Liturgical Calendar

SURAT JORGE MARIO KARDINAL BERGOGLIO, SJ MENGENAI TAHUN IMAN : KEPADA PARA IMAM, KAUM RELIGIUS DAN UMAT BERIMAN KEUSKUPAN AGUNG BUENOS AIRES

Jorge Mario Kardinal Bergoglio, kini Paus Fransiskus


Berikut adalah Surat mengenai Tahun Iman yang ditulis oleh Jorge Mario Kardinal Bergoglio, S.J., sekarang Paus Fransiskus, pada tanggal 1 Oktober 2012, bertepatan dengan Pesta Santa Térèsa dari Kanak-kanak Yesus, yang ditujukan kepada umat Katolik Keuskupan Agung Buenos Aires, Argentina.

*****

Saudara-saudara terkasih:
Salah satu kesan paling kuat dalam beberapa dekade terakhir telah menjadi pengalaman menemukan pintu tertutup. Tumbuhnya ketidakamanan telah menggiring orang, sedikit demi sedikit, mengunci pintu, memasang alat pengaman dan kamera keamanan, tidak mempercayai orang asing yang mengetuk pintu. Namun demikian, di beberapa tempat tertentu masih ada pintu yang terbuka. Pintu tertutup adalah simbol sempurna dari dunia saat ini. Ini adalah sesuatu yang lebih dari sekedar fakta sosiologis sederhana, melainkan merupakan kenyataan yang ada yang mencirikan gaya hidup, suatu cara untuk berhenti menghadapi kenyataan, berhubungan dengan orang lain, dan menghadapi masa depan. Pintu rumah saya yang tertutup, yang merupakan tempat intim impian saya, harapan serta penderitaan saya dan juga kegembiraan saya, tertutup bagi orang lain. Dan ini bukan hanya tentang rumah saya secara fisik; ini juga sungguh daerah tertutup dalam hidup saya, hati saya. Makin sedikit dan makin sedikit orang yang dapat melewati ambang ini. Keamanan beberapa pintu tertutup mengawal ketidakamanan hidup yang sedang menjadi lebih rapuh dan kurang rentan terhadap resiko kehidupan dan terhadap kasih orang lain.

Saudara-saudara terkasih:
Gambaran pintu terbuka selalu menjadi simbol terang, persahabatan, sukacita, kebebasan, kepercayaan diri. Betapa kita perlu untuk memulihkan hal-hal ini! Pintu tertutup merugikan kita, melumpuhkan kita, memisahkan kita.
Kita sedang mengawali Tahun Iman, dan secara berlawanan asas gambaran yang disarankan Paus yaitu pintu, pintu yang harus kita lalui agar dapat menghadap Dia yang sangat kita butuhkan. Gereja, melalui suara dan hati Gembalanya, Benediktus XVI, sedang mengundang kita untuk melewati ambang tersebut, untuk mengambil langkah yakni keputusan batin yang bebas: untuk mendorong kita masuk ke dalam kehidupan baru.
Pintu iman mengingatkan kita pada Kisah Para Rasul: "Setibanya di situ mereka memanggil jemaat berkumpul, lalu mereka menceriterakan segala sesuatu yang Allah lakukan dengan perantaraan mereka, dan bahwa Ia telah membuka pintu bagi bangsa-bangsa lain kepada iman(Kis 14:27). Allah selalu mengambil prakarsa dan tidak ingin ada yang dikecualikan. Allah mengetuk pintu hati kita: Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku (Why 3:20). Iman adalah rahmat, karunia dari Tuhan. "Lalu, hanya melalui percaya, apakah iman tumbuh dan menjadi lebih kuat ... dalam crescendo (pertumbuhan) penyangkalan diri yang terus menerus ke dalam tangan kasih yang nampak tumbuh terus karena ia berasal dari Allah" (Surat Apostolik Porta Fidei, 7).
Melewati pintu ini melibatkan pemberangkatan pada sebuah perjalanan yang berlangsung seumur hidup, sementara kita berjalan melewati begitu banyak pintu yang dewasa ini dibuka untuk kita, banyak di antaranya pintu yang salah yang sangat menarik namun dengan tipuan mengundang kita untuk mengambil jalan lain; pintu yang menjanjikan kebahagiaan kosong dan narsis dengan tanggal kadaluwarsa; pintu yang membawa kita untuk menyeberang jalan yang apapun pilihan yang kita ikuti, maka itu akan menyebabkan dalam jangka pendek ataupun jangka panjang kecemasan dan kebingungan; pintu yang mengarah pada diri sendiri melelahkan mereka tanpa jaminan masa depan. Sedangkan pintu rumah ditutup, pintu pusat perbelanjaan selalu terbuka. Seseorang berjalan melalui pintu iman, ambang ini dilintasi, saat Sabda Allah diberitakan dan hati memungkinkan dirinya untuk dibentuk oleh kasih karunia yang mengubahnya. Sebuah anugerah yang menyandang nama tertentu, dan nama ini adalah Yesus. Yesus adalah pintu (Yoh 10:9). Dia, dan Dia sendiri, adalah dan selalu akan menjadi pintu. Tidak ada yang pergi kepada Bapa kecuali melalui Dia (lihat Yoh 14:6). Jika tidak ada Kristus, maka tidak ada jalan kepada Allah. Sebagai pintu Dia membuka bagi kita jalan kepada Allah, dan sebagai Gembala yang Baik Dia adalah satu-satunya yang peduli untuk kita pada tanggungan hidup-Nya sendiri.
Yesus adalah pintu dan mengetuk pintu kita sehingga kita akan membiarkan Dia melintasi ambang kehidupan kita. "Janganlah takut ... buka pintu kepada Kristus", Beato Yohanes Paulus II mengatakan kepada kita pada awal pontifikasinya. Buka pintu hati sebagaimana yang dilakukan para murid di Emaus, memohon kepada Tuhan untuk tetap bersama kita sehingga kita bisa pergi melalui pintu iman: Tuhan yang sama membimbing kita untuk memahami alasan mengapa kita percaya, sehingga kemudian pergi keluar dan memaklumkan Dia. Iman melibatkan pengambilan keputusan untuk bersama Tuhan sehingga hidup bersama Dia dan membagikan Dia bersama saudara-saudara kita.
Kita bersyukur kepada Tuhan atas kesempatan untuk menghargai hidup kita sebagai anak-anak Allah ini, melalui perjalanan iman yang dimulai dalam kehidupan kita dengan air pembaptisan, pancaran  yang tak habis-habisnya dan berlimpah yang membuat kita anak-anak Allah dan saudara dan saudari sebagai anggota Gereja. Tujuannya  adalah perjumpaan dengan Allah yang bersama-Nya kita telah masuk ke dalam persekutuan dan yang berkehendak untuk memulihkan kita, memurnikan kita, mengangkat kita, menyucikan kita, dan memberi kita kebahagiaan yang dirindukan hati kita.
Kita hendaknya berterima kasih kepada Allah karena Dia menabur di hati Gereja Keuskupan kita keinginan untuk menyebarkan dan memberi dengan tangan terbuka rahmat Pembaptisan ini. Ini adalah hasil dari sebuah perjalanan panjang yang dimulai dengan pertanyaan, "Bagaimana kita bisa menjadi Gereja di Buenos Aires?" dan melanjutkan dengan cara Laporan Sinode [Keuskupan Agung] [Estado de Asamblea] sehingga dapat berakar dalam Pernyataaan Perutusan [Keuskupan Agung] [Estado de Misión] sebagai pilihan pastoral yang tetap.
Awal Tahun Iman ini adalah panggilan baru untuk memperdalam dalam hidup kita iman yang telah kita terima ini. Mengakui iman dengan mulut kita berarti menghidupinya dalam hati kita dan menunjukkan dalam karya kita: saksi dan komitmen publik. Para murid Kristus, putra atau putri Gereja, tidak pernah dapat berpikir bahwa percaya adalah tindakan pribadi. Ini merupakan tantangan penting dan kuat untuk setiap hari, karena kita diyakinkan bahwa "Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus (Flp 1:6). Mengingat kenyataan kita, sebagai murid-murid perutusan, kita bertanya: "Apakah melintasi ambang iman menantang kita untuk berbuat?".
Melintasi ambang iman menantang kita untuk menemukan bahwa meskipun tampaknya hari ini bahwa kematian memerintah dalam berbagai bentuknya dan bahwa sejarah diatur oleh hukum yang paling kuat atau yang paling licik, dan meskipun kebencian dan ambisi beroperasi sebagai penggerak dari begitu banyak perjuangan manusia, namun kita secara mutlak dan tegas diyakinkan bahwa kenyataan yang menyedihkan ini dapat berubah dan harus berubah, karena "jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?" (Rm 8:31,37).
Melintasi ambang iman berarti tidak malu untuk memiliki hati seorang anak yang, karena ia masih percaya pada hal-hal yang tidak mungkin, dapat hidup dalam harapan satu-satunya hal yang mampu memberikan makna dan mengubah sejarah. Memintanya tanpa henti, berdoa tanpa redup dan menyembah sehingga akan diubahkan oleh apa yang kita renungkan.
Melintasi ambang iman membawa kita untuk meminta bagi kita masing-masing pikiran... yang terdapat dalam Yesus Kristus"(Flp 2:5), sehingga kita dapat mengalami cara berpikir, berkomunikasi, berada dalam keluarga, perencanaan masa depan, hidup yang menonjolkan keutamaan amal dan panggilan kita yang baru.
Melintasi ambang iman adalah bertindak, percaya dalam kuasa Roh Kudus yang hadir dalam Gereja dan yang juga mewujudkan dirinya dalam tanda-tanda zaman; menyertai gerakan kehidupan dan sejarah yang terus menerus tanpa jatuh ke dalam kekalahan yang melumpuhkan yang memperhitungkan setiap saat di masa lalu menjadi lebih baik; rasa kemendesakan untuk memikirkan sesuatu yang baru, untuk menyumbangkan sesuatu yang baru, untuk menciptakan sesuatu yang baru, mengadoni ke dalam kehidupan "ragi baru keadilan dan kekudusan" (bdk. 1 Kor 5:8).
Melintasi ambang iman berarti menjaga rasa takjub kita dan hati yang tidak malas menetap ke dalam rutinitas, bahkan mampu mengakui bahwa setiap kali seorang perempuan melahirkan anak ke dunia ini dia secara logis bertaruh pada kehidupan dan pada masa depan, sehingga ketika kita melindungi kepolosan anak-anak kita menjamin kebenaran hari besok, dan ketika kita bertindak sebagai pengasuh untuk orang yang lebih tua kita melakukan tindakan keadilan dan menghargai akar kita.
Melintasi ambang iman adalah pekerjaan yang dilakukan dengan martabat dan panggilan pelayanan, dengan penyangkalan diri dari seseorang yang dalam kedua kasus akan kembali ke kehidupan sehari-hari untuk memulai lagi tanpa kekurangan, seolah-olah semua yang sudah dilakukan hanya satu langkah dalam perjalanan menuju kerajaan, kepenuhan hidup. Ini adalah harapan yang bisu setelah menabur hari demi hari, merenungkan buah yang dikumpulkan dan berterima kasih kepada Tuhan karena Dia baik dan meminta-Nya untuk tidak meninggalkan pekerjaan tangan-Nya (Mzm 138).
Melintasi ambang iman membutuhkan perjuangan untuk kebebasan dan hidup berdampingan secara damai meskipun semua orang di sekitar kita sedang goyah, dalam kepastian bahwa Tuhan sedang meminta kita untuk melakukan keadilan, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allah (Mi 6:8) .
Melintasi ambang iman memerlukan perubahan langsung dari sikap kita, sikap dan acuan yang kita hidupi: menyuarakan pikiran kita dalam kebaruan, istilah yang tak dipoles, tanpa memasang lebaran di atas perbedaan; menawarkan bentuk baru sehingga Yesus Kristus membekas pada siapapun yang telah Ia sentuh dengan tangan-Nya dan Injil Kehidupan-Nya, mendorong satu sama lain untuk melakukan sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi masyarakat dan bagi Gereja, karena "siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru" (2 Kor 5:17-21).
Melintasi ambang iman menuntun kita untuk mengampuni dan untuk dapat memasang senyum; mendekat kepada semua orang yang hidup terpinggirkan dan memanggilnya dengan nama; merawat kaum yang paling lemah dan mendukung langkah-langkah mereka yang terhuyung-huyung, memastikan bahwa apapun yang kita lakukan untuk saudara-saudara kita paling hina kita lakukan bagi Yesus sendiri (Mat 25:40).
Melintasi ambang iman berarti merayakan kehidupan, membiarkan diri kita diubah sehingga kita menjadi satu dengan Yesus di meja Ekaristi yang dirayakan dalam komunitas, dan berada di sana dengan tangan kita dan hati kita sibuk bekerja pada rancangan besar Kerajaan Allah: semuanya akan ditambahkan kita juga (Mat 6:33).
Melintasi ambang iman adalah hidup dalam semangat Konsili [Vatikan II] dan dari Aparecida, Brasil [tempat berlangsungnya Konferensi Umum Para Uskup Amerika Latin V tahun 2007], di Gereja dengan pintu terbuka, tidak hanya sehingga menerima Injil tetapi pada dasarnya agar supaya pergi keluar dan mengisi dengan pesan Injil jalan dan kehidupan masyarakat zaman kita.
Melintasi ambang iman bagi Gereja Keuskupan Agung kita berarti merasakan bahwa kita ditetapkan dalam Perutusan menjadi Gereja yang hidup, berdoa dan bekerja dalam suatu pokok perutusan.
Melintasi ambang iman adalah, akhirnya, menerima kebaruan kehidupan Tuhan yang Bangkit dalam daging kita yang rapuh sehingga membuatnya menjadi tanda kehidupan-Nya yang baru.
Merenungkan semua hal ini, kita memandang pada Maria, agar dia, Bunda Perawan, sudi menemani kita dalam perlintasan ambang iman ini dan menarik turun atas Gereja kita di Buenos Aires Roh Kudus, seperti di Nazaret, sehingga seperti dia kita bisa menyembah Tuhan dan pergi keluar untuk memberitakan keajaiban yang telah Dia lakukan di antara kita.

1 Oktober 2012,
Pesta Santa Teresa dari Kanak-kanak Yesus
Jorge Mario Kardinal Bergoglio, S.J.