Hari ini kita
merayakan Pesta Keluarga Kudus Nazaret. Allah memilih keluarga yang rendah hati
dan sederhana untuk datang ke tengah-tengah kita. Marilah kita renungkan dengan
keheranan keindahan misteri ini, dengan menekankan dua aspek nyata bagi
keluarga kita.
Aspek pertama
: keluarga adalah cerita yang daripadanya kita berasal. Kita memiliki cerita
masing-masing. Tak seorang pun dari kita dilahirkan secara ajaib, dengan
tongkat ajaib. Kita semua memiliki cerita kita masing-masing dan keluarga
adalah cerita yang daripadanya kita berasal. Bacaan Injil liturgi hari ini
mengingatkan kita bahwa bahkan Yesus pun merupakan putra dari kisah keluarga.
Kita melihat-Nya melakukan perjalanan ke Yerusalem bersama Maria dan Yusuf
untuk merayakan Paskah; kemudian Ia membuat ibu dan bapa-Nya khawatir ketika
mereka tidak menemukan-Nya; setelah diketemukan, Ia pulang ke rumah bersama
mereka (bdk. Luk 2:41-51). Sungguh indah melihat Yesus disertakan ke dalam
lingkup kasih sayang keluarga yang lahir dan tumbuh dalam belaian dan perhatian
kedua orangtua-Nya. Hal ini juga penting bagi kita : kita berasal dari sebuah
cerita yang terdiri dari ikatan kasih, dan orang yang kita lahirkan hari ini
tidak sebegitu banyak benda-benda yang kita gunakan, tetapi dari kasih yang
telah kita terima, dari kasih di dalam hati keluarga. Kita mungkin tidak
dilahirkan dalam keluarga yang luar biasa, yang tanpa masalah, tetapi ini
adalah kisah kita – semua orang harus berpikir : ini adalah kisahku – ini
adalah akar kita : jika kita memangkasnya, kehidupan akan mengering! Allah
tidak membuat kita mengembara sendirian, tetapi berjalan bersama. Marilah kita
bersyukur kepada-Nya dan berdoa kepada-Nya untuk keluarga kita. Allah
memikirkan kita dan menghendaki kita bersama : bersyukur, bersatu, mampu
memelihara akar kita. Kita perlu memikirkan hal ini, cerita kita.
Aspek kedua :
setiap hari kita perlu belajar bagaimana menjadi sebuah keluarga. Dalam Bacaan
Injil, kita melihat bahkan dalam Keluarga Kudus segala sesuatunya tidak
berjalan dengan baik : ada masalah yang tak terduga, kecemasan, penderitaan.
Keluarga Kudus di kartu suci tidak ada. Maria dan Yusuf kehilangan Yesus dan
mencari-Nya dengan cemas, dan baru menemukan-Nya tiga hari kemudian. Dan
ketika, sedang duduk di tengah-tengah alim ulam di Bait Allah, Ia menjawab
bahwa Ia harus berurusan dengan Bapa-Nya, mereka tidak mengerti. Mereka butuh
waktu untuk belajar mengenal Putra mereka. Begitu pula dengan kita: setiap
hari, sebuah keluarga perlu belajar bagaimana saling mendengarkan untuk saling
memahami, berjalan bersama, menghadapi perselisihan dan kesulitan. Sebuah
tantangan sehari-hari yang harus diatasi dengan sikap yang benar, melalui
tindakan sederhana, memperhatikan rincian hubungan kita. Dan hal ini juga
sangat membantu kita untuk berbicara dalam keluarga, berbicara di meja,
berdialog antara orangtua dan anak, berdialog antarsaudara kandung. Ini
membantu kita mengalami akar keluarga kita yang berasal dari kakek-nenek kita.
Berdialog dengan kakek-nenek!
Lalu
bagaimana hal ini dilakukan? Marilah kita melihat Maria, yang dalam Bacaan
Injil hari ini berkata kepada Yesus : “Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari
Engkau” (ayat 48). Bapa-Mu dan aku; tidak mengatakan, aku dan Bapa-Mu. Sebelum
"aku", "kamu" lebih dulu! Marilah kita mempelajari hal ini:
sebelum "aku", "kamu" lebih dulu. Dalam bahasa saya ada
kata sifat untuk orang-orang yang menempatkan "aku" sebelum
"kamu": "Aku, diriku dan aku, untuk diriku dan kebaikanku
sendiri". Orang-orang adalah semacam ini – pertama “aku” dan kemudian
“kamu”. Tidak, dalam Keluarga Kudus, pertama "kamu" dan kemudian
"aku". Untuk memelihara keharmonisan dalam keluarga, kediktatoran
"aku" perlu ditentang - ketika "aku" membusung. Berbahaya,
ketika, alih-alih saling mendengarkan, kita saling menyalahkan; ketika,
alih-alih menunjukkan saling peduli, kita terpaku pada kebutuhan kita sendiri;
ketika, alih-alih berdialog, kita mengasingkan diri dengan gawai kita –
menyedihkan, ketika makan malam dalam keluarga, semuanya menggunakan gawai
mereka tanpa saling berbicara, semuanya berbicara di gawai mereka sendiri;
ketika kita saling menuduh, selalu mengulang kalimat yang sama, menghidupkan
kembali adegan lama di mana setiap orang ingin menjadi benar dan selalu
berakhir dengan keheningan yang dingin, keheningan yang bisa kamu potong dengan
pisau, dingin, setelah diskusi keluarga. Ini mengerikan, benar-benar mengerikan!
Saya ulangi sebuah nasihat : di malam hari, ketika semuanya selesai, selalulah
berdamai. Jangan pernah tidur tanpa berdamai, jika tidak maka akan terjadi
“perang dingin” keesokan harinya! Dan ini berbahaya karena memicu serangkaian
omelan, serangkaian kebencian. Sayangnya, berapa kali perselisihan berasal dan
tumbuh di dalam tembok rumah tangga karena kurun waktu keheningan yang
berkepanjangan dan dari keegoisan yang tidak terkendali! Bahkan terkadang
berujung pada kekerasan fisik dan moral. Ini merusak keharmonisan dan membunuh
keluarga. Marilah kita mengubah diri kita dari "aku" menjadi
"kamu". Seyogyanya, apa yang lebih penting dalam sebuah keluarga
adalah "kamu". Dan tolong, setiap hari, marilah kita sedikit berdoa
bersama – jika kamu dapat mengusahakannya – untuk memohonkan kepada Allah
karunia perdamaian. Dan marilah kita semua berkomitmen – orangtua, anak-anak,
Gereja, masyarakat – untuk menopang, membela, dan melindungi keluarga yang
merupakan harta kita!
Semoga
Perawan Maria, suami Yusuf, ibu Yesus, melindungi keluarga kita.
[Setelah
pendarasan doa Malaikat Tuhan]
Saudara-saudari
terkasih,
Sekarang saya
beralih ke para pasutri di seluruh dunia. Hari ini, pada Pesta Keluarga Kudus,
sebuah Surat yang saya tulis tentang kamu sedang diterbitkan. Surat tersebut
adalah hadiah Natal saya untukmu, para pasutri – sebuah dorongan, tanda
kedekatan saya, dan juga kesempatan untuk bermeditasi. Pentingnya merenungkan
dan mengalami kebaikan dan kelembutan Allah yang, dengan tangan kebapaan-Nya,
membimbing langkah para pasutri di jalan kebaikan. Semoga Tuhan memberikan
kekuatan kepada para pasutri untuk melanjutkan perjalanan yang telah dijalani.
Hari ini saya
juga ingin mengingatkan bahwa kita semakin dekat dengan Pertemuan Keluarga
Sedunia. Saya mengundang kamu semua untuk mempersiapkan diri untuk acara ini
terutama melalui doa dan menghayatinya di keuskupanmu bersama dengan
keluarga-keluarga lainnya.
Dan berbicara
tentang keluarga, saya memiliki perhatian, perhatian nyata, setidaknya di sini
di Italia : musim dingin demografis. Tampaknya banyak pasutri memilih untuk
tidak memiliki anak atau hanya memiliki satu anak. Pikirkan tentang hal ini.
Ini adalah sebuah tragedi. Beberapa menit yang lalu, saya melihat di Sua
Immagine bagaimana mereka sedang berbicara tentang masalah serius ini, musim
dingin demografis. Marilah kita melakukan segala yang mungkin untuk mendapatkan
kembali kesadaran untuk mengatasi musim dingin demografis yang bertentangan
dengan keluarga kita, tentang negara kita, bahkan terhadap masa depan kita.
Saya menyapa
kamu semua para peziarah yang datang dari Italia dan berbagai negara. Saya
melihat orang Polandia ini, orang Brasil, dan saya melihat orang Kolombia di
sana… keluarga, kelompok paroki, lembaga. Saya kembali mengharapkan agar
permenungan akan Bayi Yesus, jantung dan pusat perayaan Natal, dapat
mengobarkan sikap persaudaraan dan berbagi dalam keluarga dan komunitas. Dan
untuk sedikit merayakan Natal, ada baiknya berkunjung ke 100 Adegan Kelahiran
yang berada di bawah barisan tiang. Ini akan membantu kita juga.
Pada
hari-hari ini, saya telah menerima pesan Natal dari Roma dan pelbagai belahan
dunia. Sayangnya, tidak mungkin bagi saya untuk menanggapi semuanya, tetapi
saya mendoakan semua orang dan terutama berterima kasih atas banyaknya doa-doa
yang telah kamu janjikan untuk diucapkan. Doakan saya! Jangan lupakan ini!
Terima kasih banyak, dan Selamat Pesta Keluarga Kudus! Selamat menikmati makan
siang dan sampai jumpa!
______
(Peter
Suriadi - Bogor, 26 Desember 2021)