Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!
Tindakan
pengudusan Roh Kudus, selain sabda Allah dan sakramen-sakramen, terungkap dalam
doa, dan untuk itulah kita ingin mempersembahkan perrnenungan hari ini: doa.
Roh Kudus adalah subjek sekaligus objek doa kristiani. Artinya, Dialah yang
memberikan doa dan Dialah yang diberikan melalui doa. Kita berdoa untuk
menerima Roh Kudus, dan kita menerima Roh Kudus agar dapat berdoa dengan
sungguh-sungguh, yaitu, sebagai anak-anak Allah, bukan sebagai hamba. Marilah
kita sedikit memikirkan hal ini: berdoalah sebagai anak-anak Allah, bukan
sebagai hamba. Kita harus selalu berdoa dengan kebebasan. “Hari ini saya harus
berdoa untuk ini, ini, dan ini, karena saya telah berjanji untuk ini, ini dan
ini. Kalau tidak, saya akan masuk neraka”. Tidak, itu bukan doa! Doa itu bebas.
Kamu berdoa ketika Roh Kudus membantumu untuk berdoa. Kamu berdoa ketika kamu
merasakan kebutuhan untuk berdoa di dalam hatimu, dan ketika kamu tidak
merasakan apa pun, kamu berhenti dan bertanya, “Mengapa aku tidak merasakan
keinginan untuk berdoa? Apa yang sedang terjadi dalam hidupku?”. Namun,
spontanitas dalam doa selalu menjadi hal yang paling membantu kita. Inilah yang
dimaksud dengan berdoa sebagai anak-anak, bukan sebagai hamba.
Pertama-tama, kita harus berdoa untuk menerima
Roh Kudus. Dalam hal ini, Yesus memiliki perkataan yang sangat tepat dalam
Injil: "Jadi, jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada
anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di surga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada
mereka yang meminta kepada-Nya?" (Luk 11:13). Setiap orang, kita masing-masing,
tahu bagaimana memberi hal yang baik kepada anak-anak kecil, entah itu
anak-anak kita, kakek-nenek kita, atau teman-teman kita. Anak-anak kecil selalu
menerima hal yang baik dari kita. Namun, Bapa tidak akan memberikan Roh Kudus
kepada kita? Dan ini seharusnya memberi kita keberanian untuk terus maju dengan
hal ini. Dalam Perjanjian Baru, kita melihat Roh Kudus selalu turun selama doa.
Ia turun ke atas Yesus dalam pembaptisan di Sungai Yordan, ketika Ia
"sedang berdoa" (Luk 3:21), dan Ia turun pada hari Pentakosta ke atas
para murid, ketika mereka "bertekun dengan sehati dalam doa" bersama (Kis
1:14).
Itulah satu-satunya "kekuatan" yang kita miliki atas Roh Allah.
Kekuatan doa: Ia tidak menentang doa. Kita berdoa, dan Ia datang. Di Gunung
Karmel, para nabi palsu Baal – ingat perikop Kitab Suci tersebut – berusaha
untuk meminta api dari surga untuk persembahan mereka, tetapi tidak terjadi
apa-apa, karena mereka adalah penyembah berhala, mereka menyembah Allah yang
tidak ada. Elia mulai berdoa, dan api turun dan membakar persembahan (lih. 1
Raj 18:20-38). Gereja mengikuti contoh ini dengan setia: Gereja selalu memohon
“Datanglah! Datanglah!” kepada Roh Kudus, “Datanglah”, setiap kali Gereja
menyapa Roh Kudus. Dan Gereja melakukan ini terutama dalam Misa, agar Ia sudi
turun seperti embun serta menguduskan roti dan anggur untuk kurban Ekaristi.
Namun ada aspek lain, yang paling penting dan
memberi semangat bagi kita: Roh Kudus adalah sosok yang memberi kita doa yang
benar. Santo Paulus menegaskan hal ini: “Demikian juga Roh membantu kita dalam
kelemahan kita. Sebab, kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa;
tetapi Roh sendiri menyampaikan permohonan kepada Allah dengan keluhan-keluhan
yang tidak terucapkan. Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud
Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, memohon untuk
orang-orang kudus.” (bdk. Rm 8:26-27).
Benar, kita tidak tahu bagaimana berdoa, kita
tidak tahu. Kita harus belajar setiap hari. Alasan di balik kelemahan doa kita
ini diungkapkan di masa lalu hanya dalam satu kata, yang digunakan dalam tiga
cara berbeda: sebagai kata sifat, sebagai kata benda, dan sebagai kata
keterangan. Mudah diingat, bahkan bagi mereka yang tidak mengerti bahasa Latin,
dan perlu diingat, karena kata itu sendiri mengandung seluruh risalah, ketiga
hal ini. Kita manusia, menurut pepatah itu, “mali, mala, male petimus”, yang
artinya, karena kita jahat (mali), kita meminta hal-hal yang salah (mala) dan
dengan cara yang salah (male). Yesus berkata, “Carilah dahulu Kerajaan Allah …
dan semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Mat 6:33); sebaliknya, kita
mencari hal-hal yang lebih, yaitu kepentingan kita – berkali-kali – dan kita
sama sekali lupa untuk meminta Kerajaan Allah. Marilah kita meminta Kerajaan
Allah kepada Tuhan, dan segala sesuatu akan datang bersama-Nya.
Ya,
Roh Kudus datang untuk menolong kita dalam kelemahan kita, tetapi Ia melakukan
sesuatu yang lebih penting lagi: Ia bersaksi kepada kita bahwa kita adalah anak-anak
Allah dan menempatkan pada bibir kita: “Ya Abba, ya Bapa!” (Rm 8:15; Gal 4:6).
Kita tidak dapat mengatakan “Ya Abba, ya Bapa!”. Kita tidak dapat mengatakan
“Bapa” tanpa kekuatan Roh Kudus. Doa kristiani bukan manusia di satu ujung
telepon, berbicara kepada Allah di ujung yang lain; tidak, justru Allah yang
berdoa di dalam diri kita! Kita berdoa kepada Allah melalui Allah. Berdoa
berarti menempatkan diri di dalam Allah, agar Allah masuk ke dalam diri kita.
Justru
dalam doa, Roh Kudus dinyatakan sebagai “Parakletos”, yaitu pengacara dan
pembela. Ia tidak menuduh kita di hadapan Bapa, tetapi membela kita. Ya, Ia
membela kita, Ia menginsafkan kita akan kenyataan bahwa kita adalah orang
berdosa (lih. Yoh 16:8), tetapi Ia melakukannya untuk membuat kita mampu
menikmati sukacita belas kasihan Bapa, bukan untuk menghancurkan kita dengan
perasaan bersalah yang sia-sia. Bahkan ketika hati kita mencela kita karena
sesuatu, Ia mengingatkan kita bahwa "Allah lebih besar daripada hati
kita" (1 Yoh 3:20). Allah lebih besar dari dosa kita. Kita semua adalah
orang berdosa, tetapi pikirkan: mungkin beberapa dari kamu - saya tidak tahu -
sangat takut karena hal-hal yang telah mereka lakukan, takut dicela oleh Allah,
takut akan banyak hal dan tidak dapat menemukan kedamaian. Berdoalah,
berserulah kepada Roh Kudus, dan Ia akan mengajarmu bagaimana memohon
pengampunan. Dan apakah kamu tahu sesuatu? Allah tidak tahu banyak tata bahasa,
dan ketika kita memohon pengampunan, Ia tidak membiarkan kita menyelesaikannya!
"Karena..." dan di sana, Ia tidak membiarkan kita menyelesaikan kata
pengampunan. Ia mengampuni kita terlebih dahulu, Ia selalu mengampuni, dan Ia
selalu berada di samping kita untuk mengampuni kita, sebelum kita melengkapi
kata pengampunan. Kita berkata “Karena…” dan Bapa selalu mengampuni kita.
Roh
Kudus menjadi pengantara dan pada gilirannya Ia juga mengajarkan kita bagaimana
menjadi pengantara saudara-saudari kita – Ia menjadi pengantara kita dan
mengajarkan kita bagaimana menjadi pengantara sesama kita. Ia mengajarkan kita
doa pengantaraan: mendoakan orang ini, mendoakan orang sakit itu, orang yang
berada di dalam penjara, berdoa… bahkan mendoakan ibu mertua kita! Dan
berdoalah, selalu. Selalu. Doa ini khususnya berkenan kepada Allah, karena doa
ini adalah doa yang paling cuma-cuma dan altruistis. Ketika seseorang mendoakan
setiap orang, terjadilah – sebagaimana biasa dikatakan Santo Ambrosius – setiap
orang mendoakan seseorang; doa berlipat ganda.[1]
Begitulah doa. Ini adalah tugas yang sangat berharga dan perlu di dalam Gereja,
khususnya selama masa persiapan untuk Yubelium ini: mempersatukan diri kita
dengan Sang Penghibur yang “menjadi pengantara kita semua sesuai dengan rencana
Allah”. Tetapi janganlah berdoa seperti burung beo, saya mohon! Jangan berkata,
“Blah, blah, blah…”. Tidak. Katakanlah “Tuhan”, tetapi katakan dengan hatimu.
“Tolonglah aku, Tuhan”, “Tuhan, aku mengasihi-Mu." Dan ketika kamu
mendoakan Doa Bapa Kami, ucapkanlah “Bapa, Engkau adalah Bapaku”. Berdoalah
dengan hati, bukan dengan bibir; jangan seperti burung beo.
Semoga
Roh Kudus membantu kita dalam doa, yang sangat kita butuhkan. Terima kasih.
[Sapaan Khusus]
Saya
menyapa seluruh peziarah berbahasa Inggris, khususnya kelompok dari Inggris,
Ghana, Malaysia, Filipina, dan Amerika Serikat. Saya juga menyapa para imam
yang datang dari Inggris dan Wales, yang sedang merayakan ulang tahun penting
tahbisan imamat. Atas kamu semua dan keluargamu, saya memohonkan sukacita dan
damai Tuhan kita Yesus Kristus. Allah memberkatimu!
[Ringkasan dalam
bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]
Saudara-saudari
terkasih:
Dalam
katekese lanjutan kita tentang Roh Kudus dalam kehidupan Gereja, kita sekarang
membahas peranan Roh dalam doa. Dalam Injil, Yesus mengajarkan kita untuk
berdoa memohon karunia Roh Kudus, yang tinggal di dalam hati kita dan bersaksi
bahwa, dalam persatuan dengan Tuhan yang bangkit, kita benar-benar putra dan
putri Bapa surgawi kita. Dibimbing oleh Roh Kudus, kita benar-benar berdoa
sebagaimana mestinya, baik secara pribadi maupun dalam perayaan Liturgi Gereja.
Sebagai "Parakletos", Pembela dan Penghibur kita, Roh Kudus tidak
hanya menjadi pengantara kita, tetapi juga memampukan kita, dalam kesatuan
tubuh mistik Kristus, untuk melakukan hal yang sama bagi kebutuhan
saudara-saudari kita. Saat kita menantikan Tahun Suci yang akan datang, marilah
kita memohon kepada Roh Kudus untuk menganugerahkan kepada kita, dan kepada
seluruh keluarga manusia, karunia kekudusan, kesatuan, keadilan, dan
kedamaian-Nya.
______
(Peter Suriadi - Bogor, 6 November 2024)