Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 5 Mei 2021 : KATEKESE TENTANG DOA (BAGIAN 31) - DOA KONTEMPLASI


Saudara dan saudari yang terkasih, selamat pagi!

 

Kita melanjutkan katekese tentang doa dan dalam katekese ini, saya ingin berkaca pada doa kontemplasi.

 

Dimensi kontemplatif manusia - yang belum menjadi doa kontemplasi - mirip seperti “garam” kehidupan : memberi rasa, membumbui hari kita. Kita bisa berkontemplasi dengan menatap matahari yang terbit di pagi hari, atau pepohonan yang menghiasi diri di tengah hijaunya musim semi; kita bisa berkontemplasi dengan mendengarkan musik atau suara burung, membaca buku, menatap karya seni atau mahakarya yang berwajah manusiawi ... Carlo Maria Martini, ketika ia diutus menjadi Uskup Milan, memberi judul surat pastoral pertamanya Dimensi Kontemplatif Kehidupan : pada kenyataannya, orang-orang yang tinggal di kota besar, di mana segalanya - bisa kita katakan - bersifat tiruan dan di mana segalanya berlandaskan manfaat, beresiko kehilangan kemampuan untuk berkontemplasi. Berkontemplasi bukan terutama cara melakukan, tetapi cara menjadi. Menjadi kontemplatif.

 

Dan menjadi kontemplatif tidak bergantung pada mata, tetapi pada hati. Dan di sini doa berperan sebagai tindakan iman dan kasih, sebagai "napas" hubungan kita dengan Allah. Doa memurnikan hati dan, dengannya, juga mempertajam pandangan kita, memungkinkannya untuk memahami kenyataan dari sudut pandang yang berbeda. Katekismus menggambarkan perubahan rupa hati yang dipengaruhi oleh doa, mengutip kesaksian terkenal dari Sang Penyembuh kudus dari Ars yang mengatakan hal ini : “Kontemplasi ialah memandang Yesus dengan penuh iman. 'Aku memandang Dia dan Dia memandang aku', demikian kata-kata seorang petani dari Ars, yang berdoa di depan tabernakel kepada pastornya yang saleh. [...] Cahaya wajah Yesus menyinari mata hati kita dan membiarkan kita melihat segala-galanya dalam sinar kebenaran dan belas kasihan-Nya terhadap semua orang” (Katekismus Gereja Katolik, 2715). Semuanya berasal dari hal ini : dari hati yang merasa dipandang dengan kasih. Kemudian kenyataan direnungkan dengan mata yang berbeda.

 

"Aku memandang-Nya dan Ia memandangku!" Serupa dengan ini : kontemplasi yang penuh kasih, ciri khas doa yang paling intim, tidak membutuhkan banyak kata. Tatapan sudah memadai. Diyakinkan bahwa hidup kita dikelilingi oleh kasih yang sangat besar dan setia yang tidak dapat memisahkan kita darinya sudah memadai.

 

Yesus adalah ahli tatapan ini. Hidup-Nya tidak pernah kekurangan waktu, ruang, keheningan, persekutuan yang penuh kasih yang memungkinkan keberadaan-Nya tidak dihancurkan oleh cobaan yang tak terhindarkan, tetapi seutuhnya menjaga keindahan. Rahasia-Nya adalah hubungan-Nya dengan Bapa surgawi-Nya.

 

Marilah kita memikirkan, misalnya, peristiwa perubahan rupa. Injil menempatkan peristiwa ini pada titik kritis perutusan Yesus ketika pertentangan dan penolakan meningkat di sekitar-Nya. Bahkan di antara murid-murid-Nya, banyak yang tidak memahami-Nya dan meninggalkan-Nya; salah seorang dari dua belas rasul-Nya berpikir untuk mengkhianati-Nya. Yesus mulai berbicara secara terbuka tentang penderitaan dan wafat-Nya yang menanti-Nya di Yerusalem. Dalam konteks inilah Yesus mendaki gunung yang tinggi bersama Petrus, Yakobus dan Yohanes. Injil Markus mengatakan : “Yesus berubah rupa di depan mata mereka, dan pakaian-Nya sangat putih berkilat-kilat. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat mengelantang pakaian seperti itu” (9:2-3). Tepat pada saat Yesus tidak dipahami - mereka meninggalkan-Nya, mereka meninggalkan-Nya sendirian karena mereka tidak paham - pada saat ini Ia disalahpahami, tepat ketika semuanya tampak kabur dalam pusaran kesalahpahaman, di tempat itulah cahaya ilahi bersinar. Terang kasih Bapa itulah yang memenuhi hati Sang Putra dan mengubah rupa seluruh pribadi-Nya.

 

Beberapa guru spiritual di masa lalu memahami kontemplasi sebagai lawan dari tindakan, dan mengagungkan panggilan yang melarikan diri dari dunia dan permasalahannya guna mengabdikan diri sepenuhnya pada doa. Pada kenyataannya, di dalam diri Yesus Kristus, dalam pribadi-Nya dan Injil, tidak ada pertentangan antara kontemplasi dan tindakan. Tidak. Dalam Injil dan di dalam diri Yesus tidak ada perbantahan. Ini mungkin berasal dari pengaruh beberapa filosofi Neoplatonik yang menciptakan pertentangan ini, tetapi pastinya mengandung dualisme yang bukan bagian dari pesan Kristiani.

 

Hanya ada satu panggilan besar, satu panggilan besar dalam Injil, yakni panggilan mengikuti Yesus di jalan kasih. Panggilan tersebut merupakan puncak dan pusat segalanya. Dalam pemahaman ini, amal kasih dan kontemplasi berpadanan kata, keduanya mengatakan hal yang sama. Santo Yohanes dari Salib meyakini bahwa tindakan kecil dari kasih yang murni lebih berguna bagi Gereja daripada gabungan seluruh karya lainnya. Apa yang lahir dari doa dan bukan dari praduga ego kita, apa yang dimurnikan oleh kerendahan hati, bahkan jika merupakan tindakan kasih yang tersembunyi dan hening, adalah mukjizat terbesar yang dapat dilakukan oleh seorang Kristiani. Dan inilah jalan doa kontemplasi : Aku memandang-Nya dan Ia memandangku. Tindakan kasih dalam dialog yang hening dengan Yesus itulah yang sangat bermanfaat bagi Gereja. Terima kasih.

 

[Sapaan Khusus]

 

Dengan hormat saya menyapa umat yang berbahasa Inggris. Di bulan Mei ini, dipersatukan dengan Bunda Maria, semoga kita bertumbuh dalam kontemplasi akan kemuliaan Sang Juruselamat yang telah bangkit. Saya memohonkan atas kalian dan keluarga kalian belas kasihan dan damai sejahtera Allah Bapa kita. Semoga Tuhan memberkati kalian!

 

Di bulan Mei ini, dipimpin oleh tempat suci yang tersebar di seluruh dunia, kita mendaraskan doa Rosario agar pandemi berakhir dan dimulainya kembali kegiatan dan karya sosial. Hari ini, Tempat suci Santa Perawan Rosario di Namyang, Korea Selatan akan memimpin doa Maria ini. Kita mempersatukan diri dengan semua orang yang berkumpul di tempat suci ini, terutama mendoakan anak-anak dan remaja.

______


(Peter Suriadi - Bogor, 5 Mei 2021)