lebih dahulu memberitakan tentang kedatangan Orang Benar, yang sekarang telah kamu khianati dan kamu bunuh” (Kis 7:52). Ia tidak berbasa-basi, tetapi berbicara dengan lantang, mengatakan kebenaran tersebut.

Hal ini menyebabkan reaksi keras dari para pendengarnya, dan Stefanus dihukum mati, dihukum mati dengan dirajam. Ia, bagaimanapun, mengejawantahkan "rangka" yang sesungguhnya dari murid Kristus. Ia tidak mencari cara untuk melarikan diri, ia tidak naik banding yang dapat menyelamatkannya tetapi menempatkan hidupnya di tangan Tuhan, dan doa Stefanus sangat indah, pada saat itu : "Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku" (Kis 7:59) - dan ia mati sebagai anak Allah, mengampuni : “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" (Kis 7:60).

Kata-kata Stefanus ini mengajarkan kepada kita bahwa bukan pidato yang baik yang mengungkapkan jatidiri kita sebagai anak-anak Allah, tetapi penyerahan hidup kita semata di tangan Bapa, dan pengampunan atas orang yang menyakiti kita, yang membuat mutu iman kita kasat mata.

Dewasa ini ada lebih banyak martir ketimbang di awal kehidupan Gereja, dan para martir ada di mana-mana. Gereja dewasa ini kaya akan para martir. Gereja diairi oleh darah mereka, yang merupakan "benih umat Kristiani yang baru" (Tertullian, Apologetik, 50, 13) serta memastikan pertumbuhan dan kesuburan bagi Umat Allah. Para martir bukanlah "gambar suci <orang-orang kudus>", tetapi pria dan wanita dari daging dan tulang yang - seperti dikatakan dalam Kitab Wahyu - "telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam darah Anak Domba" (7:14). Mereka adalah para pemenang sejati.

Marilah kita juga mohon kepada Tuhan agar, memandang para martir kemarin dan hari ini, kita dapat belajar untuk menjalani kehidupan sepenuhnya, setiap hari setia menerima kemartiran terhadap Injil dan taat kepada Kristus.

[Sambutan dalam bahasa Italia]

Sambutan hangat tertuju kepada para peziarah berbahasa Italia.

Saya senang menyambut para peserta kapitel Misionaris Keluarga Kudus, kapitel Suster-suster Santo Paulus dari Chartres, kapitel Suster-suster Misioner Santo Petrus Claver. Saya menghimbaui untuk membuka diri kalian patuh kepada Roh Kudus guna menemukan cara-cara baru dalam menjalani karisma dasar masing-masing. Saya menyambut para bruder Keluarga Kudus, para anggota Keluarga Karmel, dan semua yang ambil bagian dalam kursus yang diselenggarakan oleh “Seminar Internasional Roma 2019”.

Selain itu, saya menyambut Paroki Campocavallo di Osimo, dengan Uskup Agung Ancona, Monsinyur Spina, dan Paroki Viggianello, Lembaga Korban Kekerasan Italia, Karya Santo Fransiskus untuk Kaum Miskin Brescia, dan Kelompok Zordan dari Valdagno dan Kelompok Noi-Huntington.

Secara khusus saya memikirkan kaum muda, kaum tua, orang-orang sakit, dan para pengantin baru.

Hari Jumat depan kita akan merayakan Peringatan Santo Vinsensius a Paulo, pendiri dan pelindung seluruh lembaga amal. Semoga teladan amal yang diberikan oleh Santo Vinsensius a Paulo kepada kita menuntun kalian semua kepada pelayanan yang penuh sukacita dan tanpa pamrih bagi orang-orang yang paling membutuhkan, dan bukalah diri kalian terhadap tugas penerimaan dan karunia kehidupan.

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

Saudara dan saudari yang terkasih : Dalam katekese kita tentang Kisah Para Rasul, kita terus mengikuti penyebaran Injil ke seluruh dunia. Dalam umat Kristiani perdana beberapa orang mengeluh bahwa janda-janda mereka terabaikan dalam pembagian roti. Para Rasul, sadar akan panggilan utama mereka untuk mewartakan Sabda Allah, menemukan penyelesaian untuk menjaga keselarasan antara pelayanan Sabda dan pelayanan kepada orang miskin. Mereka mengangkat tujuh diakon untuk tugas itu, dengan memberi penumpangan tangan, untuk melakukan karya amal. Salah seorang dari ketujuh diakon ini, Stefanus, mewartakan misteri Paskah Kristus sebagai kunci bagi seluruh sejarah perjanjian, tetapi perkataannya menemui perlawanan. Namun, bahkan ketika dihukum mati, Stefanus mempercayakan hidupnya ke dalam tangan Tuhan dan mengampuni para penentangnya. Tindakan sang martir pertama ini mengajarkan kepada kita bahwa jatidiri kita sebagai anak-anak Allah berupa penyerahan diri kepada Bapa dan mengampuni orang-orang yang menyakiti kita. Marilah kita mohon kepada Tuhan agar, dengan merenungkan para martir di masa lalu dan masa kini, kita dapat hidup sepenuhnya, setiap hari dengan setia menjadi martir terhadap Injil dan taat kepada Kristus.

Saya menyambut para peziarah dan pengunjung berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, terutama kelompok-kelompok dari Inggris, Skotlandia, Denmark, Malta, Norwegia, Kenya, Australia, Kepulauan Mariana, Tiongkok, Indonesia, Malaysia, Singapura, Sri Lanka, dan Amerika Serikat. Secara khusus salam saya ditujukan kepada para seminaris baru dari Venerable English College saat mereka memulai pembentukan imamat mereka di Roma. Atas kalian semua, dan keluarga kalian, saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus. Semoga Tuhan memberkati kalian!