Pertama kali,
dalam menyapa Maria, ia berkata: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan
menyertai engkau" (Luk 1:28). Alasan untuk merasa dikaruniai, alasan untuk
bersukacita, diungkapkan dalam sepatah kata : Tuhan menyertai engkau. Saudara,
saudari, hari ini kamu dapat mendengar kata-kata ini ditujukan kepadamu, kepada
kita masing-masing; kamu dapat menjadikannya kata-katamu setiap kali kamu
menghampiri pengampunan Allah, karena di sana Tuhan mengatakan kepadamu :
"Aku menyertai engkau". Terlalu sering kita berpikir bahwa pengakuan
dosa berupa kita pergi kepada Allah dengan kepala tertunduk. Tetapi bukan
pertama-tama kita yang kembali kepada Tuhan; Dialah yang datang mengunjungi
kita, memenuhi kita dengan rahmat-Nya, menggembirakan kita dengan sukacita-Nya.
Mengaku dosa adalah membuat Bapa bersukacita karena bangkit kembali. Pusat dari
apa yang akan kita hayati bukanlah dosa-dosa kita, dosa-dosa itu akan ada di
sana, tetapi bukan pusatnya; pengampunan-Nya : inilah pusatnya. Marilah kita
mencoba membayangkan jika pusat Sakramen ada pada dosa-dosa kita : hampir
semuanya akan bergantung pada kita, pada pertobatan kita, pada upaya kita, pada
ketetapan hati kita. Tetapi bukan, pusatnya adalah Dia, yang membebaskan kita
dan membuat kita berdiri kembali.
Marilah kita
kembalikan keutamaan rahmat dan memohon karunia pengertian bahwa pendamaian
bukanlah langkah pertama kita menuju Allah, melainkan pelukan-Nya yang
menyelimuti kita, memukau kita, menggerakkan kita. Tuhanlah yang, seperti di
Nazaret sejak Maria, memasuki rumah kita serta membawa kekaguman dan sukacita
yang sebelumnya tak dikenal : sukacita pengampunan. Marilah kita menempatkan
sudut pandang Allah di latar depan : kita akan kembali menjadi terkait dengan
pengakuan dosa. Kita membutuhkannya, karena setiap kelahiran kembali batin,
setiap titik balik rohani dimulai dari sini, dari pengampunan Allah. Jangan
abaikan pendamaian, tetapi marilah kita menemukannya kembali sebagai Sakramen
Sukacita. Ya, Sakramen Sukacita, di mana kejahatan yang membuat kita malu
menjadi kesempatan untuk mengalami hangatnya pelukan Bapa, manisnya kekuatan
Yesus yang menyembuhkan kita, "kelembutan keibuan" Roh Kudus. Inilah
pokok pengakuan dosa.
Dan kemudian,
saudara-saudari terkasih, marilah kita terus menerima pengampunan. Kamu,
saudara-saudara yang melayani pengampunan Allah, jadilah orang-orang yang
menawarkan mereka yang menghampiri sukacita pengumuman ini : Hai engkau yang
dikaruniai, Tuhan menyertai engkau. Jangan ada kekakuan, tolong, jangan ada
hambatan, jangan ada ketidaknyamanan; pintu terbuka untuk belas kasihan!
Khususnya dalam pengakuan dosa, kita dipanggil untuk meneladan Sang Gembala
yang baik yang menjemput domba-domba-Nya dan membelai mereka; kita dipanggil untuk
menjadi saluran rahmat yang mencurahkan air hidup belas kasihan Bapa ke dalam
kekeringan hati. Jika seorang imam tidak memiliki sikap ini, jika ia tidak
memiliki perasaan ini di dalam hatinya, lebih baik ia tidak memberikan
pengakuan dosa.
Untuk kedua kalinya
Malaikat Gabriel berbicara kepada Maria. Kepada Maria, yang terguncang oleh
salam yang diterimanya, Malaikat Gabriel berkata : "Jangan takut"
(ayat 30). Pertama : "Tuhan menyertai engkau"; kata kedua :
"Jangan takut". Dalam Kitab Suci, ketika Allah menampilkan diri-Nya
kepada orang-orang yang menyambut-Nya, Ia berkenan mengucapkan dua kata ini :
jangan takut. Ia mengatakannya kepada Abraham (bdk. Kej 15:1), ia mengulanginya
kepada Ishak (bdk. Kej 26:24), kepada Yakub (bdk. Kej 46:3) dan seterusnya, hingga
Yusuf (bdk.1:20) dan kepada Maria : jangan takut, jangan takut. Dengan cara
inilah Ia mengirimi kita pesan yang jelas dan menghibur : setiap kali kehidupan
terbuka kepada Allah, rasa takut tidak bisa lagi menyandera kita. Karena rasa
takut menyandera kita. Kamu, saudari, saudara, jika dosa-dosamu membuatmu
takut, jika masa lalumu mengkhawatirkanmu, jika lukamu tidak kunjung sembuh,
jika terus menerus jatuh membuatmu patah semangat dan kamu tampaknya telah
kehilangan harapan, tolong jangan takut. Allah tahu kelemahanmu dan lebih besar
dari kesalahanmu. Allah lebih besar dari dosa kita : Ia jauh lebih besar! Satu
hal yang Ia minta daripadamu : kelemahanmu, kesengsaraanmu, jangan disimpan di
dalam dirimu; bawalah kelemahan dan kesengsaraanmu kepada-Nya, letakkanlah di
dalam Dia, dan alasan pemencilan tersebut akan menjadi kesempatan untuk
kebangkitan. Jangan takut! Tuhan meminta dosa-dosa kita. Kisah tentang rahib di
padang gurun, yang telah memberikan segalanya kepada Allah, segalanya, dan
menjalani kehidupan puasa, penebusan dosa, doa, muncul dalam benak. Tuhan
meminta lebih banyak daripadanya. “Tuhan, aku telah memberi Engkau segalanya”,
kata rahib itu, “apa yang kurang?”. "Berikanlah kepada-Ku
dosa-dosamu". Demikianlah Tuhan meminta kita. Jangan takut.
Perawan Maria
menyertai kita : ia sendiri melontarkan keterguncangannya kepada Allah.
Pengumuman Malaikat sungguh beralasan untuk membuatnya takut. Ia mengusulkan
sesuatu yang tidak terpikirkan, yang berada di luar kekuatannya dan yang tidak
dapat ia tangani sendiri : akan ada terlalu banyak kesulitan, persoalan dengan
hukum Musa, dengan Yusuf, dengan orang-orang sekampungnya dan dengan
orang-orang di sekitarnya. Semua ini adalah kesulitan : jangan takut.
Tetapi Maria
tidak mengajukan keberatan. Ia cukup untuk tidak takut, jaminan Allah sudah
cukup baginya. Ia melekat pada-Nya, seperti yang ingin kita lakukan malam ini.
Karena kita sering melakukan yang sebaliknya : kita mulai dari kepastian kita
dan, hanya ketika kita kehilangannya, barulah kita pergi kepada Allah. Bunda
Maria, di sisi lain, mengajarkan kita untuk mulai dari Allah, percaya bahwa
dengan cara ini semuanya itu akan ditambahkan kepada kita (bdk. Mat 6:33). Ia
mengundang kita untuk pergi ke sumbernya, pergi kepada Tuhan, yang merupakan
penyembuh yang radikal untuk melawan ketakutan dan kejahatan hidup. Maria
mengingat ungkapan yang indah, yang direproduksi di atas ruang pengakuan dosa
di sini di Vatikan, kata-kata yang ditujukan kepada Allah ini : "Menjauh
daripada Engkau berarti jatuh, kembali kepada Engkau berarti bangkit kembali,
tinggal di dalam Engkau berarti ada" (bdk. Santi Agustinus, Solilokium I,
3).
Hari-hari ini
berita dan gambar kematian terus memasuki rumah kita, sementara bom
menghancurkan rumah banyak saudara dan saudari kita yang tidak bersenjata di
Ukraina. Perang yang tidak berperikemanusiaan, yang telah menimpa banyak orang
dan membuat semua orang menderita, menyebabkan ketakutan dan kecemasan pada
diri mereka masing-masing. Batin kita merasakan ketidakberdayaan dan ketidakmampuan.
Kita perlu diberitahu "jangan takut". Namun ketenteraman manusia saja
tidak cukup, kehadiran Allah diperlukan, kepastian pengampunan ilahi,
satu-satunya yang meniadakan kejahatan, meredakan dendam, memulihkan kedamaian
hati. Marilah kembali kepada Allah, marilah kembali kepada pengampunan-Nya.
Untuk ketiga
kalinya Malaikat Gabriel kembali berbicara. Sekarang ia berkata kepada Bunda
Maria : "Roh Kudus akan turun atasmu" (Luk1:35). "Tuhan
menyertai engkau"; "Jangan takut"; dan kata ketiga adalah
"Roh Kudus akan turun ke atasmu". Beginilah cara Allah campur tangan
dalam sejarah : memberikan Roh diri-Nya sendiri. Karena yang penting kekuatan
kita tidak cukup. Kita sendiri tidak dapat menyelesaikan pertentangan sejarah
atau bahkan pertentangan di dalam hati kita. Kita membutuhkan kekuatan Allah
yang bijaksana dan lemah lembut, yaitu Roh Kudus. Kita membutuhkan Roh kasih,
yang menyingkirkan kebencian, memadamkan dendam, memadamkan keserakahan,
membangunkan kita dari ketidakpedulian. Roh yang memberi kita kerukunan, karena
Ia adalah kerukunan. Kita membutuhkan kasih Allah karena kasih kita tidak pasti
dan tidak mencukupi. Kita meminta banyak hal kepada Tuhan, tetapi kita sering
lupa menanyakan kepada-Nya apa yang paling penting dan apa yang ingin Ia berikan
kepada kita : Roh Kudus, yaitu kekuatan untuk mengasihi. Tanpa kasih,
sebenarnya, apa yang akan kita tawarkan kepada dunia? Seseorang mengatakan
bahwa orang Kristiani tanpa kasih adalah bagaikan sebuah jarum yang tidak
menjahit : ia membuat pedih, ia melukai, tetapi jika tidak menjahit, jika tidak
menenun, jika tidak menggabungkan, tidak ada gunanya. Saya berani mengatakan :
ia bukan orang Kristiani. Untuk ini ada kebutuhan untuk menarik kekuatan kasih
dari pengampunan Allah, menarik Roh yang turun ke atas Maria tersebut.
Karena, jika
kita ingin dunia berubah, hati kita harus berubah terlebih dahulu. Untuk
melakukan hal ini, hari ini marilah kita membiarkan diri kita dipegang oleh
tangan Bunda Maria. Marilah kita memandang hatinya yang tak bernoda, tempat
Allah bersandar, satu-satunya hati makhluk manusia tanpa bayang-bayang. Ia
"penuh rahmat" (ayat 28), dan karena itu hampa dari dosa : di dalam
dirinya tidak ada jejak kejahatan dan karena itu bersamanya Allah dapat memulai
sejarah baru keselamatan dan kedamaian. Di sana, sejarah berputar. Allah
mengubah sejarah dengan mengetuk hati Maria.
Dan hari ini
kita juga, diperbarui oleh pengampunan, mengetuk Hati itu. Dalam persatuan
dengan para Uskup dan umat beriman di dunia, saya dengan sungguh-sungguh ingin membawa
semua yang sedang kita alami kepada Hati Maria Tak Bernoda : kembali
menyerahkan kepadanya Gereja dan seluruh umat manusia serta menyerahkan
kepadanya, secara khusus, rakyat Ukraina dan Rusia, yang dengan kasih sayang
seorang anak menghormatinya sebagai Ibu. Bukan sebuah rumusn magis, bukan itu;
tetapi sebuah tindakan spiritual. Isyarat kepercayaan penuh dari anak-anaknya
yang, dalam kesengsaraan perang yang kejam ini dan perang yang tidak masuk akal
yang mengancam dunia ini, memohon pertolongan kepada sang Ibu. Seperti
anak-anak, ketika mereka ketakutan, mereka pergi kepada ibu mereka untuk
menangis, mencari perlindungan. Marilah kita memohon pertolongan kepadanya,
melontarkan ketakutan dan kepedihan ke dalam Hatinya, menyerahkan diri kita
kepadanya.
Dari bibir
Maria muncul ungkapan terindah yang dapat dibawa kembali Malaikat Gabriel
kepada Allah : "Jadilah padaku menurut perkataanmu itu" (ayat 38).
Penerimaan Bunda Maria bukanlah penerimaan pasif atau pasrah, tetapi keinginan
yang hidup untuk mematuhi Allah, yang memiliki "rancangan damai sejahtera
dan bukan rancangan kecelakaan" (Yer 29:11). Keikutsertaan terdekat dalam
rencana-Nya untuk perdamaian dunia. Kita menyerahkan diri kepada Maria untuk
memasuki rencana ini, menempatkan diri kita sepenuhnya pada rencana Allah.
Bunda Allah, setelah mengatakan ya, melakukan perjalanan panjang mendaki menuju
daerah pegunungan untuk mengunjungi saudaranya yang sedang hamil (bdk.1:39). Ia
bergegas pergi. Saya suka memikirkan Bunda Maria yang bergegas, selalu seperti
ini, Bunda Maria yang bergegas menolong kita, untuk menjaga kita tetap aman.
Semoga ia mengambil jalan kita hari ini : membimbing kita melalui jalan
persaudaraan dan dialog yang curam dan melelahkan, membimbing kita di jalan
perdamaian.
___
(dialihbahasakan oleh Peter Suriadi dari https://www.vatican.va/content/francesco/en/homilies/2022/documents/20220325_omelia-penitenza.html - Bogor, 26 Maret 2022)