Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 29 Januari 2025 : YESUS KRISTUS PENGHARAPAN KITA. 1. BAYI YESUS. 3. ENGKAU AKAN MENAMAKAN DIA YESUS (MAT 1:21). PEMBERITAHUAN KEPADA YUSUF


Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Hari ini kita akan melanjutkan merenungkan Yesus, pengharapan kita, dalam misteri asal-usul-Nya, sebagaimana diceritakan dalam Injil masa kanak-kanak.

 

Sedangkan Lukas membiarkan kita melakukannya dari sudut pandang sang ibu, Perawan Maria, sebaliknya Matius mengambil sudut pandang Yusuf, orang yang dianggap sebagai ayah kandung Yesus yang sah, mencangkokkan-Nya ke tunggul Isai dan menghubungkannya dengan janji yang dibuat bagi Daud.

 

Sesungguhnya, Yesus adalah pengharapan Israel yang tergenapi: Ia adalah keturunan yang dijanjikan kepada Daud (lih. 2Sam 7:12; 1Kor 17:11), yang membuat rumahnya "diberkati untuk selama-lamanya" (2Sam 7:29); Ia adalah tunas yang keluar dari tunggul Isai (lih. Yes 11:1), "Tunas yang adil, [yang] akan memerintah sebagai raja yang bijaksana dan akan melakukan keadilan dan kebenaran di negeri" (lih. Yer 23:5; 33:15).

 

Yusuf muncul dalam Injil Matius sebagai tunangan Maria. Bagi orang Ibrani, pertunangan merupakan ikatan hukum penuh, yang mempersiapkan apa yang akan terjadi sekitar setahun kemudian, perayaan pernikahan. Saat itulah perempuan berpindah hak asuh dari ayah kepada suaminya, pindah ke rumah suaminya dan membuat dirinya rela menerima anugerah menjadi ibu.

 

Tepat pada saat inilah Yusuf mengetahui kehamilan Maria, dan cintanya diuji dengan keras. Menghadapi situasi serupa, yang akan menyebabkan pemutusan pertunangan, Hukum menyarankan dua kemungkinan solusi: baik tindakan hukum yang bersifat publik, seperti membawa perempuan itu ke pengadilan, atau tindakan pribadi seperti memberikan surat cerai kepada perempuan itu.

 

Matius mendefinisikan Yusuf sebagai orang yang “benar”, orang yang hidup menurut Hukum Tuhan, dan yang mengambil ilham dari hukum ini dalam setiap kesempatan hidupnya. Maka, mengikuti Sabda Allah, Yusuf bertindak dengan penuh pertimbangan: ia tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh perasaan naluriah dan rasa takut menerima Maria bersamanya, tetapi lebih suka dibimbing oleh kebijaksanaan ilahi. Ia memilih untuk menceraikanMaria dengan diam-diam, secara pribadi (lih. Mat 1:19). Dan inilah kebijaksanaan Yusuf, yang memampukannya untuk tidak melakukan kesalahan dan membuat dirinya terbuka dan taat kepada suara Tuhan.

 

Dengan cara ini, Yusuf dari Nazaret mengingatkan kita pada Yusuf lainnya, putra Yakub, yang dijuluki “tukang mimpi” (lih. Kej 37:19), yang sangat dikasihi oleh ayahnya dan sangat dibenci oleh saudara-saudaranya, yang ditinggikan Tuhan dengan menempatkannya di istana Firaun.

 

Sekarang, apa yang diimpikan oleh Yusuf dari Nazaret? Ia memimpikan mukjizat yang digenapi Allah dalam kehidupan Maria, dan juga mukjizat yang terjadi dalam hidupnya sendiri: mengambil peran sebagai seorang ayah yang mampu menjaga, melindungi, dan mewariskan warisan material dan spiritual. Rahim mempelai perempuannya mengandung janji Allah, sebuah janji yang mengandung sebuah nama yang di dalamnya kepastian keselamatan diberikan kepada semua orang (lih. Kis 4:12).

 

Saat ia tertidur, Yusuf mendengar kata-kata ini: “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai istrimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka” (Mat 1:20-21). Menghadapi pewahyuan ini, Yusuf tidak meminta bukti lebih lanjut; ia percaya. Yusuf percaya kepada Allah, ia menerima impian Allah tentang hidupnya dan tunangannya. Dengan demikian ia masuk ke dalam kasih karunia seseorang yang tahu bagaimana menjalani janji ilahi dengan iman, harapan dan kasih.

 

Yusuf, dalam semua ini, tidak mengucapkan sepatah kata pun, tetapi ia percaya, berharap, dan mengasihi. Ia tidak mengungkapkan dirinya dengan "kata-kata kosong", tetapi dengan tindakan nyata. Ia termasuk dalam garis keturunan orang-orang yang, menurut rasul Yakobus, "melakukan firman" (lih. Yak 1:22), menerjemahkannya ke dalam perbuatan, daging, kehidupan. Yusuf percaya kepada Allah dan taat: "Kewaspadaannya yang mendalam terhadap Allah ... secara spontan menuntun kepada ketaatan" (Benediktus XVI, Kisah Masa Kanak-kanak, Milan-Kota Vatikan 2012, 57).

 

Saudari-saudari, marilah kita juga memohon kepada Tuhan rahmat untuk lebih banyak mendengar daripada berbicara, rahmat untuk memimpikan impian-impian Allah dan menyambut Kristus dengan penuh tanggung jawab yang, sejak saat pembaptisan kita, hidup dan bertumbuh dalam hidup kita. Terima kasih!

 

[Sapaan Khusus]

 

Dengan hangat saya sampaikan ucapan selamat datang kepada para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris, khususnya mereka yang berasal dari Australia, Amerika Serikat, dan Hong Kong. Secara khusus saya menyapa para staf pengajar dan mahasiswa Universitas Katolik Australia dan Universitas Fransiskan Stuebenville. Dengan harapan agar Yubileum Pengharapan ini dapat menjadi masa rahmat dan pembaruan rohani bagimu dan keluargamu, saya mohonkan atas kamu semua sukacita dan damai Tuhan Yesus.

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih: Dalam katekese lanjutan kita tentang tema Tahun Suci ini, “Yesus Kristus Pengharapan Kita”, hari ini kita merenungkan pengalaman Santo Yusuf, yang lahir dari keluarga kerajaan Daud dan dipanggil untuk menjadi bapa sah Yesus, Mesias yang dijanjikan. Kitab Suci menggambarkan Yusuf sebagai orang yang “benar”, taat pada Hukum Taurat dan kehendak Tuhan. Perannya dalam penggenapan rencana penyelamatan Allah dinyatakan kepadanya dalam sebuah mimpi; dengan iman dan kepercayaan yang besar, ia menanggapinya dengan mengambil Maria sebagai istrinya dan membangun rumah bagi Putra Allah yang menjelma. Yusuf adalah model iman yang teduh yang lahir dari keterbukaan dan ketaatan pada sabda Allah. Seperti dia, semoga kita menanggapi rencana Allah bagi hidup kita dengan murah hati dan melalui pengamalan harapan dan kasih, menyambut Yesus ke dalam hati dan rumah kita.

______

(Peter Suriadi - Bogor, 29 Januari 2025)

PESAN PAUS FRANSISKUS UNTUK HARI ORANG SAKIT SEDUNIA KE-33 11 Februari 2025

“Pengharapan tidak mengecewakan” (Rm 5:5), tetapi menguatkan kita pada saat-saat pencobaan

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Kita sedang merayakan Hari Orang Sakit Sedunia ke-33 dalam Tahun Yubileum 2025, di mana Gereja mengundang kita untuk menjadi “peziarah pengharapan”. Sabda Allah menyertai kita dan menawarkan kepada kita, melalui kata-kata Santo Paulus, sebuah pesan yang menguatkan: “Pengharapan tidak mengecewakan” (Rm 5:5); kata-kata yang sungguh menguatkan kita pada saat-saat pencobaan.

 

Kata-kata tersebut menghibur, sekaligus dapat membingungkan, terutama bagi mereka yang sedang menderita. Bagaimana kita bisa kuat, misalnya, ketika tubuh kita menjadi mangsa penyakit yang parah dan melemahkan yang memerlukan perawatan mahal yang mungkin tidak mampu kita tanggung? Bagaimana kita dapat menunjukkan kekuatan ketika, selain penderitaan kita sendiri, kita melihat orang-orang yang kita kasihi yang mendukung kita tetapi merasa tidak berdaya untuk membantu kita? Dalam situasi ini, kita merasakan kebutuhan kita akan kekuatan yang melebihi kekuatan kita. Kita menyadari bahwa kita membutuhkan pertolongan Allah, kasih karunia, penyelenggaraan ilahi, dan kekuatan yang merupakan karunia Roh-Nya (bdk. Katekismus Gereja Katolik, 1808).

 

Marilah kita berhenti sejenak untuk merenungkan bagaimana Allah tetap dekat dengan mereka yang sedang menderita dalam tiga cara khusus: melalui perjumpaan, karunia, dan berbagi.

 

1.        Perjumpaan. Ketika Yesus mengutus tujuh puluh dua murid-Nya (bdk. Luk 10:1-9), Ia meminta mereka untuk mewartakan kepada orang-orang sakit: "Kerajaan Allah sudah dekat padamu" (ayat 9). Dengan kata lain, Ia meminta mereka untuk membantu orang-orang sakit melihat kelemahan mereka, betapapun menyakitkan dan tidak dapat dipahami, sebagai kesempatan untuk berjumpa dengan Tuhan. Pada saat sakit, kita merasakan kelemahan manusiawi kita pada tingkat fisik, psikologis, dan spiritual. Namun, kita juga mengalami kedekatan dan belas kasihan Allah, yang, dalam diri Yesus, ikut ambil bagian dalam penderitaan manusiawi kita. Allah tidak meninggalkan kita dan sering kali membuat kita herandengan memberi kita kekuatan yang tidak pernah kita duga, dan tidak akan pernah kita temukan pada diri kita sendiri.

 

Lalu, penyakit menjadi kesempatan untuk perjumpaan yang mengubah rupa, penemuan batu karang yang kokoh yang dapat kita pegang teguh di tengah badai kehidupan, sebuah pengalaman yang, bahkan dengan pengurbanan yang besar, membuat kita semua menjadi lebih kuat karena mengajarkan kita bahwa kita tidak sendirian. Penderitaan selalu membawa serta janji keselamatan yang sarat misteri, karena membuat kita mengalami kedekatan dan kenyataan kehadiran Allah yang menghibur. Dengan cara ini, kita menjadi memahami "kepenuhan Injil dengan segenap janji dan kehidupannya" (Santo Yohanes Paulus II, Wejangan kepada Orang Muda, New Orleans, 12 September 1987).

 

2.      Hal ini membawa kita kepada cara kedua bahwa Allah dekat dengan penderitaan: sebagai karunia. Melebihi apa pun, penderitaan membuat kita sadar bahwa pengharapan berasal dari Tuhan. Jadi, pertama dan terutama, pengharapan adalah karunia yang harus diterima dan dikembangkan, dengan tetap "setia pada kesetiaan Allah", sebagaimana diungkapkan dengan indah oleh Madeleine Delbrêl (bdk. La speranza è una luce nella notte, Kota Vatikan 2024, Prefasi).

 

Sesungguhnya, hanya dalam kebangkitan Kristus hidup dan takdir kita menemukan tempatnya dalam cakrawala kekekalan yang tak terbatas. Hanya dalam misteri Paskah Yesus kita memperoleh kepastian bahwa "baik maut maupun hidup, baik malaikat-malaikat maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas maupun yang di bawah, ataupun suatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah" (Rm 8:38-39). “Pengharapan besar” ini adalah sumber dari semua kilasan cahaya kecil yang membantu kita melihat jalan kita melalui berbagai pencobaan dan rintangan hidup (bdk. Benediktus XVI, Spe Salvi, 27, 31). Tuhan yang bangkit melangkah lebih jauh dengan berjalan di samping kita sebagai teman perjalanan kita, bahkan seperti yang Ia lakukan bersama para murid di jalan menuju Emaus (bdk. Luk 24:13-53). Seperti mereka, kita dapat berbagi dengan-Nya berbagai kecemasan, keprihatinan dan kekecewaan kita, dan mendengarkan sabda-Nya, yang mencerahkan kita dan menghangatkan hati kita. Seperti mereka juga, kita dapat mengenali-Nya hadir dalam pemecahan roti dan dengan demikian, bahkan di masa sekarang, merasakan “kenyataan yang lebih besar” yang, dengan mendekati kita, memulihkan keberanian dan keyakinan kita.

 

3.       Sekarang kita sampai pada cara ketiga Allah untuk dekat dengan kita: melalui berbagi. Tempat-tempat penderitaan sering kali juga menjadi tempat untuk berbagi dan saling memperkaya. Seberapa sering, di samping tempat tidur orang sakit, kita belajar untuk berharap! Seberapa sering, melalui kedekatan kita dengan mereka yang menderita, kita belajar untuk beriman! Seberapa sering, ketika kita peduli terhadap mereka yang membutuhkan, kita menemukan kasih! Kita menyadari bahwa kita satu sama lain adalah "malaikat" pengharapan dan utusan Allah, kita semua bersama-sama: baik pasien, dokter, perawat, anggota keluarga, teman, imam, pelaku hidup bakti, di mana pun kita berada, baik dalam keluarga maupun di klinik, panti jompo, rumah sakit atau pusat medis.

 

Kita perlu belajar menghargai keindahan dan makna perjumpaan-perjumpaan yang penuh rahmat ini. Kita perlu belajar menghargai senyum lembut seorang perawat, rasa terima kasih dan kepercayaan seorang pasien, wajah penuh perhatian seorang dokter atau relawan, atau raut wajah cemas dan penuh harap sepasang suami-istri, seorang anak, seorang cucu atau seorang sahabat. Semua ini adalah sinar terang yang harus dihargai; bahkan di tengah kegelapan malam yang penuh kesulitan, sinar ini memberi kita kekuatan, sementara pada saat yang sama mengajarkan kita makna hidup yang lebih dalam, dalam kasih dan kedekatan (bdk. Luk 10:25-37).

 

Saudara-saudari terkasih yang sakit atau yang peduli terhadap mereka yang sedang menderita, dalam Yubileum ini kamu memainkan peran yang sangat penting. Perjalananmu bersama merupakan tanda bagi semua orang: “sebuah himne untuk martabat manusia, sebuah lagu harapan” (Spes Non Confundit, 11). Alunannya terdengar jauh melampaui kamar dan tempat tidur fasilitas kesehatan, dan berfungsi untuk membangkitkan dalam kasih “partisipasi paduan suara dari masyarakat secara keseluruhan” (idem.) dalam sebuah keselarasan yang terkadang sulit dicapai, tetapi karena alasan itulah sangat menghibur dan berdaya, mampu membawa terang dan kehangatan di mana pun mereka paling dibutuhkan.

 

Seluruh Gereja berterima kasih atas hal ini! Saya juga, dan saya selalu mengingatmu dalam doa-doa saya. Saya mempercayakanmu kepada Bunda Maria, Kesehatan Orang Sakit, dalam kata-kata yang telah diucapkan oleh banyak saudara-saudari kita kepadanya di saat-saat mereka membutuhkan:

 

Kami datang berlari padamu, ya Bunda Allah yang kudus. Janganlah kiranya kau tolak permintaan kami dalam segala kesusahan kami, hanya luputkanlah kami selalu dari segala bahaya, ya Perawan yang mulia dan terberkati,

 

Saya memberkatimu, beserta keluarga dan orang-orang yang kamu kasihi, serta saya mohon, jangan lupa untuk mendoakan saya.

 

Roma, Santo Yohanes Lateran, 14 Januari 2025

 

FRANSISKUS

_____

(dialihbahasakan oleh Peter Suriadi dari https://www.vatican.va/content/francesco/en/messages/sick/documents/20250114-giornata-malato.html)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 26 Januari 2025

Saudara-saudari terkasih, selamat hari Minggu!

 

Hari Minggu ini, Penginjil Lukas memperkenalkan Yesus kepada kita di rumah ibadat di Nazaret, kota tempat Ia dibesarkan. Ia membacakan nas kitab Nabi Yesaya yang memberitakan perutusan penginjilan dan pembebasan Sang Mesias. Kemudian, dalam keheningan umum, ia berkata, ‘Pada hari ini genaplah nas ini’ (bdk. Luk 4:21).

 

Marilah kita bayangkan keterkejutan dan kekecewaan orang-orang sekampung Yesus, yang mengenal-Nya sebagai anak Yusuf si tukang kayu dan tidak pernah membayangkan bahwa Ia dapat menampilkan diri-Nya sebagai Mesias.

 

Membingungkan memang. Namun, inilah yang sebenarnya terjadi: Yesus menyatakan bahwa, melalui kehadiran-Nya, "tahun rahmat Tuhan" (ayat 19) telah tiba. Itulah kabar baik bagi semua orang dan khususnya bagi orang-orang miskin, bagi orang-orang tawanan, bagi orang-orang buta, bagi mereka yang tertindas (bdk. ayat 18).

 

Hari itu, di Nazaret, Yesus menghadapkan lawan bicara-Nya dengan sebuah pilihan tentang jatidiri dan perutusan-Nya. Tak seorang pun di rumah ibadat itu dapat menahan diri untuk bertanya: apakah Ia hanya anak tukang kayu yang mengambil peran yang bukan milik-Nya, atau apakah Ia benar-benar Mesias, yang diutus oleh Allah untuk menyelamatkan orang-orang dari dosa dan semua kejahatan?

 

Penginjil memberitahu kita bahwa orang-orang Nazaret gagal mengenali orang yang diurapi Tuhan dalam diri Yesus. Mereka pikir mereka mengenal-Nya dengan sangat baik, dan ini, alih-alih memfasilitasi pembukaan pikiran dan hati mereka, menghalangi mereka untuk mengenali-Nya, seperti tabir yang menutupi cahaya.

 

Saudara-saudari, peristiwa ini, dengan analogi yang tepat, juga terjadi pada diri kita hari ini. Kita juga ditantang oleh kehadiran dan sabda Yesus; kita juga dipanggil untuk mengakui di dalam diri-Nya Putra Allah, Sang Juruselamat kita. Namun, mungkin terjadi pada diri kita, seperti yang terjadi pada orang-orang sekampung-Nya, berpikir bahwa kita sudah mengenal-Nya, kita sudah tahu segalanya tentang Dia, kita telah tumbuh bersama-Nya, di sekolah, di paroki, dalam katekisasi, di negara dengan budaya Katolik... Jadi, bagi kita juga, Ia adalah pribadi yang dekat, bahkan mungkin 'terlalu' dekat.

 

Namun, marilah kita coba bertanya pada diri kita sendiri: apakah kita merasakan otoritas unik yang dipergunakan Yesus dari Nazaret untuk berbicara? Apakah kita mengakui bahwa Ia adalah pewarta keselamatan yang tidak dapat disampaikan oleh siapa pun kepada kita? Dan aku, apakah aku merasa membutuhkan keselamatan ini? Apakah aku merasa bahwa aku juga dalam beberapa hal miskin, tertawan, buta, tertindas? Saat itulah, hanya saat itulah, 'tahun rahmat' akan menjadi milikku!

 

Marilah dengan yakin kita berpaling kepada Maria, Bunda Allah dan Bunda kita, agar membantu kita mengenali Yesus.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Pertikaian yang sedang berlangsung di Sudan, yang dimulai pada bulan April 2023, menyebabkan krisis kemanusiaan paling serius di dunia, dengan dampak dramatis juga di Sudan Selatan. Saya dekat dengan masyarakat kedua negara dan saya mengajak mereka untuk menjalin persaudaraan, kesetiakawanan, menghindari segala bentuk kekerasan dan tidak membiarkan diri mereka dieksploitasi. Saya kembali memohon kepada mereka yang berperang di Sudan agar mereka mengakhiri permusuhan dan sepakat untuk duduk di meja perundingan. Saya mendesak masyarakat internasional untuk melakukan semua yang dapat dilakukannya guna mendapatkan bantuan kemanusiaan yang diperlukan bagi orang-orang yang mengungsi dan membantu pihak yang bertikai segera menemukan jalan menuju perdamaian.

 

Saya prihatin dengan situasi di Kolombia, khususnya di wilayah Catatumbo, tempat bentrokan antara kelompok bersenjata telah merenggut banyak nyawa warga sipil dan menyebabkan lebih dari tiga puluh ribu orang mengungsi. Saya menyatakan kedekatan saya dengan mereka dan mendoakan mereka.

 

Hari ini adalah Hari Kusta Sedunia. Saya mendorong semua orang yang bekerja untuk mereka yang menderita penyakit ini terus berjuang, juga membantu mereka yang sembuh agar dapat kembali berintegrasi ke dalam masyarakat. Semoga mereka tidak terpinggirkan!

 

Besok adalah Hari Peringatan Mengenang Korban Holocaust Sedunia: 80 tahun telah berlalu sejak pembebasan kamp konsentrasi Auschwitz. Kengerian pemusnahan jutaan orang Yahudi dan orang-orang dari agama lain selama tahun-tahun itu tidak dapat dilupakan atau disangkal. Saya teringat penyair berbakat Hungaria Edith Bruck, yang tinggal di Roma. Ia menderita karena semua itu... Hari ini, jika kamu mau, kamu dapat mendengarkannya di Acara ‘Che tempo che fa’. Ia adalah perempuan yang baik. Kita juga mengenang banyak umat kristiani, di antaranya banyak yang menjadi martir. Saya kembali menyerukan kepada semua orang untuk bekerja sama memberantas momok anti-Semitisme, bersama dengan segala bentuk diskriminasi dan penganiayaan agama. Marilah kita bersama-sama membangun dunia yang lebih bersaudara dan adil. Marilah kita mendidik kaum muda agar memiliki hati yang terbuka bagi semua orang, mengikuti nalar persaudaraan, pengampunan, dan perdamaian.

 

Dan saya menyapa kamu semua dari Italia dan berbagai belahan dunia. Secara khusus saya menyapa para jurnalis dan pekerja media yang telah ambil bagian dalam Yubileum mereka pada hari-hari ini: Saya mendorong mereka untuk selalu menjadi narator pengharapan.

 

Saya juga menyapa orang-orang Polandia, terutama mereka yang datang dari Zabno; para mahasiswa Institut ‘Zurbará’ Badajoz (Spanyol), umat Siquirres (Kosta Rika), kelompok gadis quinceañeras dari Panama.

 

Saya menyapa para peziarah dari Satuan Pastoral Busto Garolfo dan Olcella, Keuskupan Agung Milan.

 

Dengan sukacita saya menyapa kamu semua, anak-anak laki-laki dan perempuan dari Aksi Katolik Italia, paroki-paroki dan sekolah-sekolah Katolik di Roma. Kamu datang ke sini di akhir ‘Karavan Perdamaian’, di mana kamu merenungkan kehadiran Yesus dalam hidupmu, memberi kesaksian kepada rekan-rekanmu tentang keindahan penyambutan dan persaudaraan. Dan sekarang marilah kita dengarkan orang-orang baik ini yang ingin menyampaikan sesuatu kepada kita... Ayo! Sampaikan pendapatmu!

 

[Sebuah pesan dibacakan]

 

Sekarang ia [anak laki-laki yang membaca] mengucapkan kata yang sangat indah... [anak laki-laki itu terus membaca ‘Dengan cara ini mereka akan dapat membungkam semua senjata...’] anak laki-laki ini baik! Mohon sapa semua anak laki-laki dan perempuan atas nama saya.

 

Kepada kamu semua saya mengucapkan selamat hari Minggu. Dan jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat makan siang dan sampai jumpa!

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 26 Januari 2025)

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM VESPER II PESTA BERTOBATNYA SANTO PAULUS RASUL & PENUTUPAN PEKAN DOA SEDUNIA UNTUK PERSATUAN UMAT KRISTIANI KE-58 DI BASILIKA SANTO PAULUS DI LUAR TEMBOK 25 Januari 2025

Yesus tiba di rumah sahabat-Nya, Marta dan Maria, empat hari setelah kematian saudara mereka, Lazarus. Setelah tampaknya kehilangan semua harapan, kata-kata pertama Marta mengungkapkan kesedihannya dan penyesalannya karena Yesus datang terlambat: "Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati" (Yoh 11:21). Namun, pada saat yang sama, kehadiran Yesus menyalakan terang pengharapan dalam hati Marta dan menuntunnya kepada pengakuan iman: "Namun, sekarang pun aku tahu bahwa Allah akan memberikan kepada-Mu segala sesuatu yang Engkau minta kepada-Nya" (ayat 22). Sebuah sikap yang selalu membiarkan pintu terbuka, tidak pernah tertutup! Yesus berbicara kepadanya tentang kebangkitan orang mati bukan hanya sebagai peristiwa yang akan terjadi pada akhir zaman, tetapi sebagai sesuatu yang sudah ada, karena Ia sendiri adalah kebangkitan dan hidup. Dan kemudian Ia mengajukan sebuah pertanyaan kepadanya, "Percayakah engkau akan hal ini?" (ayat 26). Pertanyaan itu juga ditujukan kepada kita, kepadamu, kepada saya: "Percayakah engkau akan hal ini?"

 

Marilah kita juga memikirkan pertanyaan yang sama ini: "Percayakah engkau akan hal ini?" (ayat 26). Sebuah pertanyaan yang singkat namun menantang.

 

Perjumpaan mesra antara Yesus dan Marta dalam Injil mengajarkan kita bahwa bahkan di saat-saat sulit, kita tidak sendirian dan kita dapat terus berharap. Yesus memberi hidup bahkan ketika tampaknya semua harapan telah sirna. Pengharapan dapat goyah setelah mengalami pengalaman sulit seperti kehilangan yang menyakitkan, penyakit, kekecewaan yang pahit, atau pengkhianatan yang tiba-tiba. Meskipun kita masing-masing mungkin mengalami saat-saat putus asa atau mengenal orang-orang yang telah kehilangan pengharapan, Injil memberitahu kita bahwa Yesus selalu memulihkan harapan karena Ia membangkitkan kita dari abu kematian. Yesus selalu membangkitkan kita dan memberi kita kekuatan untuk terus maju, memulai yang baru.

 

Saudara-saudari terkasih, janganlah kita pernah lupa bahwa pengharapan tidak mengecewakan! Pengharapan tidak pernah mengecewakan! Pengharapan bagaikan tali yang ditambatkan di pantai yang kita pegang teguh; tidak pernah mengecewakan. Hal ini juga penting bagi kehidupan komunitas kristiani, gereja-gereja kita, dan hubungan ekumenis kita. Kadang-kadang, kita kewalahan oleh kelelahan dan putus asa dengan hasil kerja keras kita. Bahkan dapat tampak seolah-olah dialog dan upaya yang dilakukan oleh kedua belah pihak tidak ada pengharapan, hampir pasti gagal. Semua ini membuat kita mengalami penderitaan yang sama seperti Marta, tetapi Tuhan datang kepada kita. Apakah kita percaya akan hal ini? Apakah kita percaya bahwa Dia adalah kebangkitan dan hidup? Bahwa Ia menghargai upaya kita dan selalu memberi kita rahmat untuk melanjutkan perjalanan kita bersama? Apakah kita percaya akan hal ini?

 

Pesan harapan ini merupakan inti dari Yubileum yang telah kita mulai. Rasul Paulus, yang pertobatannya kepada Kristus kita peringati hari ini, menyatakan kepada umat kristiani di Roma, “Pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan ke dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Rm 5:5). Kita semua telah menerima Roh yang sama, kita semua, dan inilah dasar dari perjalanan ekumenis kita. Roh membimbing kita dalam perjalanan ini. Tidak ada hal-hal praktis yang membantu kita memahaminya dengan lebih baik. Tidak, ada Roh Kudus, dan kita harus mengikuti tuntunan Roh Kudus.

 

Tahun Yubileum Pengharapan yang dirayakan oleh Gereja Katolik bertepatan dengan peringatan yang sangat penting bagi segenap umat kristiani: peringatan 1700 tahun konsili ekumenis besar pertama: Konsili Nicea. Konsili ini berusaha untuk menjaga kesatuan Gereja di saat yang sangat sulit, dan para Bapa Konsili dengan suara bulat menyetujui Syahadat yang masih didaraskan oleh banyak umat kristiani setiap hari Minggu pada perayaan Ekaristi. Syahadat ini adalah pengakuan iman bersama yang melampaui semua perpecahan yang telah memecah-belah Tubuh Kristus selama berabad-abad. Oleh karena itu, peringatan Konsili Nicea adalah tahun rahmat, kesempatan bagi semua umat kristiani yang mengucapkan Syahadat yang sama dan percaya kepada Allah yang sama. Marilah kita temukan kembali akar-akar iman yang sama; marilah kita jaga persatuan! Marilah kita selalu bergerak maju! Semoga persatuan yang kita semua cari dapat ditemukan. Yang terlintas dalam pikiran adalah sesuatu yang biasa dikatakan oleh teolog Ortodoks yang hebat, Ioannis Zizioulas: “Saya tahu tanggal komuni penuh: hari setelah penghakiman terakhir! Sementara itu, kita harus berjalan bersama, bekerja bersama, berdoa bersama, mencintai bersama. Dan ini adalah sesuatu yang sangat indah!

 

Saudara-saudari terkasih, iman yang kita anut bersama ini merupakan karunia yang sangat berharga, bahkan juga merupakan tugas. Peringatan ini hendaknya dirayakan bukan hanya sebagai "kenangan bersejarah", tetapi juga sebagai janji untuk menjadi saksi atas tumbuhnya persekutuan di antara kita. Kita harus berhati-hati agar tidak membiarkannya berlalu begitu saja, tetapi membangun ikatan yang kokoh, memupuk persahabatan bersama, serta menjadi sarana persekutuan dan persaudaraan.

 

Dalam Pekan Doa untuk Persatuan Umat Kristiani ini, kita juga dapat mengambil hikmah dari ulang tahun Konsili Nicea sebagai panggilan untuk bertekun dalam perjalanan menuju persatuan. Tahun ini, perayaan Paskah kalender Gregorian bertepatan dengan kalender Julian, suatu keadaan yang terbukti sangat penting saat kita memperingati ulang tahun Konsili Ekumenis tersebut. Saya kembali memohon agar kebetulan ini dapat menjadi seruan bagi segenap umat kristiani untuk mengambil langkah maju menuju persatuan menjelang tanggal Paskah yang sama (bdk. Bulla Spes Non Confundit, 17). Gereja Katolik terbuka untuk menerima tanggal yang diinginkan semua orang: tanggal persatuan.

 

Saya berterima kasih kepada Metropolitan Polikarpus, yang mewakili Patriarkat Ekumenis, kepada Uskup Agung Ian Ernest, yang mewakili Persekutuan Anglikan dan akan mengakhiri pelayanannya yang berharga yang sangat saya hargai – saya mendoakan yang terbaik baginya saat ia kembali ke negara asalnya – dan kepada para perwakilan Gereja lain yang berpartisipasi dalam kurban pujian malam ini. Berdoa bersama penting, dan kehadiranmu di sini malam ini merupakan sumber sukacita bagi semua orang. Saya juga menyapa para mahasiswa yang didukung oleh Komite Kerjasama Budaya dengan Gereja Ortodoks dan Gereja Ortodoks Timur di Dikasteri untuk Mendorong Persatuan Umat Kristiani, para mahasiswa Institut Ekumenis Dewan Gereja Sedunia di Bossey dan banyak kelompok ekumenis dan para peziarah lain yang telah datang ke Roma untuk perayaan ini. Saya berterima kasih kepada paduan suara, yang menyediakan bagi kita suasana yang sangat indah untuk berdoa. Semoga kita masing-masing, seperti Santo Paulus, menemukan pengharapan kita dalam Putra Allah yang menjelma dan menawarkannya kepada orang lain di mana pun pengharapan telah sirna, kehidupan telah hancur, atau hati telah diliputi oleh kesengsaraan (bdk. Homili Pembukaan Pintu Suci dan Misa Malam Natal, 24 Desember 2024).

 

Dalam Yesus, pengharapan selalu mungkin. Ia juga menopang pengharapan kita saat kita berjalan menuju Dia dalam persatuan. Maka kita kembali lagi pada pertanyaan yang diajukan kepada Marta dan diajukan kepada kita malam ini: "Apakah kamu percaya akan hal ini?" Apakah kita percaya pada persekutuan dengan satu sama lain? Apakah kita percaya bahwa pengharapan tidak mengecewakan?

 

Saudari-saudari terkasih, inilah saatnya untuk meneguhkan pengakuan iman kita kepada satu Allah dan menemukan dalam Kristus Yesus jalan menuju persatuan. Seraya kita menantikan Tuhan untuk "datang kembali dalam kemuliaan untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati" (Pengakuan Iman Nicea), janganlah kita pernah lelah untuk memberikan kesaksian, di hadapan semua orang, tentang Putra tunggal Allah, sumber dari semua pengharapan kita.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 26 Januari 2025)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 22 Januari 2025 : YUBILEUM 2025. YESUS KRISTUS PENGHARAPAN KITA. 1. BAYI YESUS. 2. KABAR SUKACITA. MARIA MENDENGARKAN DAN BERSEDIA (BDK. LUK 1:26-38)

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Hari ini kita akan melanjutkan rangkaian katekese Yubileum tentang Yesus Kristus, pengharapan kita.

 

Pada awal Injilnya, Lukas menunjukkan dampak dari kuasa Sabda Allah yang sedang mengubah rupa, yang tidak hanya menjangkau ruang-ruang besar Bait Allah, tetapi juga rumah seorang perempuan muda yang miskin, Maria, yang telah bertunangan dengan Yusuf, dan masih tinggal bersama keluarganya.

 

Setelah Yerusalem, pewarta pemberitaan agung ilahi, Gabriel, diutus ke sebuah desa yang tidak pernah disebutkan dalam Kitab Suci Ibrani: Nazaret. Saat itu, Nazaret adalah sebuah desa kecil di Galilea, di daerah terpencil Israel, daerah perbatasan dengan orang-orang kafir dan pencemaran yang mereka alami.

 

Di sanalah malaikat membawa pesan yang sama sekali belum pernah terdengar bentuk dan isinya, sedemikian rupa sehingga hati Maria terguncang dan gelisah. Sebagai ganti salam klasik, “Damai sejahtera bagimu”, Gabriel menyapa Perawan Maria dengan undangan “Salam!”, “Bersukacitalah!”, sebuah seruan yang sangat berharga dalam sejarah suci, karena para nabi menggunakannya ketika mereka mengumumkan kedatangan Mesias (lih. Zef 3:14; Yl 2:21-23, Za 9:9). Undangan untuk bersukacita itulah yang disampaikan Tuhan kepada umat-Nya ketika pembuangan berakhir dan Tuhan membuat kehadiran-Nya yang hidup dan aktif terasa.

 

Selain itu, Allah memanggil Maria dengan nama penuh kasih yang tidak dikenal dalam sejarah biblis: kecharitoméne, yang berarti "dipenuhi dengan rahmat ilahi". Maria penuh dengan rahmat ilahi. Nama ini mengatakan bahwa kasih Allah telah lama bersemayam, dan terus tinggal di dalam hati Maria. Ia mengatakan betapa "murah hati"-nya Maria, dan terutama bagaimana rahmat Allah telah terukir dalam batinnya, menjadikannya mahakarya-Nya: penuh rahmat.

 

Julukan penuh kasih ini, yang hanya diberikan Allah kepada Maria, segera disertai dengan kepastian: "Jangan takut!", "Jangan takut!": kehadiran Tuhan selalu memberi kita rahmat untuk tidak takut, dan karena itu Ia berkata kepada Maria, "Jangan takut!". Allah berkata "Jangan takut" kepada Abraham, Ishak dan Musa dalam sejarah: "Jangan takut!" (lih. Kej 15:1; 26:24; Ul 31:8; Yos 8:1). Dan Ia berkata kepada kita juga: "Jangan takut, teruslah maju; Jangan takut!”. “Bapa, aku takut akan hal ini”; “Dan apa yang kamu lakukan ketika…”. “Maafkan aku, Bapa, aku akan mengatakan yang sebenarnya: Aku pergi ke peramal”. “Kamu pergi ke peramal!”. “Ah ya, aku membaca telapak tanganku…”. Tolong, jangan takut! Jangan takut! Jangan takut! Ini bagus. “Aku adalah sahabat seperjalananmu”: dan Ia mengatakan ini kepada Maria. “Yang Mahakuasa”, Allah “ketidakmustahilan” (Luk 1:37) bersama Maria, bersama dan di sampingnya; Ia adalah sahabatnya, sekutu utamanya, “Aku menyertai engkau” selamanya (lih. Kej 28:15; Kel 3:12; Hak 6:12).

 

Kemudian Gabriel menyampaikan misinya kepada Perawan Maria, menggemakan di dalam hatinya banyak bagian Kitab Suci yang mengacu pada sifat rajawi dan mesianik dari anak yang harus dilahirkan darinya, dan bahwa anak itu akan dihadirkan sebagai penggenapan nubuat-nubuat dahulu kala. Sabda yang datang dari Atas memanggil Maria untuk menjadi ibu Mesias, Mesias dari keturunan Daud yang telah lama dinantikan. Ia adalah ibu Mesias. Ia akan menjadi raja, tetapi bukan secara manusiawi dan jasmani, tetapi secara ilahi dan rohani. Namanya adalah "Yesus", yang berarti "Allah menyelamatkan" (lih. Luk 1:31; Mat 1:21), mengingatkan semua orang selamanya bahwa bukan manusia yang menyelamatkan, tetapi hanya Allah. Yesus yang akan menggenapi perkataan nabi Yesaya ini: "Bukan seorang duta atau utusan, melainkan Ia sendirilah yang menyelamatkan mereka [dengan] kasih dan belas kasihan-Nya" (Yes 63:9).

 

Keibuan ini mengguncang Maria sampai ke lubuk hatinya. Dan sebagai perempuan yang cerdas, yang mampu membaca berbagai peristiwa (bdk. Luk 2:19,51), ia mencoba memahami, untuk membedakan apa yang sedang terjadi padanya. Maria tidak melihat ke luar, tetapi ke dalam. Dan di sana, di kedalaman hatinya yang terbuka dan peka, ia mendengar undangan untuk percaya kepada Allah, yang telah mempersiapkan baginya sebuah “Pentakosta” yang istimewa. Sama seperti pada awal penciptaan (bdk. Kej 1:2), Allah ingin memelihara Maria dengan Roh-Nya, sebuah kekuatan yang mampu membuka apa yang tertutup tanpa melanggarnya, tanpa melanggar kebebasan manusiawi; Ia ingin menyelimutinya dalam “awan” kehadiran-Nya (bdk. 1 Kor 10:1-2) karena Putra hidup di dalam dirinya, dan ia di dalam Dia.

 

Dan Maria diterangi dengan kepercayaan: ia adalah "pelita dengan banyak cahaya". Maria menyambut Sabda dalam dagingnya sendiri dan dengan demikian meluncurkan misi terbesar yang pernah dipercayakan kepada seorang wanita, kepada makhluk manusiawi. Ia menempatkan dirinya dalam pelayanan: ia penuh dengan segala sesuatu, bukan seperti seorang hamba tetapi sebagai rekan kerja Allah Bapa, penuh dengan martabat dan wewenang untuk mengelola, seperti yang akan ia lakukan di Kana, berbagai karunia khazanah ilahi, sehingga banyak orang akan dapat menimba darinya dengan kedua tangan.

 

Saudari-saudari, marilah kita belajar dari Maria, Bunda Juruselamat dan Bunda kita, untuk membiarkan diri kita membuka telinga terhadap Sabda ilahi dan menyambutnya serta menghargainya, sehingga Sabda ilahi dapat mengubah rupa hati kita menjadi tabernakel kehadiran-Nya, di rumah yang ramah tempat tumbuhnya pengharapan. Terima kasih!

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa para peziarah berbahasa Inggris, khususnya mereka yang datang dari Swiss, Amerika Serikat, Inggris, dan saya sangat mengharapkan Yubileum ini menjadi masa pembaruan rohani dan pertumbuhan dalam sukacita Injil bagi kamu semua. Dalam Pekan Doa untuk Persatuan Umat Kristiani ini, saya menyapa kelompok-kelompok ekumenis yang hadir, serta mereka yang berasal dari Kolese Kepausan Amerika Utara. Atas kamu dan keluargamu, dengan senang hati saya memohonkan berkat Tuhan berupa kebijaksanaan, kekuatan, dan kedamaian.

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saat kita melanjutkan rangkaian katekese Yubileum tentang “Yesus Kristus Pengharapan Kita”, kita sekarang menelaah tanggapan penuh kepercayaan Perawan Maria terhadap pesan Malaikat Agung Gabriel bahwa ia dipilih untuk menjadi ibu Mesias. Maria, yang “penuh rahmat”, memahami dan dengan bebas menerima misi unik yang dipercayakan kepadanya oleh Allah, dan dengan cara ini bekerja sama dengan-Nya dalam menggenapi pengharapan Israel dan melahirkan Juruselamat bangsa-bangsa. Dipenuhi dengan Roh Kudus, ia terus bekerja sama dalam penggenapan rencana Allah, sebagaimana kita lihat dari perantaraan keibuannya di pesta perkawinan di Kana, yang mengarah pada mukjizat pertama Tuhan. Dari Maria, semoga kita belajar untuk percaya dengan teguh pada janji-janji Allah, bersaksi dengan hidup kita tentang pengharapan yang lahir dari Injil, dan menawarkan pengharapan itu terutama kepada saudara-saudari kita yang sedang berjuang dan tergoda untuk putus asa.

____

(Peter Suriadi - Bogor, 23 Januari 2025)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM DOA MALAIKAT TUHAN 19 Januari 2025 : KEKURANGAN DAN KELIMPAHAN

Saudara-saudari terkasih, selamat hari Minggu!

 

Bacaan Injil liturgi hari ini (Yoh 2:1-11) mengisahkan kepada kita tentang tanda pertama Yesus, ketika Ia mengubah air menjadi anggur dalam sebuah pesta perkawinan di Kana yang di Galilea. Kisah tersebut menggambarkan dan merangkum seluruh perutusan Yesus: pada hari kedatangan Mesias – demikian kata para nabi – Tuhan akan menyiapkan “suatu perjamuan dengan … anggur pilihan” (bdk. Yes 25:6) dan “gunung-gunung akan meniriskan anggur baru” (Am 9:13); Yesus adalah sang mempelai laki-laki yang membawa “anggur yang baik”.

 

Dalam Bacaan Injil ini kita dapat menemukan dua hal: kekurangan dan kelimpahan. Di satu sisi, ada kekurangan anggur dan Maria memberitahu Putranya, "Mereka kehabisan anggur" (ayat 3); di sisi lain, Yesus campur tangan, mengisi enam tempayan besar dan, pada akhirnya, anggur sangat berlimpah dan nikmat sehingga pemimpin pesta bertanya kepada mempelai laki-laki mengapa ia menyimpannya sampai sekarang (ayat 10). Jadi, tanda kita selalu kekurangan, tetapi "tanda Allah adalah kelimpahan", dan kelimpahan Kana adalah tandanya (lih. Benediktus XVI, Yesus dari Nazaret, vol. I, 294). Bagaimana Allah menanggapi kekurangan manusia? Dengan kelimpahan (lih. Rm 5:20). Allah tidak pelit! Ketika Ia memberi, Ia memberi banyak. Ia tidak memberimu sedikit, Ia memberimu banyak. Tuhan menanggapi kekurangan kita dengan kelimpahan-Nya.

 

Dalam perjamuan kehidupan kita – bisa kita katakan – kadang kala kita menyadari kekurangan anggur: kita kekurangan kekuatan dan banyak hal. Semua itu terjadi ketika kekhawatiran yang mengganggu kita, ketakutan yang menyerang kita atau kekuatan jahat yang luar biasa merampas selera kehidupan, keceriaan sukacita dan cita rasa pengharapan kita. Perhatikan: dalam menghadapi kekurangan ini, ketika Tuhan memberi, Ia memberi dengan berlimpah. Tampaknya ini merupakan suatu kontradiksi: semakin banyak yang kurang dalam diri kita, semakin besar kelimpahan Tuhan. Karena Tuhan ingin merayakan bersama kita, dalam pesta yang tak berujung.

 

Maka, marilah kita berdoa kepada Perawan Maria. Semoga ia, "perempuan anggur yang baru" (bdk. A. Bello, Maria, donna dei nostri giorni), menjadi perantara kita dan, dalam tahun Yubileum ini, membantu kita untuk menemukan kembali sukacita perjumpaan dengan Yesus.

 

[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]

 

Dalam beberapa hari terakhir, diumumkan bahwa gencatan senjata di Gaza akan mulai berlaku hari ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh penengah. Menengahi agar tercipta perdamaian merupakan karya yang baik. Terima kasih kepada para penengah! Dan saya juga berterima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam hasil penting ini. Saya berharap apa yang telah disepakati akan segera dihormati oleh para pihak, dan semua sandera akhirnya dapat kembali ke rumah dan memeluk orang-orang yang mereka cintai. Saya banyak mendoakan mereka dan keluarga mereka. Saya juga berharap bantuan kemanusiaan akan sampai ke masyarakat Gaza, yang sangat membutuhkannya, bahkan lebih cepat dan dalam jumlah besar.

 

Baik Israel maupun Palestina membutuhkan tanda pengharapan yang jelas: Saya percaya bahwa otoritas politik kedua negara tersebut, dengan bantuan masyarakat internasional, dapat mencapai solusi yang tepat bagi kedua negara. Semoga semua orang dapat mengatakan: ya untuk dialog, ya untuk rekonsiliasi, ya untuk perdamaian. Dan marilah kita mendoakannya : untuk dialog, rekonsiliasi, dan perdamaian.

 

Beberapa hari yang lalu, pembebasan sekelompok narapidana dari penjara Kuba diumumkan. Ini adalah isyarat pengharapan besar yang mewujudkan salah satu tujuan tahun Yubelium ini. Saya berharap agar dalam beberapa bulan mendatang, kita akan terus melakukan prakarsa semacam ini, yang menanamkan keyakinan dalam perjalanan bangsa dan penduduk.

 

Dan saya menyapa kamu semua, umat Roma, para peziarah, kaum muda Immacolata, para Suster Santo Agustinus dari Polandia, kelompok umat Guatemala dengan gambar Señor de Esquipulas, dan siswa Sekolah “Pedro Mercedes” Cuenca dan Sekolah “Juan Pablo II” Parla, Spanyol, serta siswa Sekolah Piggott Wargrave, Inggris. Saya menyapa kaum muda dan para misionaris Gerakan Operasi Mato Grosso, umat satuan pastoral Guizza Padua, umat Malgrate, Civate dan Lecco Alta, dan umat Locorotondo; serta kelompok “Amici Speciali”, “Sahabat Istimewa”, Este.

 

Dalam hari-hari doa untuk persatuan umat kristiani ini, marilah kita tidak henti-hentinya memohon dari Allah karunia yang sangat berharga berupa persekutuan penuh di antara semua murid Tuhan. Dan marilah kita selalu mendoakan Ukraina yang tersiksa, Palestina, Israel, Myanmar, dan semua penduduk yang menderita karena perang.

 

Saya mengucapkan selamat hari Minggu kepada kamu semua, dan mohon jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat menikmati makan siangmu, dan sampai jumpa!

______

(Peter Suriadi - Bogor, 19 Januari 2025)

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 15 Januari 2025 : ORANG-ORANG YANG PALING DIKASIHI BAPA. 2

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

 

Pada pertemuan terakhir kita berbicara tentang anak-anak, dan hari ini kita kembali akan berbicara tentang anak-anak. Pekan lalu kita berfokus pada bagaimana, dalam karya-Nya, Yesus berulang kali berbicara tentang pentingnya melindungi, menyambut, dan mencintai anak-anak kecil.

 

Namun, bahkan saat ini di dunia, ratusan juta anak di bawah umur, meskipun belum mencapai usia minimum untuk menjalani kewajiban sebagai orang dewasa, terpaksa bekerja dan banyak dari mereka tak luput dari pekerjaan yang sangat berbahaya; belum lagi anak laki-laki dan perempuan yang menjadi budak perdagangan manusia untuk pelacuran atau pornografi, dan pernikahan paksa. Dan hal ini agak pahit. Dalam masyarakat kita, sayangnya, ada banyak cara di mana anak-anak dilecehkan dan diperlakukan dengan buruk. Pelecehan anak, dalam bentuk apa pun, adalah tindakan tercela, tindakan keji. Tindakan tersebut bukan sekadar aib bagi masyarakat, melainkan sebuah kejahatan! Dan pelanggaran berat terhadap perintah Allah. Tak seorang anak pun boleh dilecehkan. Bahkan satu kasus saja sudah terlalu banyak. Oleh karena itu, perlu membangkitkan hati nurani kita, mempraktikkan kedekatan dan kesetiakawanan sejati dengan anak-anak dan orang muda yang dilecehkan, dan pada saat yang sama membangun kepercayaan dan sinergi antara orang-orang yang berkomitmen untuk menawarkan mereka peluang dan tempat yang aman di mana mereka dapat bertumbuh dengan tenang. Saya tahu sebuah negara di Amerika Latin, tempat tumbuhnya buah istimewa, sangat istimewa, yang disebut arándano [salah satu jenis cranberry]. Memanen arándano membutuhkan tangan-tangan yang lembut, dan mereka menyuruh anak-anak melakukannya, mereka memperbudak anak-anak untuk memanennya.

 

Kemiskinan yang meluas, kurangnya alat bantu sosial bagi keluarga, meningkatnya marginalitas dalam beberapa tahun terakhir, beserta pengangguran dan ketidakamanan pekerjaan, merupakan faktor-faktor yang membebani orang muda dengan harga tertinggi yang harus dibayar. Di kota-kota besar, tempat kesenjangan sosial dan kemerosotan moral “menggigit”, ada anak-anak yang terlibat dalam perdagangan narkoba dan berbagai kegiatan terlarang lainnya. Berapa banyak dari anak-anak ini yang telah kita lihat menjadi korban pengurbanan! Terkadang tragisnya mereka dipaksa menjadi “algojo” bagi teman-teman sebaya mereka, selain merusak diri, martabat, dan kemanusiaan mereka. Namun, ketika berada di jalan, di lingkungan paroki, dan kehidupan yang hilang ini muncul di depan mata kita, kita sering kali berpaling.

 

Ada juga kasus di negara saya: seorang anak laki-laki bernama Loan telah diculik dan keberadaannya tidak diketahui. Dan salah satu teorinya adalah bahwa ia telah dikirim untuk diambil organnya, untuk transplantasi. Dan ini terjadi, sebagaimana kamu ketahui. Ini terjadi! Beberapa kembali dengan bekas luka, lainnya meninggal. Itulah sebabnya hari ini saya ingin mengenang Loan anak laki-laki ini.

 

Sungguh menyakitkan bagi kita untuk menyadari ketidakadilan sosial yang mendorong dua anak, mungkin tinggal di lingkungan atau blok apartemen yang sama, untuk mengambil jalan dan takdir yang sangat berlawanan karena salah seorang dari mereka lahir dalam keluarga yang kurang beruntung. Kesenjangan manusiawi dan sosial yang tidak dapat diterima: antara mereka yang dapat bermimpi dan mereka yang harus menyerah. Namun, Yesus menginginkan kita semua bebas dan bahagia; dan jika Ia mengasihi setiap manusia sebagai putra dan putri-Nya, Ia mengasihi anak-anak kecil dengan segenap kelembutan hati-Nya. Itulah sebabnya ia meminta kita untuk berhenti dan mendengarkan penderitaan orang-orang yang tidak bersuara, yang tidak berpendidikan. Memerangi eksploitasi, terutama eksploitasi anak, adalah cara untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi seluruh masyarakat. Beberapa negara telah memiliki kebijaksanaan untuk menuliskan hak anak. Anak-anak memiliki hak. Cari tahu sendiri di internet untuk mengetahui apa saja hak anak.

 

Maka, kita dapat bertanya kepada diri kita sendiri: apa yang dapat kulakukan? Pertama-tama, kita harus menyadari bahwa, jika kita ingin memberantas pekerja anak, kita tidak boleh terlibat di dalamnya. Dan kapan hal ini terjadi? Misalnya, ketika kita membeli produk yang melibatkan pekerja anak. Bagaimana kita dapat makan dan berpakaian, mengetahui bahwa di balik makanan dan pakaian tersebut terdapat anak-anak yang dieksploitasi, yang bekerja alih-alih bersekolah? Cari tahu dari mana produk-produk tersebut berasal. Kesadaran akan apa yang kita beli adalah tindakan pertama agar tidak terlibat. Sebagian orang akan mengatakan bahwa, sebagai individu, kita tidak dapat berbuat banyak. Benar, tetapi setiap tetes dapat menjadi tetes-tetes yang, bersama dengan banyak tetes lainnya, dapat menjadi lautan. Namun, lembaga-lembaga, termasuk lembaga-lembaga gereja, dan perusahaan-perusahaan juga harus diingatkan tentang tanggung jawab mereka: mereka dapat membuat perbedaan dengan mengalihkan investasi mereka ke perusahaan-perusahaan yang tidak menggunakan atau mengizinkan pekerja anak. Banyak negara dan organisasi internasional telah memberlakukan undang-undang dan arahan terhadap pekerja anak, tetapi masih banyak yang dapat dilakukan. Saya juga mendesak para jurnalis – ada beberapa jurnalis di sini – melakukan bagian mereka: mereka dapat membantu meningkatkan kesadaran akan masalah ini dan membantu menemukan solusinya. Jangan takut, kecamlah, kecamlah hal-hal ini.

 

Dan saya berterima kasih kepada semua orang yang tidak berpaling ketika mereka melihat anak-anak dipaksa menjadi terlalu cepat dewasa. Marilah kita selalu mengingat kata-kata Yesus: “Segala sesuatu yang telah kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40). Santa Teresa dari Kalkuta, seorang pekerja yang penuh sukacita di kebun anggur Tuhan, adalah seorang ibu bagi anak-anak perempuan dan laki-laki yang paling tidak beruntung dan terlupakan. Dengan kelembutan dan perhatian tatapannya, ia dapat menemani kita untuk melihat anak-anak kecil yang tak terlihat, terlalu banyak budak di sebuah dunia yang tidak dapat kita tinggalkan untuk ketidakadilannya. Karena kebahagiaan orang-orang yang paling lemah membangun kedamaian bagi semua orang. Dan bersama Bunda Teresa, marilah kita menyuarakan anak-anak:

 

“Aku meminta tempat yang aman di mana aku bisa bermain. Aku meminta senyuman dari seseorang yang tahu bagaimana mencintai. Aku meminta hak untuk menjadi anak, mengharapkan dunia yang lebih baik. Aku meminta untuk dapat bertumbuh sebagai pribadi. Dapatkah aku mengandalkanmu?’ (Santa Teresa dari Kalkuta)

 

Terima kasih.

 

[Sapaan Khusus]

 

Saya menyapa dengan hangat para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang mengikuti Audiensi hari ini, khususnya mereka yang datang dari Korea Selatan dan Amerika Serikat. Dengan doa yang sungguh-sungguh agar Yubelium Pengharapan saat ini menjadi masa rahmat dan pembaruan rohani bagimu dan keluargamu, saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan Yesus atas kamu semua!

 

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

 

Saudara-saudari terkasih: Dalam katekese lanjutan kita tentang anak-anak, kita sekarang menelaah kesejahteraan mereka. Yesus, yang mengasihi semua orang sebagai anak Allah, terutama peduli terhadap mereka yang paling kecil, melihat segala sesuatu yang dilakukan terhadap mereka seperti dilakukan terhadap diri-Nya sendiri. Karena itu, memenuhi kebutuhan anak-anak kecil ini merupakan kewajiban moral yang serius. Saat ini, banyak anak yang hidup dalam kemiskinan terpaksa bekerja, sementara anak-anak lain menderita pelecehan atau perlakuan buruk atau menggunakan narkoba atau terjerumus geng. Sebagai individu dan masyarakat, kita dipanggil untuk bertindak nyata. Misalnya, kita dapat menghindari membeli produk dari atau berinvestasi di perusahaan yang mengeksploitasi pekerja anak. Kita juga dapat mencontoh Bunda Teresa yang mengundang kita untuk membantu anak-anak bertumbuh sebagai pribadi, dalam rasa aman dan kasih, sehingga mereka dapat menjadi harapan masa depan yang lebih baik. Sudikah kita melakukan bagian kita?

_______

(Peter Suriadi - Bogor, 15 Januari 2025)