Hari ini,
dengan pertolongan Sabda Allah yang telah kita dengar, kita membuka jalan
melalui kerapuhan usia tua, yang terutama ditandai pengalaman kesimpangsiuran
dan keputusasaan, kehilangan dan pengabaian, kekecewaan dan keraguan. Tentu
saja, pengalaman kerapuhan kita dalam menghadapi situasi kehidupan yang
dramatis - terkadang tragis - dapat terjadi pada setiap tahap kehidupan. Namun,
di usia tua pengalaman tersebut dapat menghasilkan lebih sedikit kesan dan
menimbulkan semacam pembiasaan pada orang lain, bahkan gangguan. Berapa kali
kita mendengar atau berpikir : 'Orang tua adalah pengganggu'' – 'Tetapi, orang
tua ini selalu mengganggu' : jangan menyangkalnya, begitulah adanya... Kita
telah mengatakannya, kita telah memikirkannya… Luka-luka masa kanak-kanak dan
remaja yang lebih berat sungguh memancing rasa ketidakadilan dan pemberontakan,
kekuatan untuk bereaksi dan melawan. Di sisi lain, luka-luka, bahkan luka-luka
berat, dari usia tua pasti disertai dengan perasaan bahwa, bagaimanapun juga,
hidup tidak bertentangan dengan dirinya sendiri, oleh karena itu telah
dijalani. Jadi orang tua agak tersingkir dari pengalaman kita : kita ingin
menjauhkan mereka.
Dalam
pengalaman manusiawi pada umumnya, cinta - sebagaimana dikatakan – turun-temurun
: cinta tidak kembali pada kehidupan terdahulu dengan kekuatan yang sama dengan
yang dicurahkannya pada kehidupan yang masih ada di hadapan kita. Kecuma-cumaan
cinta juga tampak dalam hal ini : para orangtua selalu mengetahui hal ini,
orang tua segera mempelajarinya. Namun demikian, pewahyuan membuka cara untuk
membalas cinta dengan cara yang berbeda : cara menghormati orang-orang yang
telah mendahului kita, cara menghormati orang yang datang sebelum kita, cara
menghormati orang tua.
Cinta khusus
ini yang membuka jalan dalam bentuk penghargaan – yaitu kelembutan sekaligus
rasa hormat – yang ditujukan kepada orang tua ini dimeteraikan oleh perintah
Allah. "Hormatilah ayah dan ibumu" sungguh merupakan ketetapan hati,
"loh batu" pertama Dasa Firman. Bukan hanya tentang ayah dan ibu
kita, tetapi tentang generasi mereka dan generasi sebelumnya, yang kepergiannya
juga bisa lambat dan berkepanjangan, menciptakan waktu dan ruang hidup
berdampingan yang langgeng dengan usia kehidupan lainnya. Dengan kata lain,
tentang usia tua kehidupan, usia tua ...
Penghargaan
adalah kata yang tepat untuk membingkai aspek membalas cinta berkenaan usia
tua. Artinya, kita telah menerima cinta orangtua, kakek-nenek, dan sekarang
kita mengembalikan cinta ini kepada mereka, kepada orang tua, kepada kakek-nenek
kita. Hari ini kita telah menemukan kembali istilah 'martabat', untuk
menunjukkan nilai menghormati dan peduli terhadap usia [kehidupan] setiap
orang. Martabat di sini pada dasarnya setara dengan penghargaan : menghormati
ayah dan ibu, menghormati orang tua, dan mengakui martabat yang mereka miliki.
Marilah kita
pikirkan baik-baik tentang ungkapan cinta yang indah ini yang merupakan penghargaan.
Bahkan kepedulian terhadap orang sakit, dukungan terhadap orang-orang yang
tidak berkecukupan, jaminan nafkah, bisa jadi kurang dihargai. Kurang dihargai
terjadi ketika rasa percaya diri berlebihan, alih-alih diungkapkan sebagai
kelembutan dan kasih sayang, kelembutan dan rasa hormat, justru berubah menjadi
sikap kasar dan pelecehan. Ini terjadi ketika kelemahan disesalkan, dan bahkan
dihukum, seolah-olah merupakan sebuah kesalahan, dan ketika kebingungan dan
kesimpangsiuran menjadi celah untuk cemoohan dan penyerangan. Semuanya bisa
terjadi bahkan di rumah, di panti jompo, serta di kantor atau di ruang terbuka
kota. Mendorong orang muda, bahkan secara tidak langsung, bersikap merendahkan
- dan bahkan menghina - orang tua, kelemahan dan kegentingan mereka,
menghasilkan hal-hal yang mengerikan. Jalan menuju akibat yang tak terbayangkan
terbuka. Orang muda yang membakar selimut “gelandangan” – kita telah melihat
hal ini, bukan? – karena mereka melihatnya sebagai manusia yang tolol, dan kita
sering berpikir bahwa orang tua adalah sampah, atau kita mencampakkannya di
tempat sampah; orang muda yang membakar selimut gelandangan ini adalah puncak
gunung es, yaitu penghinaan terhadap kehidupan yang, jauh dari daya tarik dan
dorongan orang muda, tampaknya sudah menjadi kehidupan yang harus disingkirkan.
'Menolak' adalah kata yang tepat, bukan? Membenci orang tua dan mencampakkan
mereka dari kehidupan, menyingkirkan mereka, merendahkan mereka.
Penghinaan
ini, yang tidak menghormati orang tua, sebenarnya tidak menghormati kita semua.
Jika saya tidak menghormati orang tua, saya tidak menghormati diri saya
sendiri. Perikop dari Kitab Sirakh, yang kita dengar di awal, sungguh keras
berkenaan penghinaan ini, yang menyerukan pembalasan di hadapan Allah. Ada
bagian dalam kisah Nuh yang sangat penuh ungkapan dalam hal ini – saya tidak
tahu apakah kamu memikirkannya. Nuh yang sudah tua, pahlawan air bah dan masih
seorang pekerja keras, terbaring tak sadarkan diri setelah minum terlalu
banyak. Ia sudah tua, tetapi ia terlalu banyak minum. Putra-putranya, agar
tidak membangunkannya dan mempermalukannya, dengan lembut menutupinya, melihat
ke samping, dengan penuh hormat. Teks ini sangat indah dan mengatakan segala
sesuatu tentang menghargai orang tua. Menutupi kelemahan orang tua agar tidak
merasa malu. Sebuah teks yang sangat membantu kita.
Terlepas dari
semua persediaan materi yang disediakan oleh masyarakat yang lebih kaya dan
lebih terorganisir untuk hari tua - yang tentu saja bisa kita banggakan -
perjuangan untuk memulihkan bentuk cinta khusus yang merupakan penghargaan itu
tampaknya masih rapuh dan belum matang. Kita harus melakukan semua yang kita
bisa untuk mendukung dan mendorongnya, menawarkan dukungan sosial dan budaya
yang lebih baik kepada mereka yang peka terhadap bentuk 'peradaban cinta' yang
menentukan ini.
Dan pada
titik ini, perkenankan saya untuk menawarkan beberapa saran kepada para orang
tua: tolong, bawa anak-anakmu, anak-anak muda, lebih dekat dengan orangtua,
selalu dekatkan mereka. Dan ketika orang tua sakit, sedikit pikun, dekatilah
mereka selalu : beritahu mereka bahwa inilah daging kita, bahwa inilah yang
memungkinkan kita berada di sini. Tolong jangan menyingkirkan orang tua. Dan
jika tidak ada pilihan lain selain mengirim mereka ke panti jompo, silakan
kunjungi mereka dan bawa anak-anak untuk menjenguk mereka : mereka adalah penghargaan
terhadap peradaban kita, orang tua yang membuka pintu. Dan seringkali,
anak-anak melupakan hal ini.
Saya akan
memberitahumu sesuatu yang bersifat pribadi : Saya dulu suka mengunjungi panti
jompo di Buenos Aires. Saya sering pergi. Saya sering pergi, saya mengunjungi
masing-masing panti jompo... Dan saya ingat suatu kali saya bertanya kepada
seorang wanita : 'Dan berapa banyak anak yang kamu miliki?' – 'Saya memiliki
empat anak, semuanya sudah menikah, dan memiliki cucu ...,' dan ia mulai
berbicara kepada saya tentang keluarga. 'Dan apakah mereka datang [untuk
mengunjungi]?' – 'Ya, [ia berkata,] 'mereka selalu datang!' Ketika saya
meninggalkan ruangan, perawat, yang telah mendengarkan, berkata kepada saya :
'Bapa, ia berbohong untuk menutupi anak-anaknya. Tidak ada seorang pun yang
datang selama enam bulan!’ Ini adalah mencampakkan orang tua, berpikir bahwa
orang tua adalah sampah. Tolong : itu adalah dosa berat. Ini adalah perintah
agung pertama, dan satu-satunya perintah yang menyebutkan ganjaran :
'Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu'. Perintah untuk menghormati
orang tua ini memberi kita berkat, yang terungkap dengan cara ini : 'Supaya
lanjut umurmu'. Tolong hargailah orang tua. Dan [bahkan] jika mereka sudah
pikun, hargailah orang tua. Karena mereka adalah kehadiran sejarah, kehadiran
keluarga saya, dan berkat mereka saya ada di sini, kita semua dapat mengatakan
: terima kasih bagimu, kakek dan nenek, saya hidup. Tolong jangan tinggalkan
mereka sendirian. Dan ini, merawat orang tua, bukan masalah kosmetik dan
operasi plastik, bukan. Sebaliknya, ini adalah masalah penghargaan, yang harus
mengubah cara kita mendidik kaum muda tentang kehidupan dan tahapannya. Kita
pada umumnya mencintai pribadi manusia, termasuk menghargai kehidupan yang
dijalani, bukan masalah orang tua. Bahkan sebuah ambisi yang akan membawa
pancaran bagi orang muda yang mewarisi kualitas terbaiknya. Semoga hikmat Roh
Allah memberi kita energi yang diperlukan untuk membuka cakrawala revolusi
budaya sejati ini. Terima kasih.
[Sapaan Khusus]
Saya menyapa
para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam
Audiensi hari ini, terutama mereka yang berasal dari Inggris, Myanmar dan
Amerika Serikat. Dalam sukacita Kristus yang bangkit, saya memohonkan atasmu
dan keluargamu belas kasihan Allah Bapa kita. Allah memberkati kamu semua!
[Ringkasan
dalam Bahasa Inggris]
Saudara-saudari
terkasih : Dengan pertolongan Sabda Allah, hari ini kita berfokus pada
kerapuhan usia tua. Meskipun pengingat akan kerapuhan kita dapat terjadi kapan
saja dalam hidup, tampaknya hal itu hanya memicu reaksi keras jika terjadi pada
orang muda. Dalam hal ini, pengalaman kita bersama membayangkan cinta sebagai
sesuatu yang “turun menurun”, karunia yang diberikan secara cuma-cuma oleh
orangtua dan orang tua kepada generasi muda. Tetapi, wahyu ilahi menunjukkan
kepada kita cara lain untuk mencintai : menghargai mereka yang datang sebelum
kita. Cinta khusus ini disakralkan oleh Allah melalui penyertaan-Nya dalam Dasa
Firman. Perintah itu tidak terbatas hanya pada ayah atau ibu kita tetapi meluas
kepada semua generasi yang datang sebelum kita. Rasa hormat terhadap orang tua
tidak boleh dilupakan terlepas dari kondisi fisik atau mental mereka,
sebagaimana diingatkan perikop Kitab Suci, Kitab Sirakh, hari ini. Pelajaran
ini juga terlihat dari cara Nuh diperlakukan oleh anak-anaknya setelah ia
terlalu banyak minum. Di tengah semua sumber daya masa kini yang didedikasikan
untuk perawatan orang tua, kita harus selalu berusaha untuk menawarkan kepada
mereka bentuk cinta khusus itu, rasa hormat itu, yang menjadi hak mereka.
_____
(Peter
Suriadi - Bogor, 20 April 2022)