Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 27 November 2024 : RANGKAIAN KATEKESE TENTANG ROH KUDUS DAN SANG MEMPELAI PEREMPUAN. ROH KUDUS MENUNTUN UMAT ALLAH MENUJU YESUS, SANG PENGHARAPAN. 15 : BUAH ROH KUDUS. SUKACITA

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Setelah berbicara tentang rahmat pengudusan dan kemudian karisma, hari ini saya ingin melihat kenyataan yang ketiga. Kenyataan yang pertama, rahmat pengudusan; kenyataan yang kedua, karisma; dan apakah kenyataan yang ketiga? Sebuah kenyataan yang terkait dengan tindakan Roh Kudus: “buah Roh”. Sesuatu yang aneh. Apakah buah Roh itu? Santo Paulus memberikan daftarnya dalam Surat kepada Jemaat di Galatia. Ia menulis ini, dengarkan baik-baik: “Buah Roh ialah kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri” (5:22). Sembilan: inilah “buah Roh”. Tetapi apakah “buah Roh” ini?

 

Berbeda dengan karunia, yang diberikan Roh kepada siapa yang Ia kehendaki dan kapan Ia kehendaki demi kebaikan Gereja, buah Roh, saya ulangi - kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri - adalah hasil kerjasama antara kasih karunia dan kebebasan kita. Buah ini selalu mengungkapkan kreativitas pribadi, yang di dalamnya "iman bekerja oleh kasih" (lih. Gal 5:6), terkadang dengan cara yang mengejutkan dan penuh sukacita. Tidak semua orang dalam Gereja dapat menjadi rasul, tidak semua orang dapat menjadi nabi, tidak semua orang dapat menjadi penginjil, tidak semua orang; tetapi kita semua, tidak pandang bulu, dapat dan harus menjadi pekerja yang beramal kasih, sabar, rendah hati, untuk perdamaian, dan seterusnya. Tetapi kita semua, ya, harus beramal kasih, harus sabar, harus rendah hati, pekerja untuk perdamaian dan bukan untuk perang.

 

Di antara buah Roh yang disebutkan oleh Rasul Paulus, saya ingin menyoroti salah satunya, mengingat kata pembuka Seruan Apostolik Evangelii Gaudium: “Sukacita Injil memenuhi hati dan hidup semua orang yang menjumpai Yesus. Mereka yang menerima tawaran penyelamatan-Nya dibebaskan dari dosa, penderitaan, kehampaan batin dan kesepian. Bersama Kristus sukacita senantiasa dilahirkan kembali.” (no. 1). Kadang-kadang akan ada saat-saat sedih, tetapi selalu ada kedamaian. Bersama Yesus, ada sukacita dan kedamaian.

 

Sukacita, buah Roh, memiliki kesamaan dengan sukacita manusiawi lainnya, yakni perasaan kepenuhan dan pemenuhan, yang membuat kita berharap sukacita itu akan bertahan selamanya. Akan tetapi, kita tahu dari pengalaman bahwa tidak demikian, karena segala sesuatu di sini berlalu dengan cepat. Segala sesuatu berlalu dengan cepat. Marilah kita pikirkan bersama: masa muda, kemudaan – berlalu dengan cepat; kesehatan, kekuatan, kesejahteraan, persahabatan, cinta... Itu semua bertahan selama seratus tahun, tetapi kemudian... tidak lebih. Itu semua segera berlalu. Lagipula, meskipun hal-hal ini tidak berlalu dengan cepat, setelah beberapa saat hal-hal itu tidak lagi memadai, atau bahkan menjadi membosankan, karena, sebagaimana dikatakan Santo Agustinus kepada Allah: “Engkau telah menciptakan kami untuk diri-Mu, dan hati kami gelisah sampai beristirahat di dalam diri-Mu”[1]. Ada kegelisahan hati untuk mencari keindahan, kedamaian, kasih, sukacita.

 

Sukacita Injil, sukacita penginjilan, tidak seperti sukacita lainnya, dapat diperbarui setiap hari dan menjangkit. “Hanya berkat perjumpaan –atau perjumpaan yang dibarui– dengan kasih Allah ini, yang berkembang dalam suatu persahabatan yang memperkaya, kita dibebaskan dari kesempitan dan keterkungkungan diri. ... Di sini kita menemukan sumber dan ilham dari semua upaya evangelisasi kita. Karena, jika kita telah menerima kasih yang memulihkan makna pada hidup kita, bagaimana kita tak mampu membagikan kasih tersebut pada sesama?” (Evangelii Gaudium, 8). Itulah ciri ganda sukacita sebagai buah Roh: sukacita tidak hanya tidak tunduk pada keausan waktu yang tak terelakkan, tetapi berlipat ganda ketika dibagikan kepada sesama! Sukacita sejati dibagikan kepada sesama; bahkan menyebar.

 

Lima abad yang lalu, seorang santo bernama Filipus Neri tinggal di Roma – di sini di Roma. Ia telah tercatat dalam sejarah sebagai santo sukacita. Dengarkan ini dengan saksama: santo sukacita. Ia biasa mengatakan kepada anak-anak miskin dan terlantar di Oratoriumnya: “Anak-anakku, bergembiralah; aku tidak ingin ada keraguan atau kesedihan; engkau tidak berbuat dosa sudah cukup bagiku”. Dan sekali lagi: “Jadilah baik, jika kamu bisa!”. Akan tetapi, yang kurang dikenal adalah dari manakah sumber sukacitanya berasal. Santo Filipus Neri memiliki kasih yang begitu besar kepada Allah sehingga kadang-kadang hatinya terasa seperti akan meledak di dadanya. Sukacitanya, dalam arti yang sesungguhnya, adalah buah Roh. Ia berpartisipasi dalam Yubileum tahun 1575, yang diperkayanya dengan praktik, yang dipertahankan setelahnya, yaitu kunjungan ke Tujuh Gereja. Pada masanya, ia adalah seorang penginjil sejati melalui sukacita. Dan ia memiliki hal ini, seperti Yesus yang selalu mengampuni, yang mengampuni segalanya. Barangkali sebagian dari kita mungkin berpikir: “Tetapi aku telah melakukan dosa ini, dan ini tidak akan diampuni…”. Dengarkan ini dengan saksama. Allah mengampuni segalanya, Allah selalu mengampuni. Dan inilah sukacita: diampuni oleh Allah. Dan saya selalu berkata kepada para imam dan bapa pengakuan: “Ampunilah segalanya, jangan terlalu banyak mengajukan pertanyaan; tetapi ampunilah segalanya, segalanya, dan selalu”.


Kata “Injil” berarti kabar gembira. Karena itu, Injil tidak dapat disampaikan dengan wajah muram dan masam, tetapi dengan sukacita orang yang telah menemukan harta yang terpendam dan mutiara yang berharga. Ingatlah nasihat Santo Paulus kepada jemaat Filipi, yang sekarang ia sampaikan kepada kita semua, dan yang telah kita dengar di awal: “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat!” (Flp 4:4-5).

 

Saudara-saudari terkasih, bergembiralah, dengan sukacita Yesus di dalam hati kita. Terima kasih.


[Sapaan Khusus]



Saya menyapa dengan hangat para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang turut serta dalam Audiensi hari ini, khususnya mereka yang datang dari Australia, Israel, Malaysia, Filipina, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Secara khusus saya menyapa para anggota Delegasi Afrika untuk Peziarahan Keadilan dan Perdamaian dan saya meyakinkan mereka akan doa saya untuk misi penting mereka. Atas kamu semua, dan atas keluargamu, saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus! Allah memberkatimu!

 

Dan janganlah kita melupakan rakyat Ukraina yang tersiksa. Mereka sangat menderita. Dan kamu anak-anak, orang muda, pikirkanlah anak-anak dan orang muda Ukraina yang menderita saat ini, tanpa pemanas, di musim dingin yang sangat keras dan parah. Berdoalah untuk anak-anak dan orang muda Ukraina. Apakah kamu sudi melakukannya? Apakah kamu sudi berdoa? Kamu semua. Jangan lupa. Dan marilah kita juga berdoa untuk perdamaian di Tanah Suci: Nazaret, Palestina, Israel... Semoga ada perdamaian, semoga ada perdamaian. Rakyat sangat menderita. Marilah kita berdoa untuk perdamaian, bersama-sama.

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih: Dalam katekese lanjutan kita tentang Roh Kudus dalam kehidupan Gereja, kita sekarang membahas apa yang secara tradisional disebut “buah Roh Kudus”, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri (bdk. Gal 5:22). Buah ini adalah hasil kerja sama bebas kita dengan rahmat Roh yang bekerja dalam hidup kita. Hari ini marilah kita merenungkan salah satu buah ini, yang secara khusus sangat saya sayangi: karunia sukacita rohani. Berbeda dengan sukacita duniawi yang bersifat sementara, Roh menganugerahkan kepada kita sukacita yang mendalam dan abadi yang lahir dari kehadiran-Nya di dalam hati kita. Sukacita kasih Allah tidak hanya memenuhi hidup kita tetapi juga mengilhami kita untuk berbagi sukacita itu dengan orang lain. Santo Paulus mendorong kita untuk “bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan” (Flp 4:4). Semoga kesaksian kita tentang “sukacita Injil” membantu orang-orang di sekitar kita untuk menemukan damai sejahtera bagi hati mereka yang gelisah dan, di dalam Kristus, makna baru bagi hidup mereka.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 27 November 2024)



[1] Pengakuan-pengakuan, I, 1.

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 24 November 2024 : MAKNA BARU KATA “RAJA” DAN KATA “DUNIA”


Saudara-saudari terkasih, selamat hari Minggu!


Bacaan Injil dalam liturgi hari ini (Yoh 18:33-37) memperlihatkan kepada kita Yesus di hadapan Pontius Pilatus. Ia telah diserahkan kepada pengadil Romawi untuk dijatuhi hukuman mati. Namun, dialog singkat dimulai antara keduanya, antara Yesus dan Pilatus. Melalui pertanyaan-pertanyaan Pilatus dan jawaban-jawaban Tuhan, dua kata khususnya diubah rupa, memperoleh makna baru. Dua kata: kata “raja” dan kata “dunia.”

 

Awalnya Pilatus bertanya kepada Yesus, “Apakah Engkau raja orang Yahudi?” (ayat 33). Berpikir seperti seorang pejabat kekaisaran, ia ingin memahami apakah orang di hadapannya berpotensi mengancam. Baginya, seorang raja berwenang memerintah atas seluruh rakyatnya. Dan ini akan menjadi ancaman baginya, bukan? Yesus mengaku sebagai raja, ya, tetapi dengan cara yang sama sekali berbeda! Yesus adalah seorang raja sejauh Ia seorang saksi: Ia adalah orang yang mengatakan kebenaran (lih. ayat 37). Kuasa rajani Yesus, Sang Sabda yang menjelma, sesungguhnya terletak dalam sabda-Nya, dalam sabda-Nya yang efektif, yang mengubah rupa dunia.

 

Dunia: inilah kata kedua. "Dunia" yang dimaksud Pontius Pilatus adalah dunia tempat yang kuat berkuasa atas yang lemah, yang kaya atas yang miskin, yang kejam atas yang lemah lembut. Dengan kata lain, sayangnya dunia yang kita kenal dengan baik. Yesus adalah Raja, tetapi kerajaan-Nya bukan dari dunia Pilatus, dan juga bukan dari dunia ini (ayat 36). Dunia Yesus, sesungguhnya, adalah dunia baru, dunia kekal, yang dipersiapkan Allah bagi semua orang dengan menyerahkan nyawa-Nya demi keselamatan kita. Itulah kerajaan surga, yang dibawa Kristus ke dunia ini dengan mencurahkan anugerah dan kebenaran (lih. Yoh. 1:17). Dunia, yang Yesus adalah Rajanya, menebus ciptaan yang dirusak oleh kejahatan dengan kuasa yang sesuai dengan kasih ilahi. Yesus menyelamatkan ciptaan, karena Yesus membebaskan, Yesus mengampuni, Yesus membawa kedamaian dan keadilan. "Tetapi apakah ini Bapa yang sesungguhnya?" – "Ya". Bagaimana keadaan jiwamu? Apakah ada sesuatu yang membebaninya? Beberapa dosa lama? Yesus selalu mengampuni. Inilah kerajaan Yesus. Jika ada sesuatu yang buruk di dalam dirimu, mintalah pengampunan. Dan Ia selalu mengampuni.

 

Saudara-saudari, Yesus berbicara kepada Pilatus dari dekat, tetapi Pilatus tetap menjauh dari-Nya karena ia hidup di dunia yang berbeda. Pilatus tidak membuka diri terhadap kebenaran, meskipun kebenaran itu ada di hadapannya. Ia akan membiarkan Yesus disalibkan. Ia akan memerintahkan “Raja orang Yahudi” (Yoh 19:19) ditulis di atas kayu salib, tetapi tanpa memahami makna kata ini: “Raja orang Yahudi”, makna kata-kata ini. Tetapi Kristus datang ke dunia, ke dunia ini. Setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Nya (lih. Yoh 18:37). Suara-Nya adalah suara Raja semesta alam, yang menyelamatkan kita.

 

Saudara-saudari, mendengarkan Tuhan membawa terang ke dalam hati dan hidup kita. Jadi, marilah kita mencoba bertanya kepada diri kita sendiri – masing-masing orang bertanya dalam hati kepada dirinya sendiri : dapatkah aku mengatakan bahwa Yesus adalah “raja”-ku? Atau apakah aku memiliki “raja” lain di dalam hatiku? Dalam arti apa? Apakah sabda-Nya menjadi penuntunku, kepastianku? Apakah aku melihat di dalam Dia wajah Allah yang penuh belas kasihan yang selalu mengampuni, selalu mengampuni, yang sedang menunggu kita untuk memberikan pengampunan-Nya?

 

Marilah kita berdoa bersama kepada Maria, hamba Tuhan, seraya kita menantikan Kerajaan Allah dengan penuh harapan.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Hari ini kedua orang muda Korea ini telah menerima salib yang digunakan selama Hari Orang Muda Sedunia, yang akan diadakan di Seoul. Mereka akan membawanya ke Korea untuk mempersiapkan Hari Orang Muda Sedunia. Tepuk tangan meriah untuk orang Korea! Dan juga tepuk tangan meriah untuk orang muda Portugis yang telah mengembalikan salib.

 

Kemarin, di Barcelona, ​​Pastor Cayetano Clausellas Ballvé dan umat awam Antonio Tort Reixachs dibeatifikasi. Mereka dibunuh, karena kebencian terhadap iman, di Spanyol, pada tahun 1936. Marilah kita bersyukur kepada Allah atas karunia besar para saksi teladan bagi Kristus dan Injil ini. Marilah kita bertepuk tangan untuk kedua beato baru ini!

 

Hari ini, Hari Orang Muda Sedunia ke-39 dirayakan di Gereja-gereja tertentu, dengan tema: “Mereka yang Berharap kepada Tuhan, Berjalan Tanpa Lelah” (bdk. Yes 40:31). Bahkan orang muda terkadang merasa lelah, jika mereka tidak berharap kepada Tuhan! Saya menyapa delegasi dari Portugal dan Korea Selatan, yang “meneruskan obor” persiapan, untuk Hari Orang Muda Sedunia di Seoul pada tahun 2027. Tepuk tangan meriah untuk kedua delegasi tersebut.

 

Sebagaimana telah saya umumkan, pada tanggal 27 April mendatang, selama Yubelium Remaja, saya akan menyatakan Beato Carlo Acutis sebagai santo. Selain itu, setelah diberitahu oleh Dikasteri Perihal Orang Kudus bahwa proses studi perihal Beato Pier Giorgio Frassati akan segera berakhir dengan sukses, saya berencana untuk melakukan kanonisasi terhadapnya pada tanggal 3 Agustus mendatang, selama Yubelium Orang Muda, setelah menerima pendapat dari para kardinal. Tepuk tangan meriah untuk kedua calon santo baru.

 

Besok Myanmar merayakan Hari Raya Nasionalnya, untuk mengenang protes mahasiswa pertama yang mengantarkan negara ini menuju kemerdekaan, serta dalam prospek masa yang damai dan demokratis yang masih diperjuangkan hingga saat ini. Saya menyatakan kedekatan saya dengan seluruh penduduk Myanmar, khususnya mereka yang menderita karena pertikaian yang sedang berlangsung, khususnya kedekatan saya dengan mereka yang paling rentan: anak-anak, orang tua, orang sakit, dan semua pengungsi, termasuk Rohingya. Kepada semua pihak yang terlibat, saya sampaikan permohonan yang tulus: semoga semua senjata dibungkam dan semoga dialog yang tulus dan menyertakan dibuka, yang dapat memastikan perdamaian abadi.

 

Dan dengan hangat saya menyapa kamu semua, umat dan para peziarah Roma. Secara khusus, saya menyapa kelompok umat yang datang dari Malta, Israel, Slovenia, dan Spanyol, serta dari Keuskupan Mostar-Duvno dan Keuskupan Trebinje-Mrkan dan dari wilayah Biara Fossanova.

 

Dan marilah kita terus berdoa untuk Ukraina yang bermartir, yang sedang sangat menderita, marilah kita berdoa untuk Palestina, Israel, Lebanon, dan Sudan. Marilah kita memohon perdamaian.

 

Dan kepada semuanya, saya mengucapkan selamat hari Minggu. Jangan lupa untuk mendoakan saya.

 

Selamat makan siang dan sampai jumpa!

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 24 November 2024)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 20 November 2024 : RANGKAIAN KATEKESE TENTANG ROH KUDUS DAN SANG MEMPELAI PEREMPUAN. ROH KUDUS MENUNTUN UMAT ALLAH MENUJU YESUS, SANG PENGHARAPAN. 14 : KARUNIA SANG MEMPELAI PEREMPUAN. KARISMA, KARUNIA ROH KUDUS UNTUK KEPENTINGAN BERSAMA

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Dalam tiga katekese terakhir, kita berbicara tentang karya pengudusan Roh Kudus yang terwujud dalam sakramen-sakramen, dalam doa dan dengan mengikuti teladan Bunda Allah. Namun, marilah kita mendengarkan apa yang dikatakan sebuah teks terkenal dari Konsil Vatikan II: “Selain itu Roh Kudus juga tidak hanya menguduskan dan membimbing Umat Allah melalui sakramen-sakramen serta pelayanan-pelayanan, melainkan Ia juga 'memberikan karunia-Nya kepada tiap-tiap orang, seperti yang dikehendaki-Nya’'" (1Kor 12:11) (Lumen Gentium, 12). Kita juga memiliki karunia pribadi yang diberikan Roh Kudus kepada kita masing-masing.

 

Oleh karena itu, tiba saatnya untuk berbicara juga tentang cara kedua Roh Kudus bekerja, yaitu tindakan karismatik. Dua unsur berkontribusi untuk mendefinisikan apa itu karisma. Sebuah kata yang agak sulit, saya akan menjelaskannya. Pertama, karisma adalah karunia yang diberikan “untuk kepentingan bersama” (1 Kor 12:7), untuk kepentingan semua orang. Dengan kata lain, karisma tidak ditujukan terutama dan biasanya untuk pengudusan pribadi, tetapi untuk “pelayanan” komunitas (lih. 1 Ptr 4:10). Ini adalah aspek pertama. Kedua, karisma adalah karunia yang diberikan “kepada satu orang”, atau “kepada beberapa orang” secara khusus, tidak dengan cara yang sama kepada semua orang, dan inilah yang membedakannya dari rahmat pengudusan, dari kebajikan teologis dan dari sakramen-sakramen, yang justru sama dan umum bagi semua orang. Karisma diberikan kepada orang atau komunitas tertentu. Karisma adalah karunia yang diberikan Allah kepadamu.

 

Konsili menjelaskan hal ini juga. Konsili mengatakan, “Di kalangan umat dari segala lapisan Roh Kudus membagi-bagikan rahmat istimewa pula, yang menjadikan mereka cakap dan bersedia untuk menerima pelbagai karya atau tugas, yang berguna untuk membaharui Gereja serta meneruskan pembangunannya, menurut ayat berikut : 'Kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama' (1Kor 12:7)".

 

Karisma adalah "permata" atau hiasan yang dibagikan Roh Kudus untuk membuat Sang Mempelai Kristus lebih cantik. Dengan demikian, orang dapat memahami mengapa teks Konsili diakhiri dengan nasihat berikut: "Karisma-karisma itu, entah yang amat menyolok, entah yang lebih sederhana dan tersebar lebih luas, sangat sesuai dan berguna untuk menanggapi kebutuhan-kebutuhan Gereja; maka hendaknya diterima dengan rasa syukur dan gembira" (LG 12).

 

Paus Benediktus XVI menegaskan: "Siapa pun yang mempertimbangkan sejarah era pasca-Konsili dapat mengenali proses pembaruan sejati, yang sering kali mengambil bentuk yang tak terduga dalam gerakan-gerakan yang hidup dan membuat vitalitas Gereja yang kudus hampir nyata". Dan inilah karisma yang diberikan kepada suatu kelompok, melalui seseorang.

 

Kita harus menemukan kembali karisma-karisma itu, karena hal ini memastikan bahwa pengembangan kaum awam, dan khususnya kaum perempuan, dipahami bukan hanya sebagai fakta kelembagaan dan sosiologis, tetapi juga dalam dimensi biblis dan spiritualnya. Memang, kaum awam bukan orang-orang kecil, bukan, kaum awam bukan bentuk kolaborator eksternal atau pasukan pembantu kaum klerus, bukan! Mereka memiliki karisma dan karunia masing-masing yang dapat mereka gunakan untuk berkontribusi dalam perutusan Gereja.

 

Marilah kita tambahkan hal lain: ketika kita berbicara tentang karisma, kita harus segera menghilangkan kesalahpahaman: yaitu mengidentifikasinya dengan karunia dan kemampuan yang spektakuler atau luar biasa; sebaliknya, karisma adalah karunia biasa – kita masing-masing memiliki karisma sendiri – yang memiliki nilai luar biasa jika diilhami oleh Roh Kudus dan diwujudkan dengan cinta dalam situasi kehidupan. Penafsiran karisma seperti itu penting, karena banyak umat kristiani, ketika mereka mendengar pembicaraan tentang karisma, mengalami kesedihan atau kekecewaan, karena mereka yakin bahwa mereka tidak memilikinya, dan merasa bahwa mereka dikucilkan atau orang kristiani kelas dua. Tidak, mereka bukan orang kristiani kelas dua, bukan, tiap-tiap orang memiliki karisma pribadi dan juga karisma komunitas. Santo Agustinus menanggapi orang-orang pada masanya dengan perbandingan yang sangat fasih: ‘Jika kamu mengasihi,’ katanya kepada umatnya, “Jika kamu mengasihi, maka kamu tidak memiliki apa-apa: jika kamu mengasihi kesatuan, siapa pun yang memiliki sesuatu dalam kesatuan itu juga memilikinya untukmu. Di dalam tubuh, hanya mata yang melihat; tetapi apakah hanya untuk dirinya sendiri mata melihat? Ia melihat baik untuk tangan dan kaki, dan untuk semua anggota tubuh lainnya”.[1]

 

Hal ini menyingkapkan rahasia mengapa kasih didefinisikan oleh Rasul Paulus sebagai “jalan yang lebih utama lagi” (1 Kor 12:31): kasih membuatku mengasihi Gereja, atau komunitas tempatku tinggal dan, dalam kesatuan, semua karisma, bukan hanya beberapa, adalah “miliku”, sebagaimana karisma“ku”, meskipun tampaknya kecil, adalah milik semua orang dan untuk kepentingan semua orang. Kasih melipatgandakan karisma; kasih menjadikan karisma seseorang, karisma satu orang, menjadi karisma semua orang. Terima kasih!

 

[Sapaan Khusus]

 

Dengan hangat saya menyapa para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang mengikuti Audiensi hari ini, khususnya mereka yang datang dari Norwegia, Australia, Korea Selatan, Taiwan, Filipina, dan Amerika Serikat. Atas kamu semua, dan atas keluargamu, saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus! Allah memberkatimu!

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih: Dalam katekese kita tentang Roh Kudus dalam kehidupan Gereja, kita sekarang beralih dari karya pengudusan Roh Kudus ke pembangunan tubuh Kristus melalui pencurahan karunia-karunia karismatik. Karisma, dalam kekayaan segenap keanekaragamannya, adalah rahmat khusus yang dianugerahkan kepada individu-individu untuk membangun Gereja dalam kesatuan dan kekudusan. Konsili Vatikan II berbicara tentang pentingnya karisma-karisma khusus yang dianugerahkan kepada kaum awam, yang dengannya mereka, dan khususnya kaum perempuan, memberikan sumbangan bagi perutusan Gereja. Santo Paulus mengingatkan kita bahwa karunia-karunia ini, baik besar maupun kecil, melayani amal kasih, kasih Kristus yang menjadi sumber dan yang kepadanya karunia-karunia itu diarahkan. Marilah kita bersyukur kepada Roh Kudus karena telah menghiasi Gereja dengan karunia-karunia yang beraneka ragam ini dan memohon kepada-Nya untuk terus menganugerahkannya dengan berlimpah.

 

[Pemberitahuan dan Imbauan]

 

Pada kesempatan Hari Hak Anak dan Remaja Sedunia yang diselenggarakan hari ini, saya ingin mengumumkan bahwa pada tanggal 3 Februari mendatang, Pertemuan Sedunia Perihal Hak Anak, yang bertajuk “Cintailah dan Lindungi Mereka”, akan diselenggarakan di Vatikan, dengan partisipasi para ahli dan tokoh dari berbagai negara. Pertemuan ini akan menjadi kesempatan untuk mengidentifikasi cara-cara baru dalam membantu dan melindungi jutaan anak yang masih belum memiliki hak, yang hidup dalam kondisi yang tidak menentu, yang dieksploitasi dan dianiaya, dan yang menderita akibat perang yang dramatis.

 

Ada sekelompok anak yang sedang mempersiapkan Hari Hak Anak dan Remaja Sedunia ini, terima kasih kepada kamu semua yang telah melakukan hal ini. Dan di sini, ada seorang gadis pemberani yang datang ke sini... sekarang mereka semua datang! Anak-anak memang seperti itu: satu orang mulai dan kemudian mereka semua datang” Marilah kita sambut anak-anak! Terima kasih! Selamat pagi!

 

Saya ingin mengatakan bahwa tahun depan, selama Yubelium untuk Kaum Remaja, saya akan melakukan kanonisasi Beato Carlo Acutis, dan pada Yubelium untuk Orang Muda, tahun depan, saya akan melakukan kanonisasi Beato Pier Giorgio Frassati.

 

Kemarin peringatan seribu hari invasi Ukraina, tonggak tragis bagi para korban dan kehancuran yang ditimbulkannya, tetapi pada saat yang sama merupakan bencana yang memalukan bagi seluruh umat manusia! Namun, ini tidak boleh membuat kita patah semangat untuk terus berdiri di samping rakyat Ukraina yang tersiksa, atau memohon perdamaian dan berusaha agar senjata digantikan oleh dialog dan konfrontasi oleh perjumpaan.

 

Beberapa hari yang lalu saya menerima sepucuk surat dari seorang mahasiswa asal Ukraina yang isinya: “Bapa, ketika pada hari Rabu nanti Anda mengingat negaraku dan berkesempatan berbicara kepada seluruh dunia tentang 1000 hari perang yang mengerikan ini, saya mohon kepada Anda, janganlah hanya berbicara tentang penderitaan kami, tetapi jadilah saksi bagi iman kami: meskipun iman kami tidak sempurna, nilainya tidak berkurang; iman kami melukiskan gambaran Kristus yang bangkit dengan sapuan kuas yang menyakitkan. Akhir-akhir ini terlalu banyak kematian dalam hidup saya. Hidup di kota yang dihantam rudal dan melukai puluhan warga sipil, menyaksikan begitu banyak air mata adalah hal yang sulit. Saya ingin melarikan diri, saya ingin kembali menjadi anak kecil yang dipeluk ibu saya, saya ingin berada dalam keheningan dan cinta, tetapi saya bersyukur kepada Allah karena melalui penderitaan ini, saya belajar untuk semakin mengasihi. Penderitaan bukan sekadar jalan menuju kemarahan dan keputusasaan; jika berlandaskan iman, ia adalah guru kasih yang baik. Bapa, jika penderitaan menyakitkan, itu berarti kamu mengasihi; oleh karena itu, ketika kamu berbicara tentang penderitaan kita, ketika kamu mengingat seribu hari penderitaan, ingatlah juga seribu hari kasih, karena hanya kasih, iman, dan harapan yang memberikan makna sejati pada luka-luka”. Itulah yang dituliskan mahasiswa universitas Ukraina tersebut.

____

(Peter Suriadi - Bogor, 20 November 2024)



[1] Santo Agustinus, Traktat perihal Injil Yohanes, 32,8.

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 17 November 2024 : MENCERMATI APA YANG AKAN BERLALU DAN APA YANG AKAN TETAP ADA

Saudara-saudari terkasih, selamat hari Minggu!

 

Dalam Bacaan Injil liturgi hari ini, Yesus menggambarkan suatu kesengsaraan besar: "matahari akan menjadi gelap dan bulan tidak tidak akan memancarkan sinarnya" (Mrk 13:24). Menghadapi penderitaan ini, banyak orang mungkin berpikir tentang akhir dunia, tetapi Tuhan menggunakan kesempatan itu untuk memberikan penafsiran yang berbeda, dengan mengatakan: "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu" (Mrk 13:31).

 

Kita dapat mencermati ungkapan ini: apa yang akan berlalu dan apa yang akan tetap ada.

 

Pertama-tama, apa yang akan berlalu. Dalam beberapa situasi dalam hidup kita, ketika kita mengalami krisis atau mengalami kegagalan, serta ketika kita melihat sekeliling kita penderitaan yang disebabkan oleh perang, kekerasan, bencana alam, kita merasa bahwa semuanya akan berakhir, dan kita merasa bahwa bahkan hal-hal yang paling indah pun akan berlalu. Akan tetapi, krisis dan kegagalan, meskipun menyakitkan, penting, karena keduanya mengajarkan kita untuk memberikan bobot yang sepantasnya kepada segala sesuatu, bukan untuk melekatkan hati kita pada kenyataan dunia ini, karena semuanya akan berlalu: semuanya ditakdirkan untuk memudar.

 

Pada saat yang sama, Yesus berbicara tentang apa yang akan tetap ada. Segala sesuatu akan berlalu, tetapi perkataan-Nya tidak akan berlalu: perkataan Yesus akan tetap ada untuk selamanya. Karena itu, Ia mengundang kita untuk percaya kepada Injil, yang berisi janji keselamatan dan kekekalan, serta tidak hidup dalam derita kematian. Sebab sementara segala sesuatu berlalu, Kristus tetap ada. Di dalam Dia, di dalam Kristus, suatu hari nanti kita akan menemukan kembali hal-hal dan orang-orang yang telah meninggal dan yang telah menyertai kita dalam keberadaan kita di bumi. Dalam terang janji kebangkitan ini, setiap kenyataan memiliki makna baru: segala sesuatu akan mati dan kita juga suatu hari nanti akan mati, tetapi kita tidak akan kehilangan apa pun dari apa yang telah kita bangun dan cintai, karena kematian akan menjadi awal dari kehidupan baru.



Saudara-saudari, bahkan dalam kesengsaraan, dalam krisis, dalam kegagalan, Injil mengundang kita untuk melihat kehidupan dan sejarah tanpa takut kehilangan apa yang akan berakhir, tetapi dengan bersukacita untuk apa yang akan tetap ada. Janganlah kita lupa bahwa Allah sedang mempersiapkan bagi kita masa depan kehidupan dan sukacita.


Maka, marilah kita bertanya kepada diri kita: apakah kita terikat pada hal-hal duniawi, yang cepat berlalu, atau pada sabda Tuhan, yang tetap ada dan menuntun kita menuju kekekalan? Marilah kita mengajukan pertanyaan ini kepada diri kita. Pertanyaan tersebut akan membantu kita.

 

Dan marilah kita berdoa kepada Santa Perawan Maria, yang mempercayakan diri sepenuhnya kepada sabda Allah, agar Ia dapat menjadi perantara kita.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Kemarin di Shkodra, dua martir dibeatifikasi: Luigi Palić, imam Ordo Saudara Dina, dan Gjon Gazulli, imam diosesan, korban penganiayaan agama pada abad kedua puluh. Dan hari ini, di Freiburg im Breisgau, seorang martir lainnya dibeatifikasi, imam Max Josef Metzger, pendiri Institut Sekuler Kristus Raja, yang ditentang oleh Nazi karena komitmen keagamaannya yang mendukung perdamaian. Semoga teladan para martir ini menghibur begitu banyak umat kristiani yang mengalami diskriminasi karena iman mereka di zaman kita. Marilah kita bertepuk tangan untuk para beato baru!

 

Hari ini kita merayakan Hari Orang Miskin Sedunia, yang bertema: “Doa dari mulut orang miskin sampai ke telinga Tuhan” (Sir 21:5). Saya berterima kasih kepada mereka yang, di keuskupan dan paroki, telah mengorganisir prakarsa solidaritas dengan orang-orang yang paling tidak beruntung. Dan pada hari ini, marilah kita juga mengingat semua korban kecelakaan lalu lintas: marilah kita mendoakan mereka, keluarga mereka, dan berupaya mencegah kecelakaan.

 

Saya akan mengajukan sebuah pertanyaan; setiap orang dapat mengajukan pertanyaan ini kepada diri mereka sendiri: apakah aku tidak punya sesuatu untuk diberikan kepada orang miskin? Ketika aku memberi sedekah, apakah aku menyentuh tangan orang miskin dan menatap matanya? Saudara-saudari, janganlah kita lupa bahwa orang miskin tidak bisa menunggu!

 

Saya bergabung dengan Gereja di Italia, yang besok kembali akan mengadakan Hari Doa untuk para korban dan penyintas pelecehan. Setiap pelecehan adalah pengkhianatan kepercayaan, pengkhianatan kehidupan! Doa sangat diperlukan untuk "membangun kembali kepercayaan".

 

Saya juga ingin mengingat semua nelayan, pada kesempatan Hari Perikanan Sedunia, yang akan berlangsung Kamis depan: Maria, Bintang Laut, lindungilah para nelayan dan keluarga mereka.

 

Dan dengan kasih sayang saya menyapa kamu semua, umat Roma dan para peziarah. Secara khusus, umat dari Ponta Delgada dan Zagabria; Escolanía del Monasterio de San Lorenzo de El Escorial dan komunitas Ekuador di Roma, yang merayakan Virgen del Quinche. Saya menyapa kelompok dari Chioggia dan Caorle; pemadam kebakaran dari Romeno, Trento, dan paduan suara Paroki Nesso, Como.

 

Saudara-saudari, marilah kita berdoa untuk perdamaian; di Ukraina yang tersiksa, di Palestina, Israel, Lebanon, Myanmar, dan Sudan. Perang merendahkan martabat kita, mendorong kita untuk menoleransi kejahatan yang tidak dapat diterima. Semoga para pemimpin mendengarkan seruan orang-orang yang sedang memohonkan perdamaian.

 

Sapaan untuk kaum muda Immacolata. Saya mengucapkan selamat hari Minggu kepada kamu semua. Dan jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siangmu, dan sampai jumpa!

______

(Peter Suriadi - Bogor, 17 November 2024)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 13 November 2024 : RANGKAIAN KATEKESE TENTANG ROH KUDUS DAN SANG MEMPELAI PEREMPUAN. ROH KUDUS MENUNTUN UMAT ALLAH MENUJU YESUS, SANG PENGHARAPAN. 13 : SURAT YANG DITULIS DENGAN ROH DARI ALLAH YANG HIDUP: MARIA DAN ROH KUDUS

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Di antara berbagai sarana yang digunakan Roh Kudus untuk melaksanakan karya pengudusan-Nya di dalam Gereja – Sabda Allah, sakramen-sakramen, doa – ada satu yang sangat khusus, yaitu kesalehan Maria. Dalam tradisi Katolik ada semboyan ini, perkataan ini: “Ad Iesum per Mariam”, yaitu, “kepada Yesus melalui Maria”. Bunda Maria memperkenankan kita untuk melihat Yesus. Ia selalu membuka pintu bagi kita! Bunda Maria adalah ibu yang menuntun kita dengan tangannya menuju Yesus. Bunda Maria tidak pernah tertuju pada dirinya sendiri, Bunda Maria tertuju pada Yesus. Dan inilah kesalehan Maria: tertuju pada Yesus melalui tangan Bunda Maria. Pengantara sejati dan satu-satunya antara kita dan Kristus, sebagaimana ditunjukkan oleh Yesus sendiri, adalah Roh Kudus. Maria adalah salah satu sarana yang digunakan Roh Kudus untuk membawa kita kepada Yesus.[1]

 

Santo Paulus mendefinisikan jemaat Kristiani sebagai “surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging” (2 Kor 3:3). Maria, sebagai murid pertama dan figur Gereja, juga merupakan surat yang ditulis dengan Roh dari Allah yang hidup. Justru karena alasan ini, ia dapat “dikenal dan dibaca oleh semua orang” (2 Kor 3:2), bahkan oleh mereka yang tidak tahu bagaimana membaca buku-buku teologi, yaitu “orang kecil” yang kepadanya Yesus berkata bahwa rahasia Kerajaan Allah, yang tersembunyi bagi orang bijak, telah dinyatakan (lih. Mat 11:25).

 

Dengan mengatakan “Ya” – ketika Maria menerima dan berkata kepada Malaikat, “Ya, biarlah kehendak Tuhan yang terjadi” dan menerima untuk menjadi ibu Yesus – seolah-olah Maria berkata kepada Allah: “Ini aku, aku adalah loh batu yang akan ditulisi: biarlah Sang Penulis menulis apa yang dikehendaki-Nya, buatlah dariku segala apa yang dikehendaki Tuhan”[2]. Pada waktu itu, orang-orang menulis pada loh-loh batu berlapis lilin; sekarang kita akan mengatakan bahwa Maria mempersembahkan dirinya seperti selembar kertas kosong yang di atasnya Tuhan dapat menulis apa pun yang Ia inginkan. Jawaban “Ya” Maria kepada Malaikat – sebagaimana ditulis oleh seorang penafsir terkenal – melambangkan “puncak dari semua perilaku keagamaan di hadapan Allah, karena Maria mengungkapkan, dengan cara yang paling tinggi, ketersediaan pasif yang dipadukan dengan kesiapan aktif, kekosongan terdalam yang menyertai kepenuhan terbesar”[3].

 

Demikianlah Bunda Allah menjadi alat Roh Kudus dalam karya pengudusan-Nya. Di tengah limpahan kata-kata yang diucapkan dan ditulis tentang Allah, Gereja, dan kekudusan (yang hanya mampu dibaca dan dipahami sepenuhnya hanya sedikit orang, atau bahkan tidak seorang pun), Maria mengusulkan beberapa kata yang dapat diucapkan oleh setiap orang, bahkan yang paling sederhana, pada setiap kesempatan: “lihatlah” dan “jadilah”. Maria adalah orang yang berkata “Ya” kepada Tuhan, dan dengan teladannya dan dengan perantaraannya mendesak kita untuk mengatakan “Ya” kepada-Nya juga, setiap kali kita dihadapkan pada tindakan ketaatan yang harus dilakukan atau cobaan yang harus diatasi.

 

Dalam setiap masa sejarah kita, tetapi khususnya pada saat ini, Gereja menemukan dirinya dalam situasi yang sama dengan komunitas kristiani setelah kenaikan Yesus ke surga. Gereja harus mewartakan Injil kepada semua bangsa, tetapi sedang menunggu “kuasa dari atas” agar dapat melakukannya. Dan janganlah kita lupa bahwa pada waktu itu, sebagaimana kita baca dalam Kisah Para Rasul, para pengikut Yesus berkumpul di sekitar “Maria, ibu Yesus” (Kis 1:14).

 

Memang benar bahwa ada juga perempuan lain yang bersamanya di Ruang Atas, tetapi kehadirannya berbeda dan unik. Antara dia dan Roh Kudus ada ikatan yang unik dan tidak dapat dihancurkan secara kekal, yaitu pribadi Kristus sendiri, “yang dikandung dari Roh Kudus dan lahir dari Perawan Maria”, sebagaimana kita daraskan dalam Syahadat. Penginjil Lukas dengan sengaja menyoroti keterkaitan antara kedatangan Roh Kudus atas Maria dalam Kabar Sukacita dan kedatangan-Nya kepada para murid pada hari Pentakosta, dengan menggunakan beberapa ungkapan yang identik dalam kedua peristiwa tersebut.

 

Santo Fransiskus dari Asisi, dalam salah satu doanya, menyapa Bunda Maria sebagai “putri dan hamba Bapa surgawi, Raja yang Mahakuasa, Bunda Tuhan kita Yesus Kristus yang Mahatinggi, dan Mempelai Roh Kudus”[4]. Putri Bapa, Mempelai Roh Kudus! Hubungan unik antara Maria dan Tritunggal Mahakudus tidak dapat digambarkan dengan kata-kata yang lebih sederhana.

 

Sebagaimana semua gambaran, gambaran tentang “Mempelai Roh Kudus” ini tidak boleh dianggap mutlak, tetapi harus dipahami karena mengandung banyak kebenaran, dan ini adalah kebenaran yang sangat indah. Ia adalah mempelai wanita, tetapi sebelum itu, ia adalah murid Roh Kudus. Mempelai wanita dan murid. Marilah kita belajar darinya untuk taat kepada inspirasi Roh, terutama ketika Ia menyarankan kita untuk “segera bangkit” dan pergi untuk menolong seseorang yang membutuhkan kita, seperti yang dilakukannya tepat setelah malaikat meninggalkannya (lih. Luk 1:39). Terima kasih!

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa seluruh peziarah dan pengunjung berbahasa Inggris yang ikut serta dalam Audiensi hari ini, khususnya kelompok dari Inggris, Indonesia, Jepang, Korea, Belanda, Filipina, dan Amerika Serikat. Secara khusus, saya menyapa para imam, para pelaku hidup bakti, dan para seminaris dari Tanzania, yang datang ke Roma untuk belajar. Atas kamu semua, dan atas keluargamu, saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus. Allah memberkatimu!

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih:

Dalam katekese lanjutan kita tentang Roh Kudus dalam kehidupan Gereja, kita sekarang membahas hubungan unik Roh Kudus dengan Santa Perawan Maria. Dalam karya Roh Kudus yang menuntun kita kepada Yesus, Bunda Maria memainkan peran istimewa. Santo Fransiskus dari Asisi menggambarkan Maria sebagai Mempelai Roh Kudus, karena berkat "fiat"-nya – “ya” terhadap rencana Bapa – ia menjadi Bunda dari Putra Allah yang menjelma. Dipenuhi dengan Roh Kudus, Bunda Maria menjadi murid Tuhan yang pertama dan model seluruh murid Kristus. Melalui kehadiran dan perantaraannya sebagai ibu, semoga ia mengajar kita untuk menjadi seperti dirinya yang taat terhadap bisikan Roh, mencari kehendak Allah dalam doa dan untuk dalam kasih berangkat untuk memenuhi kebutuhan saudara-saudari kita.

______

(Peter Suriadi - Bogor, 13 November 2024)



[1]Bdk. H. Mühlen, Una mystica persona, Paderborn 1967: terjemahan bahasa Italia Roma 1968, 575+.

[2]Ulasan Injil Lukas, fragmen. 18 (GCS 49, hlm. 227).

[3]H. Schürmann, Das Lukasevangelium, Friburgo in Br. 1968: terjemahan bahasa Italia Brescia 1983, 154.

[4]Fonti Francescane, Assisi 1986, no. 281.

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 10 November 2024 : TAWARKAN KELEMBUTAN, JAUHI KEMUNAFIKAN

Saudara-saudari terkasih, selamat hari Minggu!

 

Bacaan Injil liturgi hari ini (lih. Mrk 12:38-44) menceritakan kepada kita tentang Yesus yang, di Bait Allah di Yerusalem, mengecam sikap munafik beberapa ahli Taurat di hadapan orang banyak (lih. ayat 38-40).

 

Orang-orang ini diberi peran penting dalam komunitas Israel: mereka membaca, menyalin, dan menafsirkan Kitab Suci. Karena itu, mereka sangat dihormati dan orang-orang menghormati mereka.

 

Namun, melampaui penampilan mereka, perilaku mereka sering kali tidak sesuai dengan apa yang mereka ajarkan. Mereka tidak konsisten. Bahkan, beberapa orang, karena hak istimewa dan kekuasaan yang mereka nikmati, memandang rendah orang lain "dari atas" – ini sangat buruk, memandang rendah orang lain dari atas – mereka berpura-pura dan, bersembunyi di balik tampak muka kehormatan dan legalisme yang penuh kepura-puraan, sewenang-wenang dengan mempergunakan hak istimewa mereka dan bahkan terang-terangan melakukan pencurian yang merugikan orang-orang yang paling lemah, seperti para janda (lih. ayat 40). Alih-alih menggunakan peran yang diberikan kepada mereka untuk melayani orang lain, mereka menjadikannya sebagai alat kesombongan dan manipulasi. Dan bahkan terjadi, pada mereka, doa berada dalam bahaya karena tidak lagi menjadi saat perjumpaan dengan Tuhan, tetapi sebuah kesempatan untuk memamerkan kewibawaan dan kesalehan yang mengelabui, yang berguna untuk menarik perhatian orang dan memperoleh persetujuan (lih. ayat 40). Ingatlah apa yang dikatakan Yesus tentang doa orang Farisi dan pemungut cukai (lih. Luk 18:9-14).

 

Mereka – tidak semuanya – berperilaku seperti orang-orang yang korup, memelihara sistem sosial dan keagamaan yang mewajarkan mengambil keuntungan dari orang lain tanpa sepengetahuannya, terutama orang yang paling tidak berdaya, melakukan ketidakadilan dan memastikan mereka kebalan hukum.

 

Yesus memperingatkan untuk menjauhi orang-orang ini, “berhati-hati” terhadap mereka (lih. ayat 38), jangan meniru mereka. Memang, dengan sabda dan teladan-Nya, seperti kita ketahui, Ia mengajarkan hal-hal yang sangat berbeda tentang otoritas. Berkenaan dengan otoritas Ia berbicara mengenai pengurbanan diri dan pelayanan yang rendah hati (lih. Mrk 10:42-45), kelembutan keibuan dan kebapaan terhadap semua orang (lih. Luk 11:11-13), terutama orang-orang yang paling membutuhkan (Luk 10:25-37). Ia mengundang mereka yang terlibat di dalamnya untuk melihat orang lain dari posisi kekuasaan mereka, bukan untuk mempermalukan mereka, tetapi mengangkat mereka, memberi mereka harapan dan pertolongan.

 

Jadi, saudara-saudari, kita dapat bertanya kepada diri kita sendiri: bagaimana aku berperilaku dalam lingkup tanggung jawabku? Apakah aku bertindak dengan rendah hati, atau apakah aku membanggakan posisiku? Apakah aku murah hati dan penuh hormat terhadap orang lain, atau apakah aku memperlakukan mereka secara kasar dan otoriter? Dan dengan saudara-saudariku yang paling rapuh, apakah aku dekat dengan mereka, apakah aku tahu bagaimana menundukkan kepala untuk menolong mengangkat mereka?

 

Semoga Perawan Maria membantu kita melawan godaan kemunafikan dalam diri kita – Yesus mengatakan kepada mereka bahwa mereka adalah orang-orang munafik, kemunafikan adalah godaan besar –, dan membantu kita untuk berbuat baik, dengan sederhana dan tanpa pamer.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Don Giuseppe Torres Padilla, salah seorang pendiri Kongregasi Suster-suster Persekutuan Salib, dinyatakan sebagai Beato di Sevilla kemarin. Ia tinggal di Spanyol pada abad ke-19, dan dikenal sebagai seorang imam pengakuan dosa dan pembimbing rohani, yang memberikan kesaksian tentang amal kasih yang besar kepada mereka yang membutuhkan. Semoga teladannya menguatkan para imam dalam pelayanan mereka. Tepuk tangan meriah untuk beato baru ini!

 

Tiga tahun lalu, Ajang Aksi Laudato Si’ diluncurkan. Saya berterima kasih kepada mereka yang bekerja dalam mendukung prakarsa ini. Dalam hal ini, saya berharap Konferensi Perubahan Iklim COP29, yang akan dimulai besok di Baku, dapat memberikan kontribusi yang efektif untuk melindungi rumah kita bersama.

 

Saya dekat dengan penduduk Pulau Flores di Indonesia, yang dilanda letusan gunung berapi; saya berdoa untuk para korban, kerabat mereka, dan para pengungsi. Dan saya tegaskan kembali ingatan saya untuk penduduk Valencia dan wilayah lain di Spanyol, yang menghadapi dampak banjir. Saya akan mengajukan pertanyaan kepadamu: apakah kamu telah berdoa untuk Valencia? Apakah kamu telah berpikir untuk memberikan kontribusi guna membantu penduduk tersebut? Hanya sebuah pertanyaan.

 

Berita dari Mozambik mengkhawatirkan. Saya mengajak semua orang untuk terlibat dalam dialog, toleransi, dan tanpa henti mengupayakan solusi yang adil. Marilah kita berdoa untuk seluruh penduduk Mozambik, agar situasi saat ini tidak menyebabkan mereka kehilangan kepercayaan pada jalan demokrasi, keadilan, dan perdamaian.

 

Dan marilah kita terus berdoa untuk Ukraina yang tersiksa, di mana bahkan rumah sakit dan bangunan sipil lainnya telah diserang; dan marilah kita berdoa untuk Palestina, Israel, Lebanon, Myanmar, dan Sudan. Marilah kita berdoa untuk perdamaian di seluruh dunia.

 

Hari ini Gereja Italia merayakan Hari Mengucap Syukur. Saya mengucapkan terima kasih kepada sektor pertanian, dan saya mendorong pengolahan tanah dengan cara menjaga kesuburannya juga untuk generasi mendatang.

 

Dengan penuh kasih sayang saya menyapa kamu semua, umat Roma dan para peziarah, serta kaum muda Immacolata. Secara khusus, umat dari Kazakhstan, Moskow, New York, Bastia di Corsica, Beja dan Algarve di Portugal, Warsawa, Lublin dan daerah lain di Polandia. Saya menyapa Komite untuk mempromosikan Global Educational Compact, dengan perwakilan dari berbagai universitas Katolik; saya menyapa para calon penerima Sakramen Krisma dari Empoli; para relawan dari Bank Pangan dan Grup Musik Italia dari Korps Transportasi dan Material. Mari kita berharap grup musik itu akan memainkan sesuatu yang indah untuk kita!

 

Dan kepada kamu semua, saya mengucapkan selamat hari Minggu. Jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siangmu, dan sampai jumpa!

______

(Peter Suriadi - Bogor, 10 November 2024)