Berikut ini adalah terjemahan
wejangan Paus Fransiskus selama Audiensi Umum pertama pada pontifikasinya yang
dilakukan pada 27 Maret 2013 di Lapangan Santo Petrus, Vatikan.
* * *
Saudara dan saudari yang terkasih,
selamat pagi!
Saya senang menyambut Anda dalam
audiensi umum
pertama saya ini. Dengan rasa
syukur dan penghormatan yang besar saya mengumpulkan
"kesaksian" dari tangan pendahulu saya yang terkasih, Paus Benediktus
XVI. Setelah Paskah
kita akan kembali pada katekese Tahun Iman. Hari ini
saya ingin memikirkan Pekan Suci. Dengan Minggu
Palma kita telah mengawali Pekan tersebut
- pusat
seluruh
Tahun Liturgi
- di mana kita menemani Yesus dalam sengsara, kematian dan kebangkitan-Nya.
Tetapi apakah menghidupi
Pekan Suci bisa berarti bagi kita? Apa artinya mengikuti Yesus dalam jalan-Nya menuju Salib di Kalvari dan Kebangkitan? Dalam perutusan-Nya di bumi, Yesus berjalan kaki di jalan-jalan Tanah Suci, Ia memanggil dua belas orang sederhana untuk tinggal
bersama Dia, untuk membagikan perjalanan-Nya dan
melanjutkan perutusan-Nya; Ia telah memilih mereka
dari antara orang-orang yang sungguh
beriman dalam janji-janji Allah. Dia berbicara kepada semua orang, tanpa pembedaan, kepada orang besar dan orang rendah hati, kepada orang muda kaya dan
janda miskin, kepada orang berkuasa dan orang lemah; Ia membawa rahmat
dan pengampunan Allah; Ia menyembuhkan, Ia menghibur, Ia memahami; Ia memberi harapan; Ia menghadirkan kepada semua orang kehadiran Allah yang
berkepentingan
dalam setiap laki-laki
dan setiap perempuan, sebagai seorang bapa yang baik dan ibu yang baik pada setiap anak-anak mereka. Allah tidak menunggu
setiap orang untuk
datang
kepada-Nya, tapi Dialah yang
mendatangi
kita, tanpa perhitungan, tanpa batas. Allah
adalah seperti ini: Dia selalu mengambil langkah
pertama, Dia mendatangi kita. Yesus hidup dalam kenyataan sehari-hari kebanyakan orang pada umumnya: Dia tergerak hati di
hadapan orang banyak yang tampak seperti kawanan tanpa
gembala; Dia menangis di
depan penderitaan Marta dan Maria
atas kematian saudara mereka Lazarus; Dia memanggil pemungut cukai menjadi murid-Nya; Dia menderita pengkhianatan
dari seorang sahabat. Di dalam Dia Allah memberi kita kepastian bahwa Dia bersama kita,
di tengah-tengah kita. "Serigala
mempunyai liang”,
Yesus berkata, “dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak
mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya" (Mat 8:20). Yesus tidak
memiliki rumah karena rumah-Nya adalah
orang banyak, perutusan-Nya membukakan bagi semua orang pintu kepada
Allah, menjadi kehadiran kasih Allah.
Dalam Pekan Suci, kita menghidupi puncak dari perjalanan ini, dari
rancangan
kasih ini yang berjalan melalui seluruh sejarah hubungan antara
Allah dan manusia. Yesus memasuki Yerusalem untuk
melakukan langkah terakhir, meringkas
seluruh keberadaan-Nya: Dia memberikan diri-Nya secara penuh, Dia tidak membawa
apa-apa untuk diri-Nya sendiri, bahkan hidup-Nya sendiri. Dalam Perjamuan Terakhir, bersama
sahabat-sahabat-Nya, Dia membagikan roti dan mengedarkan piala "bagi kita". Putra Allah menawarkan
kita, Dia memberikan ke dalam
tangan kita Tubuh-Nya dan Darah-Nya supaya selalu bersama kita, supaya tinggal di antara kita. Dan di Taman Zaitun, seperti
dalam persidangan di hadapan
Pilatus, Dia tidak memberikan perlawanan, Dia memberikan diri-Nya; Dia adalah hamba
yang menderita yang
dinubuatkan oleh Yesaya yang menyerahkan dirinya sampai mati (bdk. Yes 53:12).
Yesus tidak menghidupi kasih ini yang mengarah pada pengorbanan pasif atau sebagai kepasrahan pada takdir; Dia tentu saja tidak akan menyembunyikan kesedihan manusiawi-Nya yang mendalam dalam menghadapi bengisnya
kematian, tapi Dia mempercayakan
diri-Nya dengan keyakinan penuh kepada Bapa. Yesus menyerahkan diri-Nya secara sukarela mati dalam rangka untuk menanggapi kasih Allah Bapa, dalam persatuan yang
sempurna dengan kehendak-Nya,
untuk membuktikan kasih-Nya bagi kita. Di kayu salib Yesus
"mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku (Gal 2:20)”, kata Santo Paulus. Masing-masing dari
kita dapat berkata: Dia mengasihi aku dan
Dia menyerahkan
diri-Nya bagiku.
Masing-masing dapat mengatakan ini "bagiku".
Apa artinya semua ini bagi kita? Ini berarti bahwa
ini juga saya, kamu, cara kita. Menghidupi Pekan Suci mengikuti Yesus tidak hanya dengan haru biru hati; menghidupi Pekan Suci mengikuti Yesus
berarti belajar untuk
pergi
keluar dari diri kita
sendiri - seperti yang saya
katakan pada hari Minggu -
menjangkau orang lain, pergi ke ujung keberadaan, diri kita sendiri mengambil langkah pertama
menuju saudara dan saudari kita, terutama
mereka
yang terjauh, mereka
yang terlupakan, mereka yang
paling membutuhkan pemahaman, penghiburan,
pertolongan. Ada
banyak kebutuhan untuk membawa kehadiran
Yesus
yang hidup, penyayang dan
penuh kasih!
Menghidupi Pekan Suci berarti masuk lebih
banyak dan lebih lagi ke dalam logika Allah, logika Salib,
yang pertama-tama
bukanlah
tentang seluruh penderitaan dan kematian, tetapi tentang kasih dan pemberian diri yang
membawa kehidupan. Hal ini masuk
ke dalam logika Injil.
Mengikuti, menyertai Kristus, tinggal
bersama-Nya memerlukan "kepergian
keluar", pergi keluar. Pergi keluar dari diri sendiri, dari cara
lama atau mekanis hidup iman, dari
pencobaan untuk menutup
diri dalam rencana kita yang akhirnya
menutup cakrawala tindakan kreatif Allah. Allah pergi
keluar dari diri-Nya untuk datang di antara kita, Dia telah menempatkan kemah di antara kita untuk membawakan kita rahmat
Allah yang menyelamatkan dan
memberi harapan. Kita juga, jika kita ingin mengikuti-Nya dan tinggal bersama-Nya, tidak harus puas dengan tinggal di kandang 99 domba, kita harus "pergi
keluar", untuk mencari
bersama-Nya domba yang hilang, yang terjauh. Camkan ini
dengan baik: pergi
keluar dari
diri kita sendiri, seperti Yesus,
seperti
Allah pergi keluar dari diri-Nya
dalam Yesus dan Yesus pergi keluar dari
diri-Nya bagi
kita semua.
Seseorang bisa mengatakan kepada
saya: "Tapi Bapa, saya tidak punya waktu",
"Saya memiliki begitu banyak hal
yang harus dilakukan", "Ini
sulit", "Apa yang bisa saya lakukan dengan kekuatan kecil saya, dan dengan dosa-dosa saya, dengan begitu banyak hal?". Seringkali kita berpuas pada sedikit doa, sebuah
Misa hari Minggu yang terganggu dan tidak
tetap, beberapa tindakan amal,
tapi kita tidak memiliki keberanian untuk "pergi keluar" membawa Kristus.
Kita kecil seperti Santo Petrus. Segera setelah Yesus
berbicara tentang sengsara, wafat
dan kebangkitan, tentang pemberian diri, tentang kasih terhadap semua, Rasul Petrus membawa-Nya ke
samping dan menegur Dia. Apa
yang Yesus katakan mengganggu rencananya,
tampak tidak dapat diterima, membahayakan keamanan pasti yang telah ia
bangun, gagasannya akan Mesias. Dan
Yesus memandang para murid dan memberi wejangan kepada Petrus salah satu kata yang paling sulit dari Injil: "Enyahlah
Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa
yang dipikirkan manusia" (Mrk 8:33).
Allah selalu berpikir dengan
belas kasih, jangan lupakan ini. Allah selalu berpikir dengan belas kasih. Dia adalah
Bapa yang penuh belas kasih! Allah berpikir seperti
seorang
bapa yang menunggu kembalinya
anaknya dan pergi keluar untuk bertemu dengannya, dia melihatnya datang ketika ia masih jauh ...
Apa artinya ini? Maka setiap hari dia pergi
untuk melihat apakah anaknya pulang: ini adalah
Bapa kita yang berbelas kasih. Ini adalah
tanda bahwa dia berharap bagi
kepulangannya, dengan
segenap hatinya, dari teras rumahnya. Allah berpikir seperti orang Samaria yang tidak lewat dekat korban, merasa kasihan padanya, atau mencari cara lain,
tetapi datang untuk membantu tanpa
meminta imbalan apa pun, tanpa bertanya apakah ia adalah Yahudi, atau orang kafir, atau orang
Samaria, apakah ia kaya, apakah ia miskin:
ia tidak meminta apa-apa. Ia datang
untuk membantunya: ini adalah Allah. Allah berpikir seperti gembala yang memberikan
hidupnya untuk membela dan menyelamatkan domba.
Pekan Suci adalah saat rahmat yang Tuhan berikan kepada kita untuk
membuka pintu hati kita, kehidupan kita, paroki kita - sayangnya, begitu banyak paroki tertutup!
- gerakan, lembaga, dan "pergi keluar" menuju orang lain, pergi
keluar untuk mencari sesama sehingga membawakan mereka cahaya dan sukacita iman
kita. Pergi keluar selalu! Dan ini dengan
kasih dan kelembutan Allah, dengan hormat dan
kesabaran, memahami bahwa kita menawarkan tangan kita, kaki kita,
hati kita, tapi kemudian Allahlah yang menuntun
mereka dan membuat berbuah
setiap tindakan kita.