Liturgical Calendar

WEJANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM AUDIENSI UMUM 23 Oktober 2019 : TENTANG KISAH PARA RASUL (15:7-11) - BAGIAN 12


Saudara-saudari yang terkasih, selamat pagi!

Kitab Kisah Para Rasul menceritakan bahwa Gereja Yerusalem menerima Santo Paulus, setelah perjumpaan dengan Yesus yang mengubahnya, <dan> berterima kasih kepada Barnabas yang telah menjadi penengah. Namun, karena dimusuhi oleh beberapa orang, ia terpaksa pergi ke Tarsus, kota asalnya, tempat Barnabas bertemu dengannya untuk dilibatkan dalam perjalanan panjang Sabda Allah. Dapat dikatakan bahwa Kitab Kisah Para Rasul, yang kita ulas dalam katekese-katekese ini, adalah kitab perjalanan panjang Sabda Allah : Sabda Allah diwartakan, dan diwartakan di mana-mana. Perjalanan ini dimulai setelah penganiayaan yang hebat (bdk. Kis 11:19); tetapi penganiayaan tersebut, alih-alih menyebabkan kemunduran dalam penginjilan, malahan menjadi kesempatan untuk memperluas ladang tempat menyebarkan benih Sabda yang baik. Umat Kristiani tidak takut. Mereka harus melarikan diri, tetapi mereka melarikan diri bersama Sabda Allah, dan menyebarkan Sabda sedikit ke mana-mana.


Paulus dan Barnabas tiba pertama kali di Antiokhia di Siria, di mana mereka tinggal setahun lamanya untuk mengajar dan membantu jemaat untuk menumbuhkan akar (bdk. Kis 11:26). Mereka sedang mewartakan kepada jemaat Ibrani, kepada orang-orang Yahudi. Dengan demikian, Antiokhia menjadi pusat daya dorong misioner, berkat khotbah tersebut kedua penginjil - Paulus dan Barnabas - memengaruhi hati orang-orang percaya, bahwa di sinilah, di Antiokhia, murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut "Kristen" (bdk. Kis 11:26).

Namun, untuk siapa ini pintu kebaruan ini terbuka? Untuk orang-orang kafir, karena para Rasul berkhotbah kepada orang-orang Yahudi, tetapi bangsa-bangsa lain juga datang untuk mengetuk pintu Gereja. Dan pintu kebaruan yang terbuka untuk orang-orang bukan Yahudi ini memicu kontroversi yang sangat menggelora. Beberapa orang Yahudi menegaskan perlunya sunat untuk diselamatkan, dan kemudian menerima Baptisan. Mereka berkata, "Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan" (Kis 15:1), artinya, kemudian kamu tidak dapat menerima Baptisan. Pertama adat istiadat Yahudi dan kemudian Baptisan : inilah posisi mereka. Dan untuk menyelesaikan pertanyaan itu, Paulus dan Barnabas berunding dengan Konsili Para Rasul dan Para Penatua di Yerusalem, dan perundingan itu memberi tempat bagi apa yang dianggap sebagai konsili pertama dalam sejarah Gereja, Konsili atau Sidang Yerusalem, yang dijadikan rujukan oleh Paulus dalam suratnya kepada jemaat Galatia (2:1-10).

Sebuah pertanyaan tajam berkenaan dengan teologi, rohani, dan tata tertib dibahas, yaitu, hubungan antara iman kepada Kristus dan ketaatan pada Hukum Musa. Yang menentukan dalam perjalanan Sidang tersebut adalah pidato Petrus dan Yakobus, " sokoguru" Gereja Induk (bdk. Kis 15:7-21; Gal 2:9).

Kedua mengajak untuk tidak memberlakukan sunat pada orang-orang bukan Yahudi, tetapi meminta mereka hanya jangan menyembah berhala dan semua ungkapannya. Dari diskusi itu terbendung kebiasaan yang berlaku umum, dan keputusan ini <telah> disahkan dengan apa yang disebut Surat Apostolik yang dikirim ke Antiokhia.

Sidang Yerusalem memberi kita terang penting tentang cara untuk mengatasi perbedaan dan mencari "kebenaran di dalam kasih" (Ef 4:15). Sidang Yerusalem mengingatkan kita bahwa berbagai metode gerejawi untuk penyelesaian pertikaian berlandaskan pada dialog yang dilakukan dengan penuh perhatian dan sabar mendengarkan, dan pada kearifan yang dibuat dalam terang Roh. Faktanya, Rohlah yang membantu mengatasi ketertutupan dan ketegangan serta bekerja dengan hati sehingga mereka mencapai kesatuan, dalam kebenaran dan kebaikan. Teks ini membantu kita memahami sinodalitas. Cara mereka menulis Surat itu menarik: Para Rasul mulai dengan mengatakan: “Roh Kudus dan kami memikirkannya … “Kehadiran Roh Kudus layak untuk sinodalitas, jika tidak, itu bukan sinodalitas, itu adalah ruang tamu, dewan perwakilan rakyat, dan hal lainnya ...

Marilah kita memohon kepada Tuhan untuk menguatkan dalam segenap umat Kristiani, terutama dalam diri para uskup dan para imam, kehendak dan tanggung jawab persekutuan. Semoga Ia membantu kita untuk hidup dalam dialog, mendengarkan dan berjumpa dengan saudara-saudara seiman dan dengan <orang-orang> yang jauh, untuk menikmati dan mengejawantahkan kesuburan Gereja, yang setiap saat dipanggil untuk menjadi “Ibu anak-anak yang penuh sukacita” (bdk. Mzm. 113:9).

[Sambutan dalam bahasa Italia]

Sambutan hangat tertuju kepada para peziarah berbahasa Italia. Secara khusus, saya menyapa para Suster Misionaris Agustinian, yang sedang mengadakan Kapitel Umum mereka dan saya mendorong mereka untuk mengikuti Injil dengan kegairahan baru, yang senantiasa didukung dan diterangi oleh karunia Tuhan. Saya menyambut delegasi Kotamadya Accumoli dan kelompok-kelompok paroki, khususnya Paroki San Martino Pensilis dan Paroki Avigliano.

Akhirnya, saya menyapa kaum muda, kaum tua, orang-orang sakit dan para pengantin baru. Kemarin kita merayakan peringatan liturgi Santo Yohanes Paulus II. Marilah kita meneladan sang guru iman dan kehidupan injili ini, teladan dalam mengasihi Kristus dan sesama manusia.

[Seruan Bapa Suci]

Saya mengikuti dengan keprihatinan apa yang sedang terjadi di Cili. Saya berharap agar, dengan mengakhiri perwujudan kekerasan melalui dialog, mereka melakukan yang terbaik untuk menemukan penyelesaian bagi krisis dan mengatasi kesulitan yang disebabkannya, demi kebaikan seluruh penduduk.

[Ringkasan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]

Saudara-saudari yang terkasih,

Dalam katekese kita tentang Kisah Para Rasul, kita sekarang mengulas perjalanan misioner pertama Santo Paulus. Setelah penganiayaan yang hebat, Paulus dan Barnabas - didorong oleh Roh Kudus - berangkat untuk menyebarkan Injil ke luar Palestina. Hasilnya, Kabar Baik juga diwartakan kepada orang-orang bukan Yahudi.

Inilah awal timbulnya kontroversi yang bergelora, tentang apakah perlu ketaatan yang ketat terhadap Hukum Musa bagi orang-orang yang bertobat ini. Untuk bersikap arif terhadap kehendak Allah dalam hal ini, para Rasul berkumpul di Yerusalem, dan mencapai pemahaman baru secara bersama-sama. “Konsili Yerusalem” menunjukkan kepada kita bahwa cara menyelesaikan masalah di antara umat Kristiani adalah dengan penuh perhatian mendengarkan orang lain, namun selalu di bawah bimbingan Roh Kudus.

Marilah kita berdoa semoga Allah menguatkan dalam diri kita keinginan untuk merangkul jalan dialog, dan untuk mendengarkan dengan sabar satu sama lain, dan suara Tuhan.

Saya menyambut para peziarah dan para pengunjung berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, terutama kelompok-kelompok dari Inggris, Hungaria, Malta, Belanda, Norwegia, Indonesia, Israel, Malaysia, Filipina, dan Amerika Serikat. Atas kalian semua, dan keluarga kalian, saya memohonkan sukacita dan damai Tuhan kita Yesus Kristus. Semoga Allah memberkati kalian!