Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 30 Oktober 2024 : RANGKAIAN KATEKESE TENTANG ROH KUDUS DAN SANG MEMPELAI PEREMPUAN. ROH KUDUS MENUNTUN UMAT ALLAH MENUJU YESUS, SANG PENGHARAPAN. 11 : IA TELAH MENGURAPI DAN MEMETERAIKAN KITA. KRISMA, SAKRAMEN ROH KUDUS

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Hari ini kita akan melanjutkan permenungan kita tentang kehadiran dan tindakan Roh Kudus dalam kehidupan Gereja melalui sakramen-sakramen.

 

Tindakan pengudusan Roh Kudus menjangkau kita terutama melalui dua saluran: Sabda Allah dan sakramen-sakramen. Dan di antara semua Sakramen, ada satu yang pada hakikatnya adalah Sakramen Roh Kudus, dan pada hal inilah saya ingin berfokus hari ini. Sakramen tersebut adalah Sakramen Krisma.

 

Dalam Perjanjian Baru, selain baptisan dengan air, disebutkan pula ritus lain, yaitu penumpangan tangan, yang bertujuan untuk mengomunikasikan Roh Kudus secara kasat mata dan dengan cara yang penuh karisma, dengan dampak yang serupa dengan dampak yang ditimbulkan oleh para Rasul pada hari Pentakosta. Kisah Para Rasul merujuk pada sebuah kisah penting berkaitan dengan hal ini. Ketika rasul-rasul di Yerusalem mendengar bahwa beberapa orang di Samaria telah menerima firman Allah, mereka mengutus Petrus dan Yohanes ke situ. “Setibanya di situ kedua rasul itu berdoa, supaya orang-orang Samaria itu beroleh Roh Kudus. Sebab, Roh Kudus belum turun di atas seorang pun di antara mereka, karena mereka hanya dibaptis dalam nama Tuhan Yesus. Kemudian keduanya menumpangkan tangan di atas mereka, lalu mereka menerima Roh Kudus” (8:14-17).

 

Ditambah dengan apa yang ditulis Santo Paulus dalam Surat Kedua kepada jemaat di Korintus: “Sebab Allahlah yang telah meneguhkan kami bersama kamu di dalam Kristus, yang telah mengurapi kita, menaruh meterai tanda milik atas kita, dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita.” (1:21-22). Jaminan Roh Kudus. Tema Roh Kudus sebagai “meterai rajawi” yang dengannya Kristus menandai domba-domba-Nya merupakan dasar ajaran tentang “karakter yang tak terhapuskan” yang diberikan oleh ritus ini.

 

Seiring berjalannya waktu, ritus pengurapan terbentuk sebagai sakramen dalam dirinya, yang mengambil bentuk dan isi yang beragam di berbagai zaman dan aneka ritus Gereja. Ini bukan tempat untuk menelusuri kembali sejarah yang sangat rumit ini. Sakramen krisma dalam pemahaman Gereja, menurut saya, dijelaskan dengan cara yang sangat sederhana dan gamblang oleh Katekismus Orang Dewasa Konferensi Wali Gereja Italia. Dikatakan: “Sakramen krisma bagi semua umat beriman sama seperti Pentakosta bagi seluruh Gereja. … Ia memperteguh penyatuan melalui baptisan ke dalam Kristus dan Gereja serta penahbisan kepada misi kenabian, rajawi dan imami. Ia mengomunikasikan kelimpahan karunia Roh. … Oleh karena itu, jika sakramen baptis adalah sakramen kelahiran, maka sakramen krisma adalah sakramen pertumbuhan. Karena alasan inilah sakramen krisma juga merupakan sakramen kesaksian, karena hal ini terkait erat dengan kedewasaan hidup Kristiani”.[1] Katekismus sampai titik ini.

 

Persoalannya adalah bagaimana memastikan bahwa sakramen krisma tidak dimerosotkan, dalam praktiknya, menjadi “ritus terakhir”, yaitu sakramen “keberangkatan” dari Gereja. Dikatakan bahwa sakramen krisma adalah sakramen perpisahan, karena sekali orang muda melakukannya, mereka pergi dan kemudian kembali untuk menikah. Itulah yang dikatakan orang… tetapi kita harus memastikan bahwa sakramen krisma justru merupakan sakramen partisipasi, partisipasi aktif dalam kehidupan Gereja. Sakramen krisma adalah tonggak sejarah yang mungkin tampak mustahil, mengingat situasi saat ini di seluruh Gereja, tetapi ini tidak berarti bahwa kita harus berhenti mengupayakannya. Meski tidak akan terjadi pada seluruh calon penerima sakramen krisma, anak-anak atau orang dewasa, tetapi setidaknya penting bagi beberapa orang yang kemudian akan menjadi animator komunitas.

 

Untuk tujuan ini, dalam mempersiapkan sakramen ini, bantuan kaum awam yang telah mengalami perjumpaan pribadi dengan Kristus dan telah mengalami pengalaman sejati akan Roh Kudus sangat berguna. Beberapa orang mengatakan bahwa mereka telah mengalaminya sebagai perkembangan dari sakramen krisma yang mereka terima saat masih anak-anak.

 

Hal ini tidak hanya berlaku bagi para calon penerima sakramen krisma di masa mendatang, tetapi berlaku juga bagi kita semua dan kapan pun. Bersama sakramen krisma dan pengurapan, kita telah menerima, Rasul Paulus meyakinkan kita, juga ikatan Roh, yang di tempat lain ia sebut sebagai “karunia sulung Roh” (Rm 8:23). Kita harus “menghabiskan” ikatan ini, menikmati karunia sulung ini, bukan mengubur karisma dan talenta yang kita terima di dalam tanah.

 

Santo Paulus menasihati Timotius, muridnya, untuk “mengobarkan karunia Allah, yang telah ada padamu melalui penumpangan tanganku atasmu” (2 Tim 1:6), dan kata kerja yang digunakan menunjukkan gambaran seseorang yang mengembuskan api untuk menghidupkan kembali api itu. Inilah tujuan yang baik untuk tahun Yubelium! Membuang abu kebiasaan dan keterasingan, menjadi, seperti para pembawa obor di Olimpiade, pembawa api Roh. Semoga Roh membantu kita untuk mengambil beberapa langkah ke arah ini!

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa seluruh peziarah dan pengunjung berbahasa Inggris yang ikut serta dalam Audiensi hari ini, khususnya kelompok dari Inggris, Australia, Korea Selatan, Sri Lanka, Amerika Serikat, dan Kanada. Atas kamu semua dan keluargamu, saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus. Allah memberkatimu!

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih, dalam katekese lanjutan kita tentang Roh Kudus dalam kehidupan Gereja, kita sekarang membahas karunia Roh yang kita terima dalam sakramen krisma. Dalam sakramen ini, melalui penumpangan tangan, kita menerima meterai Roh Kudus yang tak terhapuskan, yang memberanikan kita untuk menyebarkan dan membela iman sebagai saksi Kristus yang sejati di dunia. Sakramen krisma meningkatkan dan memperdalam kehidupan Roh yang dicurahkan kepada kita saat pembaptisan serta mendorong kita untuk terlibat secara aktif dalam kehidupan dan perutusan Gereja. Marilah kita berdoa agar Roh Kudus sudi membimbing kaum muda yang menerima sakramen ini menuju perjumpaan pribadi yang semakin dalam dengan Tuhan serta semakin murah hati untuk berkomitmen menyebarkan Injil di tahun-tahun mendatang.
_______

(Peter Suriadi - Bogor, 30 Oktober 2024)



[1] La verità vi farà liberi. Katekismus Orang Dewasa. Balai Penerbitan Vatikan 1995, hlm. 324.

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 27 Oktober 2024 : SERUAN, IMAN, PERJALANAN

Saudara-saudari terkasih, selamat hari Minggu!

 

Bacaan Injil liturgi hari ini (Mrk 10:46-52) menceritakan kepada kita tentang Yesus yang menyembuhkan seorang buta. Namanya Bartimeus, tetapi orang banyak di jalan tidak menghiraukannya: ia adalah seorang pengemis miskin. Orang-orang itu tidak peduli pada orang buta tersebut; mereka meninggalkannya, mereka tidak menghiraukannya. Tidak ada tatapan peduli, tidak ada rasa iba. Bartimeus juga tidak melihat, tetapi ia mendengar dan membuat dirinya didengar. Ia berteriak, ia berseru dengan keras, "Anak Daud, kasihanilah aku!" (ayat 48). Namun, Yesus mendengar dan melihatnya. Ia menempatkan Bartimeus di bawah kendali-Nya dan bertanya, "Apa yang kaukehendaki Kuperbuat bagimu?" (ayat 51).

 

"Apa yang kaukehendaki Kuperbuat bagimu?". Pertanyaan ini, di hadapan orang buta, meski tampaknya merupakan provokasi, justru merupakan ujian. Yesus bertanya kepada Bartimeus siapakah yang sebenarnya Ia cari, dan apa alasannya. Siapakah "Anak Daud" bagimu? Lalu Tuhan mulai membuka mata orang buta itu. Mari kita pertimbangkan tiga aspek dari perjumpaan ini, yang menjadi sebuah dialog: seruan, iman, perjalanan.

 

Pertama, seruan Bartimeus, yang bukan hanya memohon pertolongan. Seruan Bartimeus adalah penegasan tentang dirinya. Orang buta itu berkata, “Aku ada, lihatlah aku. Aku tidak melihat-Mu, Yesus. Apakah Engkau melihatku?”. Ya, Yesus melihat pengemis itu, dan Ia mendengarkannya, dengan telinga tubuh dan telinga hati. Pikirkan diri kita, ketika kita berpapasan dengan seorang pengemis di jalan: berapa kali kita berpaling, berapa kali kita tidak menghiraukannya, seolah-olah ia tidak ada? Dan apakah kita mendengar seruan pengemis itu?

 

Poin kedua: iman. Apa yang dikatakan Yesus? “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau” (ayat 52). Bartimeus melihat karena ia percaya; Kristus adalah terang matanya. Tuhan mengamati bagaimana Bartimeus memandangnya. Bagaimana aku memandang seorang pengemis? Apakah aku tidak menghiraukannya? Apakah aku memandangnya seperti yang dilakukan Yesus? Apakah aku mampu memahami permintaannya, seruan minta tolongnya? Ketika kamu memberi sedekah, apakah kamu menatap mata pengemis? Apakah kamu menyentuh tangannya untuk merasakan dagingnya?

 

Akhirnya, perjalanan. Bartimeus, yang telah disembuhkan, “mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya” (ayat 52). Namun, kita masing-masing adalah Bartimeus, yang buta hati, yang mengikuti Yesus setelah ia mendekati Yesus. Ketika kamu mendekati orang miskin dan membuat kedekatanmu terasa, Yesuslah yang mendekatimu dalam pribadi orang miskin itu. Mohon, janganlah kita bingung: sedekah tidak sama dengan pemberian. Orang yang menerima rahmat paling banyak dari sedekah adalah orang yang memberi, karena ia membuat dirinya terlihat oleh mata Tuhan.

 

Marilah bersama-sama kita berdoa kepada Maria, fajar keselamatan, agar ia sudi menjaga jalan kita dalam terang Kristus.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Hari ini kita telah mengakhiri Sinode Para Uskup. Marilah kita berdoa agar segala sesuatu yang telah kita lakukan di bulan ini dapat terus berlanjut demi kebaikan Gereja.

 

Tanggal 22 Oktober adalah peringatan lima puluh tahun pembentukan Komisi Hubungan Keagamaan dengan Kaum Yahudi oleh Santo Paulus VI, dan besok adalah peringatan enam puluh tahun Nostra Aetate, deklarasi Konsili Ekumenis Vatikan II. Terutama di masa-masa penuh penderitaan dan ketegangan ini, saya mendorong mereka yang terlibat di tingkat lokal dalam dialog dan perdamaian.

 

Besok Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah yang penting akan dibuka di Jenewa, tujuh puluh lima tahun setelah Konvensi Jenewa. Semoga peristiwa ini membangkitkan hati nurani sehingga, selama pertikaian bersenjata, kehidupan dan martabat manusia dan masyarakat, serta integritas bangunan sipil dan tempat ibadah, dihormati, sesuai dengan hukum kemanusiaan internasional. Sungguh menyedihkan melihat bagaimana rumah sakit dan sekolah hancur dalam perang di beberapa tempat.

 

Saya bergabung dengan Gereja San Cristóbal de las Casas yang terkasih, di negara bagian Chiapas, Meksiko, yang sedang berduka atas kematian imam Marcelo Pérez Pérez, yang dibunuh hari Minggu lalu. Seorang pelayan Injil dan umat Allah yang bersemangat, semoga pengorbanannya, seperti pengorbanan para imam lain yang dibunuh karena kesetiaan mereka pada pelayanan, menjadi benih perdamaian dan kehidupan kristiani.

 

Saya dekat dengan penduduk Filipina, yang dilanda topan dahsyat. Semoga Tuhan mendukung rakyat itu, yang penuh dengan iman.

 

Saya menyapa kamu semua, umat Roma dan para peziarah. Secara khusus, saya menyapa Persaudaraan Señor de los Milagros, umat Peru di Roma, yang saya ucapkan terima kasih atas kesaksian mereka dan saya dorong untuk terus berada di jalan iman.

 

Saya menyapa kelompok senior dari Loiri Porto San Paolo, para calon penerima sakramen krisma dari Assemini, Cagliari, para “Peziarah kesehatan” dari Piacenza, para Oblat Sekular Cistercian dari Tempat Kudus Cotrino, dan Konfederasi Ksatria Miskin Santo Bernardus dari Chiaravalle.

 

Dan mohon, marilah kita terus berdoa untuk perdamaian, khususnya di Ukraina, Palestina, Israel, dan Lebanon, agar eskalasi dapat dihentikan dan penghormatan terhadap kehidupan manusia, yang merupakan hal yang sakral, didahulukan! Korban pertama adalah warga sipil: kita melihat ini setiap hari. Terlalu banyak korban yang tidak bersalah! Setiap hari kita melihat gambar anak-anak yang dibantai. Terlalu banyak anak-anak! Marilah kita berdoa untuk perdamaian.

 

Saya mengucapkan selamat hari Minggu kepada kamu semua. Dan mohon, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siangmu, dan sampai jumpa!

______

(Peter Suriadi - Bogor, 27 Oktober 2024)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 23 Oktober 2024 : RANGKAIAN KATEKESE TENTANG ROH KUDUS DAN SANG MEMPELAI PEREMPUAN. ROH KUDUS MENUNTUN UMAT ALLAH MENUJU YESUS, SANG PENGHARAPAN. 10 : ROH KUDUS, KARUNIA ALLAH. ROH KUDUS DAN SAKRAMEN PERKAWINAN

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Terakhir kali kami menjelaskan apa yang kita nyatakan tentang Roh Kudus dalam Syahadat. Akan tetapi, permenungan Gereja tidak berhenti pada pengakuan iman yang singkat itu. Permenungan berlanjut, baik di Timur maupun di Barat, melalui karya para Bapa Gereja dan Pujangga Gereja besar. Hari ini, khususnya, kita ingin mengumpulkan remah-remah ajaran Roh Kudus yang dikembangkan dalam tradisi Latin, untuk melihat bagaimana ajaran itu menerangi seluruh kehidupan kristiani dan khususnya sakramen perkawinan.

 

Pencetus utama ajaran ini adalah Santo Agustinus, yang mengembangkan ajaran tentang Roh Kudus. Ia berangkat dari pewahyuan bahwa “Allah adalah kasih” (1 Yoh 4:8). Kasih mengandaikan Dia yang mengasihi, Dia yang dikasihi dan kasih itu sendiri yang mempersatukan mereka. Bapa, dalam Tritunggal Mahakudus, adalah Dia yang mengasihi, sumber dan asal segala sesuatu; Putra adalah Dia yang dikasihi, dan Roh Kudus adalah kasih yang mempersatukan mereka.[1] Karena itu, Allah umat kristiani adalah Allah yang “tunggal”, tetapi tidak menyendiri; Allah umat kristiani adalah kesatuan persekutuan dan kasih. Sejalan dengan hal ini, beberapa orang mengusulkan untuk menyebut Roh Kudus bukan “pribadi ketiga tunggal” dari Tritunggal Mahakudus, tetapi “pribadi pertama jamak”. Dengan kata lain, Dia adalah Kami, Kami ilahi dari Bapa dan Putra, ikatan kesatuan antara pribadi-pribadi yang berbeda,[2] prinsip kesatuan Gereja, yang memang merupakan “tubuh yang tunggal” yang berasal dari beberapa pribadi.

 

Sebagaimana yang saya katakan, hari ini saya ingin merenungkan bersamamu khususnya tentang apa yang Roh Kudus katakan tentang keluarga. Apa hubungan Roh Kudus dengan perkawinan, misalnya? Banyak sekali, mungkin yang paling penting, dan saya akan mencoba menjelaskan alasannya! Perkawinan kristiani adalah sakramen pengorbanan diri, satu untuk yang lain, antara pria dan wanita. Inilah yang dimaksudkan Sang Pencipta ketika “Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kej 1:27). Oleh karena itu, pasangan manusia adalah perwujudan pertama dan paling mendasar dari persekutuan kasih yakni Tritunggal Mahakudus.

 

Suami istri juga seharusnya membentuk kata ganti orang pertama jamak, yaitu “kami”. Berdiri saling berhadapan sebagai “aku” dan “kamu”, dan berdiri di hadapan sisa dunia, termasuk anak-anak, sebagai “kami”. Betapa indahnya mendengar seorang ibu berkata kepada anak-anaknya: “Ayahmu dan aku...”, sebagaimana dikatakan Maria kepada Yesus ketika mereka menemukan-Nya pada usia dua belas tahun di Bait Allah, sedang mengajar para guru agama (lih. Luk 2:48), dan mendengar seorang ayah berkata: ‘Ibumu dan aku’, seolah-olah mereka adalah satu. Betapa anak-anak membutuhkan kesatuan ini – ibu dan ayah bersama-sama – kesatuan orang tua, dan betapa mereka menderita ketika kesatuan ini tidak ada lagi! Betapa menderitanya anak-anak dari orang tua yang bercerai, betapa menderitanya mereka.

 

Tetapi, agar sesuai dengan panggilan ini, perkawinan membutuhkan dukungan dari Dia yang adalah Sang Karunia, bahkan sang pemberi utama. Di mana Roh Kudus masuk, kapasitas untuk memberi diri terlahir kembali. Beberapa Bapa Gereja Latin menyatakan bahwa, sebagai karunia timbal balik antara Bapa dan Putra dalam Tritunggal Mahakudus, Roh Kudus juga merupakan sumber sukacita yang berkuasa di antara mereka, dan mereka tidak takut, ketika berbicara tentang hal itu, menggunakan gambaran gerakan yang tepat bagi kehidupan perkawinan, seperti ciuman dan pelukan.[3]

 

Tidak seorang pun mengatakan bahwa kesatuan seperti itu merupakan tugas yang mudah, apalagi di dunia saat ini; tetapi inilah kebenaran segala sesuatu sebagaimana telah dirancangkan Sang Pencipta, dan oleh karena itu memang demikianlah hakikatnya. Tentu saja, mungkin tampak lebih mudah dan lebih cepat untuk membangun di atas pasir daripada di atas batu; tetapi Yesus memberitahu kita apa hasilnya (bdk. Mat 7:24-27). Dalam kasus ini, kita bahkan tidak memerlukan perumpamaan itu, karena konsekuensi dari perkawinan yang dibangun di atas pasir, sayangnya, sudah terlihat oleh semua orang, dan terutama anak-anaklah yang menanggung harganya. Anak-anak menderita karena perceraian atau kurangnya kasih sayang dari orang tua! Mengenai begitu banyak suami istri, kita harus mengulang apa yang dikatakan Maria kepada Yesus, di Kana di Galilea: "Mereka kehabisan anggur" (Yoh 2:3). Roh Kudus yang terus menunjukkan, pada tataran rohani, mukjizat yang dilakukan Yesus pada kesempatan itu; yaitu, mengubah air kebiasaan menjadi sukacita baru karena kebersamaan. Bukan khayalan yang saleh: apa yang telah dilakukan Roh Kudus dalam begitu banyak perkawinan, ketika suami istri memutuskan untuk memohon kepada-Nya.

 

Oleh karena itu, tidak akan menjadi hal yang buruk jika di samping informasi yang bersifat hukum, psikologis, dan moral yang diberikan dalam persiapan perkawinan pasangan yang bertunangan, kita juga harus memperdalam persiapan "rohani" ini, Roh Kudus yang menyatukan. Sebuah pepatah Italia mengatakan, "Jangan pernah menaruh jari, jangan pernah campur tangan, di antara suami dan istri". Sebenarnya ada "jari" yang harus ditaruh di antara suami dan istri, "jari Allah": yaitu, Roh Kudus!

 

[Imbauan]

 

Saudara-saudari, marilah kita berdoa untuk perdamaian! Hari ini, pagi ini, saya menerima statistik mengenai kematian di Ukraina: mengerikan! Perang tidak mengampuni; perang adalah kekalahan sejak awal. Marilah kita berdoa kepada Tuhan untuk perdamaian, semoga Ia memberikan kedamaian bagi semua orang, bagi kita semua. Dan janganlah kita lupakan Myanmar; janganlah kita lupakan Palestina, yang sedang menderita serangan tidak manusiawi; janganlah kita lupakan Israel, dan janganlah kita lupakan semua bangsa yang sedang berperang.


***

Ada satu figur, saudara-saudari, yang seharusnya membuat kita takut: investasi yang paling menguntungkan saat ini adalah pabrik senjata. Meraup untung dari kematian! Marilah kita berdoa untuk perdamaian, bersama-sama.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa dengan hangat para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris, khususnya mereka yang datang dari Inggris, Denmark, Norwegia, Madagaskar, India, Indonesia, Jepang, Filipina, Kanada, dan Amerika Serikat. Atas kamu semua, dan atas keluargamu, saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus. Allah memberkatimu!

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih: Dalam katekese lanjutan kita tentang Roh Kudus dalam kehidupan Gereja, kita sekarang beralih ke sakramen perkawinan. Dalam Tritunggal Mahakudus, Roh Kudus adalah ikatan kasih antara Bapa dan Putra. Sebagai sakramen persatuan kasih antara seorang pria dan seorang wanita, perkawinan kristiani adalah cerminan hubungan kekal antara ketiga pribadi Ilahi, saling menyerahkan diri yang menghasilkan sukacita yang mendalam dan kekal. Marilah kita memohon Roh Kudus untuk menopang suami istri dan keluarga dalam panggilan mereka untuk menjadi tanda-tanda sukacita kasih kekal Allah, kasih Kristus yang penuh pengorbanan bagi Gereja dan janji kasih itu untuk membawa damai abadi bagi dunia kita yang terpecah.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 23 Oktober 2024)



[1]Bdk Santo Agustinus, De Trinitate, VIII,10,14

[2]Bdk. H. Mühlen, Una mystica persona. La Chiesa come il mistero dello Spirito Santo, Città Nuova, 1968.

[3]Bdk. S. Ilario di Poitiers, De Trinitate, II,1; St Agustinus, De Trinitate, VI, 10,11.

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 20 Oktober 2024

Sebelum mengakhiri perayaan Ekaristi ini, saya mengucapkan terima kasih kepada kamu semua yang telah datang untuk menghormati para santo-santa baru. Saya menyapa para kardinal, para uskup, para pelaku hidup bakti, khususnya para Saudara Dina dan umat Maronit, para Misionaris Consolata, para Suster Kecil Keluarga Kudus dan para Oblat Roh Kudus, serta kelompok-kelompok peziarah lain yang telah datang dari berbagai tempat. Saya menyampaikan salam hormat kepada Presiden Republik Italia, delegasi resmi lainnya, dan otoritas sipil.

 

Saya menyapa kelompok besar peziarah Uganda, bersama wakil presiden negara tersebut, yang telah datang enam puluh tahun setelah kanonisasi para martir Uganda.

 

Semoga kesaksian Santo Giuseppe Allamano mengingatkan kita akan perhatian yang diperlukan terhadap penduduk yang paling rapuh dan rentan. Saya khususnya memikirkan suku Yanomami, di hutan Amazon Brasil, di antara anggotanya terjadi mukjizat yang terkait dengan kanonisasi hari ini. Saya memohon kepada otoritas politik dan sipil untuk memastikan perlindungan terhadap orang-orang ini dan hak-hak dasar mereka, serta menentang segala bentuk eksploitasi terhadap martabat dan wilayah mereka.

 

Hari ini kita merayakan Hari Minggu Misi Sedunia, yang bertema – “Pergi dan Undanglah Semua Orang ke Perjamuan Itu” (bdk. Mat 22:9) – mengingatkan kita bahwa pewartaan misioner berarti membawa kepada semua orang undangan untuk perjumpaan yang meriah dengan Tuhan, yang mengasihi kita dan ingin kita ambil bagian dalam sukacita sebagai mempelai-Nya. Sebagaimana para santo-santa baru mengajarkan kita: “Setiap ukat kristiani dipanggil untuk ambil bagian dalam misi sejagat ini dengan memberikan kesaksiannya tentang Injil dalam setiap konteks” (Pesan untuk Hari Misi Sedunia ke-98, 25 Januari 2024). Marilah kita mendukung, dengan doa dan bantuan kita, seluruh misionaris yang, seringkali dengan pengorbanan yang besar, membawa pewartaan Injil yang cemerlang ke pelbagai bagian dunia.

 

Dan marilah kita terus mendoakan penduduk yang sedang menderita akibat perang – Palestina, Israel, Lebanon yang tersiksa, Ukraina yang tersiksa, Sudan, Myanmar, dan semua yang lainnya – serta marilah kita memohon karunia perdamaian bagi semua orang.

 

Semoga Perawan Maria membantu kita untuk menjadi, seperti Dia dan seperti para santo-santa, saksi-saksi Injil yang berani dan penuh sukacita.

______

(Peter Suriadi - Bogor, 20 Oktober 2024)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 16 Oktober 2024 : RANGKAIAN KATEKESE TENTANG ROH KUDUS DAN SANG MEMPELAI PEREMPUAN. ROH KUDUS MENUNTUN UMAT ALLAH MENUJU YESUS, SANG PENGHARAPAN. 9 : AKU PERCAYA AKAN ROH KUDUS. ROH KUDUS DALAM IMAN GEREJA

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Dengan katekese hari ini, kita akan beralih dari apa yang diwahyukan Roh Kudus kepada kita dalam Kitab Suci kepada bagaimana Ia hadir dan berkarya dalam kehidupan Gereja, dalam kehidupan kristiani kita.

 

Dalam tiga abad pertama, Gereja tidak merasa perlu untuk memberikan rumusan tersurat tentang imannya akan Roh Kudus. Misalnya, dalam Syahadat Gereja yang paling kuno, yang disebut Simbol Para Rasul, setelah menyatakan: “Aku percaya akan Allah Bapa yang Mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, dan akan Yesus Kristus, Putra-Nya yang tunggal, Tuhan kita, yang dilahirkan, wafat, turun ke tempat penantian, bangkit dari antara orang mati dan naik ke surga”, ditambahkan: “Aku percaya akan Roh Kudus” dan tidak lebih, tanpa spesifikasi apa pun.

 

Akan tetapi, ajaran sesat mendorong Gereja untuk mendefinisikan iman ini. Ketika proses ini dimulai – dengan Santo Athanasius pada abad keempat – justru pengalaman yang dimilikinya tentang tindakan pengudusan dan pengilahian Roh Kudus yang menuntun Gereja kepada kepastian keilahian penuh Roh Kudus. Hal ini terjadi selama Konsili Ekumenis Konstantinopel pada tahun 381, yang mendefinisikan keilahian Roh Kudus dengan kata-kata terkenal yang masih kita ulangi hingga saat ini dalam Syahadat: “Aku percaya akan Roh Kudus. Ia Tuhan yang menghidupkan. Ia berasal dari Bapa dan Putra, yang serta Bapa dan Putra, disembah dan dimuliakan. Ia bersabda dengan perantaraan para nabi.”

 

Mengatakan bahwa Roh Kudus “adalah Tuhan” sama seperti mengatakan bahwa Ia ambil bagian dalam “ke-Tuhan-an” Allah, bahwa Ia milik dunia Sang Pencipta, bukan milik dunia ciptaan. Penegasan yang paling kuat yaitu Ia berhak mendapatkan kemuliaan dan penyembahan yang sama seperti Bapa dan Putra. Alasan kesetaraan dalam penghormatan, yang dianut oleh Santo Basilus Agung, yang merupakan arsitek utama dari rumusan tersebut: Roh Kudus adalah Tuhan, Ia adalah Allah.

 

Definisi Konsili bukanlah titik kedatangan, melainkan titik keberangkatan. Dan sesungguhnya, setelah alasan-alasan historis yang menghalangi penegasan yang lebih tersurat tentang keilahian Roh Kudus telah diatasi, hal ini dengan yakin diwartakan dalam ibadat Gereja dan dalam teologinya. Santo Gregorius dari Nazianzus, setelah Konsili, melanjutkan dengan menyatakan tanpa ragu-ragu: “Jadi, apakah Roh Kudus adalah Allah? Tentu saja! Apakah Ia sehakikat? Ya, jika Ia adalah Allah sejati” (Oratio 31, 5.10).

 

Apa yang dikatakan rumusan iman yang kita wartakan setiap hari Minggu dalam Misa kepada kita, umat beriman masa kini? “Aku percaya akan Roh Kudus”. Di masa lalu, rumusan iman tersebut terutama berkaitan dengan pernyataan bahwa Roh Kudus “berasal dari Bapa”. Gereja Latin segera melengkapi pernyataan ini dengan menambahkan, dalam Syahadat Misa, bahwa Roh Kudus “dan berasal dari Putra”. Karena dalam bahasa Latin ungkapan “dan berasal dari Putra” disebut ‘Filioque’, hal ini memunculkan pertikaian yang dikenal dengan nama ini, yang telah menjadi alasan (atau dalih) bagi begitu banyak pertikaian dan perpecahan antara Gereja Timur dan Gereja Barat. Tentu saja tidak tepat untuk membahas masalah ini di sini, yang, terlebih lagi, dalam iklim dialog yang dibangun antara kedua Gereja, telah kehilangan kepahitan masa lalu dan saat ini memungkinkan kita untuk berharap akan penerimaan bersama sepenuhnya, sebagai salah satu “perbedaan yang didamaikan” yang utama. Saya suka mengatakan ini: “perbedaan yang didamaikan”. Di antara umat kristiani ada banyak perbedaan: ia termasuk aliran ini, aliran itu; orang ini Protestan, orang itu… Yang penting, perbedaan-perbedaan ini didamaikan, dalam kasih berjalan bersama.

 

Setelah mengatasi rintangan ini, hari ini kita dapat menghargai hak prerogatif terpenting bagi kita yang diwartakan dalam rumusan Syahadat, yaitu bahwa Roh Kudus adalah “pemberi hidup”, “pemberi hidup”. Marilah kita bertanya kepada diri kita: hidup apakah yang diberikan Roh Kudus? Pada awalnya, dalam penciptaan, nafas Allah memberikan kehidupan alamiah kepada Adam; debu tanah dijadikan “makhluk hidup” (bdk. Kej 2:7). Sekarang, dalam ciptaan baru, Roh Kudus memberi hidup baru kepada orang percaya, hidup Kristus, hidup adikodrati, sebagai anak-anak Allah. Paulus dapat berseru: “Roh yang memberi hidup telah memerdekakan engkau dalam Kristus Yesus dari hukum dosa dan hukum maut” (Rm 8:2).

 

Dalam semua ini, di manakah berita yang agung dan menghibur bagi kita? Yaitu bahwa hidup yang diberikan kepada kita oleh Roh Kudus adalah hidup kekal! Iman membebaskan kita dari kengerian karena harus mengakui bahwa semuanya berakhir di sini, bahwa tidak ada penebusan atas penderitaan dan ketidakadilan yang berkuasa di bumi. Perkataan Rasul Paulus yang lain meyakinkan kita akan hal ini: “Jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, tinggal di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang tinggal di dalam kamu” (Rm 8:11). Roh Kudus tinggal di dalam kita, Ia ada di dalam diri kita.

 

Marilah kita tanamkan iman ini juga kepada mereka yang, sering kali bukan karena kesalahan mereka, kehilangan iman dan tidak mampu memberi makna pada kehidupan. Dan janganlah kita lupa untuk bersyukur kepada-Nya, yang berkat wafat-Nya, kita memperoleh karunia yang tak ternilai ini!

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa dengan hangat para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris, khususnya mereka yang datang dari Inggris, Denmark, Norwegia, Afrika Selatan, India, Kuwait, Malaysia, Filipina, Korea Selatan, Kanada, dan Amerika Serikat. Secara khusus saya menyapa delegasi dari Kolose Pertahanan NATO, para imam Institut Pensisikan Teologi Lanjutan di Kolose Amerika Utara, dan para anggota Yayasan Universitas Gregorian. Atas kamu semua, dan atas keluargamu, saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus. Allah memberkatimu!

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih: Hari ini kita melanjutkan katekese kita tentang Roh Kudus yang hadir dan berkarya dalam kehidupan Gereja. Sebagaimana kita nyatakan dalam Syahadat, Roh Kudus adalah “Tuhan, pemberi hidup.” Dalam kehidupan Tritunggal Mahakudus, Roh Kudus “sehakikat,” setara dalam keilahian dengan Bapa dan Putra. Sebagai “pemberi hidup,” Ia memberi kita bagian dalam kehidupan Kristus sendiri serta kemenangan atas dosa dan maut. Dengan demikian, Ia memberi kita harapan di tengah penderitaan dan ketidakadilan dunia kita. Marilah kita memohon kepada Roh Kudus untuk memperkuat keyakinan kita akan kuasa kebangkitan Kristus yang mengubah hidup kita dan dunia tempat kita hidup.

______

(Peter Suriadi - Bogor, 16 Oktober 2024)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 13 Oktober 2024 : HARTA MILIK YANG SESUNGGUHNYA

Saudara-saudari terkasih, selamat hari Minggu!

 

Bacaan Injil liturgi hari ini (Mrk 10:17-30) menceritakan kepada kita tentang seorang kaya yang berjumpa Yesus dan bertanya kepada-Nya, "Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" (ayat 17). Yesus mengundangnya untuk meninggalkan segalanya dan mengikuti-Nya, tetapi orang itu, pergi, dengan sedih, sebab, sebagaimana dikatakan teks, "banyak harta miliknya" (ayat 23). Meninggalkan segalanya adalah hal yang harus dibayar.

 

Kita dapat melihat dua gerakan orang ini: pada awalnya ia berlari, pergi kepada Yesus; namun pada akhirnya, ia pergi dengan muka muram, ia pergi dengan sedih. Pertama, ia berlari menghampiri, dan kemudian ia pergi. Marilah kita mendalami hal ini.

 

Pertama-tama, orang ini berlari menghampiri Yesus. Seolah-olah ada sesuatu yang mendesak dalam hatinya: meskipun banyak harta miliknya, ia tidak merasa puas, batinnya merasa gelisah, ia sedang mencari kehidupan yang lebih penuh. Seperti yang sering dilakukan orang sakit dan orang kerasukan (lih. Mrk 3:10; 5:6), kita melihat hal ini dalam Bacaan Injil, sambil berlutut di kaki Sang Guru; ia kaya, tetapi membutuhkan penyembuhan. Ia kaya tetapi perlu disembuhkan. Yesus memandangnya dengan kasih (ayat 21); kemudian, Ia mengusulkan sebuah "terapi": menjual semua yang dimilikinya, memberikannya kepada orang miskin dan mengikuti-Nya. Namun, pada titik ini, muncul sebuah kesimpulan yang tak terduga: muka orang ini muram dan ia pergi! Begitu besar dan bersemangatnya keinginannya untuk bertemu Yesus; betapa dingin dan cepatnya perpisahannya.

 

Kita juga membawa dalam hati kita kebutuhan yang tak tertahankan akan kebahagiaan dan kehidupan yang penuh makna; Tetapi, kita dapat jatuh ke dalam khayalan berpikir bahwa jawabannya ditemukan dalam memiliki benda-benda dan jaminan duniawi. Sebaliknya, Yesus ingin membawa kita kembali ke kebenaran keinginan kita dan membuat kita menemukan bahwa, pada kenyataannya, kebaikan yang kita dambakan adalah Tuhan sendiri, kasih-Nya bagi kita dan kehidupan kekal yang dapat diberikan kepada kita oleh Dia dan hanya Dia. Harta milik yang sesungguhnya adalah dipandang dengan kasih oleh Tuhan – ini adalah harta milik yang luar biasa – dan, seperti yang dilakukan Yesus dengan orang itu, saling mengasihi dengan menjadikan hidup kita sebagai anugerah bagi sesama kita. Saudara-saudari, oleh karena itu, Yesus mengundang kita untuk mengambil risiko, "mengambil risiko kasih": menjual segalanya guna diberikan kepada orang miskin, yang berarti melepaskan diri kita dari kepentingan diri dan jaminan palsu, membuat diri kita memperhatikan mereka yang membutuhkan dan berbagi harta milik, bukan hanya benda-benda, tetapi diri kita apa adanya: talenta kita, persahabatan kita, waktu kita, dan sebagainya.

 

Saudara-saudari, orang kaya itu tidak mau mengambil risiko, mengambil risiko apa? Ia tidak mau mengambil risiko kasih, dan ia pergi dengan muka sedih. Bagaimana dengan kita? Marilah kita bertanya kepada diri kita sendiri: kepada siapa hati kita melekat? Bagaimana kita memuaskan rasa lapar kita akan kehidupan dan kebahagiaan? Apakah kita tahu bagaimana berbagi dengan mereka yang miskin, dengan mereka yang sedang dalam kesulitan atau yang membutuhkan pendengaran, senyuman, perkataan untuk membantu mereka mendapatkan kembali harapan? Atau yang perlu didengarkan… Marilah kita ingat ini: harta milik yang sesungguhnya bukan benda-benda dunia ini, harta milik yang sesungguhnya adalah dikasihi Allah, dan belajar untuk mengasihi seperti Dia.

 

Dan sekarang marilah kita memohon perantaraan Perawan Maria, agar ia sudi membantu kita menemukan dalam diri Yesus harta milik kehidupan.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Saya terus mengikuti dengan penuh keprihatinan apa yang sedang terjadi di Timur Tengah, dan saya sekali lagi meminta gencatan senjata segera di semua lini. Marilah kita menempuh jalur diplomasi dan dialog untuk mencapai perdamaian.

 

Saya dekat dengan seluruh penduduk yang terlibat, di Palestina, Israel, dan Lebanon, di mana saya meminta pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk dihormati. Saya mendoakan seluruh korban, mereka yang mengungsi, para sandera yang saya harap akan segera dibebaskan, dan saya berharap penderitaan besar yang tidak ada gunanya ini, yang ditimbulkan oleh kebencian dan balas dendam, dapat segera berakhir.

 

Saudara-saudari, perang adalah khayalan, perang adalah kekalahan: perang tidak akan pernah mengarah pada perdamaian, perang tidak akan pernah mengarah pada keamanan, perang adalah kekalahan bagi semua orang, terutama bagi mereka yang percaya diri bahwa mereka tak terkalahkan. Berhentilah, saya mohon!

 

Saya mengimbau agar warga Ukraina tidak dibiarkan mati kedinginan; hentikan serangan udara terhadap penduduk sipil, yang selalu menjadi korban paling parah. Hentikan pembunuhan terhadap orang-orang tak berdosa!

 

Saya sedang mengikuti situasi dramatis di Haiti, di mana kekerasan terus terjadi terhadap penduduk, yang terpaksa meninggalkan rumah mereka untuk mencari keamanan di tempat lain, di dalam dan luar negeri. Jangan pernah melupakan saudara-saudari Haiti kita. Saya meminta semua orang untuk berdoa agar segala bentuk kekerasan segera berakhir serta, dengan komitmen masyarakat internasional, terus berupaya membangun perdamaian dan rekonsiliasi di negara ini, dengan selalu membela martabat dan hak semua orang.

 

Saya menyapamu, umat Roma serta para peziarah dari Italia dan banyak negara, khususnya Milisi Tak Bernoda yang didirikan oleh Santo Maximilian Kolbe, Paroki Resuttano, Paroki Caltanisetta, atlet Paralimpik Italia beserta pemandu dan asisten mereka, dan kelompok Pax Christi Internasional.

 

Saya sekali lagi menyapa para mahasiswa baru Kolese Urbanus, yang saya temui pagi ini.

 

Jumat depan, 18 Oktober, Yayasan “Bantuan untuk Gereja yang Sedang Menderita” akan menyelenggarakan prakarsa “Satu Juta Anak Berdoa Rosario untuk Perdamaian Dunia”. Terima kasih kepada semua anak laki-laki dan perempuan yang berpartisipasi! Marilah kita bergabung dengan mereka dan mempercayakan kepada perantaraan Bunda Maria – hari ini adalah peringatan penampakan terakhirnya di Fatima – marilah kita mempercayakan kepada perantaraan Bunda Maria Ukraina, Myanmar, Sudan dan penduduk lain yang tersiksa oleh karena perang serta segala bentuk kekerasan dan kesengsaraan.

 

Saya menyapa orang muda Immacolata, dan saya melihat bendera Polandia, Brasil, Argentina, Ekuador, dan Perancis… Saya menyapa kamu semua!

 

Saya mengucapkan selamat hari Minggu kepada semua orang. Jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siangmu, dan sampai jumpa!

______

(Peter Suriadi - Bogor, 13 Oktober 2024)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 9 Oktober 2024 : RANGKAIAN KATEKESE TENTANG ROH KUDUS DAN SANG MEMPELAI PEREMPUAN. ROH KUDUS MENUNTUN UMAT ALLAH MENUJU YESUS, SANG PENGHARAPAN. 8 : MEREKA SEMUA DIPENUHI DENGAN ROH KUDUS» ROH KUDUS DALAM KISAH PARA RASUL

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Dalam rangkaian katekese kita tentang Roh Kudus dan Gereja, hari ini kita akan merujuk pada Kitab Kisah Para Rasul.

 

Kisah turunnya Roh Kudus pada hari Pentakosta dimulai dengan uraian tentang beberapa tanda persiapan – tiupan angin keras dan lidah api – yang disimpulkan dengan penegasan bahwa “mereka semua dipenuhi dengan Roh Kudus” (Kis 2:4). Santo Lukas – yang menulis Kisah Para Rasul – menekankan bahwa Roh Kudus yang memastikan universalitas dan kesatuan Gereja. Dampak langsung “dipenuhi dengan Roh Kudus” yakni para Rasul “mulai berbicara dalam bahasa-bahasa lain”, dan keluar dari Ruang Atas untuk mewartakan Yesus Kristus kepada orang banyak (lih. Kis 2:4 dst.).

 

Dengan demikian, Lukas ingin menonjolkan misi universal Gereja, sebagai tanda persatuan baru di antara semua bangsa. Kita melihat Roh bekerja mempersatukan dengan dua cara. Di satu sisi, Ia menggerakkan Gereja keluar, sehingga Gereja dapat menyambut semakin banyak orang dan bangsa; di sisi lain, Ia mengumpulkan mereka di dalam untuk mempererat persatuan yang telah dicapai. Ia mengajar Gereja untuk berkembang dalam universalitas, dan mempererat persatuan. Universal dan satu: inilah misteri Gereja.

 

Kita melihat gerakan pertama dari dua gerakan – universalitas – dalam proses di Bab 10 Kitab Kisah Para Rasul, dalam kisah pertobatan Kornelius. Pada hari Pentakosta, para Rasul telah mewartakan Kristus kepada semua orang Yahudi dan para penganut hukum Musa, apa pun bangsa mereka. Diperlukan suatu “Pentakosta” lagi, yang sangat mirip dengan yang pertama, di rumah perwira Kornelius, untuk mendorong para Rasul memperluas cakrawala mereka dan merobohkan penghalang terakhir, yaitu penghalang antara orang Yahudi dan orang bukan Yahudi (lih. Kis 10-11).

 

Perluasan etnis ini disertai dengan perluasan geografis. Paulus – kita baca lagi dalam Kisah Para Rasul (lih. 16:6-10) – ingin mewartakan Injil di wilayah baru di Asia Kecil; tetapi tertulis bahwa “Roh Kudus mencegah mereka”; ia mencoba memasuki Bitinia, “tetapi Roh Yesus tidak mengizinkan mereka”. Kita segera menemukan alasan pencegahan Roh yang mengejutkan ini: pada malam berikutnya Rasul Paulus menerima penglihatan yang memerintahkannya masuk ke Makedonia. Dengan demikian Injil meninggalkan Asia dan memasuki Eropa.

 

Gerakan kedua Roh Kudus – yang menciptakan kesatuan – terlihat dalam tindakan dalam Bab 15 Kisah Para Rasul, dalam proses yang disebut Konsili Yerusalem. Masalahnya, bagaimana memastikan bahwa universalitas yang dicapai tidak membahayakan kesatuan Gereja. Roh Kudus tidak selalu menciptakan kesatuan secara tiba-tiba, dengan tindakan yang ajaib dan tegas, seperti pada hari Pentakosta. Ia juga melakukannya – dan dalam sebagian besar kasus – dengan karya yang cermat, menghargai waktu dan perbedaan manusia, melalui orang-orang dan lembaga-lembaga, doa dan konfrontasi. Dengan cara yang, kita katakan hari ini, sinodal. Memang, inilah yang terjadi di Konsili Yerusalem, mengenai masalah kewajiban Hukum Musa yang harus dikenakan kepada mereka yang bertobat dari paganisme. Solusinya diumumkan kepada seluruh Gereja, dengan kata-kata yang terkenal: “Sebab, adalah keputusan Roh Kudus dan kami…” (Kis 15:28).

 

Santo Agustinus menjelaskan kesatuan yang dicapai oleh Roh Kudus dengan sebuah gambaran, yang telah menjadi klasik: “Jiwa menyatu dengan tubuh manusia sebagaimana Roh Kudus menyatu dengan tubuh Kristus, yaitu Gereja”[1]. Gambaran tersebut membantu kita memahami sesuatu yang penting. Roh Kudus tidak menciptakan kesatuan Gereja dari luar; Ia tidak membatasi diri-Nya untuk memerintahkan kita bersatu. Ia sendiri adalah “ikatan persatuan”. Dialah yang menciptakan kesatuan Gereja.

 

Sebagaimana biasanya, kita akan menutup dengan sebuah pemikiran yang membantu kita untuk beralih dari Gereja secara keseluruhan kepada kita masing-masing. Kesatuan Gereja adalah kesatuan di antara umat dan tidak dicapai di atas papan gambar, tetapi dalam kehidupan. Kesatuan Gereja dilaksanakan dalam kehidupan. Kita semua menginginkan kesatuan, kita semua menginginkannya dari lubuk hati kita; namun hal itu sangat sulit untuk dicapai sehingga, bahkan dalam perkawinan dan keluarga, persatuan dan kerukunan merupakan salah satu hal yang paling sulit untuk dicapai dan bahkan lebih sulit untuk dipertahankan.

 

Alasan mengapa persatuan di antara kita sulit dicapai adalah karena, ya, setiap orang menginginkan persatuan, tetapi berdasarkan sudut pandang masing-masing, tanpa mempertimbangkan bahwa orang lain di hadapannya berpikir persis sama tentang sudut pandangnya sendiri. Dengan cara ini, persatuan menjadi semakin sulit dipahami. Kehidupan persatuan, persatuan Pentakosta, menurut Roh, tercapai ketika kita berupaya menempatkan Allah, bukan dirinya sendiri, di pusat. Persatuan kristiani juga dibangun dengan cara ini: tidak menunggu orang lain menjangkau kita di tempat kita berada, tetapi bergerak bersama menuju Kristus.

 

Marilah kita memohon Roh Kudus untuk membantu kita menjadi sarana persatuan dan perdamaian.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa dengan hangat para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris, khususnya mereka yang datang dari Inggris, Skotlandia, Denmark, Yunani, India, dan Amerika Serikat. Saya menyapa para seminaris baru di Kolese Kepausan Beda dan saya pasti mendoakan mereka saat mereka memulai studi untuk menjadi imam. Atas kamu semua, dan atas keluargamu, saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus. Allah memberkatimu!

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih: Dalam lanjutan katekese kita tentang Roh Kudus, kita sekarang beralih ke kisah Pentakosta dalam Kitab Kisah Para Rasul, yang menggambarkan para Rasul sebagai orang-orang yang “dipenuhi dengan Roh Kudus” dan diutus untuk mewartakan Injil ke seluruh dunia. Di setiap zaman, Roh Kudus membimbing Gereja dalam misinya untuk merangkul semua orang dalam kesatuan tubuh Kristus. Marilah kita memohon Roh Kudus untuk meneguhkan Gereja dalam kesetiaan pada kesatuan dan universalitasnya dengan mendekatkan semua orang kepada Kristus dan satu sama lain melalui pewartaan Kabar Baik tentang keselamatan kita.

______

(Peter Suriadi - Bogor, 8 Oktober 2024)



[1] Khotbah, 267, 4.

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 6 Oktober 2024: KASIH SUAMI ISTRI

Saudara-saudari terkasih, selamat hari Minggu!

 

Hari ini, dalam Bacaan Injil liturgi (lih. Mrk 10:2-16), Yesus berbicara kepada kita tentang kasih suami istri. Sebagaimana telah mereka lakukan pada beberapa kesempatan lain, beberapa orang Farisi mengajukan pertanyaan yang provokatif kepada-Nya tentang masalah yang kontroversial: perceraian seorang suami dari istrinya. Mereka ingin memaksa-Nya bertengkar, tetapi Ia menolak. Sebaliknya, Ia menyambut baik kesempatan untuk menarik perhatian mereka kepada diskusi yang lebih penting: nilai kasih antara seorang pria dan seorang wanita.

 

Pada zaman Yesus, kondisi wanita dalam pernikahan sangat dirugikan dibandingkan dengan pria: suami dapat menyingkirkan istrinya, menceraikannya, bahkan untuk alasan-alasan yang sepele, dan ini dibenarkan oleh penafsiran Kitab Suci yang legalistik. Karena alasan ini, Tuhan membawa lawan bicara-Nya kembali kepada tuntutan kasih. Ia mengingatkan mereka bahwa wanita dan pria dikehendaki oleh Sang Pencipta sebagai pasangan yang bermartabat sepadan dan saling melengkapi dalam keberagaman. Dengan cara ini mereka akan saling membantu dan menjadi teman, namun mereka juga akan saling mendorong dan menjadi tantangan untuk bertumbuh (lih. Kej 2:20-23).

 

Dan agar ini terjadi, Ia menekankan perlu sepenuhnya memberi agar saling menguntungkan, terlibat, bukan "setengah-setengah" - inilah kasih - awal kehidupan baru (lih. Mrk 10:7; Kej 2:24), yang ditakdirkan untuk bertahan bukan "selama semuanya berjalan baik" tetapi selamanya, saling menerima dan hidup bersatu sebagai "satu daging" (lih. Mrk 10:8; Kej 2:24). Tentu saja, ini tidak mudah, ini membutuhkan kesetiaan, bahkan dalam kesulitan, ini membutuhkan rasa hormat, kejujuran, kesederhanaan (lih. Mrk 10:15). Ini membutuhkan keterbukaan terhadap perselisihan, kadang-kadang bahkan berdiskusi, jika perlu, tetapi juga selalu siap saling mengampuni dan berdamai. Dan saya katakan kepadamu: suami dan istri, bertengkarlah sebanyak yang kamu suka, asalkan kamu selalu berdamai, sebelum hari berakhir! Tahukah kamu mengapa? Karena perang dingin yang datang keesokan harinya berbahaya. "Dan katakan kepadaku, Bapa, bagaimana kami harus berdamai?" – “Belaian lembut, seperti ini, sudah cukup”, bahkan jangan pernah mengakhiri hari tanpa berdamai.

 

Jangan melupakan juga bagi suami istri, pentingnya terbuka terhadap anugerah kehidupan, terhadap anugerah anak-anak, yang merupakan buah kasih yang paling indah, berkat terbesar dari Allah, sumber sukacita dan harapan bagi setiap rumah dan seluruh masyarakat. Milikilah anak-anak! Kemarin, saya menerima penghiburan yang luar biasa. Pada hari Kepolisian Vatikan, seorang polisi datang bersama delapan anaknya! Sungguh indah melihatnya. Tolong, terbukalah terhadap kehidupan, terhadap apa pun yang dikirimkan Allah kepadamu.

 

Saudara-saudari terkasih, kasih memang menuntut, tetapi indah. Semakin kita membiarkan diri kita terlibat di dalamnya, semakin kita menemukan kebahagiaan sejati di dalamnya. Dan sekarang, marilah kita masing-masing bertanya pada diri kita: Bagaimana kasihku? Apakah kasihku setia? Apakah kasihku murah hati? Apakah kasihku kreatif? Bagaimana keluargaku? Apakah keluargaku terbuka terhadap kehidupan, terhadap anugerah anak-anak?

 

Semoga Perawan Maria membantusuami istri kristiani. Marilah kita berpaling kepadanya dalam kesatuan rohani dengan umat yang berkumpul di Tempat Suci Pompeii untuk secara tradisional memohon kepada Bunda Maria dari Rosario Suci.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Besok genap satu tahun serangan teror terhadap penduduk di Israel, kepada mereka saya sekali lagi menyatakan kedekatan saya. Janganlah kita lupa bahwa masih banyak sandera di Gaza. Saya meminta agar mereka segera dibebaskan. Sejak hari itu, Timur Tengah telah terjerumus ke dalam kondisi yang ditandai dengan meningkatnya penderitaan, dengan tindakan militer yang merusak terus menyerang rakyat Palestina. Rakyat ini sangat menderita di Gaza dan di wilayah lainnya. Sebagian besar dari mereka adalah warga sipil yang tidak bersalah, mereka semua adalah orang-orang yang harus menerima segala bantuan kemanusiaan yang diperlukan. Saya menyerukan gencatan senjata segera di semua lini, termasuk Lebanon. Marilah kita berdoa untuk rakyat Lebanon, terutama bagi mereka yang tinggal di selatan, yang terpaksa meninggalkan desa mereka.

 

Saya mengimbau masyarakat internasional agar berupaya mengakhiri lingkaran balas dendam dan mencegah serangan lebih lanjut, seperti yang baru-baru ini dilakukan oleh Iran, yang dapat membuat kawasan itu terjerumus ke dalam perang yang lebih besar. Semua bangsa berhak hidup dalam damai dan aman, serta wilayah mereka tidak boleh diserang atau diserbu, kedaulatan mereka harus dihormati dan dijamin melalui dialog dan perdamaian, bukan melalui kebencian dan perang.

 

Dalam situasi ini, doa lebih dibutuhkan dari sebelumnya. Sore ini, kita semua akan pergi ke Basilika Santa Maria Maggiore untuk memohon perantaraan Bunda Maria. Besok akan menjadi hari doa dan puasa untuk perdamaian dunia. Marilah kita bersatu dengan kekuatan kebaikan melawan rencana jahat perang.

 

Saya juga dekat dengan rakyat Bosnia dan Herzegovina, yang terkena banjir. Semoga Tuhan menyambut para korban, menghibur keluarga mereka, dan mendukung masyarakat ini.

 

Saya menyapamu, umat Roma serta para peziarah dari Italia dan banyak negara. Secara khusus saya menyapa kelompok musik dari Cabañas (El Salvador) – kita akan mendengarkan mereka bermain nanti - umat Polandia dari Gua Maria Kerahiman Keuskupan Radom, dan mereka yang datang dari Martinik. Saya menyapa kelompok peziarah dari Gua Maria Pewahyuan di Tre Fontane, yang akan membawa patung Maria dari Santo Petrus ke Tempat Suci Maria di Roma hari ini, seraya berdoa memohon perdamaian. Saya menyapa para mantan siswa Seminari Menengah "Poggio Galeso" Taranto, Lembaga "Teatro Patologico" Roma, kelompok musik Sekolah "Sacra Famiglia" Cremona dan para demonstran "Fiabaday" untuk menyingkirkan rintangan arsitektur.

 

Dan sekarang,dengan senang hati saya mengumumkan bahwa pada tanggal 8 Desember, saya akan mengadakan konsistori untuk pengangkatan kardinal baru. Asal usul mereka mencerminkan universalitas Gereja, yang terus mewartakan kasih Allah yang penuh belas kasihan kepada semua orang. Berikut ini nama-nama kardinal baru:

 

Berikut adalah nama-nama kardinal baru tersebut:

1.        Mgr. Angelo ACERBI, Nuncio Apostolik untuk Belanda.

2.      Mgr. Carlos Gustavo CASTILLO MATTASOGLIO, Uskup Keuskupan Agung Lima (Peru).

3.       Mgr. Vicente BOKALIC IGLIC CM, Uskup Keuskupan Agung Santiago del Estero (Primado de la Argentina).

4.      Mgr. Luis Gerardo CABRERA HERRERA, OFM, Uskup Keuskupan Agung Guayaquil (Ekuador).

5.      Mgr. Fernando Natalio CHOMALÍ GARIB, Uskup Keuskupan Agung Santiago de Chile (Chili).

6.      Mgr. Tarcisio Isao KIKUCHI, SVD, Uskup Keuskupan Agung Tokyo (Jepang).

7.      Mgr. Pablo Virgilio SIONGCO DAVID, Uskup Keuskupan Kalookan (Filipina).

8.      Mgr. Ladislav NEMET, SVD, Uskup Keuskupan Agung Beograd -Smederevo, (Serbia).

9.      Mgr. Jaime SPENGLER, OFM, Uskup Keuskupan Agung Porto Alegre (Brasil).

10.   Mgr Ignace BESSI DOGBO, Uskup Keuskupan Agung Abidjan (Pantai Gading).

11.     Mgr Jean-Paul VESCO, OP, Uskup Keuskupan Agung Aljazair (Aljazair).

12.    Mgr. Paskalis Bruno SYUKUR, OFM, Uskup Keuskupan Bogor (Indonesia).

13.    Mgr. Dominique Joseph MATHIEU, OFMConv, Uskup Keuskupan Agung Teheran Ispahan (Iran).

14.   Mgr. Roberto REPOLE, Uskup Keuskupan Agung Turin (Italia).

15.    Mgr. Baldassare REINA, Uskup Auksiler Keuskupan Roma dan Vikaris Jenderal Keuskupan Roma.

16.   Mgr. Francis LEO, Uskup Keuskupan Agung Toronto (Kanada).

17.    Mgr. Rolandas MAKRICKAS, Imam Besar Koajutor Basilika Kepausan Santa Maria Maggiore.

18.   Mgr. Mykola BYCHOK, CSR, Uskup Eparki Santo Petrus dan Paulus Melbourne Ukraina.

19.   RP Timothy Peter Joseph RADCLIFFE, OP, teolog

20.  RP Fabio BAGGIO, CS, Wakil Sekretaris Departemen untuk Pelayanan Pengembangan Manusia Terpadu.

21.    Mgr. George Jacob KOOVAKAD, pejabat Sekretaris Negara yang bertanggung jawab atas perjalanan.

Marilah kita mendoakan para Kardinal baru, semoga dengan meneguhkan komitmen mereka kepada Kristus, Sang Imam Agung yang penuh belas kasih dan setia, mereka dapat membantu saya dalam pelayanan saya sebagai Uskup Roma demi kebaikan umat Allah yang kudus.


Saya mengucapkan selamat hari Minggu kepada kamu semua. Jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat makan siang, dan sampai jumpa!

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 6 Oktober 2024)