Di jalan ini,
para Majus dapat membantu kita. Marilah petang ini kita memikirkan perjalanan
mereka, yang terdiri tiga langkah : dimulai dari Timur, melewati Yerusalem, dan
akhirnya tiba di Betlehem.
1. Pertama, para Majus
berangkat “dari Timur” (Mat 2:1), karena di sanalah mereka pertama kali melihat
bintang. Mereka berangkat dari Timur, asal matahari terbit, namun mereka
mencari terang yang lebih besar. Para bijak ini tidak puas dengan pengetahuan
dan tradisi mereka ; mereka menginginkan sesuatu yang lebih. Oleh karena itu,
mereka memulai perjalanan yang berisiko, didorong oleh kegelisahan pencarian
Allah. Saudara-saudari terkasih, semoga kita juga mengikuti bintang Yesus!
Semoga kita tidak membiarkan diri kita terganggu oleh gemerlapnya terang dunia
ini, bintang-bintang yang cemerlang namun jatuh. Semoga kita tidak mengikuti
mode saat ini, bintang jatuh yang terbakar habis. Semoga kita tidak mengikuti
godaan bersinar dengan terang kita sendiri, hanya peduli dengan kelompok kita
dan pelestarian diri kita. Marilah kita mengarahkan pandangan kita kepada
Kristus, kepada surga, kepada bintang Yesus. Marilah kita mengikuti-Nya,
Injil-Nya, undangan-Nya untuk bersatu, tanpa khawatir tentang berapa lama dan
melelahkan jalan menuju kepenuhan tersebut dapat dicapai. Janganlah kita lupa
bahwa dengan melihat terang, Gereja – Gereja kita – di jalan kesatuan, terus
menjadi “misterium luna”. Marilah kita berhasrat untuk melakukan perjalanan
bersama, saling mendukung, seperti yang dilakukan para Majus. Secara
tradisional, para Majus digambarkan dengan jubah warna-warni yang mewakili
berbagai bangsa. Di dalamnya, kita dapat melihat cermin perbedaan kita,
perbedaan tradisi dan pengalaman Kristiani kita, tetapi juga kesatuan kita,
yang lahir dari keinginan yang sama : memandang surga dan melakukan perjalanan
bersama di bumi.
Timur juga membuat kita memikirkan umat Kristiani yang tinggal di
berbagai daerah yang hancur karena perang dan kekerasan. Dewan Gereja-Gereja
Timur Tengah menyiapkan bahan untuk Pekan Doa ini. Saudara-saudari kita ini
menghadapi sejumlah tantangan yang sulit, namun dengan kesaksian mereka, mereka
memberi kita harapan. Mereka mengingatkan kita bahwa bintang Kristus bersinar
dalam kegelapan dan tidak pernah terbenam; dari tempat tinggi, Tuhan menyertai
dan menyemangati langkah kita. Di sekeliling-Nya, di surga, di sana bersinar
bersama, tanpa perbedaan pengakuan, sekelompok besar martir; mereka menunjukkan
kepada kita di sini di bawah jalan yang jelas, jalan persatuan!
2. Dari Timur, para Majus tiba
di Yerusalem, hati mereka membara dengan kerinduan akan Allah. Mereka
memberitahu Herodes : “Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang
untuk menyembah Dia" (ayat 2). Namun, keinginan surga mereka dibawa
kembali ke bumi dan kepada kenyataan pahitnya : "Ketika raja Herodes
mendengar hal itu", Injil memberitahu kita, "terkejutlah ia beserta
seluruh Yerusalem" (ayat 3). Di kota suci tersebut para Majus tidak
melihat pantulan terang bintang, tetapi mengalami perlawanan dari kekuatan
gelap dunia ini. Herodes sendiri juga tidak merasa terancam oleh kerajaan baru
dan berbeda ini, tidak diperburuk oleh kekuatan duniawi : seluruh Yerusalem
terkejut oleh pesan para Majus.
Sepanjang perjalanan kita menuju persatuan, kita juga bisa berhenti
karena alasan yang sama yang melumpuhkan orang-orang itu : kebingungan dan
ketakutan. Ketakutan akan hal baru yang mengganggu kelaziman kebiasaan dan rasa
aman kita; ketakutan orang lain akan mengacaukan tradisi dan polaku yang sudah
lama ada. Namun jauh di lubuk hati ketakutan yang mengintai setiap hati manusia
adalah ketakutan yang hendak dienyahkan dari diri kita oleh Tuhan yang bangkit.
Dalam perjalanan persekutuan kita, semoga kita tidak pernah urung untuk mendengar
kata-kata penyemangatnya : “Janganlah kamu takut” (Mat 28:5.10). Janganlah kita
takut untuk menempatkan saudara-saudara kita di atas ketakutan kita sendiri!
Tuhan ingin kita percaya satu sama lain dan berjalan bersama, terlepas dari
kegagalan dan dosa kita, terlepas dari kesalahan masa lalu dan luka kita
bersama.
Di sini juga, kisah para Majus mendorong kita. Tepatnya di Yerusalem,
tempat kekecewaan dan pertentangan, di mana jalan yang ditunjukkan oleh surga
tampaknya bertabrakan dengan tembok yang didirikan oleh manusia, mereka
menemukan jalan menuju Betlehem. Mereka mempelajarinya dari para imam kepala
dan para ahli Taurat bangsa Yahudi, yang menelaah Kitab Suci (bdk. Mat 2:4).
Para Majus menemukan Yesus tidak hanya dari bintang, yang sementara itu
menghilang; mereka juga membutuhkan sabda Allah. Kita juga umat Kristiani tidak
dapat datang kepada Tuhan tanpa sabda-Nya yang hidup dan kuat (bdk. Ibr 4:12).
Sabda itu telah diberikan kepada seluruh umat Allah untuk disambut dan
didoakan, sehingga dapat direnungkan bersama, oleh seluruh umat Allah.
Kemudian, marilah kita mendekat kepada Yesus melalui sabda-Nya, bahkan marilah
kita juga mendekat kepada saudara-saudari kita melalui sabda Yesus. Bintang-Nya
akan muncul kembali dalam perjalanan kita, dan Ia akan memberi kita sukacita.
3. Itulah yang terjadi dengan
para Majus, begitu mereka tiba di tujuan akhir mereka : Betlehem. Di sana
mereka masuk ke dalam rumah, sujud menyembah Anak itu (bdk. Mat 2:11). Jadi
perjalanan mereka berakhir: bersama, di rumah yang sama, dalam penyembahan.
Dengan cara ini, para Majus menggambarkan murid-murid Yesus, banyak tetapi
satu, yang pada akhir Injil sujud menyembah di hadapan Tuhan yang bangkit di
bukit di Galilea (bdk. Mat 28:17). Dengan cara ini, mereka juga menjadi tanda
kenabian bagi kita yang merindukan Tuhan, rekan seperjalanan kita di sepanjang
jalan dunia, para pencari tanda-tanda Allah dalam sejarah melalui Kitab Suci.
Saudara-saudari, bagi kita juga, persatuan penuh, di rumah yang sama, hanya
akan dicapai melalui penyembahan kepada Tuhan. Saudara-saudari terkasih, tahap
menentukan perjalanan menuju persekutuan penuh membutuhkan doa yang semakin
giat, membutuhkan penyembahan, penyembahan kepada Allah.
Selain itu, para Majus mengingatkan kita bahwa penyembahan menuntut
sesuatu yang lain dari diri kita : pertama, kita harus sujud. Begitulah caranya
: membungkuk, mengesampingkan kepura-puraan kita agar Tuhan semata yang menjadi
pusat segalanya. Berapa kali kesombongan sungguh terbukti menghambat
persekutuan! Para Majus memiliki keberanian untuk meninggalkan harga diri dan
reputasi mereka guna merendahkan diri di rumah hina di Betlehem; dan sebagai
hasilnya mereka mendapati diri mereka “sangat bersukacita” (Mat 2:10). Untuk
merendahkan diri, meninggalkan hal-hal tertentu, menyederhanakan hidup kita:
malam ini, marilah kita memohonkan kepada Allah keberanian itu, keberanian
kerendahan hati, satu-satunya cara untuk datang menyembah Allah di rumah yang
sama, di sekitar altar yang sama.
Di Betlehem, setelah mereka sujud menyembah, para Majus membuka tempat
harta bendanya dan mempersembahkan emas, kemenyan dan mur (bdk. ayat 11).
Persembahan ini mengingatkan kita bahwa, hanya setelah kita berdoa bersama,
hanya di hadirat Allah dan dalam terang-Nya, kita menjadi benar-benar sadar
akan harta kepunyaan kita masing-masing. Tetapi, harta tersebut adalah
kepunyaan bersama, dan dimaksudkan untuk dibagikan. Karena harta tersebut
adalah karunia Roh, yang ditujukan untuk kebaikan bersama, untuk pembangunan
dan persatuan umat-Nya. Kita dapat melihat hal ini dengan doa, tetapi juga
dengan pelayanan : ketika kita memberi orang-orang yang membutuhkan, kita
memberikan persembahan kita kepada Yesus, yang menyerupakan diri-Nya dengan
orang-orang miskin dan terpinggirkan (bdk. Mat 25:34-40); dan Ia menjadikan
kita satu.
Pemberian para Majus melambangkan pemberian yang ingin diterima Tuhan
dari kita. Allah harus diberikan emas, yang paling berharga, karena tempat
pertama harus selalu diberikan kepada Allah. Kita harus memandang-Nya, bukan diri
kita; kehendak-Nya, bukan kehendak kita; jalan-Nya, bukan jalan kita. Jika
Tuhan benar-benar di tempat pertama, pilihan kita, termasuk pilihan gerejawi
kita, tidak bisa lagi didasarkan pada politik dunia ini, tetapi pada kehendak
Allah. Lalu ada kemenyan, yang mengingatkan pentingnya doa, yang terangkat
kepada Allah sebagai wewangian yang berkenan (bdk. Mzm 141:2). Semoga kita
tidak pernah lelah untuk saling mendoakan dan berdoa bersama. Akhirnya, ada
mur, yang akan digunakan untuk menghormati tubuh Yesus yang diturunkan dari
salib (bdk. Yoh 19:39), dan berbicara kepada kita tentang kepedulian terhadap
daging Tuhan yang sedang menderita, yang tercermin dalam luka-luka kaum miskin.
Marilah kita melayani orang-orang yang membutuhkan. Bersama-sama, marilah kita
melayani Yesus yang sedang menderita!
Saudara-saudari yang terkasih, marilah kita mengambil arah para Majus
untuk perjalanan kita, dan melakukan seperti yang mereka lakukan, pulang ke
rumah “melalui jalan lain” (Mat 2:12). Seperti Saulus sebelum perjumpaannya
dengan Kristus, kita perlu mengubah arah, membalikkan kebiasaan dan jalan kita,
untuk menemukan jalan yang ditunjukkan Tuhan kepada kita : jalan kerendahan
hati, persaudaraan dan penyembahan. Ya Tuhan, anugerahi kami keberanian untuk
mengubah haluan, bertobat, mengikuti kehendak-Mu dan bukan kehendak kami;
berkembang bersama-sama, menuju Engkau, yang berkat Roh-Mu ingin menjadikan
kita satu. Amin.
______
(Peter Suriadi
- Bogor, 26 Januari 2022)