Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 28 AgustUS 2024 : LAUTAN DAN PADANG GURUN

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Hari ini, saya akan menunda katekese yang biasanya dan saya ingin berhenti sejenak bersamamu untuk memikirkan orang-orang yang – bahkan pada saat ini – sedang menyeberangi lautan dan padang gurun untuk mencapai tanah tempat mereka dapat hidup dengan damai dan aman.

 

Lautan dan padang gurun: kedua kata ini muncul kembali dalam banyak kesaksian yang saya terima, baik dari para migran, maupun dari orang-orang yang terlibat dalam upaya menolong mereka. Dan ketika saya mengatakan “lautan”, dalam konteks migrasi, saya juga memaknainya samudra, danau, sungai, seluruh perairan berbahaya yang harus diseberangi oleh begitu banyak saudara-saudari di seluruh dunia untuk mencapai tujuan mereka. Dan “padang gurun” bukan hanya padang dan bukit pasir, atau batu karang, tetapi juga wilayah yang tidak dapat diakses dan berbahaya, seperti hutan, rimba, padang rumput tempat para migran berjalan sendirian, dibiarkan berjalan sendiri. Migran, lautan, dan padang gurun. Rute migrasi saat ini sering ditandai dengan penyeberangan lautan dan padang gurun, yang bagi banyak orang, begitu banyak orang – begitu banyak! – sangat mematikan. Oleh karena itu, hari ini saya ingin membahas drama ini, penderitaan ini. Beberapa dari rute ini kita kenal baik, karena sering menjadi sorotan; rute lainnya, kebanyakan, kurang dikenal, bahkan tidak dikenal.

 

Saya telah berbicara tentang Mediterania berkali-kali, karena saya adalah Uskup Roma dan bersifat simbolis: mare nostrum, tempat komunikasi antara bangsa-bangsa dan peradaban, telah menjadi – mare nostrum – telah menjadi sebuah kuburan. Dan tragisnya, kebanyakan, sebagian besar kematian ini, tidak dapat dicegah. Harus dikatakan dengan jelas: ada orang-orang yang bekerja secara sistematis dan dengan segala cara yang mungkin untuk mengusir para migran – mengusir para migran. Dan hal ini, ketika dilakukan dengan kesadaran dan tanggung jawab, adalah dosa besar. Janganlah kita lupa apa yang dikatakan Kitab Suci kepada kita: “Seorang pendatang jangan kau tindas atau peras” (Kel 22:21). Anak yatim, janda dan pendatang adalah orang-orang yang sungguh miskin yang selalu dibela Allah dan diminta untuk dibela.

 

Sayangnya, beberapa gurun juga menjadi kuburan para migran. Dan bahkan di sini pun tidak selalu terjadi persoalan kematian "alami". Tidak. Kadang-kadang, mereka dibawa ke padang gurun dan ditelantarkan. Kita semua tahu foto istri dan anak perempuan Pato, yang meninggal karena kelaparan dan kehausan di padang gurun. Di era satelit dan pesawat nirawak, ada migran pria, wanita, dan anak-anak yang tidak boleh dilihat siapa pun: mereka disembunyikan. Hanya Allah yang melihat mereka dan mendengar jeritan mereka. Dan ini adalah kekejaman peradaban kita.

 

Sesungguhnya, lautan dan padang gurun juga merupakan tempat-tempat biblis, yang sarat dengan nilai simbolis. Tempat-tempat tersebut sangat penting dalam sejarah keluaran, migrasi besar-besaran umat yang dipimpin oleh Allah melalui Musa dari Mesir menuju Tanah Terjanji. Tempat-tempat ini menjadi saksi drama orang-orang yang melarikan diri dari penindasan dan perbudakan. Tempat-tempat tersebut adalah tempat penderitaan, ketakutan, dan keputusasaan, namun di saat yang sama juga merupakan tempat persinggahan untuk pembebasan – dan berapa banyak orang yang menyeberangi lautan dan padang gurun untuk membebaskan diri mereka, saat ini – tempat-tempat tersebut merupakan persinggahan untuk penebusan, meraih kebebasan dan pemenuhan janji-janji Allah (bdk. Pesan untuk Hari Migran dan Pengungsi Sedunia 2024).

 

Sebuah Mazmur mengatakan kepada Tuhan: “Jalan-Mu melalui laut dan jalan raya-Mu melalui muka air yang luas” (77:20). Dan Mazmur lainnya mengatakan bahwa Ia “memimpin umat-Nya melalui padang gurun; sesungguhnya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya” (136:16). Kata-kata, kata-kata terberkati ini memberitahu kita bahwa, untuk menemani orang-orang dalam perjalanan mereka menuju kebebasan, Allah sendiri menyeberangi lautan dan padang gurun; Allah tidak tinggal jauh, tidak; Ia ambil bagian dalam drama para migran, Allah ada bersama mereka, bersama para migran, Ia menderita bersama mereka, dengan para migran, Dia menangis dan berharap bersama mereka, bersama para migran. Akan ada baiknya bagi kita hari ini: Tuhan beserta para migran kita dalam mare nostrum, Tuhan beserta mereka, bukan bersama orang-orang yang mengusir mereka.

 

Saudara-saudari, kita semua dapat bersepakat pada satu hal: para migran tidak boleh berada di lautan dan padang gurun yang mematikan itu. Namun, bukan melalui hukum yang lebih ketat, bukan dengan militerisasi perbatasan, bukan dengan penolakan, kita akan memperoleh hasil ini. Sebaliknya, kita akan memperolehnya dengan memperluas rute akses yang aman dan legal bagi para migran, menyediakan tempat berlindung bagi mereka yang terbebas dari perang, kekerasan, penganiayaan, dan berbagai bencana; kita akan memperolehnya dengan mengembangkan dengan segala cara tata kelola migrasi global yang berlandaskan keadilan, persaudaraan, dan kesetiakawanan. Dan dengan bergabung untuk memerangi perdagangan manusia, menghentikan para pedagang manusia yang kriminal yang tanpa ampun mengeksploitasi kesengsaraan orang lain.

 

Saya ingin mengakhiri dengan mengakui dan memuji komitmen banyak orang Samaria yang baik hati yang melakukan yang terbaik untuk membebaskan dan menyelamatkan para migran yang terluka dan terlantar di rute harapan yang putus asa, di lima benua. Para pria dan wanita pemberani ini adalah tanda kemanusiaan yang tidak membiarkan dirinya terkontaminasi oleh budaya jahat ketidakpedulian dan penolakan – ketidakpedulian kita dan sikap penolakan itulah yang membunuh para migran. Dan orang-orang yang tidak dapat tinggal bersama mereka “di garis depan” – karena itu saya memikirkan banyak orang baik yang berada di garis depan, bersama Mediterranea Saving Humans dan begitu banyak lembaga lainnya – disertakan dalam perjuangan untuk peradaban ini. Kita tidak dapat berada di garis depan namun disertakan; ada banyak cara untuk memberikan kontribusi, yang pertama dan terutama adalah doa. Dan saya bertanya kepadamu: apakah kamu berdoa untuk para migran, mereka yang datang ke tanah kita untuk menyelamatkan hidup mereka? Dan kemudian orang-orang ingin mengusir mereka.

 

Saudara-saudari terkasih, marilah kita menyatukan hati dan kekuatan kita, sehingga lautan dan padang gurun bukanlah kuburan, melainkan ruang di mana Allah dapat membuka jalan menuju kebebasan dan persaudaraan.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa dengan hangat para peziarah berbahasa Inggris yang mengikuti Audiensi hari ini, khususnya kelompok pelajar dan guru dari Norwegia. Kepada kamu sekalian, dan keluargamu, saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus. Semoga Allah memberkatimu!

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih: Dalam Audiensi ini, saya mengajakmu untuk bersama saya memikirkan dan mendoakan saudara-saudari kita yang bahkan saat ini berusaha melarikan diri dari perang, kekerasan, penganiayaan, dan bencana serta berangkat mencari tanah tempat mereka dapat hidup dalam damai dan keamanan. Banyak dari para migran ini, termasuk anak-anak kecil, sangat menderita dan meninggal dalam perjalanan. Sebagian besar tragedi ini dapat dicegah. Ajaran biblis jelas: Allah terutama mengasihi anak-anak-Nya yang miskin dan membutuhkan, serta kita dipanggil untuk membantu dan membela mereka. Ketimbang undang-undang yang semakin ketat dan militerisasi perbatasan, yang dibutuhkan adalah perluasan sarana akses yang aman dan teratur, dan tata kelola migrasi global yang dilandaskan keadilan, persaudaraan, dan kesetiakawanan. Semoga kita tidak menutup mata terhadap saudara-saudari ini, mendukung orang-orang yang berusaha membantu mereka dan, yang terpenting, berdoa dengan sungguh-sungguh untuk solusi yang adil bagi krisis kemanusiaan yang serius ini.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 28 Agustus 2024)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 25 Agustus 2024 : TUHAN, KEPADA SIAPAKAH KAMI AKAN PERGI? ENGKAU MEMILIKI PERKATAAN HIDUP YANG KEKAL

Saudara-saudari terkasih, selamat hari Minggu!

 

Bacaan Injil liturgi hari ini (Yoh 6:60-69) menceritakan kepada kita tanggapan terkenal Santo Petrus, yang berkata kepada Yesus, "Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Engkau memiliki perkataan hidup yang kekal." (Yoh 6:68). Tanggapan tersebut adalah ungkapan yang sangat indah yang memberi kesaksian tentang persahabatan dan mewujudkan kepercayaan yang mengikatnya kepada Kristus, bersama dengan para murid lainnya. "Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Engkau memiliki perkataan hidup yang kekal." Indah.

 

Petrus mengucapkan kata-kata ini pada saat kritis. Yesus baru saja menyelesaikan sebuah khotbah di mana Ia mengatakan bahwa Ia adalah "roti yang telah turun dari surga" (bdk. Yoh 6:41). Bahasa ini sulit dipahami oleh khalayak dan banyak dari mereka, bahkan para pengikut-Nya, meninggalkan-Nya karena mereka tidak paham.

 

Tetapi, kedua belas murid tetap bersama-Nya. Mereka tidak meninggalkan-Nya karena di dalam Dia mereka menemukan "perkataan hidup yang kekal." Mereka mendengar-Nya berkhotbah, mereka melihat mukjizat-mukjizat yang Ia lakukan, dan mereka terus ambil bagian dalam momen-momen-Nya di muka umum dan keintiman kehidupan sehari-hari bersama-Nya (bdk. Mrk 3:7-19).

 

Para murid tidak selalu memahami apa yang dikatakan dan dilakukan Sang Guru. Kadang-kadang mereka berjuang untuk menerima paradoks kasih-Nya (bdk. Mat 5:38-48), tuntutan ekstrim belas kasihan-Nya (bdk. Mat 18:21-22), sifat radikal cara pemberian diri-Nya bagi semua orang. Tidak mudah bagi mereka untuk memahami, tetapi mereka setia. Pilihan-pilihan Yesus sering kali melampaui pemikiran umum, melampaui aturan-aturan keagamaan dan tradisi kelembagaan sampai pada titik menciptakan situasi yang provokatif dan memalukan (bdk. Mat 15:12). Tidak mudah untuk mengikuti-Nya.

 

Tetapi, di antara banyak guru pada masa itu, Petrus dan para rasul lainnya hanya menemukan di dalam Dia jawaban atas dahaga akan kehidupan, sukacita, dan kasih yang menggerakkan jiwa mereka. Hanya berkat Dia mereka mengalami kepenuhan hidup yang mereka cari, melampaui batas-batas dosa dan bahkan kematian. Karena itu, mereka tidak pergi. Sesungguhnya, semuanya kecuali satu orang, bahkan di tengah banyaknya kejatuhan dan masa-masa pertobatan akan tetap bersama-Nya hingga kesudahan (bdk. Yoh 17:12).

 

Dan, saudara-saudari, hal ini juga menjadi perhatian kita. Bahkan bagi kita, tidaklah mudah untuk mengikuti Tuhan, memahami cara-Nya bertindak, menjadikan kriteria dan teladan-Nya sebagai kriteria dan teladan kita. Tidak mudah bagi kita. Akan tetapi, semakin dekat kita dengan-Nya - semakin kita berpegang teguh pada Injil-Nya, menerima rahmat-Nya dalam sakramen-sakramen, tinggal dalam persekutuan dengan-Nya dalam doa, meneladani-Nya dalam kerendahan hati dan kasih - semakin kita mengalami keindahan memiliki Dia sebagai Sahabat kita dan menyadari bahwa hanya Dia yang memiliki "perkataan hidup yang kekal."

 

Kemudian kita dapat bertanya kepada diri kita: seberapa besar Yesus hadir dalam hidupku? Seberapa besar aku membiarkan diriku tersentuh dan tergerak oleh perkataan-Nya? Dapatkah aku mengatakan bahwa perkataan itu juga merupakan "perkataan hidup yang kekal" bagiku? Kepadamu, saudara saya, saudari saya, saya bertanya: Apakah perkataan Yesus, bagimu - juga bagi saya - merupakan perkataan hidup yang kekal?

 

Semoga Maria, yang menerima Yesus, Sang Sabda Allah, dalam dagingnya, membantu kita untuk mendengarkan-Nya dan tidak pernah meninggalkan-Nya.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Saya ingin menyampaikan rasa kesetiakawanan saya kepada ribuan orang yang terdampak Mpox (cacar monyet), yang kini menjadi darurat kesehatan global. Saya mendoakan semua yang terinfeksi, khususnya rakyat Republik Demokratik Kongo yang sangat menderita. Saya menyampaikan simpati saya kepada Gereja-gereja setempat di negara-negara yang paling terdampak oleh penyakit ini serta saya mendorong pemerintah dan industri swasta untuk berbagi teknologi dan perawatan yang tersedia sehingga setiap orang mendapat perawatan medis yang memadai.

 

Kepada rakyat Nikaragua yang terkasih: saya mendorongmu untuk memperbarui harapanmu kepada Yesus. Ingatlah bahwa Roh Kudus selalu menuntun sejarah menuju rencana-rencana yang lebih besar. Semoga Perawan yang Tak Bernoda melindungimu di saat-saat pencobaan dan membantumu merasakan kelembutan keibuannya. Semoga Bunda Maria menyertai rakyat Nikaragua yang terkasih.

 

Saya terus mengikuti dengan sedih pertempuran di Ukraina dan Federasi Rusia. Dan ketika memikirkan undang-undang yang baru-baru ini diadopsi di Ukraina, saya khawatir akan kebebasan orang-orang yang berdoa, karena mereka yang benar-benar berdoa selalu mendoakan semua orang. Seseorang tidak melakukan kejahatan karena berdoa. Jika seseorang melakukan kejahatan terhadap bangsanya, ia akan bersalah karenanya, tetapi ia tidak dapat melakukan kejahatan karena ia berdoa. Jadi, biarlah mereka yang ingin berdoa diizinkan untuk berdoa di tempat yang mereka anggap sebagai gereja mereka. Tolong, jangan biarkan gereja-gereja kristiani dienyahkan baik secara langsung maupun tidak langsung. Gereja tidak boleh disentuh!

 

Dan marilah kita terus berdoa agar perang segera berakhir, di Palestina, Israel, Myanmar, dan setiap wilayah lainnya. Bangsa-bangsa sedang memohon perdamaian! Marilah kita berdoa agar Tuhan sudi memberikan kita semua perdamaian.

 

Saya menyapa kamu semua, umat Roma serta para peziarah dari Italia dan banyak negara. Secara khusus, saya menyapa para seminaris baru dari Kolose Amerika Utara dan mendoakan mereka agar memiliki perjalanan pembinaan yang baik; dan saya juga mendoakan mereka agar dapat menjalani imamat mereka dengan penuh sukacita, karena sejatinya doa memberi kita sukacita. Saya menyapa kaum muda dengan disabilitas motorik dan kognitif, yang ambil bagian dalam "estafet penyertaan" untuk menegaskan bahwa hambatan dapat diatasi. Saya menyapa sahabat-sahabat saya, kaum muda Immaculata.

 

Dan kepada semuanya saya mengucapkan selamat hari Minggu. Jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat makan siang dan sampai jumpa!

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 25 Agustus 2024)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 21 Agustus 2024 : RANGKAIAN KATEKESE TENTANG ROH KUDUS DAN SANG MEMPELAI PEREMPUAN. ROH KUDUS MENUNTUN UMAT ALLAH MENUJU YESUS, SANG PENGHARAPAN. 6 : "ROH TUHAN ADA PADA-KU”. ROH KUDUS DALAM PEMBAPTISAN YESUS

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Hari ini kita akan merenungkan Roh Kudus yang turun atas Yesus dalam pembaptisan di Sungai Yordan, dan menyebar dari diri-Nya ke dalam tubuh-Nya, yaitu Gereja. Dalam Injil Markus, adegan pembaptisan Yesus digambarkan demikian: "Pada waktu itu datanglah Yesus dari Nazaret di tanah Galilea, dan Ia dibaptis di sungai Yordan oleh Yohanes. Segera sesudah keluar dari air, Ia melihat langit terkoyak, dan Roh seperti burung merpati turun ke atas-Nya. Lalu terdengarlah suara dari surga, "Engkaulah Anak-Ku yang terkasihi, kepada-Mulah Aku berkenan." (Mrk 1:9-11). Inilah Injil Markus.

 

Segenap Tritunggal bertemu pada saat itu, di tepi Sungai Yordan! Ada Bapa, yang hadir dengan suara-Nya; ada Roh Kudus, yang turun ke atas Yesus dalam bentuk seekor burung merpati, dan ada Yesus yang oleh Bapa dinyatakan sebagai Putra-Nya yang terkasih. Momen pewahyuan yang sangat penting, momen penting dalam sejarah keselamatan. Akan ada baiknya bagi kita untuk membaca ulang perikop Injil ini.

 

Apa yang sangat penting dalam peristiwa pembaptisan Yesus sehingga seluruh penginjil menceritakannya? Kita menemukan jawabannya dalam kata-kata yang diucapkan Yesus, tak lama kemudian, di rumah ibadat Nazaret, yang dengan jelas mengacu pada peristiwa di Sungai Yordan: "Roh Tuhan ada pada-Ku, karena Ia telah mengurapi Aku" (Luk 4:18).

 

Di Sungai Yordan, Allah Bapa “mengurapi dengan Roh Kudus”; yaitu, Ia menguduskan Yesus sebagai Raja, Nabi, dan Imam. Memang, dalam Perjanjian Lama, raja, nabi, dan imam diurapi dengan minyak wangi. Dalam kasus Kristus, alih-alih minyak fisik, ada minyak rohani yaitu Roh Kudus; alih-alih lambang, ada kenyataan: ada Roh yang turun ke atas Yesus.

 

Yesus dipenuhi dengan Roh Kudus sejak saat pertama penjelmaan-Nya. Tetapi, ini adalah “rahmat pribadi”, yang tidak dapat dikomunikasikan; sekarang, sebagai gantinya, dengan pengurapan ini, Ia menerima kepenuhan karunia Roh, bahkan untuk perutusan-Nya yang, sebagai kepala, akan Ia komunikasikan kepada tubuh-Nya, yaitu Gereja, dan kepada kita semua. Inilah sebabnya Gereja adalah “umat rajawi, umat kenabian, dan umat imami” yang baru. Istilah Ibrani “Mesias” dan istilah Yunani yang sesuai “Kristus” - Christós, keduanya mengacu pada Yesus, berarti “yang diurapi”. Ia diurapi dengan minyak sukacita, diurapi dengan Roh Kudus. Nama “kristiani” kita dijelaskan oleh para Bapa Gereja dalam arti harfiah: “kristiani” berarti “diurapi dalam meneladani Kristus”.[1] Orang kristiani, diurapi dalam meneladani Kristus.

 

Dalam Kitab Suci terdapat sebuah Mazmur yang berbicara tentang minyak wangi, yang dituangkan ke atas kepala Imam Agung Harun, dan turun ke leher jubahnya (bdk. Mzm 133:2). Gambaran puitis tentang minyak yang turun ini, yang digunakan untuk menggambarkan kebahagiaan hidup bersama sebagai saudara, telah menjadi kenyataan rohani dan kenyataan mistis dalam Kristus dan dalam Gereja. Kristus adalah kepala, Imam Agung kita, Roh Kudus adalah minyak wangi, dan Gereja adalah tubuh Kristus yang di dalamnya minyak itu disebarkan.

 

Kita telah melihat mengapa Roh Kudus, dalam Kitab Suci, dilambangkan dengan angin dan, sesungguhnya, Ruah, nama-Nya, berasal dari lambang tersebut. Kita juga perlu bertanya kepada diri kita mengapa Roh Kudus dilambangkan dengan minyak, dan pelajaran praktis apa yang dapat kita ambil dari lambang ini. Dalam Misa Krisma, saat memberkati minyak krisma, uskup, mengacu kepada mereka yang akan menerima pengurapan dalam Sakramen Baptis dan Sakramen Krisma, berkata, “Semoga pengurapan ini meresapi dan menguduskan mereka, sehingga dibebaskan dari kebusukan dosa, mereka menjadi bait kemuliaan-Mu yang menebarkan aroma hidup yang kudus”. Santo Paulus telah menggunakannya saat ia menulis kepada jemaat di Korintus, “Sebab, bagi Allah kami adalah bau yang harum dari Kristus” (2Kor 2:15). Pengurapan mengharumkan kita, dan seseorang yang menghayati pengurapan-Nya dengan sukacita membuat Gereja harum, membuat komunitas harum, membuat keluarga harum dengan bau rohani ini.

 

Sayangnya, kita tahu bahwa terkadang umat kristiani tidak menyebarkan keharuman Kristus, tetapi bau busuk dosa mereka. Dan janganlah kita pernah lupa: dosa menjauhkan kita dari Yesus, dosa membuat kita menjadi minyak yang buruk. Dan iblis – janganlah kita lupakan ini – iblis biasanya masuk melalui saku. Waspadalah, waspadalah. Tetapi, ini tidak boleh mengalihkan kita dari komitmen untuk mewujudkan, sejauh kita mampu dan masing-masing dalam lingkungan kita sendiri, panggilan luhur ini untuk menjadi keharuman Kristus yang baik di dunia. Keharuman Kristus berasal dari “buah-buah Roh”, yaitu “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” (Gal 5:22). Paulus mengatakan ini, dan alangkah baiknya menemukan seseorang yang memiliki kebajikan ini: kasih, orang yang penuh kasih, orang yang penuh sukacita, orang yang membawa damai sejahtera, orang yang murah hati, tidak pelit, murah hati, orang yang baik hati yang menerima semua orang, orang yang baik, orang yang setia, orang yang lemah lembut, yang tidak sombong, tetapi lemah lembut… Dan seseorang akan merasakan sedikit keharuman Roh Kristus di sekitar kita, ketika kita menemukan orang-orang ini. Marilah kita memohon Roh Kudus untuk membuat kita semakin sadar bahwa kita diurapi, diurapi oleh-Nya. Terima kasih.

 

[Sapaan Khusus]

 

Dengan hangat saya sampaikan ucapan selamat datang kepada seluruh peziarah dan pengunjung berbahasa Inggris yang ikut serta dalam Audiensi hari ini. Atas kamu dan keluargamu, saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus. Semoga Allah memberkati kamu semua!


_____________________________

Hari ini, peringatan Santo Pius X, hari katekis dirayakan di pelbagai bagian dunia. Marilah kita pikirkan para katekis kita yang telah melakukan begitu banyak karya dan, di beberapa bagian dunia, merupakan orang pertama yang mengedepankan iman. Hari ini marilah kita mendoakan para katekis, agar Tuhan sudi membuat mereka berani dan dapat terus berkarya.


Dan mohon, janganlah kita melupakan Ukraina yang tersiksa, yang sangat menderita. Janganlah kita melupakan Myanmar, Sudan Selatan, Kivu Utara, dan banyak negara yang sedang berperang. Marilah kita berdoa untuk perdamaian. Dan janganlah kita melupakan Palestina dan Israel: semoga ada perdamaian di sana.

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih: Dalam katekese lanjutan kita tentang Roh Kudus, kita sekarang beralih kepada turunnya Roh Kudus atas Yesus saat pembaptisan-Nya di Sungai Yordan. Di sana, Yesus dinyatakan sebagai Putra Baya yang terkasih dan diurapi oleh Roh Kudus pada awal pelayanan-Nya di muka umum. Sebagai Mesias, Imam, Nabi, dan Raja, Yesus pada gilirannya menganugerahkan Roh Kudus atas kita, para anggota tubuh mistik-Nya, Gereja. Dalam pembaptisan, kita masing-masing diurapi dengan minyak krisma yang harum sebagai tanda keikutsertaan kita dalam kehidupan Kristus dan perutusan kita untuk menyebarkan keharuman kehadiran-Nya yang menyelamatkan di dunia kita. Semoga setiap hari kita memupuk pengurapan ini dan melayani untuk menyebarkan "bau yang harum dari Kristus" (2Kor 2:15) dalam kehidupan semua orang yang kita jumpai.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 21 Agustus 2024)



[1] Bdk. Santo Sirilus dari Yerusalem, Katekese Mistagogi, III,1.

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 18 Agustus 2024 : RASA HERAN DAN SYUKUR DI HADAPAN MUKJIZAT EKARISTI

Saudara-saudari terkasih, selamat hari Minggu!

 

Hari ini, Bacaan Injil mengatakan kepada kita tentang Yesus, yang berkata dengan sangat sederhana: "Akulah roti hidup yang telah turun dari surga" (Yoh 6:51). Di hadapan orang banyak, Putra Allah mengidentifikasikan diri-Nya dengan makanan yang paling umum dan biasa: roti: "Akulah roti". Di antara mereka yang mendengarkan-Nya, beberapa orang mulai bertengkar antara sesama mereka (bdk. ayat 52): bagaimana Yesus dapat memberikan daging-Nya kepada kita untuk dimakan? Bahkan hari ini, kita mengajukan pertanyaan ini kepada diri kita, tetapi dengan rasa heran dan syukur. Berikut ini adalah dua sikap untuk direnungkan: rasa heran dan syukur di hadapan mukjizat Ekaristi.

 

Pertama: rasa heran, karena kata-kata Yesus mengejutkan kita. Tetapi, Yesus selalu mengejutkan kita, selalu! Juga hari ini, dalam kehidupan kita masing-masing, Yesus terus mengejutkan kita. Roti dari surga adalah karunia yang melampaui segala harapan. Mereka yang tidak memahami jalan Yesus tetap curiga: tampaknya mustahil, bahkan tidak manusiawi, makan daging orang lain (bdk. ayat 54). Tetapi, daging dan darah adalah kemanusiaan Sang Juruselamat, hidup-Nya sungguh dipersembahkan sebagai santapan bagi kita.

 

Dan hal ini membawa kita pada sikap kedua: rasa syukur. Pertama: rasa heran. Sekarang, rasa syukur, karena kita mengenali Yesus di mana Ia membuat diri-Nya hadir bagi kita dan bersama kita. Ia membuat diri-Nya menjadi roti bagi kita. "Siapa saja yang makan daging-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia" (bdk. ayat 56). Kristus, sungguh manusia, tahu betul bahwa kita harus makan untuk hidup. Tetapi, Ia juga tahu bahwa ini tidak cukup. Setelah menggandakan roti duniawi (bdk. Yoh 6:1-14), Ia menyiapkan karunia yang bahkan lebih besar: Ia sendiri menjadi makanan dan minuman yang sesungguhnya (bdk. ayat 55). Terima kasih, Tuhan Yesus! Marilah kita mengucapkan “Terima kasih, terima kasih” dengan segenap hati kita.

 

Roti surgawi, yang berasal dari Bapa, adalah Putra sendiri yang menjadi manusia bagi kita. Makanan ini lebih dari sekadar kebutuhan karena ia memuaskan rasa lapar akan harapan, rasa lapar akan kebenaran, dan rasa lapar akan keselamatan yang kita semua rasakan bukan di perut kita, tetapi di dalam hati kita. Kita semua membutuhkan Ekaristi!

 

Yesus memenuhi kebutuhan terbesar: Ia menyelamatkan kita, memelihara hidup kita dengan hidup-Nya, dan Ia akan melakukan ini selamanya. Dan berkat Dialah kita dapat hidup dalam persekutuan dengan Allah dan dengan satu sama lain. Oleh karena itu, roti yang hidup dan sejati bukan sesuatu yang ajaib. Ia bukan sesuatu yang akan segera menyelesaikan semua masalah, tetapi ia adalah tubuh Kristus sendiri, yang memberikan harapan kepada orang miskin dan mengatasi kesombongan orang-orang yang melahap diri mereka dengan mengorbankan diri mereka.

 

Marilah kita bertanya kepada diri kita , saudara-saudari: Apakah aku lapar dan haus akan keselamatan, bukan hanya untuk diriku, tetapi juga untuk semua saudara-saudariku? Ketika aku menerima Ekaristi, yang merupakan mukjizat belas kasih, apakah aku berdiri dengan kagum di hadapan tubuh Tuhan, yang telah wafat dan bangkit kembali untuk kita?

 

Marilah kita berdoa bersama kepada Perawan Maria, agar ia sudi membantu kita menyambut karunia surgawi dalam tanda roti ini.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Hari ini, di Uvira, Republik Demokratik Kongo, para misionaris Italia Santo Fransiskus Xaverius : Luigi Carrara, Giovanni Didoné, dan Vittorio Faccin, bersama dengan Albert Joubert, seorang imam Kongo, dibeatifikasi. Mereka dibunuh di negara itu pada tanggal 28 November 1964. Kemartiran mereka memahkotai kehidupan yang dijalani bagi Tuhan dan bagi saudara-saudari mereka. Semoga teladan dan perantaraan mereka menumbuhkan jalan menuju rekonsiliasi dan perdamaian demi kebaikan rakyat Kongo. Tepuk tangan meriah untuk para beato baru!

 

Dan marilah kita terus berdoa agar jalan menuju perdamaian dapat ditemukan di Timur Tengah — Palestina, Israel — dan juga di Ukraina, Myanmar, dan setiap wilayah yang dilanda perang, melalui dialog dan negosiasi, dengan menghindari tindakan dan reaksi kekerasan.

 

Saya menyapa kamu semua, umat Roma yang terkasih serta para peziarah dari Italia dan berbagai negara. Secara khusus, saya menyapa mereka yang berasal dari negara bagian São Paulo di Brasil; dan juga para Suster Santa Elizabeth.

 

Saya menyampaikan salam dan berkat saya kepada para wanita dan gadis yang berkumpul di Gua Maria Piekary Śląskie Polandia, serta saya mendorong mereka untuk menjadi saksi-saksi Injil dengan penuh sukacita dalam keluarga dan masyarakat mereka. Dan saya menyapa kaum muda Immacolata.

 

Saya mengucapkan selamat hari Minggu kepada semuanya. Jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat makan siang, dan sampai jumpa!

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 18 Agustus 2024)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 15 Agustus 2024 : HARI RAYA SANTA PERAWAN MARIA DIANGKAT KE SURGA

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Hari ini kita merayakan Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga. Dalam Bacaan Injil liturgi, kita merenungkan gadis belia dari Nazaret yang baru saja menerima kabar dari Malaikat, berangkat untuk mengunjungi sepupunya.

 

Ungkapan dalam Bacaan Injil ini indah: “berangkatlah Maria dan bergegas” (Luk 1:39). Artinya, Maria tidak menganggap berita yang diterimanya dari Malaikat sebagai keistimewaan, tetapi sebaliknya, ia meninggalkan rumah dan berangkat dengan tergesa-gesa seperti seorang yang ingin mewartakan sukacita itu kepada orang lain dan berkeinginan untuk melayani sepupunya. Pada kenyataannya, perjalanan pertama ini merupakan metafora untuk seluruh hidupnya, karena sejak saat itu, Maria akan selalu bergerak mengikuti Yesus sebagai murid Kerajaan. Dan, pada akhirnya, peziarahannya di bumi berujung dengan kenaikannya ke surga di mana, bersama dengan Putranya, ia menikmati sukacita hidup kekal selamanya.

 

Saudara-saudari, kita tidak boleh membayangkan Maria “sebagai patung lilin yang tidak bergerak,” tetapi dalam dirinya kita dapat melihat seorang “saudari... dengan sandal yang usang... dan dengan begitu banyak keletihan” (C. Carretto, Beata te che hai creduto, Roma 1983, hlm. 13), karena telah mengikuti Tuhan dan bertemu dengan saudara-saudari, mengakhiri perjalanannya dalam kemuliaan surga. Dengan cara ini, Santa Perawan adalah orang yang mendahului kita dalam perjalanan, mengingatkan kita semua bahwa hidup kita juga merupakan perjalanan yang berkesinambungan menuju cakrawala perjumpaan yang definitif. Marilah kita berdoa kepada Bunda Maria agar ia sudi membantu kita dalam perjalanan ini menuju perjumpaan dengan Tuhan..

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Kepada Maria Sang Ratu Damai, yang kita renungkan hari ini dalam kemuliaan surga, saya ingin sekali lagi mempercayakan kecemasan dan kesedihan orang-orang di pelbagai belahan dunia yang menderita ketegangan sosial dan perang. Saya khususnya memikirkan Ukraina yang menjadi martir, Timur Tengah, Palestina, Israel, Sudan, dan Myanmar. Semoga Bunda surgawi kita menganugerahkan penghiburan bagi semua orang serta masa depan yang penuh ketenangan dan kerukunan!

 

Saya terus mengikuti dengan prihatin situasi kemanusiaan yang sangat serius di Gaza, dan sekali lagi saya menyerukan gencatan senjata di semua lini, pembebasan sandera, dan bantuan bagi penduduk yang kelelahan. Saya mendorong semua orang untuk melakukan segala upaya guna memastikan pertikaian tidak meningkat dan menempuh jalur negosiasi sehingga tragedi ini segera berakhir! Jangan kita lupa: perang adalah kekalahan.

 

Pikiran saya sekarang tertuju ke Yunani, yang dalam beberapa hari terakhir telah berjuang melawan kebakaran dahsyat yang terjadi di timur laut Athena. Puluhan ribu orang telah dievakuasi, banyak keluarga telah kehilangan tempat tinggal, ribuan orang menghadapi kesulitan yang mengerikan dan, selain kerusakan material yang sangat besar, bencana lingkungan sedang terjadi. Saya berdoa untuk para korban dan orang-orang terluka, saya memastikan kedekatan saya dengan semua orang yang menderita karena situasi serius ini, percaya bahwa mereka dapat dibantu dengan kesetiakawanan bersama.

 

Dan saya menyapa kamu semua, umat Roma dan para peziarah dari berbagai negara, khususnya Pramuka AGESCI dari Cornedo Vicentino, dan kaum muda dari Immacolata. Saya berterima kasih atas kehadiran kalian. Saya mengucapkan selamat merayakan Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga. Dan, mohon, saudara-saudariku, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat makan siang dan sampai jumpa!

______

(Peter Suriadi - Bogor, 15 Agustus 2024)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 11 Agustus 2024 : IMAN YANG BENAR TIDAK BERLANDASKAN PRASANGKA DAN ANGGAPAN

Saudara-saudari terkasih, selamat hari Minggu!

 

Bacaan Injil (Yoh 6:41-51) liturgi hari ini menceritakan kepada kita tentang reaksi orang-orang Yahudi terhadap pernyataan Yesus, yang berkata, "Aku telah turun dari surga" (Yoh 6:38). Mereka menjadi sangat terguncang.

 

Mereka bersungut-sungut di antara mereka: "Bukankah Ia ini Yesus, anak Yusuf, yang ayah ibu-Nya kita kenal? Bagaimana sekarang Ia dapat berkata: Aku telah turun dari surga?" (Yoh 6:42). Dan mereka bersungut-sungut seperti itu. Marilah kita perhatikan apa yang mereka katakan. Mereka yakin bahwa Yesus tidak mungkin datang dari surga, karena Ia adalah anak seorang tukang kayu serta ibu-Nya dan kaum kerabat-Nya adalah orang-orang biasa, orang-orang yang dikenal, rakyat jelata, seperti kebanyakan orang. "Bagaimana Allah dapat menyatakan diri-Nya dengan cara yang sangat biasa?", kata mereka. Iman mereka terhalang oleh prasangka mereka tentang asal-usul-Nya yang sederhana dan oleh karena itu mereka terhalang oleh anggapan bahwa mereka tidak perlu belajar apa pun dari-Nya. Prasangka dan anggapan, betapa banyak kerugian yang ditimbulkannya! Prasangka dan anggapan menghalangi dialog yang tulus, pertemuan saudara-saudari: waspadalah terhadap prasangka dan anggapan. Mereka memiliki pola pikir yang kaku, dan tidak ada ruang di hati mereka untuk apa yang tidak sesuai dengan mereka, untuk apa yang tidak dapat mereka katalogkan dan simpan di rak-rak berdebu di tempat penyimpanan mereka. Dan ini benar: sangat sering tempat penyimpanan kita tertutup rapat, berdebu, seperti buku-buku tua.

 

Namun mereka adalah orang-orang yang menaati hukum, yang memberi sedekah, yang menghormati puasa dan waktu-waktu berdoa. Memang, Kristus telah melakukan berbagai mukjizat (bdk. Yoh 2:1-11,4,43-54; 5:1-9; 6:1-25). Bagaimana mungkin semua ini tidak membantu mereka untuk mengenali Mesias di dalam Dia? Mengapa itu tidak membantu mereka? Karena mereka menjalankan praktik keagamaan mereka bukan untuk mendengarkan Tuhan, tetapi menemukan di dalam diri mereka peneguhan atas apa yang mereka pikirkan. Mereka tertutup terhadap Sabda Allah, dan mencari peneguhan atas pikiran mereka. Hal ini ditunjukkan oleh fakta bahwa mereka bahkan tidak bersusah payah untuk meminta penjelasan kepada Yesus; mereka membatasi diri bersungut-sungut tentang Dia di antara mereka sendiri (bdk. Yoh 6:41), seolah-olah saling memastikan tentang apa yang mereka yakini, dan mereka menutup diri, mereka tertutup dalam benteng yang tidak dapat ditembus. Jadi, mereka tidak dapat percaya. Ketertutupan hati: alangkah besar bahayanya, alangkah besar bahayanya!

 

Marilah kita memperhatikan semua ini, karena kadang-kadang hal yang sama dapat terjadi pada kita juga, dalam kehidupan kita dan dalam doa kita: hal itu dapat terjadi pada kita, yaitu, alih-alih benar-benar mendengarkan apa yang dikatakan Tuhan kepada kita, kita memandang Dia dan sesama kita hanya untuk menegaskan apa yang kita pikirkan, menegaskan keyakinan kita, penilaian kita, yang merupakan prasangka. Tetapi cara menyapa Allah ini tidak membantu kita untuk berjumpa Allah, benar-benar berjumpa Dia, atau membuka diri kita terhadap karunia terang dan rahmat-Nya, bertumbuh dalam kebaikan, melakukan kehendak-Nya serta mengatasi kegagalan dan kesulitan.

 

Saudara-saudari, iman dan doa, ketika keduanya benar, membuka pikiran dan hati; keduanya tidak menutupnya. Ketika kamu mendapati seseorang yang pikirannya tertutup dalam doanya, iman dan doa tersebut tidak benar.

 

Marilah kita bertanya kepada diri kita: dalam kehidupan imanku, apakah aku mampu untuk benar-benar hening dalam diriku, dan mendengarkan Allah? Apakah aku bersedia untuk menyambut suara-Nya, melampaui pola pikirku, dan juga, dengan bantuan-Nya, mengatasi ketakutanku?

 

Semoga Maria membantu kita untuk mendengarkan dengan iman suara Tuhan, dan melakukan kehendak-Nya dengan berani.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Hari ini kita memperingati jatuhnya bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki. Seraya terus menyerahkan kepada Tuhan para korban peristiwa tersebut, dan seluruh perang, marilah kita kembali memanjatkan doa yang sungguh-sungguh untuk perdamaian, khususnya bagi Ukraina, Timur Tengah, Palestina, Israel, Sudan, dan Myanmar yang sedang dilanda masalah.

 

Hari ini adalah Pesta Santa Klara: saya menyampaikan pikiran penuh kasih sayang kepada seluruh Klaris, dan khususnya umat Vallegloria, yang telah menjalin persahabatan yang indah dengan saya.

 

Marilah kita juga berdoa bagi para korban kecelakaan pesawat yang tragis di Brasil.

 

Dan saya menyapa kamu semua, umat Roma dan para peziarah dari Italia dan banyak negara, khususnya kelompok mahasiswa dari seminari kecil Bergamo, yang datang dengan berjalan kaki dari Asisi, dalam peziarahan selama beberapa hari. Apakah kamu lelah? Tidak? Bagus. Kamu baik-baik saja!

 

Saya mengucapkan selamat hari Minggu kepada kamu semua. Dan kepadamu, juga kaum muda Immacolata: selamat hari Minggu! Dan tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya; kamu juga rakyat Brasil, yang dapat saya lihat dengan jelas. Kepada kamu semua, terima kasih! Selamat menikmati makan siangmu, dan sampai jumpa!

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 11 Agustus 2024)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 7 Agustus 2024 : RANGKAIAN KATEKESE TENTANG ROH KUDUS DAN SANG MEMPELAI PEREMPUAN. ROH KUDUS MENUNTUN UMAT ALLAH MENUJU YESUS, SANG PENGHARAPAN. 5 : MENJELMA BERKAT KARYA ROH KUDUS, DARI PERAWAN MARIA. BAGAIMANA YESUS DIKANDUNG DAN DILAHIRKAN

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Dengan katekese hari ini, kita memasuki tahap kedua sejarah keselamatan. Setelah merenungkan Roh Kudus dalam karya Penciptaan, kita akan merenungkannya selama beberapa pekan dalam karya penebusan, yaitu karya Yesus Kristus. Maka, marilah kita beralih ke Perjanjian Baru, dan melihat Roh Kudus dalam Perjanjian Baru.

 

Tema hari ini adalah Roh Kudus dalam penjelmaan Sang Sabda. Dalam Injil Lukas, kita membaca: “Roh Kudus akan turun atasmu” – kepada Maria – “dan kuasa Allah Yang Maha Tinggi akan menaungi engkau” (1:35). Penginjil Matius menegaskan fakta dasariah ini yang menyangkut Maria dan Roh Kudus, dengan mengatakan bahwa Maria “didapati mengandung dari Roh Kudus” (1:18).

 

Gereja mengambil fakta yang diwahyukan ini dan segera menempatkannya di pusat lambang imannya. Dalam Konsili Ekumenis Konstantinopel, pada tahun 381 – yang mendefinisikan keilahian Roh Kudus – pasal ini dimasukkan ke dalam rumusan “Syahadat”. Oleh karena itu, ini merupakan fakta iman ekumenis, karena segenap umat kristiani bersama-sama mengakui lambang iman yang sama. Kesalehan Katolik, sejak dahulu kala, telah mengambil darinya salah satu doa hariannya, yaitu doa Malaikat Tuhan.

Pasal iman ini adalah landasan yang memampukan kita untuk berbicara tentang Maria sebagai mempelai yang paling mewakili, yang merupakan figur Gereja. Sungguh, Yesus, sebagaimana ditulis oleh Santo Leo Agung, “sama seperti Ia dilahirkan oleh Roh Kudus dari seorang ibu yang perawan, demikian pula Ia menjadikan Gereja, mempelai-Nya yang tak bercacat, berbuah dengan napas pemberi hidup dari Roh yang sama”.[1] Kesejajaran ini diambil dalam Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium, yang mengatakan: “Sebab dalam iman dan ketaatan Maria melahirkan Putra Bapa sendiri di dunia, bukan karena mempercayai ular yang kuno itu, melainkan karena percaya akan utusan Allah ... Adapun Gereja sendiri, dengan merenungkan kesucian Santa Perawan yang penuh rahasia serta meneladan cinta kasihnya, dengan melaksanakan kehendak Bapa dengan patuh, dengan menerima sabda Allah dengan setia pula, menjadi ibu juga. Sebab melalui pewartaan dan babtis, Gereja melahirkan bagi hidup baru yang kekal-abadi putra-putri yang dikandungnya dari Roh Kudus dan lahir dari Allah” (no. 63-64).


Marilah kita tutup dengan refleksi praktis bagi hidup kita, yang disarankan oleh penekanan Kitab Suci pada kata kerja “mengandung” dan “melahirkan”. Dalam nubuat Yesaya kita mendengar: “Sesungguhnya, perempuan muda itu mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki” (7:14), dan Malaikat berkata kepada Maria, “Sesungguhnya engkau akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki” (Luk 1:31). Maria pertama-tama mengandung, lalu melahirkan Yesus: pertama-tama ia menyambut-Nya ke dalam dirinya, di dalam hatinya dan dagingnya, lalu ia melahirkan-Nya.

 

Hal ini terjadi pada Gereja: pertama-tama ia menyambut Sabda Allah, membiarkannya “berbicara dengan lembut kepadanya” (bdk. Hos 2:14), dan “mengisi perutnya” (bdk. Yeh 3:3), berdasarkan dua ungkapan biblis, dan kemudian ia melahirkannya dengan kehidupan dan pewartaannya. Operasi kedua tidak akan berhasil tanpa yang pertama.

 

Gereja juga, ketika dihadapkan dengan tugas-tugas yang berada di luar kekuatannya, secara spontan mengajukan pertanyaan yang sama: "Bagaimana ini mungkin?". Bagaimana mungkin untuk mewartakan Yesus Kristus dan keselamatan-Nya kepada dunia yang tampaknya hanya mencari kesejahteraan? Jawabannya juga sama seperti saat itu: "Kamu akan menerima kuasa bilamana Roh Kudus turun ke atasmu" (Kis 1:8). Tanpa Roh Kudus, Gereja tidak dapat bergerak maju, Gereja tidak bertumbuh, Gereja tidak dapat mewartakan.

 

Apa yang dikatakan tentang Gereja secara umum juga berlaku bagi kita, bagi setiap orang yang telah dibaptis. Kita semua terkadang menemukan diri kita, dalam kehidupan, dalam situasi yang berada di luar kekuatan kita dan bertanya pada diri sendiri: "Bagaimana aku dapat mengatasi situasi ini?". Dalam kasus seperti itu, ada baiknya untuk mengulangi bagi diri kita apa yang dikatakan malaikat kepada Perawan Maria: "Bagi Allah tidak ada yang mustahil" (Luk 1:37).

 

Saudara-saudari, marilah kita juga, setiap saat, melanjutkan perjalanan kita dengan keyakinan yang menenangkan ini di dalam hati kita: "Bagi Allah tidak ada yang mustahil". Dan jika kita percaya ini, kita akan menunjukkan mukjizat-mukjizat. Bagi Allah tidak ada yang mustahil. Terima kasih.

 

[Imbauan]

Saya terus mengikuti situasi di Timur Tengah dengan penuh keprihatinan, dan saya tegaskan kembali permohonan saya kepada semua pihak yang terlibat agar pertikaian tidak meluas, dan agar segera ada gencatan senjata di semua lini, dimulai dengan Gaza, di mana situasi kemanusiaan sangat serius dan tidak berkelanjutan. Saya berdoa agar pengupayaan perdamaian yang tulus dapat memadamkan pertikaian, cinta dapat mengalahkan kebencian, dan dendam dapat dilucuti oleh pengampunan.


Saya memintamu untuk bergabung dalam doa saya juga untuk Ukraina, Myanmar, Sudan yang tersiksa: semoga penduduk yang dilanda perang ini segera menemukan kedamaian yang mereka dambakan.

 

Marilah kita satukan upaya dan doa kita agar tidak ada diskriminasi etnis di wilayah Pakistan dan Afghanistan, dan terutama diskriminasi terhadap perempuan.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa dengan hangat para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang mengikuti Audiensi hari ini, khususnya mereka yang berasal dari Irlandia. Saya memohonkan atasmu dan keluargamu sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus. Allah memberkatimu!

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Dengan katekese hari ini, kita mulai merenungkan peran Roh Kudus dalam penebusan kita. Konsili Ekumenis awal yang memberi kita Syahadat Nicea menegaskan keilahian Roh Kudus dan karya-Nya dalam penjelmaan. Sementara semua umat kristiani mengakui syahadat ini, devosi Katolik lebih jauh mengungkapkan imannya dalam doa favorit, doa Malaikat Tuhan. Maria dipahami sebagai Mempelai Roh dan karenanya, menggambarkan Gereja, sebuah ajaran yang telah dipertahankan dari masa lalu hingga saat ini. Dengan menerima dan ambil bagian dalam Sabda Allah, setiap umat kristiani, terlepas dari tantangan hidup, dapat mengalami, seperti Gereja, apa yang dilakukan Roh Kudus bagi seluruh Gereja, karena seperti yang dikatakan malaikat kepada Maria, "Bagi Allah
tidak ada yang mustahil."

______

(Peter Suriadi - Bogor, 7 Agustus 2024)



[1]Khotbah ke-12 tentang Sengsara, 3, 6: PL 54, 356.

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 4 Agustus 2024 : SARANA KASIH

Saudara-saudari terkasih, selamat hari Minggu!

 

Bacaan Injil hari ini menceritakan kepada kita tentang Yesus yang, setelah mengadakan mukjizat roti dan ikan, mengundang orang banyak yang sedang mencari-Nya untuk merenungkan apa yang terjadi guna memahami maknanya (bdk. Yoh 6:24-35).

 

Mereka telah menyantap makanan yang dibagikan dan melihat bagaimana, bahkan dengan sedikit sumber daya, semua orang telah diberi makan dan merasa cukup berkat kemurahan hati dan keberanian seorang anak yang menyediakan apa yang dimilikinya bagi orang lain (bdk. Yoh 6:1-13). Tandanya jelas: jika setiap orang memberi kepada orang lain apa yang mereka miliki, dengan pertolongan Allah, bahkan sekalipun sedikit, setiap orang dapat memiliki sesuatu. Janganlah kita lupakan hal ini: jika kita memberi kepada orang lain apa yang kita miliki, dengan pertolongan Tuhan, bahkan sekalipun sedikit, setiap orang dapat memiliki sesuatu.

 

Orang banyak tidak mengerti: mereka mengira Yesus adalah seorang tukang sulap dan kembali mencari-Nya, berharap Ia akan mengulangi mukjizat itu seolah-olah magis (bdk. ayat 26).

 

Mereka adalah pelaku utama dari sebuah pengalaman dalam perjalanan mereka, tetapi mereka tidak memahami maknanya: perhatian mereka hanya terfokus pada roti dan ikan, makanan yang langsung habis. Mereka tidak menyadari bahwa ini hanyalah sebuah sarana yang melaluinya Bapa, sambil memuaskan rasa lapar mereka, mengungkapkan sesuatu yang jauh lebih penting bagi mereka. Dan apa yang diungkapkan Bapa kepada mereka? Jalan hidup yang kekal dan rasa roti yang memuaskan tanpa batas. Singkatnya, roti yang sejati adalah Yesus, Putra-Nya terkasih yang menjadi manusia (bdk. ayat 35), yang datang untuk ambil bagian dalam kemiskinan kita yang melalui kita dituntun menuju sukacita persekutuan penuh dengan Allah dan dengan saudara-saudari kita (bdk. Yoh 3:16).

 

Hal-hal materi tidak memberikan kepenuhan hidup. Hal-hal tersebut membantu kita untuk berkembang dan penting, tetapi tidak memenuhi hidup kita. Hanya kasih yang dapat melakukan hal itu (bdk. Yoh 6:35). Dan agar hal ini terjadi, jalan yang harus ditempuh adalah kasih yang tidak menyimpan apa pun untuk dirinya sendiri, tetapi berbagi segalanya. Kasih berbagi segalanya.

 

Dan bukankah hal ini juga terjadi dalam keluarga kita? Kita dapat melihatnya. Marilah kita pikirkan para orang tua yang berjuang sepanjang hidup mereka untuk membesarkan anak-anak mereka dengan baik dan meninggalkan sesuatu bagi mereka untuk masa depan. Betapa indahnya ketika pesan ini dipahami, dan anak-anak bersyukur dan pada gilirannya menjadi saling mendukung layaknya saudara-saudari! Betapa menyedihkan, di sisi lain, ketika mereka memperebutkan warisan – saya telah melihat begitu banyak kasus dan itu menyedihkan – dan mereka saling bertengkar dan mungkin mereka tidak saling berbicara selama bertahun-tahun! Pesan seorang ayah dan seorang ibu, warisan mereka yang paling berharga, bukanlah uang. Pesan mereka adalah kasih yang dengannya mereka memberikan kepada anak-anak mereka segala yang mereka miliki, sebagaimana yang dilakukan Allah kepada kita, dan dengan cara ini, mereka mengajar kita untuk mengasihi.

 

Marilah kita bertanya kepada diri kita, lalu: hubungan seperti apa yang kumiliki dengan hal-hal materi? Apakah aku menjadi hamba mereka, atau apakah aku menggunakannya secara bebas sebagai sarana untuk memberi dan menerima kasih? Apakah aku mampu mengucapkan "terima kasih" kepada Allah dan saudara-saudariku atas karunia yang telah kuterima. Dan apakah aku tahu bagaimana membagikannya kepada orang lain? Semoga Maria, yang memberikan seluruh hidupnya bagi Yesus, mengajarkan kita untuk menjadikan segala sesuatu sebagai sarana kasih.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Jumat lalu di Bkerke, Lebanon, Patriark Estephan El Douaihy dibeatifikasi. Ia memimpin Gereja Maronit dengan bijaksana dari tahun 1670 hingga 1704 selama masa sulit yang juga ditandai oleh penganiayaan. Sebagai guru iman dan gembala yang penuh perhatian, ia adalah saksi harapan yang selalu dekat dengan umatnya. Bahkan saat ini, rakyat Lebanon sangat menderita! Secara khusus, saya memikirkan keluarga korban ledakan di Pelabuhan Beirut. Saya berharap keadilan dan kebenaran akan segera ditegakkan. Semoga beato yang baru menopang iman dan harapan Gereja di Lebanon, serta menjadi perantara bagi negara tercinta ini. Marilah kita bertepuk tangan untuk beato yang baru!

 

Saya mengikuti dengan penuh perhatian apa yang sedang terjadi di Timur Tengah, dan saya berharap pertikaian yang sudah sangat berdarah dan penuh kekerasan itu tidak akan menyebar lebih jauh. Saya berdoa untuk semua korban, terutama anak-anak yang tidak bersalah, dan menyampaikan simpati saya kepada komunitas Druze di Tanah Suci serta penduduk Palestina, Israel, dan Lebanon. Jangan lupakan Myanmar. Marilah kita memiliki keberanian untuk melanjutkan dialog sehingga segera terjadi gencatan senjata di Gaza dan di semua lini, para sandera dibebaskan, dan rakyat ditolong dengan bantuan kemanusiaan. Serangan, bahkan yang ditargetkan, dan pembunuhan tidak akan pernah bisa menjadi solusi. Semua itu tidak membantu untuk berjalan di jalan keadilan, jalan perdamaian, tetapi malah menimbulkan lebih banyak kebencian dan balas dendam. Cukup, saudara-saudari! Cukup! Jangan mencekik sabda Allah Perdamaian, tetapi biarlah menjadi masa depan Tanah Suci, Timur Tengah, dan seluruh dunia! Perang adalah kekalahan!

 

Saya juga prihatin dengan Venezuela, yang sedang mengalami situasi kritis. Dengan sepenuh hati saya mengimbau semua pihak untuk mencari kebenaran, menahan diri, menghindari segala bentuk kekerasan, menyelesaikan pertikaian melalui dialog, mengutamakan kebaikan sejati rakyat dan bukan kepentingan pihak-pihak tertentu. Mari kita percayakan negara ini kepada perantaraan Bunda Maria Coromoto, yang sangat dicintai dan dihormati oleh rakyat Venezuela, dan kepada doa Beato José Gregorio Hernandez, yang kesaksiannya mempersatukan kita semua.

 

Saya menyampaikan rasa simpati saya kepada rakyat India, khususnya rakyat Kerala, yang dilanda hujan lebat, yang menyebabkan banyak tanah longsor, yang mengakibatkan hilangnya nyawa, banyaknya orang yang mengungsi, dan kerusakan yang parah. Saya mengajakmu untuk ikut berdoa bagi mereka yang telah kehilangan nyawa dan bagi semua yang terkena dampak bencana yang dahsyat ini.

 

Hari ini, pada peringatan Santo Gembala dari Ars, beberapa negara merayakan "pesta pastor paroki." Saya mengungkapkan kedekatan saya dan juga rasa terima kasih saya kepada semua pastor paroki yang dengan semangat dan kemurahan hati, terkadang di tengah banyak penderitaan, mempersembahkan diri mereka bagi Allah dan umat. Mari kita bertepuk tangan untuk para pastor paroki kita!

 

Saya menyapamu, umat Roma dan para peziarah dari Italia dan banyak negara, terutama kelompok dari Republik Ceska, para Sahabat Santa Ursula, umat beriman Chiusa Sclafani dan Siderno, kaum muda San Vito dei Normanni, kaum muda Paroki Sacro Cuore di Padua dan para pesepeda dari Sambuceto. Dengan sukacita saya menyampaikan salam kepada para peserta Festival I Kaum Muda Portugal yang diselenggarakan di Fatima. Kaum muda terkasih, saya melihat bahwa pengalaman antusias tahun lalu di Lisbon terus membuahkan hasil. Syukur kepada Allah! Saya berdoa untukmu dan mohon untuk mendoakan saya di Kapel Penampakan.

Kepada kamu semua saya mengucapkan selamat hari Minggu. Dan jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siangmu. Sampai jumpa!

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 4 Agustus 2024)