Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM DI LAPANGAN SAN DAMASO, ROMA, 2 Juni 2021 : KATEKESE TENTANG DOA (BAGIAN 35) - YESUS, MODEL DAN JIWA SELURUH DOA

Saudara dan saudari yang terkasih, selamat pagi!

 

Keempat Injil menunjukkan kepada kita bagaimana doa merupakan hal mendasar dalam hubungan antara Yesus dan murid-murid-Nya. Hal ini sudah muncul dalam pemilihan siapa yang kemudian akan menjadi para Rasul. Lukas menempatkan pemilihan mereka dalam konteks doa yang tepat, dan ia berkata : “Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah. Ketika hari siang, Ia memanggil murid-murid-Nya kepada-Nya, lalu memilih dari antara mereka dua belas orang, yang disebut-Nya rasul” (6:12-13). Yesus memilih para rasul setelah berdoa semalam-malaman. Tampaknya tidak ada kriteria dalam pemilihan ini selain doa, dialog Yesus dengan Bapa. Menilik bagaimana orang-orang itu seharusnya berperilaku, tampaknya pemilihan tersebut bukanlah yang terbaik, karena mereka semua melarikan diri, mereka meninggalkan-Nya sendirian ketika Ia menghadapi kesengsaraan; tetapi justru hal ini, terutama kehadiran Yudas, yang kelak akan menjadi pengkhianat, menunjukkan bahwa nama-nama itu tertulis dalam rencana Allah.

 

Doa atas nama sahabat-sahabat-Nya terus-menerus muncul kembali dalam kehidupan Yesus. Para Rasul terkadang menjadi penyebab keprihatinan-Nya, tetapi Yesus, ketika Ia menerima mereka dari Bapa, setelah berdoa, hingga membawa mereka di dalam hati-Nya, bahkan dalam kesalahan mereka, bahkan ketika mereka jatuh. Dalam semua ini kita menemukan bagaimana Yesus adalah guru dan sahabat, senantiasa bersedia dengan sabar menanti pertobatan murid-Nya. Titik tertinggi penantian yang sabar ini adalah “jaring” cinta yang dijalin Yesus di sekitar Petrus. Pada Perjamuan Terakhir Ia berkata kepadanya : "Simon, Simon, lihat" - kata yang kita dengar di awal Audiensi - "Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu" (Luk 22:31-32). Sangat mengesankan mengetahui bahwa pada saat itu, selama masa kelemahan, kasih Yesus tiada henti. "Tetapi bapa, jika aku dalam dosa berat, apakah Yesus mengasihiku?" - "Ya" - "Dan apakah Yesus terus mendoakanku?" - "Ya" - "Tetapi jika aku telah melakukan hal-hal yang terburuk, dan lebih banyak lagi, melakukan begitu banyak dosa ... apakah Yesus terus mendoakan?" - "Ya". Kasih Yesus, doa Yesus untuk kita masing-masing tiada henti, tiada henti, malahan menjadi semakin intens, dan kita berada di pusat doa-Nya! Kita harus senantiasa mengingat hal ini : Yesus mendoakanku, sekarang Ia berdoa di hadapan Bapa dan membuat Bapa melihat luka-luka yang Ia bawa bersama-Nya, menunjukkan kepada Bapa harga keselamatan kita, kasih yang Ia pertahankan demi kita. Tetapi pada saat ini, kita masing-masing, marilah kita berpikir : pada saat ini, apakah Yesus mendoakanku? Ya. Inilah kepastian yang luar biasa yang harus kita miliki.

 

Doa Yesus kembali tepat waktu pada saat yang genting dalam perjalanan-Nya, yaitu pembuktian iman para murid-Nya. Marilah kita kembali mendengarkan penginjil Lukas : “Pada suatu kali ketika Yesus berdoa seorang diri, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Lalu Ia bertanya kepada mereka: 'Kata orang banyak, siapakah Aku ini?' Jawab mereka: 'Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan, bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit'. Yesus bertanya kepada mereka: 'Menurut kamu, siapakah Aku ini?' Jawab Petrus: 'Mesias dari Allah'. Lalu Yesus melarang mereka dengan keras, supaya mereka jangan memberitahukan hal itu kepada siapa pun” (9:18-21). Artinya, titik balik besar perutusan Yesus senantiasa didahului dengan doa, tetapi tidak hanya sepintas, dengan doa yang intens dan berkesinambungan. Selalu ada doa di saat-saat tersebut. Ujian iman ini tampaknya menjadi tujuan, tetapi justru merupakan pembaharuan titik awal bagi para murid, karena sejak saat itu, seolah-olah Yesus mengambil nada baru dalam perutusan-Nya, berbicara secara terbuka kepada mereka tentang sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya.

 

Dengan sudut pandang ini, yang secara naluriah menimbulkan penolakan, baik dalam diri para murid maupun dalam diri kita yang membaca Injil, doa adalah satu-satunya sumber terang dan kekuatan. Perlu lebih khusyuk berdoa, setiap kali jalan menanjak.

 

Dan, setelah mengumumkan kepada para murid-Nya apa yang menanti-Nya di Yerusalem, peristiwa Transfigurasi sungguh terjadi. Yesus “membawa Petrus, Yohanes dan Yakobus, lalu naik ke atas gunung untuk berdoa. Ketika Ia sedang berdoa, rupa wajah-Nya berubah dan pakaian-Nya menjadi putih berkilau-kilauan. Dan tampaklah dua orang berbicara dengan Dia, yaitu Musa dan Elia. Keduanya menampakkan diri dalam kemuliaan dan berbicara tentang tujuan kepergian-Nya yang akan digenapi-Nya di Yerusalem” (Luk 9:35). Dari doa muncul undangan untuk mendengarkan Yesus, senantiasa dari doa.

 

Dari perjalanan singkat melalui Injil ini, kita belajar bahwa Yesus tidak hanya menginginkan kita berdoa sebagaimana Ia berdoa, tetapi meyakinkan kita bahwa, bahkan jika usaha kita dalam berdoa sama sekali sia-sia dan tidak efektif, kita senantiasa dapat mengandalkan doa-Nya. Kita harus menyadari hal ini : Yesus mendoakanku. Suatu kali, seorang uskup yang baik memberitahu saya bahwa di saat yang sangat buruk dalam hidupnya, pencobaan yang sangat, sangat, sangat besar, di mana semuanya dalam kegelapan, ia memandang Basilika dan melihat tertulis kalimat ini : “Aku, Petrus, akan mendoakanmu”. Dan hal ini memberinya kekuatan dan penghiburan. Dan hal ini terjadi setiap kali kita masing-masing tahu bahwa Yesus sedang mendoakan seseorang. Yesus mendoakan kita. Pada saat ini, sungguh pada saat ini. Lakukan latihan ingatan ini, ulangilah hal ini. Ketika ada kesulitan, ketika kamu merasakan tarikan orbital gangguan : Yesus sedang mendoakanku. Tetapi bapa, apakah hal ini benar? Benar! Ia sendiri yang mengatakannya. Janganlah kita lupa bahwa apa yang menopang kita masing-masing dalam kehidupan adalah doa Yesus bagi kita masing-masing, dengan nama dan nama keluarga kita, di hadapan Bapa, menunjukkan kepada-Nya luka-luka yang merupakan harga keselamatan kita.

 

Bahkan jika doa-doa kita hanya tersendat-sendat, jika doa-doa kita dikompromikan oleh iman yang goyah, kita tidak boleh berhenti untuk percaya kepada-Nya : aku tidak tahu bagaimana berdoa tetapi Ia mendoakanku. Didukung oleh doa Yesus, doa kita yang takut-takut bertumpu pada sayap elang dan membubung ke Surga. Jangan lupa : Yesus sedang mendoakanku. Sekarang? Sekarang. Di saat pencobaan, di saat dosa, bahkan di dalam dosa itu, Yesus sedang mendoakanku dengan begitu banyak kasih. Terima kasih.

 

[Sapaan khusus]

 

Dengan hormat saya menyapa umat berbahasa Inggris. Semoga perayaan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus mendatang memperdalam kesadaran kita akan kehadiran nyata Yesus di antara kita dalam Ekaristi. Atas kalian dan keluarga kalian, saya memohonkan sukacita dan damai sejahtera Tuhan. Semoga Tuhan memberkati kalian!

 

[Ringkasan dalam Bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara dan saudari yang terkasih, dalam katekese lanjutan tentang doa, kita sekarang membahas Yesus sebagai model doa bagi murid-murid-Nya. Keempat Injil menunjukkan kepada kita bahwa Tuhan memilih rasul-rasul-Nya hanya setelah berdoa semalam-malaman. Menghadapi setiap saat penting dalam pelayanan-Nya, Yesus menarik diri untuk berdoa. Hanya setelah lama berdoa, Yesus menanyai para murid tentang iman mereka kepada-Nya dan kemudian mengungkapkan kepada mereka sengsara, wafat, dan kebangkitan-Nya yang akan tiba. Di gunung Transfigurasi, Petrus, Yakobus dan Yohanes kemudian melihat Tuhan dalam doa, dinyatakan dalam kemuliaan-Nya sebagai Putra Bapa yang terkasih. Pada Perjamuan Terakhir Ia meyakinkan Petrus bahwa Ia telah mendoakannya, pertobatannya dan perutusannya di kemudian hari. Seperti para rasul, kita juga dapat mengandalkan doa Tuhan untuk menopang kita dalam perjalanan iman dan pemuridan kita. Katekismus mengingatkan kita bahwa Yesus yang bangkit, duduk di sebelah kanan Bapa, terus-menerus menjadi pengantara kita di hadapan-Nya (bdk. No. 2741). Ketika kita berusaha untuk bertekun dalam doa, semoga kita yakin bahwa permohonan kita akan naik ke surga dengan sayap rajawali dan, dengan dan di dalam Yesus, senantiasa mendapatkan pendengaran di hadapan takhta Bapa.

_____


(Peter Suriadi - Bogor, 2 Juni 2021)