Saudara
dan saudari yang terkasih, selamat pagi!
Perikop
Injil hari ini menyajikan perumpamaan singkat tentang cara hidup bijaksana yang
harus diikuti, yang ingin ditunjukkan Yesus kepada para murid-Nya. Dengan
pertanyaan, ”Dapatkah orang buta menuntun orang buta?” (Luk 6:39), Ia ingin
menekankan bahwa seorang penunjuk jalan tidak dapat buta, tetapi harus melihat
dengan baik, yaitu, ia harus memiliki kebijaksanaan untuk menunjukkan jalan
dengan bijaksana, kalau tidak, ia beresiko menyebabkan kerugian pada
orang-orang yang mempercayakan diri kepadanya. Jadi Yesus meminta perhatian
semua orang yang bertanggung jawab atau berwenang terhadap pendidikan : para
gembala jiwa, pejabat publik, pembuat undang-undang, guru, orangtua, menasihati
mereka untuk menyadari peran mereka yang tidak mencolok mata dan selalu memahami
cara yang tepat untuk menuntun orang-orang.
Dan
Yesus meminjam ungkapan yang bijaksana untuk menunjukkan diri-Nya sebagai
sokoguru dan penunjuk jalan yang harus diikuti : "Seorang murid tidak
lebih dari pada gurunya, tetapi barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan
sama dengan gurunya" (Luk 6:40). Itulah undangan untuk mengikuti
teladan-Nya dan ajaran-Nya guna menjadi penunjuk jalan yang meyakinkan dan
bijaksana. Dan ajaran ini terlampir terutama dalam Khotbah di Bukit, yang
selama tiga hari Minggu ditawarkan liturgi kepada kita dalam Bacaan Injil,
menunjukkan sikap lemah lembut dan berbelas kasih untuk menjadi orang yang
tulus, rendah hati dan layak. Dalam perikop Injil hari ini, kita menemukan
ungkapan penting lainnya, yang mendesak kita untuk tidak bersikap sombong dan
munafik. Dikatakan demikian, “Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata
saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui?"
(Luk 6:41). Sering kali, kita semua mengetahuinya, lebih mudah dan lebih nyaman
untuk melihat dan mengutuk aib dan dosa orang lain, tanpa bisa melihat aib dan
dosa kita sendiri dengan begitu jernih. Kita selalu menyembunyikan aib kita,
kita menyembunyikannya bahkan dari diri kita sendiri; sebaliknya, mudah melihat
aib orang lain. Godaannya adalah terlalu pemurah terhadap diri sendiri - lunak
terhadap diri sendiri dan keras terhadap orang lain. Membantu sesama dengan
nasehat yang bijaksana selalu berguna; namun, ketika kita memperhatikan dan
memperbaiki aib sesama kita, kita harus sadar bahwa kita sendiri juga memiliki
aib. Jika saya berpikir saya tidak memiliki aib apapun, saya tidak bisa
mengutuk dan memperbaiki orang lain. Kita semua memiliki aib - semuanya. Kita
harus menyadari <aib kita> dan, sebelum mengutuk orang lain, kita harus
melihat ke dalam diri kita sendiri. Dengan demikian kita dapat bertindak dengan
cara yang dapat dipercaya, dengan kerendahan hati, memberikan kesaksian amal
kasih.
Bagaimana
kita bisa tahu apakah mata kita bebas atau terhalang sinar yang menyilaukan?
Lagi-lagi Yesus memberitahu kita, “Karena tidak ada pohon yang baik yang
menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik
yang menghasilkan buah yang baik. Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya"
(Luk 6:43-44). Buah tersebut adalah berbagai tindakan, tetapi juga kata-kata.
Juga dari kata-kata, kita tahu mutu pohon. Pada kenyataannya, orang yang baik
mengeluarkan yang baik dari hati dan mulutnya, dan orang yang jahat
mengeluarkan yang jahat menerapkan yang paling merusak di antara kita, yaitu
bersungut-sungut, bergunjing, berbicara buruk tentang orang lain. Hal ini
menghancurkan, ini menghancurkan keluarga, ini menghancurkan sekolah, ini
menghancurkan tempat kerja, ini menghancurkan lingkungan sekitar. Peperangan
dimulai dari lidah. Marilah kita sedikit memikirkan ajaran Yesus ini dan
bertanya pada diri kita sendiri : apakah saya berbicara buruk tentang orang
lain? Apakah aku selalu berusaha untuk mencemarkan orang lain? Apakah lebih
mudah bagiku untuk melihat aib orang lain daripada aibku sendiri? Dan marilah
kita setidaknya sedikit berusaha untuk memperbaiki diri kita : usaha tersebut
akan ada baiknya untuk kita semua.
Kita
memohon dukungan dan pengantaraan Bunda Maria untuk mengikuti Tuhan di jalan
ini.
[Setelah pendarasan doa Malaikat
Tuhan]
Saudara
dan saudari yang terkasih,
Saya
menyambut kalian semua yang berasal dari Roma, dari Italia dan dari berbagai
negara, khususnya, para peziarah dari Warsawa, Madrid, Ibiza, dan Formentera.
Saya
menyambut komunitas Seminari Menengah Keuskupan Otranto pada peziarahan ke Roma
bersama para orangtua mereka.
Hari
ini hadir banyak paroki Italia, banyak remaja penerima sakramen krisma dan
banyak murid sekolah. Tidak mungkin bagi saya untuk menyebutkan nama
masing-masing kelompok, tetapi saya berterima kasih kepada kalian semua atas
kehadiran kalian dan saya mendorong kalian untuk berjalan dengan sukacita,
dengan kemurahan hati memberikan kesaksian kebaikan dan belas kasih Tuhan di
mana-mana.
Kepada
kalian semua saya mengucapkan selamat hari Minggu! Tolong, jangan lupa untuk
mendoakan saya. Nikmatilah makan siang kalian dan selamat tinggal!