Dalam "Syahadat Para Rasul" kita mengatakan "Aku percaya dalam Satu ... Gereja", yaitu, kita mengakui bahwa Gereja adalah satu dan Gereja ini, dalam dirinya sendiri, merupakan kesatuan. Namun, jika kita melihat Gereja Katolik di dunia kita menemukan bahwa ia memiliki hampir 3.000 keuskupan yang tersebar di seluruh benua : begitu banyak bahasa, begitu banyak budaya! Namun ribuan umat Katolik membentuk satu kesatuan. Bagaimana ini bisa terjadi?
Kita menemukan sebuah
jawaban singkat dalam Katekismus Gereja Katolik, yang menyatakan: penyebaran Gereja Katolik di seluruh dunia "memiliki
hanya satu iman, hanya satu kehidupan sakramental, hanya satu suksesi
apostolik, satu harapan yang sama, amal kasih yang sama" (no. 161). Kesatuan
dalam iman, dalam harapan, dalam amal kasih, kesatuan dalam Sakramen-sakramen, dalam Pelayanan: mereka adalah sebagai pilar yang mendukung dan
memegang
bersama-sama satu bangunan Gereja yang agung. Ke mana pun kita pergi, bahkan dalam paroki terkecil, dalam sudut yang
paling terpencil di bumi ini, di sana ada Gereja yang satu; kita berada di rumah, kita berada dalam keluarga, kita berada di antara saudara dan saudari.
Dan ini adalah karunia besar Allah! Gereja adalah satu bagi semua orang. Tidak ada Gereja bagi orang Eropa, Gereja bagi orang Afrika,
Gereja bagi orang Amerika, Gereja bagi orang Asia, Gereja bagi mereka yang tinggal di Oceania, tetapi Gereja yang sama di mana pun. Seperti yang terjadi dalam sebuah keluarga: Gereja bisa jauh, tersebar di seluruh dunia, tetapi
ikatan mendalam yang
menyatukan semua anggota tetap
teguh tidak mengenal jarak. Saya sedang berpikir tentang pengalaman Hari Orang Muda Sedunia di Rio de Janeiro: dalam
jumlah besar orang muda di Pantai Copacabana, begitu banyak bahasa terdengar, corak wajah yang sangat berbeda
terlihat di antara mereka, budaya yang berbeda bertemu, namun di sana ada suatu kesatuan yang mendalam, Gereja yang hanya satu terbentuk, di sana ada kesatuan dan itu dirasakan. Mari
kita semua
bertanya pada diri kita sendiri: apakah saya merasakan kesatuan ini? Apakah saya menjalani kesatuan ini? Atau apakah saya tidak peduli karena saya tertutup dalam kelompok kecil saya atau
diri saya sendiri? Apakah saya adalah salah satu dari mereka yang "privatisasi" Gereja untuk kelompok saya sendiri, bangsa saya sendiri,
teman-teman saya sendiri? Ketika saya mendengar bahwa begitu banyak orang Kristiani di dunia menderita, apakah saya acuh tak acuh atau seolah-olah seseorang dari
keluarga saya menderita? Apakah kita saling mendoakan? Sangat penting untuk melihat melampaui pagar milik sendiri, untuk merasakan Gereja itu sendiri, keluarga Allah yang satu!
Kita mengambil langkah lain dan bertanya kepada diri kita: apakah ada luka-luka terhadap kesatuan ini? Bisakah kita melukai kesatuan ini? Sayangnya, kita melihat bahwa
dalam perjalanan sejarah, juga sekarang, kita
tidak selalu menjalani kesatuan. Terkadang kesalahpahaman,
perseteruan, ketegangan, perpecahan menimbulkan luka itu, dan kemudian Gereja tidak
memiliki wajah yang kita inginkan, ia tidak mewujudkan amal kasih. Apa yang dikehendaki Allah. Kita adalah orang-orang yang menciptakan goresan-goresan luka! Dan jika kita melihat pada perpecahan yang masih ada di antara orang-orang Kristiani, orang-orang
Katolik, orang-orang Ortodoks, orang-orang Protestan ... kita merasakan tugas menjadikan kesatuan ini sepenuhnya terlihat. Allah memberikan kita kesatuan, tetapi kita sering merasa sulit untuk
menjalaninya. Kita harus berusaha, membangun persekutuan, dan mendidik diri kita kepada persekutuan, mengatasi kesalahpahaman
dan perpecahan, memulai bersama keluarga, bersama kenyataan gerejawi, dalam
dialog ekumenis. Dunia kita sangat membutuhkan kesatuan, rekonsiliasi, persekutuan dan Gereja adalah Rumah persekutuan.
Santo Paulus berkata kepada jemaat di Efesus: "Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena
Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan
dengan panggilan itu. Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan
sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu. Dan berusahalah
memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera" (4:1-3). Kerendahan hati,
kelemahlembutan, kemurahan hati, kasih untuk memelihara kesatuan! Dan ia melanjutkan: Ada
satu tubuh, tubuh Kristus
yang kita terima dalam Ekaristi; satu Roh, Roh Kudus yang menjiwai dan terus-menerus menciptakan kembali Gereja; satu pengharapan kehidupan
kekal; satu iman, satu baptisan,
satu Allah, Bapa kita semua (bdk. ayat 4-6). Kekayaan
itulah yang menyatukan kita! Setiap orang harus bertanya kepada dirinya sendiri
hari ini: apakah saya menumbuhkan kesatuan dalam keluarga, dalam paroki, dalam masyarakat atau apakah saya seorang penyebab perpecahan, seorang penyebab kesukaran? Apakah saya memiliki kerendahan hati untuk menyembuhkan
dengan kesabaran, dengan pengorbanan, luka-luka terhadap persekutuan?
Akhirnya, langkah terakhir dalam
kedalaman yang lebih besar: siapa
penggerak kesatuan Gereja ini? Roh Kudus. Kesatuan kita pertama-tama bukan buah kesepakatan kita, buah usaha kita menjadi dalam permufakatan, tetapi berasal dari Dia yang
membuat kesatuan dalam keragaman, yang merupakan keselarasan. Karena itu, doa adalah penting, yang merupakan jiwa dari komitmen kita sebagai pria dan
wanita persekutuan, pria dan wanita kesatuan.
Mari kita berdoa kepada Tuhan: mampukanlah kami menjadi lebih bersatu, jangan pernah menjadi alat perpecahan; jadikan kami berkomitmen – sebagaimana
dikatakan oleh sebuah doa indah Santo Fransiskus -, membawa kasih di mana ada kebencian, membawa pengampunan di mana ada sakit hati, membawa persatuan di mana ada perselisihan.