Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 11 Desember 2019 : TENTANG KISAH PARA RASUL (26:22-23) - BAGIAN 17


Saudara-saudari yang terkasih, selamat pagi!

Dalam membaca Kisah Para Rasul, perjalanan Injil berlanjut di dunia, dan meterei penderitaan semakin menandai kesaksian Paulus. Namun, hal ini adalah sesuatu yang tumbuh seiring berjalannya waktu dalam kehidupan Paulus. Paulus bukan hanya penginjil yang penuh semangat, misionaris pemberani di antara orang-orang bukan Yahudi, yang memberikan kehidupan kepada jemaat-jemaat kristiani yang baru, tetapi ia juga adalah saksi yang menderita dari Yesus yang bangkit (bdk. Kis 9:15-16).


Kedatangan Rasul Paulus di Yerusalem, yang dijelaskan dalam Kisah Para Rasul bab 21, melancarkan kebencian yang bengis dalam hal ini; mereka menegurnya, “Tetapi ia adalah seorang penganiaya! Jangan percaya padanya!" Karena sebagaimana bagi Yesus, bagi Paulus pun Yerusalem adalah kota yang memusuhi. Pergi ke Bait Allah, ia dikenal; <ia> dibawa keluar untuk digantung, dan diselamatkan secara ekstrem oleh tentara Romawi. Dituduh mengajar melawan Hukum dan Bait Allah, ia ditangkap dan memulai peziarahannya sebagai tahanan, pertama di hadapan Mahkamah Agama, kemudian di depan pengadilan Romawi di Kaisarea dan akhirnya di hadapan Raja Agripa. Lukas menunjukkan kesamaan antara Paulus dan Yesus, keduanya dibenci oleh musuh-musuh mereka, dituduh secara terbuka dan diakui tidak bersalah oleh otoritas kekaisaran sehingga Paulus pun dikaitkan dengan sengsara Tuhannya, dan sengsaranya menjadi Injil yang hidup. Saya <telah> datang dari Basilika Santo Petrus, di mana pagi ini saya beraudiensi terlebih dulu dengan para peziarah dari sebuah di keuskupan Ukraina. Bagaimana orang-orang ini telah dianiaya; betapa mereka telah menderita karena Injil! Namun, mereka tidak tawar menawar berkenaan dengan iman. Mereka adalah teladan. Saat ini, banyak umat kristiani di dunia, di Eropa, dianiaya dan memberikan nyawa mereka demi iman, atau dianiaya dengan sarung tangan putih, yaitu, disisihkan, dipinggirkan ... Kemartiran adalah hawa kehidupan seorang kristiani, kehidupan sebuah jemaat kristiani. Para martir akan selalu ada di antara kita : inilah tandanya kita sedang mengikuti jalan Yesus. Dalam Umat Allah, seorang biarawan atau seorang biarawati yang memberikan kesaksian kemartiran ini ada berkat Tuhan.

Paulus dipanggil untuk membela diri dari tuduhan dan, pada akhirnya, di hadapan Raja Agripa II, permintaan maafnya berubah menjadi kesaksian iman yang ampuh (bdk. Kis 26:1-23). Kemudian Paulus menceritakan pertobatannya : Kristus yang bangkit telah menjadikannya orang kristiani dan telah mempercayakan kepadanya perutusan di antara orang-orang bukan Yahudi, “supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada Allah, supaya mereka oleh iman mereka kepada-Ku memperoleh pengampunan dosa dan mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang yang dikuduskan oleh iman di dalam Kristus" (ayat 18). Paulus mematuhi tuduhan ini dan tidak melakukan apa pun selain menunjukkan bagaimana para nabi dan Musa memberitakan apa yang sekarang ia wartakan : “bahwa Mesias harus menderita sengsara dan bahwa Ia adalah yang pertama yang akan bangkit dari antara orang mati, dan bahwa Ia akan memberitakan terang kepada bangsa ini dan kepada bangsa-bangsa lain" (ayat 23).

Kesaksian Paulus yang bersemangat menyentuh hati Raja Agripa, yang kekurangannya tidak memiliki langkah yang tegas. Dan Raja berkata demikian, ”Hampir-hampir saja kauyakinkan aku menjadi orang Kristen!" (ayat 28). Paulus dinyatakan tidak bersalah, tetapi ia tidak dapat dibebaskan karena ia telah memohon kepada Kaisar. Dengan demikian, perjalanan sabda Allah yang tak terhentikan berlanjut menuju Roma. Paulus, dengan dibelenggu, akan meninggal di sini di Roma.

Sejak saat itu, potret Paulus adalah potret seorang tahanan yang belenggunya adalah tanda kesetiaannya terhadap Injil dan tanda kesaksian yang diberikan kepada Yesus yang bangkit. Belenggu tersebut tentu saja merupakan ujian yang memalukan bagi Rasul Paulus, yang tampak di mata dunia sebagai seorang “penjahat” (2 Tim 2:9). Namun, kasihnya kepada Kristus begitu kuat sehingga bahkan belenggu ini dibaca dengan mata iman; iman yang bagi Paulus bukanlah "teori, pendapat tentang Allah dan dunia", tetapi "dampak kasih Allah pada hatinya, [...] kasih bagi Yesus Kristus" (Benediktus XVI, Homili pada Kesempatan Tahun Paulus, 28 Juni 2008).

Saudara-saudari yang terkasih, Paulus mengajarkan kita ketekunan dalam pencobaan dan kemampuan untuk membaca semuanya dengan mata iman. Marilah kita memohon kepada Tuhan hari ini, melalui perantaraan Rasul Paulus, untuk menghidupkan kembali iman kita dan membantu kita untuk setia sampai akhir terhadap panggilan kristiani kita, para murid Tuhan, para murid misioner.

[Sambutan dalam bahasa Italia]

Sambutan hangat tertuju kepada para peziarah berbahasa Italia. Secara khusus, saya menyambut para Misionaris Cinta Kasih; dan kelompok-kelompok paroki, terutama Paroki Mendicino dan Paroki Faro-Fiumicino. Selain itu, saya menyambut personil Markas Besar Kepolisian Crotone, Komite Pesta Mesagne; delegasi Kotamadya Introd dan Kotamadya Bolsena; kelompok profesional dan pakar di bidang Optometri; dan Sahabat Lembaga Beato Pellesi San Michele dei Mucchietti-Sassuolo.

Akhirnya, saya menyambut kaum muda, kaum tua, orang-orang sakit dan para pengantin baru. Jumat depan adalah Peringatan Santa Lusi, perawan dan martir. Kepada kalian semua saya mengharapkan agar Kanak-kanak Yesus, sekarang di cakrawala, dapat melanda kehidupan kalian dengan berkat-Nya.

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

Saudara-saudari yang terkasih : Dalam katekese kita tentang Kisah Para Rasul, kita melihat bagaimana seiring berjalannya waktu, kerasulan misioner Paulus semakin ditandai dengan penderitaan. Kepulangannya ke Yerusalem menyingkapkan kepadanya penganiayaan yang bengis. Dituduh berkhotbah melawan Hukum dan Bait Allah, ia ditangkap dan dibelenggu. Setelah diinterogasi oleh Mahkamah Agama, Paulus dibawa ke Kaisarea tempat Gubernur Felix dan Raja Agrippa mendengarkan perkaranya. Akhirnya, setelah memohon kepada Kaisar, ia memulai perjalanannya ke Roma. Dalam semua ini, Santo Lukas menunjukkan kesamaan antara Paulus dan Yesus, dan menghadirkan penderitaan Paulus sebagai pemberitaan yang mengesankan tentang Tuhan yang disalibkan dan bangkit. Memang, cintanya pada Kristus menjadikan belenggu penawanannya sebagai alat untuk menyebarkan kuasa Injil yang membebaskan. Semoga teladan ketekunan Paulus di tengah pencobaan, dan kemampuannya untuk melihat segala sesuatu dengan mata iman, menguatkan kita dalam kesetiaan, dan meneguhkan kita dalam panggilan kita untuk menjadi murid-murid misioner dan memberi kesaksian terhadap sukacita Injil.

Saya menyambut para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, terutama kelompok-kelompok yang berasal dari Amerika Serikat. Saya mendoakan agar kalian masing-masing, dan keluarga-keluarga kalian, dapat mengalami bahagia Adven, dalam mempersiapkan kedatangan Sang Juruselamat yang akan lahir saat Natal. Semoga Allah memberkati kalian!