Jalan. Jalan adalah latar dari adegan
yang baru saja dilukiskan oleh Penginjil Markus (10:32-45). Jalan juga
senantiasa menjadi latar perjalanan Gereja : jalan kehidupan dan sejarah, yang
merupakan sejarah keselamatan sejauh dilalui bersama Kristus dan menuntun pada
misteri paskah-Nya. Yerusalem senantiasa ada di depan kita. Salib dan
kebangkitan adalah bagian sejarah kita; keduanya adalah "hari ini"
kita tetapi juga dan senantiasa menjadi tujuan perjalanan kita.
Bacaan Injil ini sering kali
menyertai konsistori pengangkatan para kardinal baru. Bacaan Injil bukan
sekedar “latar belakang” tetapi juga “rambu jalan” bagi kita yang dewasa ini sedang
melakukan perjalanan bersama Yesus. Karena Ia adalah kekuatan kita, yang
memberi makna bagi kehidupan dan pelayanan kita.
Oleh karena itu, saudara-saudara yang
terkasih, kita perlu mempertimbangkan dengan cermat kata-kata yang baru saja
kita dengar.
Markus menekankan bahwa, di jalan,
para murid "cemas" dan "takut" (ayat 32). Mengapa? Karena
mereka tahu apa yang terbentang di depan mereka di Yerusalem. Lebih dari
sekali, secara terbuka Yesus telah berbicara kepada mereka tentang hal itu.
Tuhan tahu apa yang sedang dialami para pengikut-Nya, ia juga tidak acuh tak
acuh terhadapnya. Yesus tidak pernah meninggalkan sahabat-sahabat-Nya; Ia tidak
pernah mengabaikan mereka. Meskipun tampaknya Ia menempuh jalan-Nya sendiri, Ia
senantiasa melakukannya demi kita. Ia melakukan semuanya itu demi kita dan demi
keselamatan kita. Terutama berkaitan dengan kedua belas murid-Nya, Ia melakukan
hal ini untuk mempersiapkan mereka bagi pencobaan yang akan datang, agar mereka
dapat bersama-Nya, sekarang dan terutama nanti, ketika Ia tidak lagi berada di
tengah-tengah mereka. Sehingga mereka bisa senantiasa bersama-Nya, di
jalan-Nya.
Mengetahui bahwa hati para murid-Nya
cemas, Yesus "sekali lagi" memanggil kedua belas murid-Nya dan
memberitahu mereka "apa yang akan terjadi atas diri-Nya" (ayat 32).
Kita sendiri baru saja mendengarnya : pemberitaan ketiga tentang sengsara,
wafat, dan kebangkitan-Nya. Inilah jalan yang ditempuh Putra Allah. Jalan yang
ditempuh Hamba Tuhan. Yesus mengidentifikasikan diri-Nya dengan jalan ini,
sedemikian rupa sehingga ia sendiri adalah jalannya. “Akulah jalannya” (Yoh
14:6), kata-Nya. Jalam ini, dan tidak ada jalan lain.
Pada titik ini, tiba-tiba terjadi
pergeseran, yang memungkinkan Yesus untuk mengungkapkan kepada Yakobus dan
Yohanes - tetapi sebenarnya kepada semua Rasul - nasib yang menanti mereka.
Marilah kita bayangkan adegannya : sekali lagi setelah menjelaskan apa yang
akan terjadi pada diri-Nya di Yerusalem, Yesus menatap langsung mata kedua
belas murid-Nya, seolah-olah mengatakan : "Apakah hal ini jelas?"
Kemudian Ia melanjutkan perjalanan-Nya, berjalan di depan rombongan. Dua
murid-Nya memisahkan diri dari murid-murid lainnya : Yakobus dan Yohanes.
Mereka mendekati Yesus dan mengatakan kepada-Nya apa yang mereka inginkan :
“Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang lagi di
sebelah kanan-Mu dan yang seorang di sebelah kiri-Mu” (ayat 37). Mereka ingin
mengambil jalan yang berbeda. Bukan jalan Yesus, tetapi jalan yang berbeda.
Jalan orang-orang yang, bahkan mungkin tanpa disadari, "menggunakan"
Tuhan untuk kemajuan mereka sendiri. Mereka yang - seperti yang dikatakan Santo
Paulus - mencari kepentingan mereka sendiri dan bukan kepentingan Kristus (bdk.
Flp 2:21). Santo Agustinus membicarakan hal ini dalam khotbahnya yang luar
biasa tentang para gembala (No. 46). Sebuah khotbah yang senantiasa kita
nikmati saat membaca ulang Ibadat Harian.
Yesus mendengarkan Yakobus dan
Yohanes. Ia tidak terkesima atau marah. Kesabaran-Nya memang tak terbatas. Ia
mengatakan kepada mereka : "Kamu tidak tahu apa yang kamu minta"
(ayat 38). Di satu sisi, Ia mengampuni mereka, sementara pada saat yang sama
mencela mereka : “Kamu tidak menyadari bahwa kamu telah keluar dari jalan”.
Segera setelah ini, sepuluh rasul lainnya menunjukkan, dengan memarahi kedua
putra Zebedeus itu, betapa keduanya tergoda untuk menyimpang.
Saudara-saudara yang terkasih, kita
semua mengasihi Yesus, kita semua ingin mengikuti-Nya, namun kita harus
senantiasa berhati-hati untuk tetap berada di jalan. Karena tubuh kita bisa
bersama-Nya, tetapi hati kita bisa berkelana jauh dan menuntun kita keluar dari
jalan. Warna merah jubah seorang kardinal, yang merupakan warna darah, dapat,
bagi roh duniawi, menjadi warna "kebesaran" sekuler.
Dalam Bacaan Injil ini, kita senantiasa
dikejutkan oleh perbedaan tajam antara Yesus dan murid-murid-Nya. Yesus
menyadari hal ini; Ia mengetahuinya dan Ia menerimanya. Namun perbedaannya
masih ada : Yesus berada di jalan, sementara mereka keluar dari jalan. Dua
jalan yang tidak bisa bertemu. Hanya Tuhan, melalui salib dan kebangkitan-Nya,
yang dapat menyelamatkan sahabat-sahabat-Nya yang menyimpang yang beresiko
tersesat. Demi mereka, dan juga demi murid-murid lainnya, Yesus melakukan
perjalanan ke Yerusalem. Demi mereka, dan demi semua orang, Ia sudi
memperkenankan tubuh-Nya hancur dan darah-Nya tertumpah. Demi mereka, dan demi
semua orang, Ia sudi bangkit dari kematian, serta mengampuni dan mengubah rupa
mereka dengan karunia Roh. Ia akhirnya akan menempatkan kembali mereka ke
jalan-Nya.
Santo Markus - seperti Matius dan
Lukas - memasukkan cerita ini ke dalam Injilnya karena mengandung kebenaran
yang menyelamatkan yang diperlukan Gereja di setiap zaman. Meskipun dua belas
murid ditampilkan buruk, teks ini masuk ke dalam kanon Kitab Suci karena
mengungkapkan kebenaran tentang Yesus dan kita. Bagi kita juga, di zaman kita,
teks adalah pesan keselamatan. Kita juga, Paus dan para kardinal, harus
senantiasa melihat diri kita tercermin dalam sabda kebenaran ini. sabda
tersebut adalah pedang yang diasah; sabda tersebut memotong, sabda tersebut
terbukti menyakitkan, tetapi juga menyembuhkan, membebaskan dan menobatkan
kita. Karena pertobatan berarti persis seperti ini : kita lewat dari perjalanan
yang menyimpang ke perjalanan di jalan Allah.
Semoga Roh Kudus memberi kita rahmat
ini, hari ini dan selama-lamanya.
_____
(Peter Suriadi - Bogor, 28 November
2020)
Berikut adalah daftar 13 kardinal baru
tersebut:
1. Mgr. Mario Grech (Sekretaris Jendral Sinode Para Uskup), asal
Malta, usia 63 tahun.
2. Mgr. Marcello Semeraro (Ketua Kongregasi Penyebab Orang Kudus),
asal Italia, usia 73 tahun.
3. Mgr. Antoine Kambanda (Uskup Agung Kigali, Rwanda), usia 62 tahun.
4. Mgr. Wilton Gregory (Uskup Agung Washington, Amerika Serikat), usia
73 tahun.
5. Mgr. Jose Fuerte Advincula (Uskup Agung Capiz, Filipina), usia 68
tahun.
6. Mgr. Celestino Aós Braco (Uskup Agung Santiago, Cili), usia 75
tahun.
7. Mgr. Cornelius Sim (Vikaris Apostolik Brunei), usia 69 tahun.
8. Mgr. Augusto Paolo Lojudice (Uskup Agung Siena, Italia), usia 56
tahun.
9. Rahib Mauro Gambetti (Pamong Biara Asisi), asal Italia, usia 55
tahun.
10. Mgr. Felipe Arizmendi Esquivel (Uskup San Cristobal de las Casas,
Chiapas, Meksiko), usia 80 tahun.
11. Mgr. Silvano Maria Tomasi (Nuncio Apostolik), usia 80 tahun.
12. Pastor Rainiero Cantalamessa, OFMCap (Pengkhotbah Rumah Tangga
Kepausan), asal Italia, usia 86 tahun.
13. Pastor Enrico Feroci (Mantan Direktur Caritas Roma), asal Italia,
usia 80 tahun.