Hari ini
saya kembali lagi kepada
gambaran Gereja sebagai Ibu. Saya
sangat
menyukai gambaran ini, karena menurut saya itu memberitahu kita tidak hanya bagaimana Gereja, tetapi juga wajah apa yang harus selalu
dimiliki Gereja, Gereja kita ini.
Saya ingin menekankan tiga
hal, selalu memandang ibu-ibu kita, pada semua yang mereka lakukan, yang mereka jalani, yang
mereka derita
untuk anak-anak mereka,
melanjutkan dengan apa yang saya katakan Rabu lalu. Apa yang dilakukan
seorang ibu?
Dia mengajarkan bagaimana berjalan dalam kehidupan, dia mengajarkan
bagaimana melakukan dengan baik dalam kehidupan, dia
tahu bagaimana mengarahkan anak-anaknya,
dia berusaha selalu menunjukkan jalan yang benar dalam kehidupan untuk tumbuh dan menjadi dewasa. Dan dia melakukan hal demikian dengan kelembutan,
dengan kasih sayang, dengan kasih, selalu, bahkan
ketika dia mencoba memperbaiki jalan
kita karena kita sedikit
tergelincir dalam kehidupan atau mengambil jalan yang mengarah ke sebuah jurang. Seorang
ibu tahu apa yang penting sehingga seorang anak berjalan dengan baik dalam kehidupan, dan dia tidak mempelajarinya dari buku-buku, tetapi mempelajarinya dari hatinya.
Gereja melakukan hal yang sama: ia menghadapkan kehidupan kita; dia memberi kita ajaran-ajaran untuk berjalan dengan baik. Kita berpikir tentang Sepuluh Perintah Allah: mereka menunjukkan sebuah
jalan yang diambil untuk menjadi dewasa, memiliki pokok-pokok teguh dalam cara kita berperilaku. Dan mereka adalah
buah kelembutan, buah kasih Allah itu sendiri, yang telah diberikan-Nya kepadanya. Anda dapat mengatakan kepada saya: tetapi mereka merupakan perintah! Mereka merupakan
sebuah "jangan"
seluruhnya! Saya ingin mengajak
Anda untuk membaca mereka - mungkin Anda telah agak melupakan mereka - dan kemudian memikirkan mereka secara
positif. Anda akan melihat bahwa mereka harus dilakukan dengan cara
kita bersikap terhadap Allah, terhadap diri kita
sendiri dan terhadap
orang lain, bahkan <mereka merupakan> apa yang diajarkan seorang ibu kepada kita untuk hidup
dengan baik. Mereka mengajak kita tidak membuat berhala-berhala lahiriah bagi diri kita, yang kemudian menjadikan kita para budak; mengingat
Allah; memiliki
hormat kepada para orang tua kita; menjadi jujur; menghormati yang
lain... Cobalah untuk melihat mereka dengan cara ini dan menganggap mereka seolah-olah
mereka adalah kata-kata, ajaran-ajaran
yang diberikan seorang ibu untuk berjalan dengan baik dalam kehidupan. Seorang ibu tidak
pernah mengajarkan apa yang jahat; dia hanya menginginkan kebaikan anak-anaknya,
dan Gereja melakukan hal yang sama.
Saya ingin mengatakan hal kedua
untuk Anda: ketika seorang anak tumbuh,
menjadi dewasa, mengambil jalannya, memikul tanggung jawabnya, berjalan dengan kakinya sendiri, melakukan apa yang dia inginkan dan, terkadang, juga terjadi
menyimpang dari jalan
tersebut, beberapa insiden terjadi.
Seorang ibu selalu, dalam setiap situasi, memiliki kesabaran
untuk terus mendukung anak-anaknya.
Apa yang mendorong dia adalah kekuatan kasih. Seorang ibu memahami bagaimana mengikuti jalan anak-anaknya dengan keleluasaan, dengan kelembutan dan juga ketika
mereka keliru dia selalu menemukan cara untuk memahami, untuk menjadi dekat, untuk membantu. Kita mengatakan bahwa seorang ibu memahami bagaimana "dar la cara"
[menghadapi] "metterci la faccia" [menempatkan
wajah] bagi anak-anaknya, yaitu, dia didorong untuk
membela mereka selalu. Saya berpikir tentang para ibu yang
menderita karena anak-anak mereka dalam penjara atau dalam situasi sulit: mereka tidak
bertanya apakah mereka bersalah atau tidak; mereka terus mengasihi mereka dan
sering menanggung penghinaan, tetapi mereka tidak takut, mereka tidak berhenti memberikan diri mereka.
Gereja
adalah seperti ini, dia
adalah seorang
ibu yang murah hati yang memahami, yang selalu mencoba membantu, mendorong bahkan dalam menghadapi
anak-anaknya yang telah berbuat salah dan sedang berbuat
salah; dia tidak pernah menutup
pintu rumah; dia tidak menghakimi,
tetapi menawarkan pengampunan Allah; dia menawarkan kasihnya yang
mengajak untuk mengambil jalan
lagi bahkan untuk anak-anaknya yang telah
jatuh ke dalam sebuah
jurang yang
sangat
dalam; dia tidak takut masuk
ke dalam kegelapan mereka untuk memberikan harapan.
Satu pemikiran terakhir.
Seorang ibu juga memahami bagaimana memohon, mengetuk
pada
setiap pintu untuk
anak-anaknya, tanpa perhitungan, dengan
kasih. Dan saya berpikir
tentang
bagaimana para
ibu memahami bagaimana mengetuk juga dan terutama pada pintu hati Allah! Para
ibu begitu
banyak berdoa untuk anak-anak mereka,
terutama bagi mereka yang paling lemah, bagi
mereka yang sangat membutuhkan, bagi mereka yang dalam kehidupan telah mengambil jalan yang berbahaya dan keliru. Beberapa waktu yang
lalu saya merayakan <Misa> di
Gereja Santo
Agustinus, di sini di Roma, di
mana relikui
ibunya, Santa Monika, disimpan.
Berapa banyak doa-doa
yang dipanjatkan ibu suci itu kepada Allah untuk anaknya, dan berapa banyak air mata dia teteskan! Saya
berpikir tentang Anda, para ibu
terkasih: berapa banyak Anda berdoa untuk anak-anak Anda, tanpa lelah. Terus berdoa, mempercayakan anak-anak Anda kepada Allah; Dia memiliki sebuah
hati yang agung!
Namun Gereja juga melakukan
hal yang sama: dengan doa, dia menempatkan
dalam tangan Tuhan
seluruh situasi anak-anaknya. Mari kita memiliki keyakinan dalam kekuatan doa Gereja
Ibu: Tuhan tidak terpaku. Dia selalu memahami bagaimana mencengangkan kita adalah ketika kita paling sedikit mengharapkannya. Gereja Ibu memahani
hal ini!
Ada, inilah pemikiran-pemikiran yang saya ingin beritahukan kepada Anda hari ini: kita melihat dalam
Gereja seorang Ibu yang baik yang
menunjukkan kepada kita cara untuk berjalan dalam kehidupan, yang selalu tahu bagaimana bersabar, bermurah hati, memahami dan yang
tahu bagaimana menempatkan kita dalam tangan Allah.