Saudara-saudari terkasih, selamat hari Minggu!
Bacaan
Injil hari ini menyajikan kepada kita sebuah teks yang menantang (bdk. Luk
12:49-53), yang di dalamnya Yesus menggunakan gambaran yang kuat dan kejujuran
yang luar biasa untuk mengajar para murid-Nya bahwa perutusan-Nya, dan bahkan
perutusan para pengikut-Nya, bukanlah "hamparan bunga mawar",
melainkan "tanda perbantahan" (bdk. Luk 2:34).
Dengan
cara ini, Tuhan mengantisipasi apa yang akan Ia hadapi di Yerusalem ketika Ia
ditentang, ditangkap, dihina, didera, disalibkan; ketika pesan kasih dan
keadilan-Nya ditolak; ketika para pemimpin umat bereaksi dengan kejam terhadap
khotbah-Nya. Lebih lanjut, banyak komunitas yang dituju oleh penginjil Lukas
juga mengalami hal yang sama. Sebagaimana diceritakan dalam Kisah Para Rasul,
mereka adalah komunitas yang penuh kedamaian, yang meskipun memiliki
keterbatasan, berusaha sebaik mungkin untuk menghayati pesan kasih Sang Guru
(lih. Kis. 4:32-33). Namun, mereka mengalami penganiayaan.
Semua
ini mengingatkan kita bahwa menjadi baik atau berbuat baik tidak selalu
mendapat tanggapan positif. Sebaliknya, karena keindahannya terkadang
menjengkelkan mereka yang tidak menyukainya, kita dapat menghadapi pertentangan
yang keras, bahkan penghinaan dan penindasan. Bertindak dalam kebenaran ada
harganya, karena ada orang-orang di dunia yang memilih kebohongan, dan iblis,
yang memanfaatkan situasi, sering kali berusaha menghalangi tindakan
orang-orang baik.
Namun,
Yesus mengajak kita dengan pertolongan-Nya untuk tidak menyerah dan menyesuaikan
diri dengan mentalitas ini, melainkan terus bertindak demi kebaikan kita dan
semua orang, bahkan mereka yang membuat kita menderita. Ia mengajak kita untuk
tidak membalas penghinaan dengan dendam, melainkan untuk tetap setia pada
kebenaran dalam kasih. Para martir menjadi saksi hal ini dengan menumpahkan
darah mereka demi iman mereka. Kita juga dapat meneladani mereka, bahkan dalam
berbagai keadaan dan cara.
Marilah
kita pikirkan, misalnya, harga yang harus dibayar oleh orang tua yang baik jika
mereka ingin mendidik anak-anak mereka sesuai dengan prinsip-prinsip yang
benar. Pada akhirnya, mereka harus berkata "tidak" dan mengoreksi
anak-anak mereka; hal ini akan menyakitkan mereka. Hal yang sama berlaku bagi
seorang guru yang ingin mendidik siswanya dengan benar, atau bagi seorang
profesional, religius, atau politisi, yang ingin menjalankan perutusannya
dengan jujur. Hal ini berlaku bagi siapa pun yang berusaha menjalankan tanggung
jawabnya secara konsisten sesuai dengan ajaran Injil.
Sehubungan
dengan hal ini, Santo Ignatius dari Antiokhia, dalam perjalanan menuju Roma
untuk menjalani kemartiran, menulis kepada umat Kristiani di kota itu:
"Aku tidak ingin kamu menyenangkan manusia, melainkan menyenangkan
Allah" (Surat kepada Jemaat di Roma 2:1). Ia menambahkan, "Lebih baik
bagiku mati dalam Yesus Kristus daripada memerintah atas ujung-ujung bumi"
(idem, 6:1).
Saudara-saudari,
marilah kita bersama-sama memohon kepada Maria, Ratu Para Martir, untuk
membantu kita menjadi saksi Putranya yang setia dan berani dalam segala
keadaan, dan menguatkan saudara-saudari kita yang menderita demi iman saat ini.
[Setelah
pendarasan doa Malaikat Tuhan]
Saudara-saudari
terkasih,
Saya
dekat dengan rakyat Pakistan, India, dan Nepal yang telah dilanda banjir
bandang. Saya mendoakan para korban, keluarga mereka, dan semua yang menderita
akibat bencana ini.
Marilah
kita berdoa agar upaya-upaya untuk mengakhiri perang dan mengembangkan
perdamaian dapat membuahkan hasil, dan agar dalam negosiasi, kebaikan bersama
masyarakat selalu diutamakan.
Di
musim panas ini, saya menerima kabar tentang beragam prakarsa penjangkauan
budaya dan penginjilan, yang seringkali diselenggarakan di destinasi wisata.
Sungguh indah melihat bagaimana semangat untuk Injil menginspirasi kreativitas dan
komitmen kelompok dan lembaga dari segala usia. Sebagai contoh, saya teringat
akan perutusan orang muda yang baru-baru ini berlangsung di Riccione. Saya
berterima kasih kepada para penyelenggara dan semua orang yang telah
berpartisipasi dalam berbagai acara tersebut.
Dengan
penuh kasih sayang saya menyapa kamu semua yang hari ini hadir di sini di
Castel Gandolfo.
Secara
khusus, dengan senang hati saya menyapa kelompok AIDO Coccaglio, yang merayakan
lima puluh tahun pengabdian mereka terhadap kehidupan; para pendonor darah AVIS
yang datang bersepeda dari Gavardo (Brescia); orang muda Casarano; dan para
Suster Fransiskan Santo Antonius.
Saya
juga memberkati peziarahan agung ke Tempat Ziarah Maria Piekary di Polandia.
Semoga
kamu semua menikmati hari Minggu yang penuh berkat!
_____
(Peter Suriadi - Bogor, 17 Agustus 2025)